Archive for Oktober, 2012

Sejarah Gamelan Gong Kebyar di Banjar Mijil

Rabu, Oktober 10th, 2012

Sejarah Gamelan Gong kebyar

di Banjar Mijil , Desa Sangkan Gunung,Kecamatan Sidemen Kabupaten Karangasem

Oleh  :

I KOmang Kusuma Adi

201102012

 

Institut Seni Indonesia Denpasar

2012

 Sejarah Gamelan Gong Kebyar di Banjar Mijil, Desa Sangkan Gunung, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem

Gamelan gong kebyar  merupakan salah satu aset terpenting yang di miliki Banjar Mijil, Selain berfungsi sebagai  pengiring upacara , gamelan ini juga menjadi identitas dari masyarakat tersebut. Betapa tidak, dengan  gamelan inilah banyak generasi muda masyarakat ini yang berbakat menjadi pelatih seni karawitan di sekitar banjar tersebut. Semua itu tidak terlepas akan kecintaan masyarakatnya dalam gamelan gong kebyar. Namun dari hasil data yang didapat , tidak ada yang mengetahui secara pasti kapan tanggal pembelian gamelan ini. Konon cerita mengenai gamelan ini adalah pada awal di beli masyrakat Banjar Mijil mengadakan ritual terlebih dahulu yang  disebut dengan  “mepikat”  artinya sebelum membeli gamelan para sesepuh meminta petunjuk dengan membunyikan sebuah Instrument Gong yang di sucikan oleh masyarakat Banjar Mijil. Hal ini bertujuan untuk memancing aura suara yang ada pada barungan gamelan yang akan di beli dan untuk mendatangkan taksu. Sampai saat ini Instrumen Gong yang di kramatkan sebagai pemikat itu masih tersimpan di salah satu bangunan pura di Banjar Mijil. Barungan gamelan ini merupakan barungan gamelan pertama yang ada di se-kedesaan Sangkan Gunung, sehingga Banjar Mijil menjadi barometer dari perkembangan gamelan di Desa Sangkan Gunung maupun sekitarnya.

 

Gamelan Gong Kebyar ini memiliki saih yang dibilang cukup besar atau  setara dengan saih Gamelan Gong Gede.Sehingga secara fungsional ,gamelan ini hanya bagus digunakan untuk ‘ngelelambat’. Bilahan pada setiap instrument gangsa memiliki ukuran yang tebal dari gamelan gong kebyar pada umumnya dan bentuk bilahannya masih ‘matundun sambuk’. Pergantian bumbung atau resonator  dan bentuk pelawah sudah dilakukan pada tahun 1989 oleh Pemande dari Banjar Tiyingan ,Kabupaten Klungkung.

 

Sejak awal dibeli barungan gamelan ini sudah memliki intrumen yang lengkap yakni :

  • 2 buah kendang gupekan.
  • 1 instrumen terompong
  • 2 instrumen ugal (depan, belakang)
  • 4 instrumen gangsa pemade
  • 4 intrumen gangsa kantil
  • 1 instrumen reong
  • 2 instrumen jublag
  • 2 instrumen penyacah ( 5 nada)
  • 2 instrumen jegog
  • 1 instrumen kajar
  • 1 instrumen kempli
  • 2 instumen gong ( lanang,wadon)
  • 1 instrumen bende
  • 1 instrumen kempur
  • 1 instrumen ceng-ceng ricik
  • 10 instrumen ceng-ceng kopyak
  • 5 instrumen suling

 

Generasi pertama dari sekehe ini bernama sekehe gong “ WETU SARI GUNA” yang diketuai oleh I Ketut Kaler. Beliau merupakan tokoh yang paling berpengaruh dalam perkembangan seni karawitan di Banjar Mijil.  Selama masa kepemimpinannya banyak prestasi yang di torehkan oleh sekehe gong ini, yakni berturut-turut menjadi juara 1 dari tahun 1955 sampai tahun 1965 dalam lomba gong kebyar antar kecamatan se-Kabupaten Karangasem yang dilatih olek Pak Gede Manik,pak Jiger, dan Pak Sumiasa dari Tabanan. Bakat alami yang dimiliki membuatnya menjadi andalan dalam setiap pementasa lomba. Beliau juga memliki dedikasi yang sangat gemilang di masyarakat sekitar. Banyak sekehe –sekehe yang sudah dilatihnya dan bahkan beliau menjadi pemersatu dari sebuah banjar yang bertikai melalui kegiatan seni. Berikut adalah beberapa nama dari Sekehe generasi pertama :

