PURA BEJI LANGON DESA ADAT KAPAL

Posted in Tak Berkategori on April 25th, 2018 by mahadiputra

Pura Beji Langon terletak di sisi Tukad Penet Banjar Langon Desa Adat Kapal, Mengwi, Badung. Jika dilihat dari arsitekturnya, terlihat sangat unik. Pura yg bisa diakses dari jalan Pura Sadha ini memiliki susunan bangunan yang terdiri dari batu padas yg diperkirakan umurnya mencapai ratusan tahun.Pura Beji Langon berfungsi sebagai lokasi pesucian Ida Bhatara yang berstana di Pura Kahyangan Tiga Desa Adat Kapal. Yakni Pura Desa, Pura Dalem, Pura Puseh dan Pura Dalem Gunung Desa Adat Kapal. Selain itu Pura Beji ini juga sebagai tempat untuk melukat Bayuh Oton.Pura Beji ini memiliki beberapa sumber air, yang memiliki fungsi berbeda. Untuk pesucian Ida Bhatara, sumber air yg digunakan adalah sumber air yg berada di sisi utara pura. Untuk proses pengelukatan, sumber air yg digunakan adalah sumber air yg ada di kolam utama. Sedangkan untuk kebutuhan konsumsi masyarakat, sumber air yg digunakan adalah sumber air yg berasal dari Gua yg ada di tebing batu padas yg terletak di sisi selatan pelinggih utama Pura Beji.

Selain memiliki beberapa sumber air, keunikan lain dari Pura Beji ini juga terlihat dari segi arsitektur dari Pura Beji Langon. Meskipun sudah sempat direnovasi pada tahun 2006 lalu, namun secara keseluruhan arsitektur di Pura Beji Langon ini masih menggunakan arsitektur aslinya.Adapun keunikan dari arsitektur Pura Beji Langon yg diperkirakan sdh ada sejak abad ke 14 lalu ini adalah seluruh palinggih yg ada di Beji ini terbuat dari batu padas (paras). Dan, ada satu patung yg paling mencolok dan terletak di sisi selatan Pura, yakni patung Gajah dgn tinggi lebih dari tiga meter dan panjang sekitar lima meter. Patung gajah ini cukup unik. Selain memiliki belalai yang pendek dibandingkan gajah pada umumnya dengan gigi serta gading yang tajam, selain itu pada bagian ekor gajah tidak seperti ekor gajah pada umumnya, tetapi lebih mirip pada ekor burung.

TATA GERAK TARI BARIS TUNGGAL

Posted in Tak Berkategori on April 24th, 2018 by mahadiputra

Gerak-gerak dalam tari Baris Tunggal menceritakan ketangguhan para prajurit Bali di masa lalu. Kedua pundak penari diangkat hingga hampir setinggi telinga. Kedua lengan yang nyaris selalu pada posisi horizontal dengan gerak yang tegas. Gerak khas lainnya yang ada pada tari baris adalahselendet atau gerak delik mata penari yang senantiasa berubah-ubah. Gerak ini menggambarkan sifat para prajurit yang senantiasa awas terhadap situasi di sekitarnya

Komposisi tubuh yang di gunakan untuk mengiringi tari Baris Tunggal biasanya terdiri atas :

  1. Menarikan Bagian Pepeson (Gilak)
  2. Menarikan Bagian Pengadeng (Bapang)
  3. Menarikan Pekaad (Gilak Jerih)

BAGIAN 1

Dapat dilakukannya bagian tari ini dengan penjiwaan

yang benar ragam-ragam gerak pada bagian ini:

  1. Mungkah lawing
  2. Ngagem kanan dan kiri
  3. Majalan najek dua (Nayog)
  4. Ngopak Lantang
  5. Ngalih Pajeng
  6. Malpal

BAGIAN 2

Dapat dilakukannya bagian tari ini dengan penjiwaan

yang benar ragam-ragam gerak pada bagian ini:

  1. Ngagem bapang kiri dan kanan
  2. Ngesed Dawa dan Nyaregseg
  3. Gayal-gayal
  4. Wuta Ngawa Sari
  5. Ngetog

BAGIAN 3

Dapat dilakukannya bagian tari ini dengan penjiwaan

yang benar ragam-ragam gerak pada bagian ini:

  1. Makirig/Makelid Jerih
  2. Ngopak Lantang
  3. Malpal
  4. Gayal-gayal

Perbedaan yang paling menonjol pada Gong Kebyar gaya Buleleng

Posted in Tak Berkategori on April 24th, 2018 by mahadiputra

Dari hasil analisis bahwa Gong Kebyar Gaya Buleleng mempunyaiperbedaan yang menonjol yang dapat dilihat dari barungan gamelannya dantetabuhannya. Barungan gamelan Gong Kebyar Gaya Buleleng yang adasekarang merupakan hasil dari berbagai perubahan yang dilakukan olehseniman kita yang dilandasi oleh sifat jengah pada saat kegiatan mebarung,yaitu :1. Jenis tungguhan gangsa pemade kebanyakan atau hampirseluruhnya dalam satu barungan gamelan Gong Kebyarmenggunakan delapan tungguh.2. Ukuran pencon yang digunakan pada tungguhan trompong,barangan, dan gong relatif lebih besar dari pencon tungguhantrompong dan barangan atau riyong Gong Kebyar daerahlainnya.3. Penggunaan ceng-ceng kecek juga lebih banyak dari GongKebyar daerah lainnya.Jumlah dan ukuran tungguhan yang digunakan dalam Gong KebyarGaya Buleleng berdampak pada estetika atau keindahan yang dimiliki olehsajian gending Gong Kebyar Gaya Buleleng berupa penonjolan-penonjolansebagai ciri, yaitu :1. Suara Gong Kebyar Gaya Buleleng dirasakan lebih rendahdibandingkan dengan suara Gong Kebyar gaya lainnya.2. Sajian gending-gending Gong Kebyar Gaya Buleleng lebih“rame” dibandingkan dengan sajian gending-gending GongKebyar gaya lainnya, sehingga jenis-jenis tungguhan kempul,kenong, dan tungguhan ketuk mempunyai nada yang tidak samadengan nada jenis tungguhan lainnya. Sadar atau tidak sadar halini dilakukan supaya kedengaran lebih jelas (ngilis).3. Penggunaan bentuk bilah belahan penjalin pada tungguhangangsa mepacek, berdampak konsentrasi penabuh pada pukulan(tidak pada tutupan) sehingga gending yang disajikan bisarelatif lebih cepat dibandingkan dengan sajian gending dariGong Kebyar daerah lainnya yang menggunakan bilah usukyang dipasang dengan cara digantung.4. Nada tungguhan barangan lebih rendah satu oktaf maka tabuhantungguhan barangan khususnya tabuhan pemetit lebih menonjol.Kemenonjolan tabuhan pemetit tersebut, berdampak penabuh7pemetit mempunyai tingkat atau predikat yang lebih tinggidibandingkan dengan penabuh lainnya.5. Adanya bentuk kekendangan Pengundang Taksu dengan maksuduntuk menunjukkan kualitas kendang yang digunakan dankemampuan pengendangnya. Kekendangan pengundang taksudisajikan sebelum sajian gending di mulai. Akhir darikekendangan pengundang taksu disertai dengan satu kalitabuhan gong.6. Perbedaan suara kendang lanang dan kendang wadon sangatjauh. Perbedaan kedua suara kendang tersebut, merupakanaplikasi dari konsep ngilis agar suara kendang lanang menonjol.Dengan adanya ciri-ciri yang dimiliki oleh Gong Kebyar Bulelengmaka merupakan identitas daerah Buleleng.

