Archive for the ‘Tak Berkategori’ Category

Resensi Buku

Senin, April 22nd, 2013

ESENSI BUNYI GAMELAN

dalam

PROSESI RITUAL HINDU

Oleh               : I Ketut Donde

Penerbit        : Paramita Surabaya 2005

Tebal              : 244 halaman

 

Sejarah telah mencatat bahwa gamelan merupakan salah satu warisan dari produk budaya Hindu di masa lalu. Umat Hindu, dimanapun mereka berada, dalam melaksanakan kegiatan ritual tidak pernah terlepas dengan penggunaan bunyi gamelan . Ritual dalam agama hindu merupakan bentuk implementasi dari filsafat dan etika . pelaksanaan berbagai macam ritual Hindu selalu diiringi bunyi gamelan. Pada daerah transmigran yang kondisi ekonominya belum mapan, bunyi gamelan tersebut diganti dengan bunyi kaset gong untuk mengiringi acara ritualnnya. Bahkan ada dijumpai  masyarakat Hindu di daerah transmigran Sulawesi Tengah membuat gamelan dari bahan sisa potongan-potongan pipa galvanis yang telah dibuang oleh proyek PDAM. Ada juga yang menggunakan gamelan “tingklik” dan “Grantang”  yang terbuat dari bambu untuk mengiringi upacara ritualnya.

Berbagai upaya ditempuh oleh umat Hindu agar diwilayah pura memiliki seperangkat gamelan.Demikian besarnya kecintaan umat Hindu terhadap gamelan, menyebabkan banyak pertanyaan yang muncul dari berbagai pihak dan kalangan. Seperti; (1) Apakah yang mendorong kecintaan umat Hindu yang demikian besar terhadap gamelan?  (2) adakah kecintaan yang demikian besar itu didorong oleh suatu pemahaman terhadap esensi dari bunyi gamelan itu? (3) Apakah kecintaan yang demikian besar  itu didorong oleh pemahaman teologis atau filosofis dari bunyi gamelan itu? (4) Apakah kecintaan yang demikian besar itu didorong oleh pemahan terhadap aspek psikologis dari bunyi gamelan itu? (5) Apakah kecintaan yang demian besar itu didorong oleh manfaat sosiologis dari bunyi gamelan itu? (6) Apakah karena didorong oleh kemeriahannya saja?

 

Dalam buku ini akan menguraikan simbol-simbol bunyi gamelan  dalam persepektif; Filosofis, teologis,psikologis, dan sosilogis dengan mengaitkannya dengan uraian-uraian sains. Sehingga buku ini dapat membuka mata pikiran yang sudah buta karena sikap acuh tak acuh mengenai kekayaan seni budaya yang mengandung banyak nilai luhur bila dikaji serta dipahami secara mendalam.

Buku ini amat layak dibaca oleh semua umat Hindu dan juga oleh siapa saja, karena buku ini berusaha untuk menguraikan ajaran Hindu secara rasional. Khusus buat para seniman-seniman muda Buku ini dapat menjadi refrensi tambahan untuk menyempurnakan pengetahuan anda dalam buku “prekempa” .

Kelebihan dari buku ini adalah adanya informasi sejarah yang lengkap mengenai gamelan dan mengaikannya dengan filosofi Hindu. Teori-teori  yang terdapat didalamnya kiranya mampu memberi penjelasan secara terperinci. Buku ini juga dilengkapi gambar-gambar sehingga mempermudah dalam pemahaman dari setiap sub teori yang tertulis. Isi yang disuguhkan dalam buku ini yakni ; (1) Konsep,terdapat 15 sub materi serta 22 materi pembahasan dari lontar prakempa (2) Teori, menyangkup 11  sub materi yang berisi berbagai macam teori (3) Gambaran umum tentang umat Hindu dan Keberadaan seperangkat gamelan di kota Palu (4) Aspekl filosolofis dan teologis bunyi gamelan dalam prosesi ritual (5) Bunyi gamelan dan efek psikologis dalam prosesi ritual umat Hindu (6)Bunyi gamelan dan aspek sosiologis dalam prosesi ritul umat Hindu (7) Epilog.

Meskipun buku ini merupakan ringkasan dari tesis namun materinya merupakan bagian materi plihan yang kiranya tepat untuk disajikan. Kekurangan buku ini adalah masih banyak memakai materi dari buku lontar prekempa sehingga dirasa kurang mandiri.

