PURA PEGULINGAN SEBAGAI WISATA PURBAKALA DAN CAGAR BUDAYA NASIONAL

 

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

 

JUDUL PROGRAM:

PURA PAGULINGAN SEBAGAI WISATA PURBAKALA DAN CAGAR BUDAYA NASIONAL

 

BIDANG KEGIATAN:

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN

(PKMP)

 

DIUSULKAN OLEH:

KETUA PELAKSANA:

I NYOMAN TRISNA JAYA              NIM.201003002       Angkatan Tahun 2010

ANGGOTA PELAKSANA:

KOMANG PANDE ARI WIBAWA   NIM.201002002      Angkatan Tahun 2010       

MADE PANJI  WILIMANTARA        NIM.201001003    Angkatan Tahun 2010

 

 

INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

DENPASAR

2010

LEMBAR PENGESAHAN

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

1.                  Judul Kegiatan

Pura Pagulingan sebagai Wisata Purbakala dan Cagar Budaya Nasional

      2.         Bidang Kegiatan               : PKM-P

3.         Bidang Ilmu                      : Humanoria

4.         Ketua Pelaksana Kegiatan

a. Nama Lengkap                                : I Nyoman Trisna Jaya

b. NIM                                                            : 2010 03 002

c. Jurusan                                            : Seni Pedalangan

d. Institut                                            : Institut Seni Indonesia Denpasar

e. Alamat Rumah dan No HP             : Banjar Basangambu, Desa

Manukaya, Kecamatan     Tampaksiring, Gianyar.

HP. 085738030111

5.                  Anggota Pelaksana/Penulis

6.                  Dosen Pendamping

a.       Nama Lengkap dan Gelar                   : I Nyoman Sukerta, SSP.,M.Si

b.      NIP                                                     : 196606271998031001

c.       Alamat Rumah dan No HP                 : Br. Delod Pangkung, Sukawati,

Gianyar

7.                  Biaya Kegiatan Total

a.       Dikti                                                    : Rp. 5.500.000

b.      Sumber lain                                         :  –

8         Jangka waktu Pelaksanaan                         : 6 Bulan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Menyetujui,                                                        Denpasar, 26 Oktober 2010

Ketua Jurusan Seni Pedalangan                         Ketua Pelaksana Kegiatan

 

 

 Drs. I Wayan Mardana ,M.Pd                              I Nyoman Trisna Jaya                         

NIP.195412311983031016                                   NIM.201003002

 

 

 

 

 

a.n Rektor ISI Denpasar                                    Dosen Pendamping

Pembantu Rektor III

 

 

Drs. I Made Subrata, M.Si                                 I Nyoman Sukerta, SSP.,M.Si

NIP.195202111980031002                               NIP.196606271998031001

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

ABSTRAK

 

“Pura Pegulingan sebagai Wisata Purbakala dan Cagar Budaya Nasional”

Oleh:

I Nyoman Trisna Jaya

Komang Pande Ariwibawa

Made Panji Wilimantara

 

            Pura Pegulingan merupakan Pura Kahyangan Jagat yang merupakan tempat pemujaan bagi umat Hindu dan juga umat Budha. Pura Pegulingan  juga dapat menjadi tujuan  wisata, disamping  karena tempat Pura Pegulingan berada di areal persawahan dan sangat stragegis, letak Pura Pegulingan juga tidak jauh dari objek wisata Tirta Empul, jaraknya kira-kira 100 meter jika kita melewati jalan setapak. Istana Presiden Republik Indonesia di Tampaksiring pun kelihatan sangat jelas jika kita menghadap kearah barat dari depan Pura Pegulingan. Hal inilah dapat menarik perhatian para wisatawan untuk mengunjungi Pura Pegulingan ini, didukung dengan adanya sejarah dan peninggalan kepurbakalaan yang ada di pura tersebut, seperti halnya Candi, arca Budha, kotak batu padas dan peninggalan beberapa benda-benda kekunaan lainnya.

Dari latar belakang di atas, ditemukan dua rumusan masalah yaitu : 1). Bagaimana sejarah Pura Pegulingan sebagai wisata purbakala dan cagar budaya nasional ?  2). Bagaimana dampak temuan benda purbakala Pura Pegulingan terhadap pengembangan pariwisata ?

Tujuan penelitian adalah Untuk mengetahui bagaimana sejarah Pura Pegulingan sebagai wisata purbakala dan cagar budaya nasional, untuk mengetahui dampak temuan benda purbakala Pura Pegulingan terhadap pengembangan pariwisata. Adapun metode pendekatan yang digunakan adalah: metode observasi, wawancara, dokumentasi, dan kepustakaan.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Pura Pegulingan merupakan tempat pemujaan bagi umat Hindu dan Budha, dan temuan-temuan kekunaan di pura pegulingan dapat menjadi salah satu daya tarik wisata.

 

Key words : Pura Pegulingan sebagai Wisata Purbakala, Cagar Budaya Nasional

 

 

 

 

 

ABSTRACT

“Pura Pegulingan as the Tour of National Antiquities and Heritage”
By:
I Nyoman Jaya Trisna
Komang Pande Ariwibawa
Made Panji Wilimantara

Pegulingan Temple is Kahyangan Jagat Temple, which is a place of worship for Hindus and Buddhists. Pegulingan temple can also become a tourist destination, as well as the Pegulingan temple in rice fields and very stragegic, lies the Pegulingan temple also not far from the attractions Tirta Empul, the distance is approximately 100 meters when we passed the trail. Republic of Indonesia Presidential Palace in Tampaksiring also seem very clear if we are facing towards the west from the front of the Pegulingan temple. This may entice tourists to visit this Pegulingan temple, supported by the historical and archaeological relics in the temple, like Temple, Buddha statue, relics of the box rocks and several other historical objects.
From the above background, the formulation was found two problems: 1). How Pegulingan temple history as archaeological and cultural heritage tourism nationwide? 2). How does the impact of the findings of archaeological objects to the development of tourism Pegulingan temple?
The research objective is to find out how the history of the Pegulingan temple as archaeological and cultural heritage tourism nationwide, to determine the impact of the findings of archaeological objects Pegulingan temple towards tourism development. The approach used is: the method of observation, interviews, documentation, and literature.
These results indicate that Pegulingan temple is a place of worship for Hindus and Buddhists, and the findings in the Pegulingan temple history can be one tourist attraction.