Bentuk dan Fungsi Tabuh Serta Tari Legong Raja Cina

Posted in Tak Berkategori on Maret 28th, 2018 by mahadiputra

Legong raja cina adalah tarian legong yang mengangkat tema dari cerita Kang Cing Wie atau cerita hubungan antara Raja Bali dengan anak raja cina yaitu Kang Cing Wie ( cerita sejarah barong landung). Tari lengong raja cina direkontruksi pertama kali pada tahun 2012 oleh I Gusti Agung Ngurah Giri Putra S.sn dari perintah ayah beliau yaitu I Gusti Ngurah Serama Semadi S.sp.,M.si. pada saat ingin merekontruksi tari legong raja cina, I Gusti Agung Ngurah Giri Putra S.sn belum tau persis dan belum ada bayangan tentang tabuh dari legong raja cina tersebut. Akhirnya ayah beliau I Gusti Ngurah Serama Semadi S.sp.,M.si menanyakan gending lengong raja cina tersebut kepada Pak Brata (alm). Ternyata beliau memiliki catatan tentang gending tari legong raja cina akan tetapi catatan tersebut tidak lengkap. Catatan tersebut hanya berisi pengawak legongnya saja. Akhirnya dari hal tersebut, I Gusti Ngurah Serama Semadi S.sp.,M.si membuat gending tari legong raja cina yang tidak lengkap tersebut. Setelah jadi, akhirnya legong raja cina itu direkontruksi kembali dengan bentuk iringan tabuhnya mengambil gaya pelegongan saba. Dari motif kendang dan dari rasa gending tersebut semua mengambil gaya pelegongan saba. Begitu juga dengan tarinya, gerakan tari legong raja cina yang di rekontruksi mengambil gaya dari legong saba yang sudah mempunyai ciri khas tersendiri, dari bagian pengawak sampai bagian akhir mengadopsi  gaya pelegongan saba. Yang menjadi identitas dari tari legong raja saba yaitu barong landung. Pada saat rekontruksi ada sedikit perdebatan mengenai identitas barong landung yang akan dituangkan kedalam tari legong raja cina tersebut. I Gusti Ngurah Serama Semadi S.sp.,M.si mengatakan beliau tidak ingin mengisi tambahan property barong landung dalam tari legong tersebut. Beliau ingin gerakan barong landung tersebut di transfer ke dalam tari legong cina dengan maksud untuk menjadikan barong landung sebagai identidas dari tari legong raja cina tanpa menggunakan property yang berlebihan. Akhirnya pendapat tersebut diterima dan langsung dituangkan kedalam tari legong raja cina. Setelah proses yang panjang akhirnya tari legong raja cina slesai direkontruksi. Diliat dari segi bentuknya, legong raja cina memiliki bentuk dan struktur gending yang hampir sama dengan tari legong pada umumnya, yang membedakannya hanyalah ciri khas pelegngan saba yg dituangkan ke dalam legong raja cina tersebut serta identitas yang sangat melekat pada legong raja cina yaitu barong landung sebagai ide cerita dari legong tersebut. Sedangkan dilihat dari fungsinya, setelah di rekontruksi, legong raja cina pernah di pentaskan di acara oesta kesenian bali ( PKB ) dan legong raja cina juga sering dipentaskan di acara- acara yang ada di puri saba sebagai sarana hiburan.

PURA PURU SADHA DESA ADAT KAPAL

Posted in Tak Berkategori on Maret 28th, 2018 by mahadiputra

Salah satu pura kahyangan jagat yang terkenal di Desa Kapal, Mengwi, Badung adalah Pura Sada. Terletak di daerah pemukiman di Banjar Pemebetan Desa Kapal, Mengwi, Badung, lokasi pura ini mudah ditemukan. Masuk beberapa meter dari jalan utama jurusan Denpasar-Tabanan, umat sudah dapat melihat keberadaan pura yang konon dibangun tahun 830 Masehi itu. Lokasinya sekitar 15 km dan Denpasar. Salah satu pelinggih yang memiliki ciri khas tersendiri di utama mandala pura itu yakni prasada. Bahkan, prasada dan candi bentar di pura ini diakui sebagai situs cagar budaya yang mesti dilindungi.Menurut beberapa sumber, nama pura ini kemungkinan diambil dari pelinggih prasada yang terdapat di utamaning mandala. Prasada itu pelinggih yang berbentuk pejal bertingkat-tingkat seperti limas berundak. Di Bali bentuk candi seperti itu dikenal dengan Candi Raras.Prasada itu tingginya mencapai 16 meter dengan atapnya bertingkat sebelas.Di pura ini distanakan arca Dewata Nawa Sanga. Delapan arca dewa distanakan di delapan arah pada atap pertama. Sedangkan arca Siwa diletakkan pada atap kedua di arah barat di atas arca Mahadewa. Kapan pura ini dibangun, belum bisa dipastikan, karena masih ada beragam versi.Ada yang menduga, pura ini dibangun pada abad ke-12 Masehi dan ada yang menduga abad ke-16 Masehi. Ibu Niluh Suiti dari Fakultas Sastra Unud pernah menjadikan pura ini sebagai objek penelitian dalam rangka menyusun skripsi. Dalam laporan penelitiannya itu dinyatakan ada beberapa ahli yang pernah membahas keberadaan pura ini. Ahli tersebut antara lain CJ. Grader, A.J. Bernet Kempers, Prof. I Gst. Gede Ardana dan Drs. Rai Mirsa.