 

  • I Ketut Kaler (Ahm)
  • I Mangku wati (Ahm)
  • I Nengah Degeng(Ahm)
  • I Ketut Geria(Ahm)
  • I Wayan Serima(Ahm)
  • I Nengah Rata(Ahm)
  • I Wayan Taman(Ahm)
  • I Wayan Merta(Ahm)
  • I Ketut Murda(Ahm)
  • I Mangku Rumada(Ahm)
  • I Nengah Tunas
  • I Wayan yasa
  • I Nyoman Ngewi(Ahm)
  • I Nengah Murdi(Ahm)
  • I Nengah Suweca
  • I Nengah Pica
  • I Nengah Pageh
  • I Nyoman Sukri(Ahm)
  • I Wayan suwini
  • I Nengah Sura (Ahm)dll.

Dewasa ini fungsi gamelan hanya sebagai pengiring upacara yang ada di Banjar Mijil dan yang paling rutin di lakukan adalah ngayah di Pura Desa Adat Tebola setiap tahun sekali. Kegiatan Ngayah tersebut  harus dilakukan kecuali ada kematian di Banjar Mijil. Karena pada kisah, kalau tidak menghaturkan ayah-ayahan tetabuhan , maka akan terjadi musibah yang menimpa Masyarakat Mijil. Seperti yang sudak terbukti ,yakni terbakarnya sebuah bangunan pelinggih di Pura Puseh. Kejadian ini terjadi akibat di menghaturkan ayah-ayahan tetabuhan karena instrument kempur pecah sehari sebelum pengayahan di mulai. Tentu hal itu menjadi pedoman bagi sekehe generasi ke 2 ( sekarang ). Namun Sekehe ini masih aktif dalam mengikuti lomba maupun parade di tingkat Kabupaten maupun Provinsi.  Berikut merupakan nama-nama sekehe generasi ke 2 yang dinamai Sekehe Gong “ WIJAYA GIRI KUSUMA” yang di ketuai oleh I Made Berati,SH., yang merupakan putra dari I Ketut Kaler            :

 

  • I Made Berati,SH.,
  • I Ketut Sumiasa,S.Pd.,
  • I Putu Agus  Suparta,S.Pd.,
  • I Putu Adi Jenar
  • I  Nengah Sirta
  • I Nengah Kari
  • I nengah Gita
  • I Wayan Suparta
  • I Mangku Puger
  • I Ketut Suti
  • I Nengah Nasib
  • I Wayan Sumanda
  • I Mangku Suci
  • I Nengah Mupu
  • I Nengah Bonjor
  • I Nengah Suci
  • I Nyoman Arka
  • I Nengah Karsi
  • I Nengah Suanda
  • I Wayan Gatri
  • I Putu Tukeng
  • I wayan Nganti
  • I Nengah Ngetis
  • I Wayan Narti
  • I Nyoman Sudarma.,

Foto-foto gamelan gong Kebyar di Banjar Mijil

– terlihat pada gambar, instrumen gangsa memiliki  bilahan yang tebal dan berbentuk ” metuntun klipes”

 

– Pada gambar,terlihat bahwa resonator yang digunakan adalah renonator pipa tidak lagi menggunakan bumbung bambu.