Key words: Pegulingan Temple as the Tour of Archeological, Cultural Heritage National

KATA PENGANTAR

 

 

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul “Pura Pegulingan sebagai wisata purbakala dan cagar budaya nasional” di Banjar Basangambu, Desa Manukaya, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar tepat pada waktunya.

Penelitian ini dibuat dengan tujuan mengetahui bagaimana asal-usul sejarah Pura Pegulingan sebagai wisata purbakala dan cagar budaya nasional dan untuk mengetahui bagaimana dampak peninggalan sejarah Pura Pegulingan di era globalisasi sekarang ini terhadap kemajuan pariwisata di Bali.

Penulis menyadari banyak hambatan dan kesulitan dalam penelitian ini. Berkat dorongan dari berbagai pihak, kesulitan-kesulitan tersebut dapat teratasi. Oleh karena itu melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulisan penelitian ini diantaranya:

  1. Bapak I Nyoman Sukerta, SSP., M.Si selaku pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan membimbing kami selama penulisan ini.
  2. Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu atas masukan dan dorongannya.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun penelitian masih banyak kekurangan,oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi kesempurnaan laporan ini dan semoga bermanfaat sebagai acuan penulisan selanjutnya

 

 

Tampaksiring, Mei 2011

 

 

Penulis

 

 

BAB I

 

PENDAHULUAN

 

 

 

1.1  Latar Belakang Masalah

Pura Pegulingan lebih kurang 16 kilometer dari kota Gianyar, tepatnya terletak di Banjar Basangambu, Desa Manukaya, Kecamatan Tampaksiring Kabupaten tingkat II Gianyar. Pura tersebut berada tidak jauh di sebelah timur lingkungan Pura Tirta Empul Tampaksiring. Dari Balai Banjar Basangambu kita belok ke kiri dengan berjalan kaki melewati jalan setapak kira-kira ± 250 meter akan sampai di Pura Pegulingan. Panorama alam di lingkungan ini sangat indah. Dan dari Pura Pegulingan Istana Presiden Republik Indonesia di Tampaksiring pun kelihatan indah jika kita menghadap ke arah barat. Posisi Pura ini juga sangat strategis karena terletak di areal persawahan, sehingga secara tidak langsung kita disuguhi panorama alam yang sangat indah[1].

Pada awal Januari 1983 pada saat Krama Desa Adat Basangambu bekerja menurunkan batu padas pada bangunan tepas guna dapat didirikan sebuah Padmasana Agung. Pada saat tersebut ditemukan beberapa benda kekunaan seperti arca-arca Budha dan fragmen lainnya. Semakin kedalam ternyata di temukan sebuah pondasi (stupa) bersegi delapan yang berukuran kira-kira sebesar puncak Candi Brobodur.  Bendesa Adat pada waktu itu (Alm.Jro Mangku Wayan Periksa) memerintahkan untuk menghentikan penggalian. Kemudian langsung dilaporkan ke kantor suaka peninggalan sejarah dan Purbakala Bali di Bedulu Gianyar. Petugas purbakala langsung melakukan peninjauan ke Pura Pegulingan. Selain benda-benda diatas, juga temukan benda-benda yang lainnya seperti Arca Budha dan kotak batu padas berisi materai tanah liat yang bertuliskan Formula Ye-Te dengan huruf pranagari berbahasa Sanskerta yang menguraikan mantra Agama Budha Mahayana mengenai 3 ajaran Dharma.

Prof. Dr. Soekomo (arkeologi) mengemukakan dalam harian Bali Post tanggal 15 September 1983 sebagai berikut:

“Penemuan kepurbakalaan di Pura Pegulingan Tampaksiring berupa  pondasi bersegi delapan dan beberapa area Budhi Satwa memberi petunjuk bahwa peninggalan itu bersifat “Budhistik-Siwaistik” dan tidak mustahil penemuan monumental pertama di Indonesia. Selain peninggalan berupa arca Budha dan Fragmen lainnya juga ditemukan panca datu serta arca yoni yang bersifat Siwaistik. Dengan demikian pada saat berdirinya Candi (stupa) Pegulingan sudah terjadi sinkritisme (pencampuran) paham Siwa Budha, itu berarti pada zaman tersebut pemujaan terhadap Siwa (Hindu) dan Budha sudah berjalan baik dan damai”.

Melihat hal diatas dapat diketahui bahwa pada waktu itu telah terjadi hubungan yang baik antara paham Siwa dan Budha di Bali. Pura Pegulingan ternyata merupakan warisan budaya yang bernilai tinggi, walaupun dipura tersebut ditemukan peninggalan-peninggalan warisan budaya, namun terlihat banyak orang yang belum tahu bagaimana sejarah pura tersebut sehingga menjadi wisata purbakala dan cagar budaya nasional, serta menjadi salah satu tujuan wisata.

 

1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan berbagai permasalahan seperti berikut ini :

1.      Bagaimana sejarah Pura Pegulingan sebagai wisata purbakala dan cagar budaya nasional ?

2.      Bagaimana dampak temuan benda purbakala Pura Pegulingan terhadap pengembangan pariwisata ?

 

1.3  Tujuan Program

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, adapun tujuan yang hendak dicapai dari program ini adalah :

1.      Untuk mengetahui bagaimana sejarah Pura Pegulingan sebagai wisata purbakala dan cagar budaya nasional.

2.      Untuk mengetahui bagaimana dampak temuan benda purbakala Pura Pegulingan terhadap pengembangan pariwisata ?

1.4  Luaran yang diharapkan

Luaran yang diharapkan dari hasil PKM-P ini diharapkan sebagai berikut :

Peninggalan sejarah di Pura pegulingan merupakan warisan budaya leluhur kita yang adi luhung, maka kita sebagai generasi penerus yang sebagian besar lahir di era globalisasi seperti sekarang, agar berupaya menjaga ataupun melestarikan warisan dari leluhur kita, agar peninggalan-peninggalan sejarah ini dapat kiranya menjadi daya tarik wisatawan mancanegara untuk sering berkunjung ke Pura Pegulingan ini umumnya ke Bali. Mengingat peninggalan sejarah yang ditemukan di Pura Pegulingan adalah warisan leluhur kita yang bernilai tinggi.

 

1.5  Kegunaan Program

Kegunaan PKM yang bergerak pada bidang penelitian ini adalah sebagai berikut :

a.      Bagi Pura Pagulingan.