M.M. Soekarto K.Atmojo, seorang arkeolog yang pernah memimpin Lembaga Kepurbakalaan di Bali, menyatakan bahwa Pura Sada Kapal ini didirikan pada zaman pemerintahan Raja Jayasakti yang memerintah Bali dari tahun 1133-1150 M. Hal ini didasarkan pada nama Raja Ratu Sakti Jayengrat yang dihubungkan dengan keberadaan Pura Sada Kapal ini. Raja Ratu Sakti Jayengrat itu adalah Raja Jayasakti. Prof. I Gst. Gede Ardana pun sangat sejalan dengan pendapat ini bahkan menduga pura ini didirikan lebih awal dari zaman tersebut.Tentang kapan berdirinya Pura Sada, ada juga yang mereka-reka berdasarkan bentuk bangunan. Bentuk prasada dan juga candi bentarnya memiliki kesamaan dengan langgam bangunan candi di Jawa Timur. Demikian juga bentuk bangunannya yang tinggi ramping serta kalamakara-nya tidak berahang di bawah. Bedasarkan hal itu, maka diperkirakan pura ini dibangun pada permulaan abad ke-16 Masehi.Namun, menurut analisis penekun lontar asal Kapal, Ketut Sudarsana, pura ini dibangun pada kisaran tahun 830 Masehi.” Menurut Sudarsana yang juga dibenarkan Nyoman Nuada, salah seorang keluarga pemangku Pura Sada, pura ini juga sering disebut Purusadha. Pura artinya tempat suci dan sada berarti bumi.Pura Sada merupakan tempat pemujaan Siwa Guru. Dalam sastra agama disebutkan, Hyang Siwa memiliki tujuh orang murid. Murid yang paling pintar adalah Rsi Banu. Karena kepintarannya, Rsi Banu dianugerahkan gelarAditya atau Raditya atau Siwa Guru. Siwa Guru inilah yang dipuja di pura ini.

Prof. Gst. Gede Ardana memperkirakan Pura Sada Kapal ini mendapatkan pemugaran dan peluasan pada zaman kejayaan Kerajaan Mengwi pada abad ke- 17 Masehi. Hal ini sangat logis karena pendiri Kerajaan Mengwi I Gst. Agung Putu leluhurnya dari Desa Kapal. Pura Sada ini pernah hancur keterjang gempa pada tahun 1917. Saat Krijgsman menjadi Kepala Dinas Purbakala di Bedulu Gianyar tahun 1949, Pura Sada ini direstorasi dengan cukup teliti agar tidak jauh dari aslinya. Saat direstorasi ada seorang insinyur alami bernama I Made Nama sangat berjasa besar dalam usaha merestorasi Pura Sada Kapal yang tingginya 16 meter tersebut sehingga pura tersebut menjadi kokoh dan indah seperti sekarang ini.Tetapi, menurut Sudarsana dan Nuada, pura ini sempat direhab beberapa kali. Pada tahun 1260 Isaka, pura ini direhab pada masa pemerintahan Dalem Bali Mula dengan rajanya bergelar Asta Sura Ratna Bumi Banten. Raja yang naik tahta pada tahun 1324 Masehi ini merupakan pemimpin Bali yang arif dan bijaksana. Perhatiannya terhadap kahyangan-kahyangan yang menjadi sungsungan umat di Bali cukup tinggi.Ketika Pura Sada diangap perlu direhab ketika itu, diutuslah Kebo Wayu Pawarangan atau Kebo Taruna untuk datang ke Kapal guna memperbaiki pura tersebut. Bahkan. seusai menjalankan tugasnya merehab Pura Sada, Kebo Iwa (Karang Buncing), sempat membuat tempat pemujaan atau dharma pengastulan di sebelah tenggara Pura Sada. Dharma pengastulan ini sebagai tempat pemujaan warih atau pertisentana Karang Buncing se-wewidangan sebelah barat Tukad Yeh Ayung.Pura Sada juga direhab tahun 1400 Masehi pada zaman Kerajaan Pangeran Kapal-Beringkit. Rehab berikutnya berlangsung pada tahun 1600-an. Pada tahun 1949 juga sempat direhab hesar-besaran.