 

 

 

Biografi Seniman Karawitan

Senin, Oktober 8th, 2012

SEJARAH KARAWITAN

‘ BIOGRAFI SENIMAN PENGERAWIT’

OLEH :

I KOMANG KUSUMA ADI

201102012

SEMESTER III

INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

2012

BIOGRAFI SENIMAN KARAWITAN

I KETUT SUARJANA.SSn.,

Seni adalah “Panggilan Jiwa” . Prinsip itu selalu ada dalam diri I Ketut Suarjana yang lahir pada tanggal 12 September 1972 yang akrab dipanggil Ketut  Muntig. Keahliannya dalam bermain Kendang sudah di akui oleh para pelaku Seni Karawitan di Bali pada umumnya. Meskipun memiliki jemari tangan yang di bilang kecil, namun itu tidak menjadi masalah bagi seniman asal Banjar Muntig ini. Keuletan serta tekad yang kuat untuk terus maju membuat dirinya mampu mengepakkan sayap dalam bidang Seni Karawitan dewasa ini. Kemampuan bermain kendang tidak terlepas dari ilmu yang di berikan oleh para pelatih dan seniornya seperti Pak jebeg dan I Ketut Sukarata( pak tut Nang). Tidak hanya bermain Kendang saja, berkat ketlatenannya Ketut Muntig juga bisa men-service kendang –kendang yang memiliki suara tidak karuan menjadi kendang yang bersuara menusuk dada dan bernilai tinggi yakni dengan cara membentuk bundaran yang ada di bagian dalam Kendang supaya bundaran itu benar-benar bulat menyerupai bundaran gelas . Ilmu itu didapatnya dari orangtuanya yang bernama I Wayan Rajeng. Awalnya hanya melihat , namun setelah di amati dan seringnya mencoba , akhirnya Ketut Muntig bisa seperti orangtuanya.

Ketut Muntig  bemain gamelan sejak masih duduk di Sekolah Dasar. Saat duduk dikelas 6 ia sudah pernah ikut lomba Gong Kebyar se-Kecamatan Kubu pada tahun 1985 sebagai pemain Insrumen Terompong. Hal itu menjadi kesan yang tidak terlupakan di benak seniman tiga anak ini. kesenangan dalam bermain gamelan terus berlanjut ketika duduk di Sekolah Menengah Pertama(SMP), sehingga gending-gending Baleganjur sudah sering dimainkannya dan beberapa kali mengikuti lomba dengan pelatihnya yang bernama Ida Wayan Ngurah dan Jro Ketut Sedahan.  Pengabdian dalam kesenian sudah dimulainya sejak duduk di Sekolah Menengah Pernama dengan melatih beberapa Sekehe di Banjar Muntig dan Sekitarnya. Ketut Muntig mengungkapkan  kesulitan dalam melatih pada saat itu adalah pada instrumen penyacah , karena masih mendengar melodi dari kaset serta minimnya ilmu dalam teori notasi karawitan.

Sejak melanjutkan pendidikan di SMKI , Ketut Muntig mulai mengenal notasi dan tata cara penempatan melodi peniti dalam kotekan. Semangat belajar yang begitu tinggi dan dengan dilatih oleh seniman-seniman berpengalaman seperti I Gusti Ngurah Padang ,S.SKar , I Made sue , Spd , dan Pak Sinti membuat Ketut Muntig menjadi pribadi yang kuat dalam berkesenian. Banyak pengalaman serta event-event yang di ikuti saat menuntut ilmu di SMKI bahkan pernah membawa Sekehenya menjadi Juara 1 dalam Lomba Baleganjur se-Bali tahun 1999.  Seiring berjalannya waktu serta jam terbang yang cukup, Ketut Muntig Mulai mengepakkan sayap dalam melatih sekehe-sekehe yang ada di Kabupaten Karangasem maupun di luar Kabupaten Karangasem. “ane ngingetang tyang teken pentingnya alat komunikasi dan semangat melatih sekehe adalah dugas tyang ngurukang di salah satu banjar ne letak ne joh, pas nike tyang ten ngelah hp(handphone).Sube tyang brangkat uling jumah tau-tau neked ditongos latihane jek sing be ade latihan,karena wenten upacara pas nike. Terpaksa tyang nginep drike dua hari.”ujarnya saat di wawancarai kemarin di kediamannya di Jl.Seroja, Gang Buni 44, Denpasar.

 

Suami Ni Luh Siki ini sudah mengabdikan hidupnya untuk kesenian dan sampai saat ini sudah dikaruniai tiga anak yakni ;

  1. I Wayan Indra Bayu
  2. Ni Kadek Indah Oktviani
  3. I Komang Asta Bayu

Ketiga anak tersebut semuanya sangat berbakat dalam bidang Seni Karawitan maupun Tari, namun yang paling berbakat dalam bidang karawitan khusunya instrument Kendang adalah I Komang Asta Bayu. Bakat ini di ketahui ketika masih umur 5 tahun ,ia sudah bisa bermain kendang dan bahkan bisa menghapal  beberapa pupuh kendang yang diajarkan oleh Bapaknya.