Pada bagian akhir memuat daftar pustaka dari 80 sumber buku dan 6 informan dalam menyempurnakan buku ini. Terdapat pula transkrip Lontar Prakempa , Lontar Aji Gurnita serta saran-saran dan biografi dari penulis.

Banyak sekali konsep  dan teori yang dihadirkan buku ini tiada lain sebagai bukti bahwa semua spek ajaran agama Hindu bukan hanya dogmatika belaka  tetapi sangat rasional yang dapat didekati dengan berbagai persepektif keilmuan. Gamelan merupakan unsur terpenting dalam sebuah ritual yang mengandung banyak nilai-nilai dari setiap nada dan lagu dimana mampu menghantarkan doa-doa serta mendekatkan umatnya dengan sang pencipta.

Bunyi gamelan selain memiliki makna filosofis-teologis juga memiliki manfaat psikologis dan sosiologis. Secara psikologis bunyi gamelan dapat menurunkan frekuinsi gelombang otak betha() yang besarnya 14-30Hz hingga kelevel frekuinsi alpha () yang besarnya 8-13Hz yang memungkinkan pikiran menemui ketenangan. Semoga buku ini bermanfaat  dan menjadi pedoman bagi para pembaca.

Sejarah Gamelan Gong Kebyar di Banjar Mijil

Rabu, Oktober 10th, 2012

Sejarah Gamelan Gong kebyar

di Banjar Mijil , Desa Sangkan Gunung,Kecamatan Sidemen Kabupaten Karangasem

Oleh  :

I KOmang Kusuma Adi

201102012

 

Institut Seni Indonesia Denpasar

2012

 Sejarah Gamelan Gong Kebyar di Banjar Mijil, Desa Sangkan Gunung, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem

Gamelan gong kebyar  merupakan salah satu aset terpenting yang di miliki Banjar Mijil, Selain berfungsi sebagai  pengiring upacara , gamelan ini juga menjadi identitas dari masyarakat tersebut. Betapa tidak, dengan  gamelan inilah banyak generasi muda masyarakat ini yang berbakat menjadi pelatih seni karawitan di sekitar banjar tersebut. Semua itu tidak terlepas akan kecintaan masyarakatnya dalam gamelan gong kebyar. Namun dari hasil data yang didapat , tidak ada yang mengetahui secara pasti kapan tanggal pembelian gamelan ini. Konon cerita mengenai gamelan ini adalah pada awal di beli masyrakat Banjar Mijil mengadakan ritual terlebih dahulu yang  disebut dengan  “mepikat”  artinya sebelum membeli gamelan para sesepuh meminta petunjuk dengan membunyikan sebuah Instrument Gong yang di sucikan oleh masyarakat Banjar Mijil. Hal ini bertujuan untuk memancing aura suara yang ada pada barungan gamelan yang akan di beli dan untuk mendatangkan taksu. Sampai saat ini Instrumen Gong yang di kramatkan sebagai pemikat itu masih tersimpan di salah satu bangunan pura di Banjar Mijil. Barungan gamelan ini merupakan barungan gamelan pertama yang ada di se-kedesaan Sangkan Gunung, sehingga Banjar Mijil menjadi barometer dari perkembangan gamelan di Desa Sangkan Gunung maupun sekitarnya.

 

Gamelan Gong Kebyar ini memiliki saih yang dibilang cukup besar atau  setara dengan saih Gamelan Gong Gede.Sehingga secara fungsional ,gamelan ini hanya bagus digunakan untuk ‘ngelelambat’. Bilahan pada setiap instrument gangsa memiliki ukuran yang tebal dari gamelan gong kebyar pada umumnya dan bentuk bilahannya masih ‘matundun sambuk’. Pergantian bumbung atau resonator  dan bentuk pelawah sudah dilakukan pada tahun 1989 oleh Pemande dari Banjar Tiyingan ,Kabupaten Klungkung.

 

Sejak awal dibeli barungan gamelan ini sudah memliki intrumen yang lengkap yakni :

  • 2 buah kendang gupekan.
  • 1 instrumen terompong
  • 2 instrumen ugal (depan, belakang)
  • 4 instrumen gangsa pemade
  • 4 intrumen gangsa kantil
  • 1 instrumen reong
  • 2 instrumen jublag
  • 2 instrumen penyacah ( 5 nada)
  • 2 instrumen jegog
  • 1 instrumen kajar
  • 1 instrumen kempli
  • 2 instumen gong ( lanang,wadon)
  • 1 instrumen bende
  • 1 instrumen kempur
  • 1 instrumen ceng-ceng ricik
  • 10 instrumen ceng-ceng kopyak
  • 5 instrumen suling

