Fisafat Seni Sakral dalam Kebudayaan

This post was written by madesuardipa on Juli 12, 2014
Posted Under: Tak Berkategori

 Dalam dekade tahum melenium atau tahun tahun 2000 ke atas dunia kebudayaan khususnya kesenian mengalami suatu perubahan-perubahan yang sangat menjolok utamanya dalam masalah aktivitas cipta, ide, dan penggarapan kesenian. Hal ini tentu saja membawa suatu dampak yang sangat besar terhadap perkembangan/kehidupan kesenian khususnya pada masyarakat di Bali dan pada umumnya di Indonesia. Perkembangan ini tidak saja membawa pengaruh yang positif, tetapi juga membawa pengaruh yang negatif. Penyebabnya bukan mutlak bersumber dari dunia kesenian, akan tetapi bersumber pada pengaruh global yang terjadi pada dunia modern ini. Karena pengaruh perubahan ini sangat berdampak pada semua sudut kehidupan, bahkan tak tertutup kemungkinan bagi dunia kesenian. Begitu gencarnya perkembangan ilmu pengetahuan (IPTEK) menyebabkan semua sendi kehidupan mengalami perubahan yang pesat pula. Sehingga tidak mustahil lagi disana-sini tampak terjadi perombakan atau kolaborasi yang bertujuan untuk mencari suatu kepuasan hati bagi si seniman, karena disatu sisi mereka dituntut untuk memenuhi kepentingan penikmat seni yang telah terkontaminasi oleh pola kehidupan yang libral atau individualisme dan di sisi lain mereka dituntut pola kehidupan yang glamour. Sehingga mau tak mau mereka harus berpacu dengan perkembangan jaman yang sangat rentan untuk berubah setiap saat. Pada periode perkembangan tersebut seolah-olah semua orang telah tergerus oleh gaya hidup yang serba aneh dan unik, karena itulah yang dikenhendaki oleh zaman ini. Tanpa mengikuti pola tersebut mereka akan merasa tertinggal oleh perkembangan zaman. Perubahan tersebut di atas sudah menjadi “motto” bagi setiap insan, terbukti masyarakat, serta tidak ketinggalan pula lembaga pemerintah dan lembaga swasta turut menghembuskan issu perubahan dengan santernya. Karena mereka takut disoroti sebagai lembaga yang tidak menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Perubahan yang berkepanjangan ini tentu saja akan berdampak sangat luas, sebagai bukti banyak tercetak kader-kader atau seniman-seniman yang rentan berubah atau bersifat pragmatis yang merupakan produk zaman perubahan. Sehingga dalam situasi yang tidak menentu secara tidak langsung mereka akan tercetak sebagai tokoh seni modern dalam arti yang penuh dengan dinamika inovasi dalam berkesenian. Namun jikalau kita berpikir sewajarnya atau secara rasional perubahan adalah suatu yang mutlak karena dari perubahan kita akan mendapatkan bentuk-bentuk baru tentunya diharapkan akan membawa suatu kemajuan yang berguna bagi kehidupan ini. Bertitik dari fenomena yang terjadi saat ini, utamanya pada kehidupan berkesenian, dari permasalahan ini kita akan banyak tahu apa yang terjadi pada dunia seni di Bali yang telah tertata dengan apik dan sesuai dengan kultur ke-timur-an serta dibingkai oleh norma-norma agama dan budaya ke-hindu-an yang sangat kental. Dalam masyarakat Bali tak dapat dipungkiri bahwa pada kenyataannya kesenian kita sangat kuat mengakarnya karena keterkaitannya sangat lekat dengan kehidupan ke-agama-an, terbukti semakin menjamurnya pementasan kesenian sacral dalam seiap pelaksaan upacara agama seiring pula dengan perkembangan kehidupan `perekonomian masyarakat Bali yang semakin membaik. Perkembangan ini justru membawa perubahan yang positif, karena dengan serinnya diadakan pementasan seni sakral pada setiap upacara keagamanaan maka banyak pula generasi muda mengandrungi untuk mempelajari kesenian sakral dengan berbagai alas an seperti alas an ekonomi, ngayah, dan berseni murni. Walaupun terjadi perubahan hanya sebatas perilaku si seniman saja, sebagai contoh ada yang menjadi seniman klasikda ada yang menjadi seniman modern (bebas/kontemporer) atau seniman akademis. Namun perlu di waspadai bahwa perkembangan seni yang bebas suatu saat dapat saja merubah cara pandang umat khususnya pengurus adat pada masyarakat, Hindu di Bali. Karena pada suatu saat tertentu tidak tertutup kemungkinan Seni Sakral akan tidak atau jarang dipentaskan dalam upacara ke agamaan karena dengan alas an dana, jenuh, dan lain sebagainya. Hal tersebut diatas sangatlah mengancam kehidupan atau keajegan Seni Sakral di Bali. Oleh karenanya upaya-upaya menyadarkan harus dilakukan melalui berbagai wacana terutama dari pihak pemerintah, lembaga adat, dan agama dengan memperankan para pakar-pakar agama yang yang sangatlah membidangi masalah seni sakral. Sehingga dampak pengaruh negatif dari perkembangan zaman modern dapat dihindari karena akan dapat mengancam kehidupan seni sakral pada kegiatan ritual keagamaan kita di Bali. Sebagai contoh, agar Lembaga umat mengintruksikan melalui rapat umat, dengan suatu keputusan mengharuskan bagi umat Hindu, bila menyelengarakan upacara agam tertentu di Pura-pura Kahayangan Tiga, Dang Kahyangan, Pura Padharman di wilayah Bali untuk mementaskan Kesenian sakral. Di sesuai dengan tingkatan upacara yang dilakukan, serta kemampuan pendanaan. Dengan demikian, pentas seni sakral dapat dipakai media/ajang pelestarian kesenian sakral dan untuk meningkatkan minat masyarakat untuk mengapresiasi seni tersebut. Mengingat kandungan seni sakral di pandang dri beberapa dimensi sangat kaya akan nilai-nilai seperti, estetika, filsafat/tatwa agama, dan sebagai media penerangan/pendidikan pada masyarakat. Dengan pelaksanaan pentas yang berkelanjutan akan membuka kesadaran masyarakat bahwa mereka sangat membutuhkan peran kesenian sakral dalam kehidupan kemasyarakatan/keagamaan. Sebaliknya jika kesenian tersebut tidak sering di pentaskan, maka akan mengurangi kekusukan pelaksanaan ritual ke-agama-an tersebut. Kebiasaan inilah yang sangat perlu diterpkan dalam usaha untuk menjaga seni sakral dari amukan zaman modern ini, sehingga terhindar dari kepunahan. Dalam benak kita timbul suatu pertanyaan, bagaimana jikalau kesenian sakral jika tidak bersumber pada tatwa agama, jawabannya tentu saja kesenian sakral akan tergerus oelh kesenian global(seni modern/kontemporer). Hal tersebut sangat beralasan, karena kesenian yang menuruti perkembangan zaman akan selalu diminati oleh penonton dan mendapt keuntungan materi yang tak terbatas. Atas terjadinya perubahan atau pengaruh zaman modern yang sedemikian pesat itu, maka mata kulian pengetahuan “seni sakral” sangat diperlukan bagi umat Hindu, terlebih-lebih mahasiswa atau (pecinta seni sakral, budayawan, dan rohaniawan) yang sedang menekuni/menempuh studi di bidang ke-agama-an. Khususnya yang mempunyai tujuan untuk menambah pengetahuan serta pendalaman makna dan fungsi kesenian sakral di Bali. Karena seni sakral merupakan bagian dari kegiatan ke-agama-an yang bersumber pada lontar-lontar/buku-buku ke-agama-an. Dengan tersebarnya pengetahuan tersebut diharapkan masyarakat/umat Hindu menaruh perhatian pada kesenian yang langka ini. Setidaknya mereka tahu pada aat kapan, dimana, dan untuk apa kesenian tersebut dipentaskan. sebelum berbicara masalah budaya dan seni maka kita perlu mengadakan pemilahan pembahaan ke dua hal tersebut. Sehingga dengan mudah di dapat pengertian kedua definisi tersebut. Maka untuk lebih jelasnya dibawah akan diuraikan perbedaan budaya dengan seni yang pengertiannya masih dianggap sma oleh masyarakat kebanyakan. Apabila bicara masalah budaya maka kita akan ingat tentang pendapat seorang sarjana antropologi yang bernama Bapak Koentjaraningrat beliau secara panjang dan lebar menguraikan tentang definisi kata budaya dalam bukunya yang berjudul”Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan”. Dimana ikatakan bahwa kata budaya berasal dari bahasa sanskerta yaitu buddhayah ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budu atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal. Jadi menurut uraian tersebut di atas dapat ditelorkan sebuah konsep yaitu bahwa Kebudayaan adalah Keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakannya dengan proses belajar, besertak seluruhan dari hasil budi dan karyanya ( Koentjaraningrat,hal 19:1974 ).