Untuk memberi informasi kepada masyarakat tentang sejarah dan keberadaan Pura Pegulingan sebagai wisata purbakala dan cagar budaya nasional tidak lagi feodal tapi sebaliknya dengan adanya pergulatan atau sentuhan dari pariwisata justru sekarang lebih dinamis dan bersifat modern.

 

b.      Bagi masyarakat sekitar

Dengan dijadikan sebagai Cagar Budaya Nasional, krama desa pakraman Basangambu serta umat sedarma di harapkan tetap melaksanakan aktivitas dalam upaya melestarikan dan menjaga warisan budaya yang ada di Pura Pegulingan.

 

c.       Bagi Organisasi Budaya

Organisasi budaya yang ada di lingkungan Pura Pagulingan, agar tetap melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya pelestarian warisan budaya tersebut yang pada akhirnya ada petugas khusus dari organisasi budaya untuk merawat dan menjaga peninggalan-peninggalan sejarah yang ada di Pura Pagulingan mengingat ini adalah warisan leluhur kita dahulu yang harus dilestarikan.

.

d.      Bagi Budayawan

Budayawan tetap meningkatkan kualitas berbudaya hal ini dilakukan dengan cara mengasah diri agar kelak dapat menjaga dan meneruskan warisan budaya leluhur kita.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                                                                    BAB II

                                                      TINJAUAN PUSTAKA

 

2.1  Sumber Literatur

Dalam buku pariwisata untuk Bali menguraikan konsep pariwisata budaya, diharapkan memperoleh keuntungan ganda, yaitu di satu sisi pariwisata berkembang maju pesat dan membawa kemakmuran bagi masyarakat Bali, dan pada saat yang sama juga kebudayaan Bali diharapkan tetap dilestarikan[2]. Demikian pula para pendukung kebudayaan Bali agar tidak tercabut dari akar budayanya.

Selain itu dalam buku ini juga memaparkan tentang definisi pariwisata adalah sebagai suatu aktivitas manusia yang bepergian dari rumah menuju ke suatu tempat yang cukup jauh untuk mendapatkan liburan dan kesenangan.

 

2.2 Sumber Wawancara

            Wawancara dengan Drs. Jero Mangku Made Sudana pada tanggal 13 Maret 2011. Dari hasil wawancara ini didapat suatu informasi bahwa Pura Pegulingan dibangun pada masa pemerintahan Raja Masula Masuli di Bali pada tahun Caka 1100 ( 1178 M ). Menurut beliau pada saat itu Raja Masula Masuli telah selesai membangun perhyangan Bhatara sami, seperti Pura Pegulingan,Tirta Empul,Mengening, Pura Penataran Wulan, Puser Tasik, Manik Ngereng, semua direncanakan oleh Baginda Raja Masula Masuli bersama Mpu Raja Kertha dan konon ada Sabda dari Bhatara dahulu, siapa yang menghentikan Aci maka ia akan kena marabahaya karena Sabda Sang Hyang Dharma Tri Purusa sebagai awalnya Bhatara Brahma, Wisnu, Iswara yang berprabawa atau berwujud Sang Hyang Tri Sakti[3].

Dan beliau juga menyebutkan bahwa Pura Pegulingan ditemukan oleh masyarakat di Banjar Basangambu pada awal Januari 1983, saat Krama Desa Adat Basangambu bekerja menurunkan batu padas pada bangunan tepas guna dapat didirikan sebuah Padmasana Agung. Disana ditemukan beberapa benda kekunaan seperti arca-arca Budha. Semakin kedalam ternyata di temukan sebuah pondasi bersegi delapan, maka oleh Bendesa Adat pada waktu itu (Alm.Jro Mangku Wayan Periksa) pekerjaan di hentikan, pondasi bersegi delapan yang ditemukan berukuran kira-kira sebesar puncak Candi Brobodur. Dan kemudian langsung dilaporkan ke Kantor Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala Bali di Bedulu, kemudian penelitian dan penggalian dilakukan oleh Kantor Suaka dari Juli sampai Desember 1983. Dan dari penggalian itu ditemukan benda-benda kekunaan antara lain pondasi bangunan bersegi delapan, Arca Budha, lempengan emas bertulis, dan materi tanah liat dengan huruf Pranagari.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

METODE PENDEKATAN

 

Metode yang digunakan dalam PKM ini adalah :

1.      Metode observasi yaitu dilakukan dengan cara mengamati dan meneliti langsung peninggalan sejarah di pura Pegulingan.

2.      Metode Dokumentasi yaitu pengumpulan data dengan cara mengambil gambar.

3.      Metode wawancara yaitu penulis memperoleh keterangan dengan melakukan teknik wawancara dengan informan yang mengerti dengan masalah penelitian.

4.      Metode kepustakaan yaitu cara pengumpulan data dengan mempelajari buku-buku, majalah, brosur-brosur yang ada kaitannya dengan topik pembahasan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

PELAKSANAAN PROGRAM

 

4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

            Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di Pura Pegulingan Banjar Basangambu, Desa Manukaya, Kecamatan Tampaksiring Gianyar. Dan waktu pelaksanaan penelitian ini dari pukul 16.00 Wita-selesai.

 

4.2 Tahapan Pelaksanaan

 

Jenis Kegiatan

Bulan

1 2 3 4 5 6
1 Persiapan

a.       Identifikasi Masalah

b.      Perumusan Masalah

c.       Observasi Lapangan

           
2 Pengumpulan Data

a.       Tinjauan Pustaka

b.      Interpretasi hasil data

           
3 Tahap Penyusunan

a.       Pengetikan laporan

b.      Penyusunan naskah laporan penelitian.