 

Generasi pertama dari sekehe ini bernama sekehe gong “ WETU SARI GUNA” yang diketuai oleh I Ketut Kaler. Beliau merupakan tokoh yang paling berpengaruh dalam perkembangan seni karawitan di Banjar Mijil.  Selama masa kepemimpinannya banyak prestasi yang di torehkan oleh sekehe gong ini, yakni berturut-turut menjadi juara 1 dari tahun 1955 sampai tahun 1965 dalam lomba gong kebyar antar kecamatan se-Kabupaten Karangasem yang dilatih olek Pak Gede Manik,pak Jiger, dan Pak Sumiasa dari Tabanan. Bakat alami yang dimiliki membuatnya menjadi andalan dalam setiap pementasa lomba. Beliau juga memliki dedikasi yang sangat gemilang di masyarakat sekitar. Banyak sekehe –sekehe yang sudah dilatihnya dan bahkan beliau menjadi pemersatu dari sebuah banjar yang bertikai melalui kegiatan seni. Berikut adalah beberapa nama dari Sekehe generasi pertama :

 

  • I Ketut Kaler (Ahm)
  • I Mangku wati (Ahm)
  • I Nengah Degeng(Ahm)
  • I Ketut Geria(Ahm)
  • I Wayan Serima(Ahm)
  • I Nengah Rata(Ahm)
  • I Wayan Taman(Ahm)
  • I Wayan Merta(Ahm)
  • I Ketut Murda(Ahm)
  • I Mangku Rumada(Ahm)
  • I Nengah Tunas
  • I Wayan yasa
  • I Nyoman Ngewi(Ahm)
  • I Nengah Murdi(Ahm)
  • I Nengah Suweca
  • I Nengah Pica
  • I Nengah Pageh
  • I Nyoman Sukri(Ahm)
  • I Wayan suwini
  • I Nengah Sura (Ahm)dll.

Dewasa ini fungsi gamelan hanya sebagai pengiring upacara yang ada di Banjar Mijil dan yang paling rutin di lakukan adalah ngayah di Pura Desa Adat Tebola setiap tahun sekali. Kegiatan Ngayah tersebut  harus dilakukan kecuali ada kematian di Banjar Mijil. Karena pada kisah, kalau tidak menghaturkan ayah-ayahan tetabuhan , maka akan terjadi musibah yang menimpa Masyarakat Mijil. Seperti yang sudak terbukti ,yakni terbakarnya sebuah bangunan pelinggih di Pura Puseh. Kejadian ini terjadi akibat di menghaturkan ayah-ayahan tetabuhan karena instrument kempur pecah sehari sebelum pengayahan di mulai. Tentu hal itu menjadi pedoman bagi sekehe generasi ke 2 ( sekarang ). Namun Sekehe ini masih aktif dalam mengikuti lomba maupun parade di tingkat Kabupaten maupun Provinsi.  Berikut merupakan nama-nama sekehe generasi ke 2 yang dinamai Sekehe Gong “ WIJAYA GIRI KUSUMA” yang di ketuai oleh I Made Berati,SH., yang merupakan putra dari I Ketut Kaler            :

 

  • I Made Berati,SH.,
  • I Ketut Sumiasa,S.Pd.,
  • I Putu Agus  Suparta,S.Pd.,
  • I Putu Adi Jenar
  • I  Nengah Sirta
  • I Nengah Kari
  • I nengah Gita
  • I Wayan Suparta
  • I Mangku Puger
  • I Ketut Suti
  • I Nengah Nasib
  • I Wayan Sumanda
  • I Mangku Suci
  • I Nengah Mupu
  • I Nengah Bonjor
  • I Nengah Suci
  • I Nyoman Arka
  • I Nengah Karsi
  • I Nengah Suanda
  • I Wayan Gatri
  • I Putu Tukeng
  • I wayan Nganti
  • I Nengah Ngetis
  • I Wayan Narti
  • I Nyoman Sudarma.,

Foto-foto gamelan gong Kebyar di Banjar Mijil

– terlihat pada gambar, instrumen gangsa memiliki  bilahan yang tebal dan berbentuk ” metuntun klipes”

 

– Pada gambar,terlihat bahwa resonator yang digunakan adalah renonator pipa tidak lagi menggunakan bumbung bambu.