Dengan uraian tersebut diatas jadi jelaslah apa pengertian kebudayaan sebenarnya yang sebelumnya menjadi pertanyaan dalam setiap pembicaraan umum maupun dalam setiap seminar, symposium, penataran, dan rapat-rapat. Salah satu pendapat yang mengidentikan kebudayaan dengan seni bahwa budaya diartikan sebatas pengertian seni yang berarti pencetusan cipta, rasa, dan karsa adalah sangat semoit karena jangkauan budaya meliputi : (1) ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan. (2) kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat (susila). (3) dan benda-benda hasil karya manusia. Jadi kebudayaan tersebut bersifat universal sehingga sangat sulit untuk dibahas jikalau tidak dengan mengadakan pengklasifikasian terlebih dahulu untuk lebih mudahnya menelaah pengertian secara benar. Pengklasifikasian tersebut bernama unsure-unsur kebudayaan yang terdiri atas 7 unsur yaiyu :

  1. Sistem religi dan upacara keagamaan,
  2. Sistem dan organisasi kemasyarakatan,
  3. Sistem pengetahuan,
  4. Bahasa,
  5. Kesenian,
  6. Sistem mata pencaharian hidup,
  7. Sistem teknologi dan peralatan (Kontjaraningrat,1974:12).

Susunan unsure-unsur kebudayaan sebagai tersebut diatas sengaja disusun untuk mempermudah parapenelitian atau pembahas kebudayaan di dalam mengklafikasikan unsure-unsur kebudayaan, sehingga dapat diketahui mana unsur yang paling sukar berubah dan mudah berubah dalam beradaptasi dalam lingkungan sosial sebagai contoh, sistem religi dan upacara keagamaan sangat sukar untuk berubah dibandingkan dengan sistem teknologi dan peralatan. Demikian pula sistem organisasi kemasyarakatan seperti organisasi banjar (BALI) sangat sulit untuk berubah dibandingkan dengan sistem pecaharian hidup. Oleh karena itu dalm tulian ini mailah kita bahas dengan lebih jelas lagi apa sebenarnya pengertian kesenian dipandang dri sudut ilmu pengetahuan. Sehingga pengetahuan tentang kesenian dapat dipahami dan diketahui perbedaanya dengan kebudayaan serta dimana kedudukan kesenian dalam unsur kebudayaan.

SUMBER : ( I Made Yudabakti & I Wayan Mantra, 2

Comments are closed.