Kesenian merupakan kehidupan bagi I Ketut Suarjana. Kemampuan yang dimiliki membuatnya berkelana ke kabupaten-kabupaten yang ada di Bali dan bahkan diluar Bali ia juga pernah mengikuti event-event kebudayaan seperti ; Jepang , Kamboja, Malaysia, India, dan Thailand. Lawatannya ke luar negeri itu membuka wawasan dan pandangan mengenal negara lain lewat ekspresi seninya. Selain itu lebih menyakinkan pada dirinya, seniman juga bisa hidup mapan sepanjang mampu tampil profesional.  Dalam meraih gelar S1 di ISI Denpasar, ia mendapatkan prestasi terbaik 3 dalam garapan ujian akhir S1 yang berjudul “ KUNG” dengan media Gamelan Gong Kebyar. Di tengah-tengah kesibukan dalam proses belajar mengajar ia juga tetap berkreativitas menciptakan karya-karya baru bidang seni karawitan mulai dari tahun 2000 sampai sekarang untuk Kabupaten Karangasem dalam Pesta Kesenian Bali baik Tabuh Kreasi, Lelambatan, maupun Iringan Tari. Tahun 2007 merupakan momen yang tidak terlupakan sampai sekarang. Ia mengungkapkan bahwa saat itu pementasan sekehe gong kebyarnya  sebagai Duta Kabupaten Karangasem sangat mengesankan dan merupakan prestasi terbaik selama karirnya dalam PKB.

Banyaknya sekehe yang sudah dilatihnya jumlahnya tidak terhitung, hal itu dilakukannya semata hanya menyame braye. Kepercayaan masyarakat itu tidak disia-siakan, secara maksimal berusaha memenuhi permintaan setiap sekaa kesenian untuk melatihnya. Hingga sekarang peran sebagai pembina itu masih dilakoninya, disamping sebagai Pembina dan tim juri berbagai kegiatan seni.  dan Ia juga sering menjadi Juri dalam berbagai lomba khusunya dalam Seni Karawitan. Ia juga pernah menjadi honorer di IHDN, SMP N 8, dan SMA N3 Denpasar. Ketut Muntig juga menjabat sebagai Pemangku salah satu Pura di Banjar Muntig. Dedikasinya sudah banyak membawa perubahan dan membuat Kecamatan Kubu selalu menjadi juara dalam setiap Lomba Gong Kebyar se-Kabupaten Karangasem. Dewasa ini beliau juga membentuk group seni yang dinamai ISWAREM ( Ikatan Warga Seniman Karangasem) ini di maksudkan untuk merangkul semua seniman karangasem yang berada di Denpasar. Beliau menyarankan bagipemain-pemain kendang agar jangan hanya mempelajari pupuh saja tapi dasari diri dulu dengan tehnik gegilakan supaya nantinya menjadi pemain kendang yang kuat dalam ngunda bayu ( menjaga tenaga agar tetap stabil dalam memainkan kendang).

Sebagai seorang seniman, ia berharap apa yang ditekuninya sampai saat ini akan membawa hikmah tersendiri untuk kedamaian bhatin. Oleh karena itu tetap pertahankan , dan lestarikan apa yang telah diwariskan oleh para pendahulu kita sebagai suatu media untuk menemukan jati diri sebagai manusia yang berbudaya. Seni adalah hiasan hidup , bila tidak mampu menghias diri dengan perhiasan mas permata atau sejenisnya, maka hiasilah hidup ini dengan seni. Ia juga berharap bahwa selagi kita mampu dan punya kesempatan, marilah terus berupaya dan berkarya agar seni bisa hidup secara berkelanjutan, karena sesuai fungsinya dalam kehidupan , lebih-lebih yang menyangkut bidang keagamaan, mutlak diperlukan.Marilah kita ngayah dan meyadnya untuk kesejahteraan dan kedamain bersama demi ajegnya Bali.