 

 

 

Biografi Seniman Karawitan

Senin, Oktober 8th, 2012

SEJARAH KARAWITAN

‘ BIOGRAFI SENIMAN PENGERAWIT’

OLEH :

I KOMANG KUSUMA ADI

201102012

SEMESTER III

INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

2012

BIOGRAFI SENIMAN KARAWITAN

I KETUT SUARJANA.SSn.,

Seni adalah “Panggilan Jiwa” . Prinsip itu selalu ada dalam diri I Ketut Suarjana yang lahir pada tanggal 12 September 1972 yang akrab dipanggil Ketut  Muntig. Keahliannya dalam bermain Kendang sudah di akui oleh para pelaku Seni Karawitan di Bali pada umumnya. Meskipun memiliki jemari tangan yang di bilang kecil, namun itu tidak menjadi masalah bagi seniman asal Banjar Muntig ini. Keuletan serta tekad yang kuat untuk terus maju membuat dirinya mampu mengepakkan sayap dalam bidang Seni Karawitan dewasa ini. Kemampuan bermain kendang tidak terlepas dari ilmu yang di berikan oleh para pelatih dan seniornya seperti Pak jebeg dan I Ketut Sukarata( pak tut Nang). Tidak hanya bermain Kendang saja, berkat ketlatenannya Ketut Muntig juga bisa men-service kendang –kendang yang memiliki suara tidak karuan menjadi kendang yang bersuara menusuk dada dan bernilai tinggi yakni dengan cara membentuk bundaran yang ada di bagian dalam Kendang supaya bundaran itu benar-benar bulat menyerupai bundaran gelas . Ilmu itu didapatnya dari orangtuanya yang bernama I Wayan Rajeng. Awalnya hanya melihat , namun setelah di amati dan seringnya mencoba , akhirnya Ketut Muntig bisa seperti orangtuanya.

Ketut Muntig  bemain gamelan sejak masih duduk di Sekolah Dasar. Saat duduk dikelas 6 ia sudah pernah ikut lomba Gong Kebyar se-Kecamatan Kubu pada tahun 1985 sebagai pemain Insrumen Terompong. Hal itu menjadi kesan yang tidak terlupakan di benak seniman tiga anak ini. kesenangan dalam bermain gamelan terus berlanjut ketika duduk di Sekolah Menengah Pertama(SMP), sehingga gending-gending Baleganjur sudah sering dimainkannya dan beberapa kali mengikuti lomba dengan pelatihnya yang bernama Ida Wayan Ngurah dan Jro Ketut Sedahan.  Pengabdian dalam kesenian sudah dimulainya sejak duduk di Sekolah Menengah Pernama dengan melatih beberapa Sekehe di Banjar Muntig dan Sekitarnya. Ketut Muntig mengungkapkan  kesulitan dalam melatih pada saat itu adalah pada instrumen penyacah , karena masih mendengar melodi dari kaset serta minimnya ilmu dalam teori notasi karawitan.

Sejak melanjutkan pendidikan di SMKI , Ketut Muntig mulai mengenal notasi dan tata cara penempatan melodi peniti dalam kotekan. Semangat belajar yang begitu tinggi dan dengan dilatih oleh seniman-seniman berpengalaman seperti I Gusti Ngurah Padang ,S.SKar , I Made sue , Spd , dan Pak Sinti membuat Ketut Muntig menjadi pribadi yang kuat dalam berkesenian. Banyak pengalaman serta event-event yang di ikuti saat menuntut ilmu di SMKI bahkan pernah membawa Sekehenya menjadi Juara 1 dalam Lomba Baleganjur se-Bali tahun 1999.  Seiring berjalannya waktu serta jam terbang yang cukup, Ketut Muntig Mulai mengepakkan sayap dalam melatih sekehe-sekehe yang ada di Kabupaten Karangasem maupun di luar Kabupaten Karangasem. “ane ngingetang tyang teken pentingnya alat komunikasi dan semangat melatih sekehe adalah dugas tyang ngurukang di salah satu banjar ne letak ne joh, pas nike tyang ten ngelah hp(handphone).Sube tyang brangkat uling jumah tau-tau neked ditongos latihane jek sing be ade latihan,karena wenten upacara pas nike. Terpaksa tyang nginep drike dua hari.”ujarnya saat di wawancarai kemarin di kediamannya di Jl.Seroja, Gang Buni 44, Denpasar.