           
4 Bimbingan Dosen            

 

: Tahap Persiapan

: Tahap Pengumpulan Data

 

 

: Tahap Penyusunan

: Bimbingsn Dosen

4.3 Realisasi Biaya

 

No

Jenis Pengeluaran

Jumlah

1 Persiapan

a.       Administrasi

v  Peralatan menulis, dan buku catatan 3@ 15.000

v  Rental komputer 15 jam/Minggu x 20 Minggu x Rp. 3.000

v  Penggandaan Proposal @ Rp. 15.000 x 3

v  Kertas HVS 2 rim @ Rp. 60.000

b.      Teknis

v  Survei lapangan transportasi, konsumsi untuk 3 orang selama 2 kali.

v  Dokumentasi (cuci cetak foto kegiatan 50 x Rp. 3000/lembar)

v  Sewa kamera digital selama 2 kali @ Rp. 150.00

v  Banten pejati untuk ngatur piuning di Pura Pegulingan

v  Pembelian buku 2 buah @ Rp. 50.000

 

 

Rp. 45.000

 

Rp. 600.000

 

Rp. 45.000

Rp. 120.000

 

Rp. 400.000

 

 

Rp. 130.000

 

Rp. 200.000

 

Rp. 200.000

Rp. 100.000

2 Pengumpulan data

v  Transportasi

v  Konsumsi selama 12 kali @ Rp. 20.000 x 3 orang

v  Beli kaset tape recorder 2 buah @Rp. 15.000

v  Sewa handycam 2 buah @Rp.200.000

v  Beli kaset handycam 2 buah @Rp.100.000

v  Transfer 2 buah kaset handycam ke vcd @ 100.000

 

 

Rp. 430.000

Rp. 300.000

 

Rp. 30.000

Rp. 400.000

Rp. 200.000

Rp. 200.000

 

3 Tahap Penyusunan

v  Bimbingan dengan dosen pembimbing 5 kali (transpor dan konsumsi) @ Rp. 20.000

v  Pembuatan laporan (pengjulidan fotocopy dan arsip)

v  Rivisi laporan

v  P3K

v  Flasdish @Rp. 150.000 x 3 orang

v  Biaya komunikasi 3 orang @ Rp. 50.000

v  Biaya tak terduga

v   Pengiriman hasil penelitian

 

 

 

Rp. 300.000

 

Rp. 500.000

 

Rp. 200.000

Rp. 100.000

Rp. 450.000

Rp. 150.000

Rp. 300.000

Rp. 100.000

 

  Biaya total Rp. 5.500.000

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

5.1 Sejarah Pura Pegulingan

            Pura Pegulingan sebagai Pura Dang Kahyangan merupakan Pura Kahyangan Jagat sebagai tempat pemujaan bagi umat Hindu dan juga umat Budha. Hal itu didukung dengan adanya sejarah dan peninggalan kepurbakalaan yang ada di Pura Pegulingan seperti Candi yang sering disebutkan sebagai “Pejenengan” atau “Padmasana Asta Dala” oleh masyarakat di Banjar Basangambu dan peninggalan beberapa benda-benda kekunaan lainnya[4].

Adapun sejarah mengenai Pura Pegulingan dapat dilihat berdasarkan Lontar Usana Bali dan Mitologi:

 

  1. Berdasarkan Arkeologis

Pada awal Januari 1983 pada saat Krama Desa Adat Basangambu bekerja menurunkan batu padas pada bangunan tepas guna dapat didirikan sebuah Padmasana Agung. Pada saat tersebut ditemukan beberapa benda kekunaan seperti arca-arca Budha dan fragmen lainnya. Semakin kedalam ternyata di temukan sebuah pondasi (stupa) bersegi delapan yang berukuran kira-kira sebesar puncak Candi Brobodur.  Bendesa Adat pada waktu itu (Alm.Jro Mangku Wayan Periksa) memerintahkan untuk menghentikan penggalian. Mengingat pentingnya temuan-temuan tersebut, maka untuk melestarikan peninggalan itu, kemudian disusun rencana penggalian penyelamatan dan pemugarannya. Kemudian langsung dilaporkan ke kantor suaka peninggalan sejarah dan Purbakala Bali di Bedulu Gianyar.

Petugas purbakala langsung melakukan peninjauan ke Pura Pegulingan. Sebelum dilaksanakan penggalian penyelamatan, pihak Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Bali mengadakan pertemuan dengan pemuka masyarakat Basangambu untuk menyampaikan dan memohon persetujuan mengenai kerja yang akan dilakukan di Pura Pegulingan. Dengan persetujuan masyarakat, penggalian penyelamatan dilakukan mulai tanggal 14 Juli sampai dengan tanggal 31 Desember 1983. Selama kegiatan pengupasan telah ditemukan sejumlah temuan yang amat mengejutkan, sehingga menimbulkan masalah-masalah arkeologi yang menarik untuk dikaji dengan lebih teliti dan akurat.

Diantara temuan itu adalah 15 buah relief Gana, 5 buah kepala arca Buddha dan 5 buah bagian badan arca serta sejumlah sisa bangunan. Selain benda-benda diatas, juga temukan benda-benda yang lainnya seperti kotak batu padas berisi materai tanah liat yang bertuliskan Formula Ye-Te dengan huruf pranagari dalam 6 baris, berbahasa Sanskerta yang menguraikan mantra Agama Budha Mahayana mengenai 3 ajaran Dharma, berbunyi:

Ye dharmah hetu pra

      Bhawah hetun tesan tatha

      Gato hyawadat tesan ca yo ni

      Rodha ewam wada mahacramanah

      Om ye te swaha om krata

      Rah pramblinih…..”

 

Terjemahannya:

“Sang Buddha (tathagata) telah berkata demikian Dharma ialah sebab atau pangkal dari segala kejadian (segala yang ada). Dan juga (Dharma itu) sebab atau pangkal dari kehancuran penderitaan. Demikianlah ajaran sang maha pertapa( Sang Budha)…”

 

Demikianlah peninggalan arkeologi ditemukan secara bertahap sebelum dan pada saat pelaksanaan pemugaran Candi Pegulingan sampai akhirnya terwujud seperti sekarang. Selain pemugaran arkeoogis tersebut, juga dilakukan pemugaran non arkeologis yang dikerjakan dengan dana dari Menteri Sosial RI antara lain 22 buah bangunan, tembok keliling 120 meter, instalasi listrik, bejana air, sumur bor dan instalasi air. Disamping itu dilakukan pula pemugaran dengan dana swadaya masyarakat, Pemerintah Daerah Tingkat I Bali dan Pemerintah Daerah Tingkat II Gianyar berjumlah 7 buah bangunan. Dalam penataan lingkungan disekitar Pura, telah pula dibuat jalan setapak berupa beton cor mulai dari Balai Banjar Basangambu sampai di depan Pura Pegulingan. Disebelah kiri dan kanan jalan ditanami beberapa jenis pohon bunga untuk menambah keindahan lingkungan Pura Pegulingan[5].

