Archive for Maret, 2018

Bentuk dan Fungsi Tabuh Serta Tari Legong Raja Cina

Posted in Tak Berkategori on Maret 28th, 2018 by mahadiputra

Legong raja cina adalah tarian legong yang mengangkat tema dari cerita Kang Cing Wie atau cerita hubungan antara Raja Bali dengan anak raja cina yaitu Kang Cing Wie ( cerita sejarah barong landung). Tari lengong raja cina direkontruksi pertama kali pada tahun 2012 oleh I Gusti Agung Ngurah Giri Putra S.sn dari perintah ayah beliau yaitu I Gusti Ngurah Serama Semadi S.sp.,M.si. pada saat ingin merekontruksi tari legong raja cina, I Gusti Agung Ngurah Giri Putra S.sn belum tau persis dan belum ada bayangan tentang tabuh dari legong raja cina tersebut. Akhirnya ayah beliau I Gusti Ngurah Serama Semadi S.sp.,M.si menanyakan gending lengong raja cina tersebut kepada Pak Brata (alm). Ternyata beliau memiliki catatan tentang gending tari legong raja cina akan tetapi catatan tersebut tidak lengkap. Catatan tersebut hanya berisi pengawak legongnya saja. Akhirnya dari hal tersebut, I Gusti Ngurah Serama Semadi S.sp.,M.si membuat gending tari legong raja cina yang tidak lengkap tersebut. Setelah jadi, akhirnya legong raja cina itu direkontruksi kembali dengan bentuk iringan tabuhnya mengambil gaya pelegongan saba. Dari motif kendang dan dari rasa gending tersebut semua mengambil gaya pelegongan saba. Begitu juga dengan tarinya, gerakan tari legong raja cina yang di rekontruksi mengambil gaya dari legong saba yang sudah mempunyai ciri khas tersendiri, dari bagian pengawak sampai bagian akhir mengadopsi  gaya pelegongan saba. Yang menjadi identitas dari tari legong raja saba yaitu barong landung. Pada saat rekontruksi ada sedikit perdebatan mengenai identitas barong landung yang akan dituangkan kedalam tari legong raja cina tersebut. I Gusti Ngurah Serama Semadi S.sp.,M.si mengatakan beliau tidak ingin mengisi tambahan property barong landung dalam tari legong tersebut. Beliau ingin gerakan barong landung tersebut di transfer ke dalam tari legong cina dengan maksud untuk menjadikan barong landung sebagai identidas dari tari legong raja cina tanpa menggunakan property yang berlebihan. Akhirnya pendapat tersebut diterima dan langsung dituangkan kedalam tari legong raja cina. Setelah proses yang panjang akhirnya tari legong raja cina slesai direkontruksi. Diliat dari segi bentuknya, legong raja cina memiliki bentuk dan struktur gending yang hampir sama dengan tari legong pada umumnya, yang membedakannya hanyalah ciri khas pelegngan saba yg dituangkan ke dalam legong raja cina tersebut serta identitas yang sangat melekat pada legong raja cina yaitu barong landung sebagai ide cerita dari legong tersebut. Sedangkan dilihat dari fungsinya, setelah di rekontruksi, legong raja cina pernah di pentaskan di acara oesta kesenian bali ( PKB ) dan legong raja cina juga sering dipentaskan di acara- acara yang ada di puri saba sebagai sarana hiburan.