 

Suami Ni Luh Siki ini sudah mengabdikan hidupnya untuk kesenian dan sampai saat ini sudah dikaruniai tiga anak yakni ;

  1. I Wayan Indra Bayu
  2. Ni Kadek Indah Oktviani
  3. I Komang Asta Bayu

Ketiga anak tersebut semuanya sangat berbakat dalam bidang Seni Karawitan maupun Tari, namun yang paling berbakat dalam bidang karawitan khusunya instrument Kendang adalah I Komang Asta Bayu. Bakat ini di ketahui ketika masih umur 5 tahun ,ia sudah bisa bermain kendang dan bahkan bisa menghapal  beberapa pupuh kendang yang diajarkan oleh Bapaknya.

Kesenian merupakan kehidupan bagi I Ketut Suarjana. Kemampuan yang dimiliki membuatnya berkelana ke kabupaten-kabupaten yang ada di Bali dan bahkan diluar Bali ia juga pernah mengikuti event-event kebudayaan seperti ; Jepang , Kamboja, Malaysia, India, dan Thailand. Lawatannya ke luar negeri itu membuka wawasan dan pandangan mengenal negara lain lewat ekspresi seninya. Selain itu lebih menyakinkan pada dirinya, seniman juga bisa hidup mapan sepanjang mampu tampil profesional.  Dalam meraih gelar S1 di ISI Denpasar, ia mendapatkan prestasi terbaik 3 dalam garapan ujian akhir S1 yang berjudul “ KUNG” dengan media Gamelan Gong Kebyar. Di tengah-tengah kesibukan dalam proses belajar mengajar ia juga tetap berkreativitas menciptakan karya-karya baru bidang seni karawitan mulai dari tahun 2000 sampai sekarang untuk Kabupaten Karangasem dalam Pesta Kesenian Bali baik Tabuh Kreasi, Lelambatan, maupun Iringan Tari. Tahun 2007 merupakan momen yang tidak terlupakan sampai sekarang. Ia mengungkapkan bahwa saat itu pementasan sekehe gong kebyarnya  sebagai Duta Kabupaten Karangasem sangat mengesankan dan merupakan prestasi terbaik selama karirnya dalam PKB.

Banyaknya sekehe yang sudah dilatihnya jumlahnya tidak terhitung, hal itu dilakukannya semata hanya menyame braye. Kepercayaan masyarakat itu tidak disia-siakan, secara maksimal berusaha memenuhi permintaan setiap sekaa kesenian untuk melatihnya. Hingga sekarang peran sebagai pembina itu masih dilakoninya, disamping sebagai Pembina dan tim juri berbagai kegiatan seni.  dan Ia juga sering menjadi Juri dalam berbagai lomba khusunya dalam Seni Karawitan. Ia juga pernah menjadi honorer di IHDN, SMP N 8, dan SMA N3 Denpasar. Ketut Muntig juga menjabat sebagai Pemangku salah satu Pura di Banjar Muntig. Dedikasinya sudah banyak membawa perubahan dan membuat Kecamatan Kubu selalu menjadi juara dalam setiap Lomba Gong Kebyar se-Kabupaten Karangasem. Dewasa ini beliau juga membentuk group seni yang dinamai ISWAREM ( Ikatan Warga Seniman Karangasem) ini di maksudkan untuk merangkul semua seniman karangasem yang berada di Denpasar. Beliau menyarankan bagipemain-pemain kendang agar jangan hanya mempelajari pupuh saja tapi dasari diri dulu dengan tehnik gegilakan supaya nantinya menjadi pemain kendang yang kuat dalam ngunda bayu ( menjaga tenaga agar tetap stabil dalam memainkan kendang).

Sebagai seorang seniman, ia berharap apa yang ditekuninya sampai saat ini akan membawa hikmah tersendiri untuk kedamaian bhatin. Oleh karena itu tetap pertahankan , dan lestarikan apa yang telah diwariskan oleh para pendahulu kita sebagai suatu media untuk menemukan jati diri sebagai manusia yang berbudaya. Seni adalah hiasan hidup , bila tidak mampu menghias diri dengan perhiasan mas permata atau sejenisnya, maka hiasilah hidup ini dengan seni. Ia juga berharap bahwa selagi kita mampu dan punya kesempatan, marilah terus berupaya dan berkarya agar seni bisa hidup secara berkelanjutan, karena sesuai fungsinya dalam kehidupan , lebih-lebih yang menyangkut bidang keagamaan, mutlak diperlukan.Marilah kita ngayah dan meyadnya untuk kesejahteraan dan kedamain bersama demi ajegnya Bali.

 

 

 

 

KOMENTAR TABUH KREASI “ULU CANDRA”

Selasa, Mei 22nd, 2012

 

IDENTITAS         :

 JUDUL               : “ULU CANDRA “

KARYA               : I MADE SUBANDI,SSn.