  1. Berdasarkan Lontar Usana Bali

Pura Pegulingan di bangun pada masa pemerintahan Raja Masula Masuli di Bali pada tahu Caka 1100 (1178 M). Dimana didalam  Lontar Usana Bali di uraikan sebagai berikut:

“Sampun Puput Prasama stana Batara Kabeh, Lirnya Pura Tirta Empul, Mangening, Ukir Gumang Jempana Manik Ngaran Gulingan. Alas Arum Ngaran Blahan, Tirta Kamandalu, Pura Penataran Wulan, puser Tasik, Manik Ngereng, sami karancana oleh Dalem Masula Masuli pareng sira Mpu Raja Kertha, Miwah Hana Pasaoan Batara Nguni, Siapa nagencak aci kene sipat jah tasmat, apan pewarah sang Hyang Bhatra Purusa  maha Witnya Batara Brahma Wisnu, Iswarah, Matemahan dori Danghyang Tri Cakti……….”dan seterusnya.

 

Artinya lebih kurang sebagai berikut:

Sudah selesai acara tuntas perhyangan Batara sami, seperti tirta Empul, Mangening, Ukir Gumang, Jempana Manik atau Gulingan. Alas Arum atau Batara Tirta Kamandalu, Pura Penataran Wulan, Puser Tasik, Manik Ngereng, Semua di rencanakan oleh baginda Raja Masula Masuli bersama dengan Mpu Raja Kertha dan ada sabda dari Batara dahulu, siapa yang mengehentikan Aci, kena marabahaya karena ada Sabda Sang Hyang Darma Tri Purusa sebagai awalnya Batara Brahma, Wisnu Iswara yang berprabawa atau berwujud Sang Hyang Tri Sakti………..dan seterusnya

Selanjutnya dalam lontar usana Bali juga di sebutkan:

“ Mangke ucapan Ida Dalem Masula Masuli di pawesmannya ring pejeng, Duk Ika Ida Dalem Manewulin peputih  pramanca para mantri, miwah sira Mpu Gnijaya Mpu Semeru, Mpu Gana, Mpu Kuturan, Muwang i Perbekel Bali Pareng tatanin Bendesa Wayah. Matumahan Abeking Uwah petanu Duk Ika Hana wacanan Cri Bhupakala mangda ngaryanin perhyangan mangening stana Batara hyang suci Nirmala wenang Maha Prasada Agung kasukat oleh Mpu Rajakertha, apapalihan mahadya metning asta kasali. Duk Ika suka prasaring wang Bali angawa pura. Pura penembahan jagat kabeh krejangangin untuk Cri Masula Masuli, mwah panjake sami ilang, sami kewulanan pada mase medal paras, mwang reramon salwira batuh, pejeng, Tampaksiring………..”

 

Artinya kurang lebih sebagai berikut:

“ sekarang diceritakan Baginda Raja Masula Masulidi Istananya di Pejeng. Tatkala itu beliau memerintahkan pepatih prapanca, para Mantri, serta para Mpu seperti Mpu Gnijaya, Mpu Semeru, Mpu Gana, Mpu Kuturan dan I Prebekel Bali. Ada permintaan Baginda Raja kepada Mpu semua serta I Prebekel Bali, beserta Bendesa wayah sehingga ramai di pejeng, di sebelah barat sungai pekerisan dan di sebelah timur sungai petanu. Saat itu ada sabda Baginda Baginda Raja supaya membangun perhyangan (Pura) Tirta Empul sebagai perhyangan Batara Hyang Indra wenang tepesana, dan perhyangan Mangen ing stana Batara Hyang suci Nirmala wengan maka prasada Agung,di ukur oleh Mpu Rajakarta, dengan pepalihan berdasar Asta Kosali. Tatkala itu senang hatinya orang Bali semua, membangun pura-pura sebgai junjungan jagat seluruhnya di pimpin oleh Baginda Raja Masula Masuli, serta rakyat merasa senang, semua rakyat sama –sama mengeluarkan (ngemedalan) paras  ( batu Paras) serta bahan-bahan lainnya seperti Blahbatuh, Pejeng dan Tampaksiring…………..”

Ada lagi sebagai berikut:

Duk Ida Gupuk Panjaka mangasyanin purana ring Tirta Empul mwang ke mangening sampun karancana oleh I Bendesa wayah, ya ta ngawa pakraman hyang indra, hana pancaran sami pada matunggul surat aksara sumedang pakaryan Mpu Angganjali, wenang ketama oleh wang bali kabeh, tan kacarita puput kakaryaning sami tatani ratu, mangkana wetnia nguni, wus mangkana hana swena 3 warsa sampun puput prasama stana Batara kabeh lirnya Pura Tirta Empul, Pura Mangening, Ukir Gumang, Jempana Manik Ngaran Gulingan, Alas Arum, Ngaran Belahan Tirta Kamandalu, Pura Penataran wulan, Puser Tasik, Manik Ngereng, sami karancana oleh Dalem Masula Masuli sareng sira Mpu Rajakertha………….

 

Yang artinya:

Waktu itu sibuk rakyatnya mengerjakan pembangunan pura Tirta Empul sampai ke Mangening sesuai dengan yang di rencanakan oleh I Bendesa wayah yaitu membuat perhyangan Batara Indra, terdapat pancoran semua di beri tanda huruf sumedang dengan tujuannya yang mempergunakan huruf yang dapat di baca tanda huruf tersebut yang oleh orang bali semua. Tidak di kisahkan selesai di kerjakan sesuai dengan ketentuan baginda Raja. Demikian asal mulanya dahulu dan setelah itu ada lamanya tiga tahun Gumang, jempana Manik atau Gulingan, Alas Arum Ngaran Belahan Tirta Kamandalu, Pura Penataran Wulan, Puser tasik, Manik Ngerang, semua di rencanakan oleh Baginda Raja Masula Masuli bersama dengan Mpu Rajakertha.

 

  1.  Berdasarkan Mitologi

Berdasarkan penuturan dari orang-orang tua desa yang menguraikan tentang cerita Mayadenawa. Dikisahkan bahwa Mayadenawa sebagai Raja di Bali yang sangat sakti, tetapi memiliki sifat angkara murka sehingga dia menganggap dirinya sebagai dewa yang harus di sembah dan di haturkan persembahan. Dia tidak mengijinkan masyarakat atau orang-orang Bali untuk memohon Tirta Serining setiap tahunnya di Besakih karena dapat membuat tanaman-tanaman menjadi subur dan orang-orang  mendapat umur panjang. Dengan demikian tak satu orang pun berani meneruskan perjalanan ke Besakih. Raja Mayadenawa sangat durhaka terhadap para Batara, sehingga keadaan di Bali menjadi kacau karena Mayadenawa menghentikan Aci.