PURA PURU SADHA DESA ADAT KAPAL

Posted in Tak Berkategori on Maret 28th, 2018 by mahadiputra

Salah satu pura kahyangan jagat yang terkenal di Desa Kapal, Mengwi, Badung adalah Pura Sada. Terletak di daerah pemukiman di Banjar Pemebetan Desa Kapal, Mengwi, Badung, lokasi pura ini mudah ditemukan. Masuk beberapa meter dari jalan utama jurusan Denpasar-Tabanan, umat sudah dapat melihat keberadaan pura yang konon dibangun tahun 830 Masehi itu. Lokasinya sekitar 15 km dan Denpasar. Salah satu pelinggih yang memiliki ciri khas tersendiri di utama mandala pura itu yakni prasada. Bahkan, prasada dan candi bentar di pura ini diakui sebagai situs cagar budaya yang mesti dilindungi.Menurut beberapa sumber, nama pura ini kemungkinan diambil dari pelinggih prasada yang terdapat di utamaning mandala. Prasada itu pelinggih yang berbentuk pejal bertingkat-tingkat seperti limas berundak. Di Bali bentuk candi seperti itu dikenal dengan Candi Raras.Prasada itu tingginya mencapai 16 meter dengan atapnya bertingkat sebelas.Di pura ini distanakan arca Dewata Nawa Sanga. Delapan arca dewa distanakan di delapan arah pada atap pertama. Sedangkan arca Siwa diletakkan pada atap kedua di arah barat di atas arca Mahadewa. Kapan pura ini dibangun, belum bisa dipastikan, karena masih ada beragam versi.Ada yang menduga, pura ini dibangun pada abad ke-12 Masehi dan ada yang menduga abad ke-16 Masehi. Ibu Niluh Suiti dari Fakultas Sastra Unud pernah menjadikan pura ini sebagai objek penelitian dalam rangka menyusun skripsi. Dalam laporan penelitiannya itu dinyatakan ada beberapa ahli yang pernah membahas keberadaan pura ini. Ahli tersebut antara lain CJ. Grader, A.J. Bernet Kempers, Prof. I Gst. Gede Ardana dan Drs. Rai Mirsa.

M.M. Soekarto K.Atmojo, seorang arkeolog yang pernah memimpin Lembaga Kepurbakalaan di Bali, menyatakan bahwa Pura Sada Kapal ini didirikan pada zaman pemerintahan Raja Jayasakti yang memerintah Bali dari tahun 1133-1150 M. Hal ini didasarkan pada nama Raja Ratu Sakti Jayengrat yang dihubungkan dengan keberadaan Pura Sada Kapal ini. Raja Ratu Sakti Jayengrat itu adalah Raja Jayasakti. Prof. I Gst. Gede Ardana pun sangat sejalan dengan pendapat ini bahkan menduga pura ini didirikan lebih awal dari zaman tersebut.Tentang kapan berdirinya Pura Sada, ada juga yang mereka-reka berdasarkan bentuk bangunan. Bentuk prasada dan juga candi bentarnya memiliki kesamaan dengan langgam bangunan candi di Jawa Timur. Demikian juga bentuk bangunannya yang tinggi ramping serta kalamakara-nya tidak berahang di bawah. Bedasarkan hal itu, maka diperkirakan pura ini dibangun pada permulaan abad ke-16 Masehi.Namun, menurut analisis penekun lontar asal Kapal, Ketut Sudarsana, pura ini dibangun pada kisaran tahun 830 Masehi.” Menurut Sudarsana yang juga dibenarkan Nyoman Nuada, salah seorang keluarga pemangku Pura Sada, pura ini juga sering disebut Purusadha. Pura artinya tempat suci dan sada berarti bumi.Pura Sada merupakan tempat pemujaan Siwa Guru. Dalam sastra agama disebutkan, Hyang Siwa memiliki tujuh orang murid. Murid yang paling pintar adalah Rsi Banu. Karena kepintarannya, Rsi Banu dianugerahkan gelarAditya atau Raditya atau Siwa Guru. Siwa Guru inilah yang dipuja di pura ini.