PENABUH        : SMK NEGERI 3 SUKAWATI

EVENT               : PKB TAHUN 2011

BARUNGAN    : GONG KEBYAR

 

KOMENTAR        :

1.Menit ke 0.14, instrument penyacah dan jublag suaranya terlalu kecil. Sehingga tidak seimbang dengan instrument lain.

2.Menit ke 00,27 dari 10 instrumen suling yang ada, Cuma 1 instrumen yang menonjol, hal ini mestinya  mic yang di pasang untuk instrument suling harus ditambah, karena posisi dari kelompok pemain suling itu horizontal, mungkin kalo seandainya pemain suling melingkar  dan diisi 1 atau 2 mic saja mungkin suara dari semua instrument suling akan kedengaran maximal, sehingga tidak sis-sia. Dan teorinya adalah kalau menaruh mic  taruhlah pada sekitar lubah song manis .

3. Dari awal, instrument kempur, tidak kedengaran apa-apa. Kita llihat pada gambar, mic. Hanya ditaruh di depan intrumen gong saja. Hal ini dapat di sikapi  kalo seandenya mic. Di taruh di masing-masing pojok depan. Karena reng  dari setiap instrument itu, kesamping, bukan di depan.

4. Kalau di lihat dari gambar         :

– kwalitas tidak bagus( pecah-pecah).

–  penayangan tidak pas dengan aksen-aksen gending.

–  banyak moment-moment penting tidak di perlihatkan, hal ini sangat di sayangkan mengingat

penampilan Gong Kebyar dewasa ini sangat energik ,penuh gerakan /gaya yang begitu tertata.

– suara dan gambar tidak pas.

– terlalu monotun dalam pengambilan gambar.

5. Kalau kita dengarkan pada menit ke 02.30. instrumen reong pemetit dan penyoroh, tidak kedengaran. Kita lihat pada gambar, mic hanya di taruh di depan terompong saja. Mestinya mic di taruh  di samping-samping perbatasan antara terompong dan reong dan mic, sedikit di tinggikan biar bisa menangkap semua suara dari 2 instrumen tersebut.

6.Mestinya pada menit ke 03.01. instrument kantil di tonjolkan biar seimbang dengan instrument gangsa.

7. Pada menis ke 04.11 instrumen gangsa terlalu keras.

8. Pada menit ke 06.50, teknik kecek” pada instrument reong dan terompong tidak kedengaran.

9. Setting gamelan sudah sempurna. Hal ini sangat memudahkan para penabuh untuk membawakan gending.

10. secara keseluruhan lampu lighting kurang berfungsi. Gambar perlu di setting.

“Suling tradisional Bali dan Perkembangannya”

Selasa, Maret 27th, 2012

Suling tradisional Bali dan perkembangannya

 

  1. A.   Bentuk dan Pengertian Suling Secara Umum

 

Suling sebagaimana dijelaskan dalam Kamus Musik adalah flute tradisional yang umumnya terbuat dari bambu. Secara fisik, suling yang terbuat terbuat dari bambu memiliki 6-7 lobang nada pada bagian batangnya dan lubang pemanis (song manis) pada bagian ujungnya. Sebagai salah satu instrumen dalam barungan gamelan Bali, terdapat berbagai bentuk ukuran dari yang panjang, menengah dan pendek. Dilihat dari ukurannya tersebut, suling dapat dibedakan jenisnya dalam beberapa kelompok yaitu: Suling Pegambuhan, Suling Pegongan, Suling Pearjan, Suling Pejangeran dan Suling Pejogedan . Dari pengelompokan tersebut masing-masing mempunyai fungsi, baik sebagai instrumen pokok maupun sebagai pelengkap. Penggunaan suling sebagai instrumen pokok biasanya terdapat pada jenis barungan gamelan Gambuh, Pe-Arjan, Pejangeran dan Gong Suling.

 

  1. B.   Kemunculan suling pada gamelan kekebyaran

 

Dalam seni karawitan kekebyaran, hingga saat belum diketahui secara pasti kapan instrumen suling masuk sebagai bagian barungan gamelan tersebut. Munculnya gamelan gong kebyar sebagai salah satu bentuk ensambel baru dalam seni karawitan Bali pada abad XIX, tidak dijumpai adanya penggunaan suling dalam komposisi-komposisi kekebyaran yang diciptakan. Penyajian komposisi ”kebyar” yang dinamis, menghentak-hentak serta pola-pola melodi yang ritmis tidak memungkinkan bagi suling untuk dimainkan di dalamnya. Sebagai salah satu contoh, dalam komposisi ”Kebyar Ding”, yang diciptakan pada tahun 1920-an tidak terdengar tiupan suling. Ini dapat dijadikan salah satu indikator bahwa pada awal munculnya gamelan gong kebyar, suling masih berfungsi sebagai instrumen sekunder dan belum menjadi bagian yang penting dalam sebuah komposisi.