Pada suatu ketika Batara Hyang Mahadewa mengadakan pertemuan dengan dewa-dewa di balai pertemuan di Besakih. Yang di bicarakan tiada lain ialah tentang halnya sang Mayadenawa yang sangat angkara murka, melarang orang-orang yang hendak mengadakan melakukan persembahyangan.

Setelah mendapatkan kesepakatan, maka sekalian dewa-dewa pergi ke Gunung Semeru menghadap Hyang Pasupati yang di sertai pula oleh Mpu Semeru. Setelah tiba di Gunung Semeru, semuanya diam dan menenangkan pikiran mencipta Hyang Pasupati, tiba-tiba datanglah Hyang Pasupati lalu Bersabda “Anak Ku Mahadewa, Gnijaya, apakah kehendakmu sehingga dengan mendadak engkau mengahadapku sebagai mengandung dukacita ceritakanlah kepadaku”

Seraya menyembah Hyang Mahadewa”Ya”, Batara, hamba ijin Batara, untuk membunuh Mayadenawa karena sangat angkuh,momo,dan murka, serta memutuskan aci kepada setiap orang yang ingin melakukan persembahyangan. Negara Bali kini menjadi sepi demikian juga di khayangan – khayangan”.  Batara Hyang Pasupati bersabda “ Jika benar demikian, aku akan memberi ijin, semoga tujuanmu dapat tercapai, tiba-tiba Batara Hyang Pasupati menghilang dari pandangan.

Di ceritakan setelah Para Dewa dan Para Rsi Gana telah berekumpul di Besakih dan dipimpin oleh Hyang Indra. Turut juga Pendeta lima yang menjadi pengajar perang senjata dan semuanya sangat sakti. Yang keluar dari Sira Mpu Genijaya besenjata Ki Baru Tinggi, Mpu Semeru bersenjata Ki Baru Angin, Mpu Gana bersenjata Ki Mpu Galuh. Mpu Kuturan bersenjata Ki Lebur Jagat, Mpu Bradah bersenjata Ki Hutan Ritis, Gemurus Suara Sungu.

Hal itu semuanya di dengar oleh Sri Mayadenawa, karena ia telah mengirim utusan untuk memata-matai apa yang direncanakan oleh Para Dewa, oleh sebab itu Ia segera menyuruh pasukannya untuk memukul kentungan besar. Maka berdatanglah para menterinya dan semua siap dengan senjata masing-masing diikuti oleh laskar yang juga sudah siap dengan senjatanya. Gemuruh suara bunyi-bunyian di padu dengan sorak-sorak yang tidak berkeputusan di tambah pula oleh ringkikan kuda di angkasa yang menjadi suatu tanda bahwa perang akan di mulai. Yang menjadi panglima perang Mayadenawa adalah Ki Patih Kala Wong, di tengah perjalanan mereka bertemu dengan laskar dewa yang dipimpin oleh Hyang Indra. Maka terjadilah peperangan yang sangat dahsyat antara kedua kubu, setelah beberapa hari lama pertempuran itu dan dengan sama-sama gagah perkasa. Maka, bertumpuklah mayat orang-orang mati dalam peperangan itu seakan-akan gunung yang dibanjiri lautan darah. Pada saat Mayadenawa terpojok, dengan kesaktian yang dimiliki, dia dapat berubah wujud dan Mayadenawa lari ke arah barat laut disana dia berubah menjadi labu dan tempat itu sekarang menjadi desa Siluk Tabu. Namun Hyang Indra dengan mudah mengetahui bahwa labu itu adalah Mayadenawa. Karena penyamarannya diketahui Mayadenawa lari ke arah barat daya, disana dia menjadi seorang Bidadari Kendran yang cantik sehingga tempat itu sekarang menjadi Desa Kendran. Akan tetapi bidadari itu lenyap, kemudian Mayadenawa lari ke arah timur laut, disana Mayadenawa berubah menjadi seekor Manuk Raya (Ayam Besar). Namun diketahui juga oleh Hyang Indra, dan tempat itu sekarang menjadi Desa Manukaya.

Kemudian Kala Wong menciptakan Tirta Tirta Cetik (Tirta Mala) dengan pastu (kutukan) “Wasru aing, radius mala ika mwah asing anginmu pada mati”. Artinya siapa yang mandi dan minum air cetik itu akan mati. Karena kelelahan, kehausan maka para laskar Dewa Indra ada yang mandi dan juga minum air cetik itu, akibatnya banyak di antaranya yang mati.

Sementara itu Yang Indra Guling (istirahat) di atas Jempana Manik (pondasi bersegi delapan) di Hutan sebelah timur tirta mala itu, datanglah utusan dari laskar yang masih hidup, menyampaikan kepada Yang Indra, bahwa banyak laskar/prajurit Dewa Indra mati akibat minum tirta mala. Kemudian Batara Indra memanggil para Bhagawantanya untuk dapat menciptakan tirta untuk menghidupkan para laskar yang mati. Lalu para bagawanta beryoga untuk menciptakan tirta dari kekuatan batinnya, namun sayang tidak berhasil. Lalu Bhatrara Indra mengutus laskarnya untuk memohon tirta Kamandalu di Sorgaloka.

Di ceritakan utusan itu telah kembali dari mohon tirta Kamandalu, sampai pada suatu tempat di sebelah timur laut dari Dewa Indra Guling, di tengah hutan Tirta Kamandalu itu pecah payuk parennya (tempat tirta) dan tirtanya tumpah, hutannya menjadi harum semerbak, sekarang di hutan itu berdiri pura Belahan Alas Arum (Pura Dangkhayangan). Utusan tadi menceritakan kejadian tumpahnya tirta kamandalu kepada batara Indra serta memperlihatkan bukti ambu, tali dari payuk pere. Batara Indra mengambil ambu itu dan langsung melempar ke arah tenggara dengan ucapan “wastu kewekas manadi desa yang ambu” (sekarang desa Basangambu)”. Kemudian Batara Indra mengambil tedung dan umbl-umbul lalu turun ke arah barat seta di pancangkan, lalu muncrat air / tirta yang di percikan serta di minum oleh para prajurit (Sekarang Pura Tirta Empul), maka semua prajurit Batara Indra hidup kembali serta siap untuk melanjutkan peperangan mengejar Mayadenawa. Tibalah saatnya Mayadenawa dan patihnya Kala Wong di bisnahkan dalam pertempuran. Karena sudah sangat terdesak, Mayadenawa dan patih Kala Wong bejalan dengan Tapak Miring (telapak kakinya dimirngkan) dengan mengendap-ngendap agar keberadaannya tidak diketahui oleh laskar Hyang Indra. Sehingga tempat itu sekarang menjadi Tampaksiring. Namun Hyang Indra mengetahuinya, kemudian Mayadenawa dan patihnya Kala Wong lari ke pangkung patas, mereka berdua berubah menjadi tawulan batu padas atau batu paras. Karena Hyang Indra sudah mengetahui bahwa batu padas itu adalah penyamaran dari Mayadenawa dan patih Kala Wong. Akhirnya tawulan batu padas itu di panah oleh Dewa Indra, dari seluruh sendi tulangnya mengalir darah tidak henti-hentinya sehingga menjadi sebuah anak sungai. Maka darah itu di kutuk oleh Batara Indra dan di  dinamai tukad petanu.