Prof. Gst. Gede Ardana memperkirakan Pura Sada Kapal ini mendapatkan pemugaran dan peluasan pada zaman kejayaan Kerajaan Mengwi pada abad ke- 17 Masehi. Hal ini sangat logis karena pendiri Kerajaan Mengwi I Gst. Agung Putu leluhurnya dari Desa Kapal. Pura Sada ini pernah hancur keterjang gempa pada tahun 1917. Saat Krijgsman menjadi Kepala Dinas Purbakala di Bedulu Gianyar tahun 1949, Pura Sada ini direstorasi dengan cukup teliti agar tidak jauh dari aslinya. Saat direstorasi ada seorang insinyur alami bernama I Made Nama sangat berjasa besar dalam usaha merestorasi Pura Sada Kapal yang tingginya 16 meter tersebut sehingga pura tersebut menjadi kokoh dan indah seperti sekarang ini.Tetapi, menurut Sudarsana dan Nuada, pura ini sempat direhab beberapa kali. Pada tahun 1260 Isaka, pura ini direhab pada masa pemerintahan Dalem Bali Mula dengan rajanya bergelar Asta Sura Ratna Bumi Banten. Raja yang naik tahta pada tahun 1324 Masehi ini merupakan pemimpin Bali yang arif dan bijaksana. Perhatiannya terhadap kahyangan-kahyangan yang menjadi sungsungan umat di Bali cukup tinggi.Ketika Pura Sada diangap perlu direhab ketika itu, diutuslah Kebo Wayu Pawarangan atau Kebo Taruna untuk datang ke Kapal guna memperbaiki pura tersebut. Bahkan. seusai menjalankan tugasnya merehab Pura Sada, Kebo Iwa (Karang Buncing), sempat membuat tempat pemujaan atau dharma pengastulan di sebelah tenggara Pura Sada. Dharma pengastulan ini sebagai tempat pemujaan warih atau pertisentana Karang Buncing se-wewidangan sebelah barat Tukad Yeh Ayung.Pura Sada juga direhab tahun 1400 Masehi pada zaman Kerajaan Pangeran Kapal-Beringkit. Rehab berikutnya berlangsung pada tahun 1600-an. Pada tahun 1949 juga sempat direhab hesar-besaran.

ACI RAH PENGANGON DESA ADAT KAPAL

Posted in Tak Berkategori on Maret 24th, 2018 by mahadiputra

Desa Kapal adalah salah satu desa tradisonal di Bali yang kaya akan keunikan adat dan budaya, desa yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Mengwi Badung-Bali ini memiliki berbagai tradisi unik dan menarik yang masih berlangsung sampai sekarang, salah satunya adalah pelaksanaan Tradisi Aci Rah Pengangon atau yang lebih dikenal oleh masyarakat setempat sebagai Tradisi Perang Tipat-Bantal. Tradisi ini berkaitan erat dengan kehidupan pertanian masyarakatnya, di mana tradisi ini dilaksanakan sebagai rasa syukur kepada Tuhan atas kehidupan yang diciptakan-Nya serta berlimpahnya hasil panen di desa ini. Tradisi ini dilaksanakan setiap Bulan Keempat dalam penanggalan Bali (sasih kapat) sekitar bulan September – Oktober. Pelaksanaanya diwujudkan dalam bentuk Perang Tipat-Bantal. Tipat/ ketupat adalah olahan makanan dari beras yang dibungkus dalam anyaman janur / daun kelapa yang masih muda berbentuk segi empat sedangkan Bantal adalah penganan yang terbuat dari beras ketan yang juga dibungkus dengan janur namun berbentuk bulat lonjong. Dua hal ini adalah simbolisasi dari keberadaan energi maskulin dan feminin yang ada di semesta ini, yang mana dalam konsep Hindu disebut sebagai Purusha dan Predhana

Pertemuan kedua hal inilah yang dipercaya memberikan kehidupan pada semua makhluk di dunia ini, segala yang tumbuh dan berkembang baik dari tanah (tumbuh), bertelur maupun dilahirkan berawal dari pertemuan kedua hal ini. Dalam tradisi ini masyarakat Kapal berkumpul di depan Pura Desa setempat dimana kemudian mereka membagi diri menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok disediakan tipat dan bantal sebagai senjata, kemudian kedua kelompok ini saling melempari kelompok yang lain dengan tipat dan bantal ini.
Tradisi perang ini bermakna bahwa pangan yang kita miliki adalah senjata utama untuk mempertahankan diri dalam hidup dan berkehidupan. Tradisi ini mempunyai kemiripan dengan tradisi-tradisi agraris yang unik dibelahan dunia yang lain seperti perang tomat di Spanyol. Dari tradisi ini pula dapat dianut sebuah kepercayaan masyarakat desa Kapal mengenai larangan menjual Tipat. Tipat dalam konteks ini merupakan simbolisasi dari energi feminisme, yang mana diwakili oleh keberadaan Ibu Pertiwi/Bumi dalam bentuk fisiknya sebagai Tanah. Tanah adalah penopang hidup, tempat tumbuh dan berkembang yang harus dijaga, dilestarikan, dirawat dan dihormati. Inilah kearifan-kearifan lokal yang masih dipegang teguh oleh masyarakatnya.

