Komentar Video Wiranjaya

This post was written by madesujendra on Desember 28, 2011
Posted Under: Tak Berkategori

“WIRANJAYA”

 Pulau  Bali  yang  telah  terkenal  keseluruh  Dunia,  selain  karena   keindahan    alamnya,       juga disebabkan  oleh  berbagai  jenis  dan  berbagai  ragam  kesenian  yang  unik  sesuai  adat  dan  budaya   pada  masing-masing   daerah  di  pulau Dewata  ini.

Keberadaan  kesenian  sampai  saat  ini  adalah  merupakan  salah  satu  warisan  dari  produk  budaya  Hindu  dimasa  lalu.  Mengenal  berbagai  bentuk  dan  jenis-jenis  kesenian  yang  merupakan  warisan  kepribadian  sendiri  sebagai  sifat-sifat  naluri  kita  yang  hakiki  dalam  rangka  untuk  memelihara  dan  melestarikan  kesenian-kesenian  yang  merupakan  kekayaan  budaya  yang  tidak  ternilai, seperti halnya beberapa   tarian yang lahir di daerah Bali utara.

            Tari memang sudah ada dari sejak jaman dahulu, namun masih bersifat sangat sederhana, gerakan-gerakanya bebas dan mengandung unsur-unsur religius serta sakral, yang keberadaanya sampai sekarang masih dapat dijumpai di beberapa daerah di Pulau Bali.memasuki awal abad ke-xx, sekitar tahun,1915 di Bali Utara, tepatnya di Desa Jagaraga,munculah sebuah barungan gong kebyar,dengan nama-nama tabuh atau gending yang sangat sederhana yaitu: kebyar dong, kebyar dung,kebyar deng, kebyar ding dan kebyar dang. oleh seorang seniman dari Tabanan yang bernama I Mario, ( almarhum ) tabuh ke-kebyaran ini dijadikan inspirasi untuk menciptakan sebuah tari yaitu: tari kebyar.yang belakangan sering disebut dengan tari kebyar duduk,terinspirasi dari kelincahan para penabuh yang seolah-olah sambil menari, seperti digambarkan dalam tari kebyar terompong.

Dalam perjalananya, dikembangkan di daerah Bali Selatan dan Timur, sehingga  terciptalah tari Oleg Tamulilingan, yang mengisahkan kehidupan dua ekor kumbang yang berkejar-kejaran di taman bunga yang indah, yang gerakan-gerakanya terinspirasi dari gerakan- gerakan tari balet. dalam masa penjajahan Jepang,sempat mengalami kemandegan yang cukup lama dan munculah tarian-tarian yang menggambarkan perlawanan terhadap penjajah, seperti tari: Mergepati, wiranata, Demangmiring, Pandji Semirang, Tani, Nelayan dan Tenun yang akhirnya berkembang keseluruh pelosok.

Dengan berdirinya LISTIBIYA, mengantarkan Bali kembali ke-kebudayaan aslinya yang luhur dan berkepribadian, dengan diadakanya Merdangga Utsawa pada tahun 1968 di seluruh Bali.dengan demikian tari kebyar yang tadinya agak mandeg mulai bangkit lagi secara serentak.perkembanganya sampai saat ini sangat mengembirakan,seperti halnya tari Wiranjaya, yang direkontruksi oleh ISI Denpasar.

 

“KOMENTAR  DARI  HASIL  REKAMAN  SEBUAH  PEMENTASAN”

 

             Dalam kesempatan ini sehubungan dengan  tugas perkuliahan , saya ingin menaggapi

hasil   rekaman sebuah pertunjukan, yang merupakan bagian dari TA Jurusan Seni Karawitan

Program  I-MHERE ISI Denpasar Tahun 2010, Rekontruksi Gending-gending Gong Kebyar Bali Utara, yaitu tari wiranjaya.

Tari wiranjaya adalah maskot seni kebyar masyarakat Dauh Enjung ( Buleleng Barat ) yang tercipta kira-kira tahun 1950-an. Pada kemunculanya dulu sempat bersanding dengan tari Taruna jaya yang juga lahir di Buleleng merupakan kebanggaan masyarakat Dangin Enjung atau tepatnya di Buleleng Timur.Tarian ini sama-sama terlahir dari tari kebyar legong. Disebut kebyar legong karena tari yang menggabungkan elemen-elemen musik Bali.Tari Wiranjaya ini bertutur tentang para kesatria Pandawa yang sedang latihan memanah, terlihat dari tata busananya yang bernuansa pewayangan.

Adapun materi yang akan saya tanggapi, adalah merupakan hasil dari program tersebut di atas yaitu, Tari Wiranjaya. Secara umum bisa saya sampaikan bahwa pementasan tersebut sudah sangat bagus, namun ada beberapa bagian pendukung dari pementasan tersebut yang kiranya perlu untuk dicermati kembali.

Beberapa hal yang bisa saya  sampaikan sehubungan dengan hasil rekaman pementasan tersebut

diantaranya :

  • Tata lampu, seharusnya luas panggung dibagi 9. Sorotan lampu dari depan menghadap ke atas akan menyilaukan serta mennimbulkan kesan menyeramkan.
  • Sound sytem, untuk instrumen suling kurang kedengaran, begitu juga dengan gong.
  • Penempatan janur dan lampu di depan panggung  mengganggu pandangan penonton, begitu juga dengan tulisan pada sepanduk dengan tayangan judul pada rekaman.
  • Kapasitas panggung , terkesan agak dipaksakan karena penari terlihat agak kurang leluasa untuk menari bahkan nyaris bersinggungan dengan pemain kendang. Penataan instrumen terlihat kurang seimbang satu sisi terlihat berjejal sedangkan sisi lainya  sangat lengang.

Demikianlah beberapa hal yang bisa saya berikan komentar, menurut  pandangan saya sendiri. Kiranya terdapat ucapan yang kurang berkenan melalui kesempatan ini saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Sekian dan terima kasih.

Comments are closed.