 

C. Fungsi Suling.

 

Dewasa ini, telah terjadi pergeseran atau perubahan fungsi beberapa instrumen yang terdapat dalam barungan gamelan gong kebyar. Salah satu perubahan tersebut adalah semakin berkembangnya fungsi instrumen suling dalam barungan gamelan tersebut,dan pada beberapa barungan gamelan lainnya termasuk gamelan gong kebyar suling berfungsi sebagai instrumen ”pemanis” lagu dan memperpanjang suara gamelan, sehingga kedengarannya tidak terputus. Dalam fungsinya itu, suling hanya menjadi instrumen pelengkap dalam arti bisa dipergunakan ataupun tidak sama sekali.

Sebagai salah satu tonggak penting perkembangan fungsi suling dalam komposisi kekebyaran, dapat disimak dari salah satu komposisi yaitu Tabuh Kreasi Baru Kosalia Arini, yang diciptakan oleh I Wayan Berata dalam Mredangga Uttsawa tahun 1969, dimana dalam komposisi tersebut mulai diperkenalkan adanya penonjolan permainan suling tunggal. Terjadinya perkembangan fungsi suling tersebut merupakan salah satu fenomena yang sangat menarik dimana suling yang pada awalnya memiliki fungsi sekunder yaitu instrumen pendukung, berkembang menjadi instrumen primer yaitu instrumen utama.

Sebagaimana terjadi dalam perkembangan komposisi tabuh kekebyaran saat ini, suling memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan komposisi kekebyaran dimana melodi yang dimainkan tidak hanya terpaku pada permainan laras pelog lima nada, namun oleh para komposer sudah dikembangkan sebagai jembatan penghubung hingga mampu menjangkau nada-nada atau melodi menjadi lebih luas melingkupi berbagai patet seperti tembung, sunaren bahkan mampu memainkan nada-nada selendro. Dari pengembangan fungsi tersebut komposisi tabuh kekebyaran yang tercipta pada dua dekade belakangan ini menjadi lebih inovatif dan kaya dengan nada atau melodi.

Adanya pengembangan fungsi instrumen suling dalam komposisi kekebyaran terkadang menimbulkan fenomena yang lebih ekstrim dimana dalam sebuah karya komposisi instrumen ini muncul sebaga alat primer dan vital, tanpa kehadiran instrumen tersebut sebuah komposisi tidak akan dapat dimainkan sebagaimana mestinya.

 

  1. D.   Teknik Permainan Suling     

 

Sebagai salah satu alat musik tradisional, suling tergolong alat musik tiup (aerophone) dimana dalam permainan karawitan Bali dimainkan dengan teknik ngunjal angkihan yaitu suatu teknik permainan tiupan suling yang dilakukan secara terus menerus dan memainkan motif wewiletan yang merupakan pengembangan dari nada-nada pokok atau melodi sebuah kalimat lagu.

 

Bunyi suling dihasilkan melalui sebuah teknik pernafasan dari proses pemompaan dari rongga perut , kemudian udara disalurkan melalui rongga mulut yang diatur pengeluaranya oleh perubahan bentuk bibir yang seterusnya udara masuk melalui sebuah lubang suling yang telah dibingkai oleh seutas tali rotan kemudian masuk kedalam rongga bambu (resonator), yang akhirnya suara atau bunyi dapat didengar melalui lobang-lobang nada, serta lobang pembuangan. Untuk menghasilkan warna-warna suara, baik itu suara tinggi sedang atau rendah, sangat tergantung pada tekanan udara yang disalurkan melalui lubang sumber suara pada suling, selain itu posisi mulut dan bibir memiliki peran untuk menghasilkan perbedaan dinamika atau warna suara.Dengan demikian teknik tiup yang dilakukan dengan baik dan benar akan berpengaruh terhadap kualitas bunyi yang dihasilkan dengan baik pula.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. E.   Gambaran Suling Bali

 

Kalau dilihat secara umum suling tradasional Bali memiliki 3 bentuk yakni suling kecil (suling cenik), suling menengah ( suling sedang), suling besar( suling gede). Memiliki 6 lubang nada tutupan serta satu lubang pemanis. Dalam permainan Gong kebyar tutupan (tetekep) suling yang digunakan adalah tetekep Deng   : Deng , Dung  ,Dang, Ding, Dong (laras pelog)

 

 

 

Tetekep Deng  :  Nada deng ( menutup semua lubang nada).