Gamelan Gambang Desa Adat Kapal

Posted in Tak Berkategori on Maret 6th, 2018 by mahadiputra

Menurut narasumber yang penulis tanyakan mengenai gamelan Gambang ini, gamelan ini sudah ada sebelum Belanda menjajah bali. Gamelan ini dibuat oleh kak Agi. Narasumber mengatakan bahwa tidak tau pasti siapa nama asli beliau, beliau dipanggil kak Agi Karena beliau seorang pemahat kayu. Penulis dalam hal ini adalah genersi ke 5 yang mewarisi gamelan Gambang ini. Dulunya penulis tidak tahu ada peninggalan kuno gamelan Gambang ini, penulis bermimpi dan didalam mimpi itu, penulis disuruh untuk membangkitkan kembali gamelan tersebut. Akhirnya dengan kesepakatan keluarga besar, penulis mengecek keadaan gamelan Gambang tersebut. Penulis berfikir gamelan itu kondisinya sudah rusak dan lapuk, tetapi penulis terkejut melihat kondisi gamelan Gambang ini, gamelan ini kondisinya masih utuh dan tidak ada rusak sedikitpun. Gamelan ini disimpan di lumbung padi ( jineng ) dengan kondisi tertutup padi. Gamelan tersebut akhirnya diupacarai untuk dibersihkan dan diturunkan serta dipindahkan dari jineng tersebut.Kondisi gamelan gambang setelah dibersihkan masih utuh, tetapi ada beberapa instrument yang tidak lengkap seperti panggul Gambang dan pelawah gangsa jongkok kantilan, panggul gambang hanya hilang satu. Narasumber tidak mengetauhi kemana hilangnya panggul tersebut. Dan pelawah gangsa jongkok kantilan Gambang yang hilang, narasumber juga tidak tau kemana hilangnya pelawah gangsa jongkok kantilan tersebut, yang tersisa hanyalah daun gangsa jongkok kantilannya saja, menurut beliau dahulu pada saat gamelan itu dimainkan, hanya memakai satu buah gangsa jongkok yang besar atau pemade. Sangat jarang sekali gangsa jongkok kantilan tersebut ikut dimainkan.

Bentuk pelawah gamelan Gambang ini hampir sama seperti gamelan Gambang pada umumnya, tetapi yang berbeda hanyalah pada motif gambar yang ada di pelawah gambang ini. Motif pelawahnya membentuk jajar genjang warna hitam dan putih. Menurut narasumber bahan baku yang digunakan untuk membuat motif tersebut adalah arang dan kapur sirih ( pamor) yang direkatkan menggunakan lem dari bahan gula bali, serta bahan dasar untuk membuat pelawahnya adalah dari bahan kayu dagdag se. menurut narasumber, bahan baku kayu dadag se dipilih karena kayunya bagus dan tahan lapuk. Bahan dasar untuk membuat bilah gamelan Gambang adalah dari bahan bambu petung, dahulu pada saat ingin menebang bambu petung tersebut, orang tua jaman dahulu harus mencari hari baik supaya bambu tersebut awet, tahan lama serta tidak cepat lapuk, dan dilarang keras supaya tidak menebang bambu pada hari minggu. Mereka percaya kalau kita menebang bambu pada hari minggu, bambu tersebut tidak tahan lama dan cepat lapuk. Oleh Karena itu, walaupun usia gambang ini sangat tua tetapi bambu untuk bahan bilah gamelan Gambang ini masih utuh dan tidak lapuk dimakan rayap. Saat ini, gamelan Gambang masih dalam proses perbaikan dan perakitan. Penulis berharap gamelan ini bisa cepat slesai diperbaiki dan bisa untuk dibangkitkan kembali supaya gamelan Gambang yang satu-satunya ada di Desa Adat Kapal ini tetap ajeg dan lestari.