Tukad Petanu: Tukad = Sungai, Petanu = suaranya masih , dari air sungai itu suara Mayadenawa masih kedengaran.

Dari kata Guling maka pura itu di sebut Pura Pegulingan

 

 

5.2 Dampak pariwisata terhadap Pura Pegulingan

           

Berdasarkan hasil survey Ketua Audit Kebudayaan dan Pariwisata UNUD (Universitas Udayana) Dr. Agung Suryawan Wiranatha. Daya tarik wisatawan ke Bali tetap pada budaya dan keindahan alam. Budaya dan keindahan menjadi daya tarik wisatawan yang berkunjung ke Bali. Dari hasil daya tarik menjadi primadona yaitu:

Keindahan alam                      73.2%

Unsur Budaya (Kesenian)       26.1%

Budaya                                    21.7%

Tradisi                                     21.3%

Kerajinan                                 18 %

Arsitektur                                12.4%

Makanan khas                         7.6%

Religius/Spiritual                     5%

(Sumber : Bali Post, Hari Kamis 1 Oktober 2009)

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa Pura Pegulingan.dapat menjadi salah satu objek wisata yang menarik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Letak yang strategis dan berdekatan dengan Istana Presiden dan Pura Tirta Empul seharusnya membantu untuk memberikan dampak pariwisata bagi Pura Pegulingan. Namun Kenyataannya pariwisata belum begitu memberikan dampak yang signifikan. Ini terjadi karena kurangnya perhatian semua pihak untuk mengembangkannya menjadi tujuan wisata. Namun dengan adanya peninggalan-peninggalan sejarah kepurbakalaan yang ada di Pura Pegulingan seharusnya dapat menjadi salah satu daya tarik wisatan untuk berkunjung ke pura tersebut.

Potensi wisata yang ada pada Pura Pegulingan antara lain:

 

  1. Sebagai Wisata Spiritual

Mengingat Pura Pegulingan merupakan tempat pemujaan Agama Budha melalui relik Stupa Asta Dala yang ada didalamnya dapat menjadi wisata Ziarah/ Tirta Yatra bagi seluruh Umat Budha di Indonesia dan seluruh dunia. Sekaligus dapat melaksanakan kegiatan pesembahyangan baik Umat Hindu dan Umat Budha, sehingga tercipta suasana kebersamaan dan toleransi yang harmonis antar umat beragama.

 

  1. Sebagai Wisata Sejarah

Pura Pegulingan merupakan benda cagar budaya yang di lindungi oleh undang-undang dan dapat menjadi sarana pembelajaran mengenai sejarah masa lalu bagi para wisatawan. Terutama pelajar dan mahasiswa yang menyukai, mempelajari, dan ingin mengetahui lebih dalam sejarah peradaban masa lalu.

 

  1. Sebagai Wisata Budaya

Pura Pegulingan memiliki arsitektur yang indah. Melalui keindahan arsitekturnya, para pengunjung dapat menikmati wisata budaya yangh asri dan mengagumkan di tengah areal persawahan. Arsitektur yang Kuno dan antic memberikan kesan tersendiri pada para wisatawan.

Perkembangan pariwisata ini nantinya di harapkan memberikan keharmonisan sosial antar sesama, untuk menjaga itu semua diperlukan rencana tata ruang yang tepat, komunikasi antar pemerintah, investor dan masyarakat yang intinya melibatkan semua lapisan masyarakat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

 

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:

Pura Pegulingan merupakan Pura Kahyangan Jagat yang merupakan tempat pemujaan bagi umat Hindu dan juga umat Budha. Pura Pegulingan  juga dapat menjadi tujuan  wisata, disamping  karena tempat Pura Pegulingan berada di areal persawahan dan sangat stragegis, Pura Pegulingan juga ± 100 meter dari objek wisata Tirta Empul jika kita melewati jalan setapak dan Istana Presiden RI di Tampaksiring pun kelihatan sangat jelas jika kita menghadap kearah barat dari depan Pura Pegulingan. Hal inilah dapat menarik perhatian para wisatawan untuk mengunjungi Pura Pegulingan ini, didukung dengan adanya sejarah dan peninggalan kepurbakalaan yang ada di pura tersebut, seperti halnya Candi, arca Budha, kotak batu padas dan peninggalan beberapa benda-benda kekunaan lainnya.

 

6.2 Saran saran

   1. Agar masyarakat ikut berapresiasi untuk melestarikan cagar budaya dan peninggalan budaya yang ada di Pura Pegulingan. Dan di harapkan tetap melaksanakan aktivitas dalam upaya melestarikan warisan budaya bangsa ini.

 

   2. Organisasi budaya yang ada di lingkungan Pura Pagulingan, agar tetap melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya pelestarian warisan budaya tersebut yang pada akhirnya ada petugas khusus dari organisasi budaya untuk merawat dan menjaga peninggalan-peninggalan sejarah yang ada di Pura Pagulingan mengingat ini adalah warisan leluhur kita dahulu yang harus dilestarikan

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

1.      Ketut Soebandi, 1983, Sejarah Pembangunan Pura-pura Di Bali. Denpasar: CV. Kayumas

2.      Tim Penyusun, 1998, Pariwisata untuk Bali Konsep dan Implementasi Berwawasan Budaya. Denpasar : Biro Humas & Protokol Tingkat I Bali

3.      Suantra I Made, 2006, Peninggalan Purbakala di daerah aliran sungai Pakerisan dan Petanu. Denpasar: BPPP Bali

4.      Proposal tentang Pura Pegulingan Desa Pekraman Basangambu

5.      Lontar Usana Bali

6.      Bali Post, Hari Kamis 1 Oktober 2009

7.      http://www.google.co.id diakses pada tanggal 20 Oktober 2010

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


[1]Proposal tentang Pura Pegulingan Desa Pekraman Basangambu

[2] . Tim Penyusun, Pariwisata untuk Bali Konsep dan Implementasi Berwawasan Budaya, : Biro Humas & Protokol Tingkat I Bali, Denpasar, 1998, hal 7.