Nada dung ( membuka  Lubang 5 dan 6 saja)

Nada dang ( membuka Lubang 4,5,dan 6 saja)

Nada ding ( menutup  Lubang 1dan3 saja yang lainnya di buka)

Nada dong( membuka Lubang 1 dan 4 saja yang lainnya di tutup)

Ket      : lubang 1 mulai dari lubang atas suling

 

Suling merupakan instrument melodis yang dalam komposisi lagu sebagai pemanis lagu. Teknik permainan bisa simetris dengan lagu atau memberikan ilustrasi gending baik mendahului maupun membelakangi melodi gending. Tetekep dan cara meniup akan berubah itu tergantung kebutuhan dari pada nada lagu yang dimainkan  sebagai melodi atau ilustrasi lagu serta ketika ada suling yang dipakai memiliki saih gamelan lain, sehingga haru menyesuaikan dengan nada gamelan dengan mengubah tetekep, sepeerti menggunakan tetep Ding, Dong ,dan tetep yang lainnya.

 

  1. F.    Cara pembuatan suling

 

1. Pemilihan Bambu
Bambu yang digunakan Untuk membuat suling di desa saya Umumnya memkai Bambu semat , karena memiliki tekstur yang tipis dan mudah dilobangi,

 

2. Pengambilan bambu


Pengambilan bambu sebagai bahan suling mempunyai tata-cara yang telah turun-temurun, kebiasaan ini masih dilakukan sampai sekarang ini. Bambu yang di ambil haruslah berumur lebih kurang lima tahun hal ini dimaksudkan agar bambu itu benar-benar tua dan tidak akan keriput ketika telah dikeringkan, waktu pengambilan bambu, yaitu setiap bulan Juni, Juli dan Agustus karena bulan ini adalah bulan kemarau.Sehingga kadar air pada bambu sedikit, lebih baik lagi pertengahan bulan Agustus sebab merupakan puncak dari musim kemarau. Selain itu ada jam-jam khusu dalam pengambilan bambu ini, yaitu : jika pengambilan dilakukan pada pagi hari haruslah dilakukan pada jam 10 pagi sampai jam 12 siang dan waktu berikutnya adalah jam 14 sampai 16 sore.  Sebagai logikannya adalah watu jam 10 sampai 12 dan 14 sampai 16 tersebut merupakan saat dimana kadar air didalam bambu berkurang. Kemudian penebangan tidak dilakukan dari akarnya, namun disisakan satu sampai dua ruas dari akar, ini dimaksudkan agar bambu tersebut tumbuh kembali.
3. Pengolahan Bahan Baku
Bambu yang telah ditebang kemudian direndam di dalam lumpur sawah atau kolam ada juga cara lain yaitu menggunakan cairan tembakau. Lama perendaman ini dilakukan satu sampai dua minggu dengan tujuan agar bahan menjadi kuat. Setelah perendaman bahan selesai maka mulailah dilakukan pengeringan yaitu dengan cara di jemur. Teknik penjemuran bahan inipun bermacam-macam, ada beberapa cara dalam pengeringan bahan ini, cara pertama yaitu : dengan di jemur di panas matahari, cara ini adalah cara yang paling baik karena sumber panas yang alami sehingga warna bambu akan lebih muncul namun jika waktu pengeringannya tidak tepat bahan akan cepat pecah. Kemudian cara kedua adalah : bambu di garang yaitu dipanaskan diatas tungku perapian tempat masak orang kampong, kelemahannya tekstur bambu akan mengalami noda berwarna hitam karena disebabkan oleh asam atau percik api dari tungku, sehingga keindahan warna suling akan tidak terlihat, hal ini bisa di atasi dengan cara di ampelas namun membutuhkan waktu lama, hal baiknya adalah karena faktor pengasapan tadi bamboo akan tahan terhadap serangga, cara ketiga, yaitu : bahan di angin-angin di beranda rumah, kekurangannya cara ini membutuhkan waktu yang lama kelebihannya bahan akan tahan terhadap kemungkinan pecah dan yang terakhir adalah di open, cara ini memang tidak alami namun produksi dalam pembuatan suling lebih efektif karena proses pengeringannya tidak memerlukan waktu yang lama.

 

sumber