[3] . Lontar Usana Bali.

[4]. Ketut Soebandi, Sejarah Pembangunan Pura-pura Di Bali . CV. Kayumas.:Denpasar,  1983,  hal 25.

 

DAFTAR INFORMAN

 

 

 

Nama              : Drs. Jero Mangku Made Sudana

Umur              : 59 tahun

Pekerjaan       : Bendesa Desa Pekraman Basanambu

 

 

Nama              : Jero Mangku I Wayan Rudin

Umur              : 48 Tahun

Pekerjaan       : Jero Mangku Desa Pekraman Basangambu

 

 

Nama              : I Wayan Lesmana Putra

Umur              : 20 Tahun

Pekerjaan       : Mahasiswa, Petugas Purbakala Pura Pegulingan

 

Nama              : Ni Loji

Umur              : 62 Tahun

Pekerjaan       : Pedagang/ masyarakat Banjar Basangambu

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIOADATA

 

 

a.      Ketua Peneliti

 

a. Nama Lengkap                                : I Nyoman Trisna Jaya

 

b. NIM                                                            : 201003002

 

c. Tempat/tgl lahir                               : Tampaksiring, 10 Januari 1992

 

d. Jenis Kelamin                                  : Laki-laki

 

e. Jurusan/Fakultas                              : Seni Pedalngan/ Seni Pertunjukan

 

f. Waktu untuk kegiatan PKM           : 8 jam/minggu

 

g. Riwayat Pendidikan                       :

 

  • SD                                           : SD NO 4 Manukaya Tahun 2004

 

  • SMP                                        : SMP N 1 Tampaksiring Tahun 2007

 

 

  • SMA                                       : SMK N 3 Sukawati Tahun 2010

 

 

 

 

 

 

 

Denpasar, 27 Oktober 2010

 

 

 

 

(I Nyoman Trisna Jaya)

NIM.201002003

 

 

 

 

 

 

 

 

2.         Anggota Peneliti I

 

a. Nama Lengkap                                : I Komang Pande Ari Wibawa

 

b. NIM                                                            : 201002002

 

c. Tempat/tgl lahir                               :Tihingan, 31  Mei 1992

 

d. Jenis Kelamin                                  : Laki-laki

 

e. Jurusan/Fakultas                              : Seni Karawitan/ Seni Pertunjukan

 

f. Waktu untuk kegiatan PKM           : 4 jam/minggu

 

g. Riwayat Pendidikan                       :

 

  • SD                                           : SD NO 3 Tihingan Tahun 2004

 

  • SMP                                        : SMP N 1 Tihingan Tahun 2007

 

  • SMA                                       : SMK N 3 Sukawati Tahun 2010

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Denpasar, 27 Oktober 2010

 

 

 

 

(I Komang Pande Ari Wibawa)

NIM.201002002

 

 

 

 

 

 

Anggota Peneliti II

 

 

a. Nama Lengkap                                : Made Panji Wilimantara

 

b. NIM                                                            : 201001003

 

c. Tempat/tgl lahir                               : Jakarta, 27 November 1992

 

d. Jenis Kelamin                                  : Laki-laki

 

e. Jurusan/Fakultas                              : Seni Pedalangan/ Seni Pertunjukan

 

f. Waktu untuk kegiatan PKM           : 4 jam/minggu

 

g. Riwayat Pendidikan                       :

 

  • SD                                           : SD  Ananda Bekasi Tahun 2004

 

  • SMP                                        : SMP N 11 Bekasi Tahun 2007

 

  • SMA                                       : SMA N 1 Bekasi Tahun 2010

 

 

 

 

 

 

 

Denpasar, 27 Oktober 2010

 

 

 

 

(Made Panji Wilimantara)

NIM.201003003

 

 

 

 

 

 

 

4. Dosen Pendamping

a.       Nama Lengkap                           : I Nyoman Sukerta, SSP.,M.Si

 

b.      NIP                                            : 196606271998031001

 

c.       Tempat/tgl lahir                          : Peneca, 31 Desember 1954

 

d.      Pangkat/golongan ruang                        : Pembina IV a

 

e.       Jabatan Terakhir                         : Lektor Kepala

 

f.       Instansi                                       : Institut Seni Indonesia Denpasar

 

g.      Jenis Kelamin                             : Laki-laki

 

h.      Agama                                        : Hindu

 

i.        Status                                         : Kawin

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Denpasar, 27 Oktober 2010

 

 

 

 

(I Nyoman Sukerta,SSP.,M.Si)

NIP.196606271998031001

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

LAMPIRAN

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

FOTO 1

CANDI PEGULINGAN SETELAH DI PUGAR

 

FOTO 2

MINIATUR CANDI PEGULINGAN

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

FOTO 3

TEMUAN-TEMUAN RELIEF GANA

 

FOTO 4

TEMUAN PERMUKAAN BERUPA KALA DISTILIR

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

FOTO 5

ISI PEDAGINGAN (LEMPENGAN EMAS DAN MATERAI TANAH LIAT)

 

FOTO 6

LEMPENGAN MAS BERTULISKAN FORMULA YE-TE

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

FOTO 7

MATERAI TANAH LIAT DENGAN FORMULA YE-TE MANTRA

 

FOTO 8

ISI PEDAGINGAN (ARCHA BUDHA EMAS)

 

 

 

 

FOTO 9

ARCA DYANI BUDHA

 

FOTO 10

RELIEF PADA BANGUNAN MERU

 

 

 

 

 

FOTO 11

POTONGAN POTONGAN ARCA YANG MASIH TERSISA

 

FOTO 12

PURA PEGULINGAN NAMPAK DARI MADYANING MANDALA

 

 

 

 

 

 

FOTO 13

PURA PEGULINGAN NAMPAK DARI UTAMA MANDALA

FOTO 14

PENELITIAN LANGSUNG DI PURA PEGULINGAN

 

 

 

 

 

 

FOTO 15

WAWANCARA DENGAN JERO MANGKU WAYAN RUDIN

 

FOTO 16

WAWANCARA DENGAN DRS. JERO MANGKU MADE SUDANA

 

   

 

Comments are closed.