Sejarah Tari Rejang Ayunan di Desa Pupuan

Dulu sekitar abad XI di Desa Pupuan hanya terdiri dari 25 kepala keluarga. Desa Pupuan saat itu tidak seramai sekarang, di sekelilingnya hanya hutan belantara yang di tumbuhi pohon kayu yang besar dan tinggi, mereka bersepakat untuk menebang pohon kayu tersebut, yang mana tanahnya nanti akan dijadikan sawah dan ladang. Di dalam mereka menebang pohon kayu tersebut yang sangat besar dan tinggi, mereka mempergunakan tali atau ranting-ranting pohon untuk naik ke cabang pohon yang akan ditebang. Setelah selesai tanahnya diolah untuk di Tanami bermacam-macam tanaman seperti  padi, pohon kopi, dan buah-buahan yang hasilnya cukup mengembirakan.

Adapun rangkaian upacara sebelum piodalan di Pura Puseh Desa Bale Agung yaitu masyarakat desa mejejaitan, metanding banten upakara, mecaru, metelah-telah, mengelemeji, munggah bunga, mendak ngolemin ida betara diseluruh pura-pura di desa pupuan, mebiokaonan, kesucian /kebeji, katur sarining tetebasan, trisandya, rejang pulu,  nur ida betara, katur sarining soroan katuran Puseh Desa Bale Agung , mesandekan.

Pada hari ke-I, dilaksanakan Tari Rejang Penganyaran dudonane 3 kali, nganteb aturan karma banjar, mesandekan. Menunggu suara kentongan 3x karma desa kumpul di Jaba Pura Puseh Desa Bale Agung, untuk melaksanakan Peed. Para ibu membawa banten, sekaa truna truninya membawa pengawin dan pangkonan, untuk menyongsong Ida Betara (Pretima), diiringi dengan baleganjur dari masing-masing banjar, menuju ke pura Kayu Padi (Pura Duur Kauh), dilanjutkan upacara sampai dudonan upacara dan upakara di Pura Kayu Padi selesai

Tari Rejang Ramped ( Lanang )Hari ke-II, kembali upacara dilaksanakan di Pura Puseh Desa Bale Agung dilaksanakan Rejang Ramped sebanyak 9x putaran dilanjutkan Rejang  oleh truna truni (lanang lan istri),dilanjutkan

Camera 360Rejang Ayunan 2x putaran laki-laki dan perempuan , dilanjutkan 1 putaran lagi untuk laki-laki melakukan rejang ayunan, setelah selesai dilaksanakan Tari Rejang Ayunan dilanjutkan dengan mesandekan, lalu malam hari nya diadakan suatu hiburan dan balih-balihan (penyuung).

 

Hari ke-3 dilaksanakan upacara yang terakhir, lebar karya yang merupakan mengundang Ida Sesuhunan untuk menyaksikan upacara dan langsung memohon Wara Nugraha agar semua mendapatkan kekuatan dan kebahagiaan.

Fungsi dari Tari Rejang Ayunan di Desa Pupuan

Tari Rejang Ayunan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan upacara Dewa Yadnya di Pura Puseh Desa Bale Agung. Karena tanpa tarian ini upacara dianggap kurang sempurna. Di lihat dari segi fungsinya tari tarian dapat di klasifikasikan sebagai berikut :

a)      Tari Wali (sacral, religious dance )

Seni yang dilakukan di pura-pura dan di tempat yang ada hubungannya dengan upakara dan upacara agama yang pada umumnya tidak memakai lakon/peran.

b)      Tari Bebaki ( ceremonial dance )

Segala seni tari yang berfungsi sebagai pengiring upacara di pura-pura ataupun di luar pura, cerita pada umumnya memakai lakon.

c)      Tari Balih-balihan ( secular dance )

Segala seni tari yang mempunyai unsur dasar dan seni tari yang luhur yang tidak digolongkan tari wali dan bebali serta mempunyai fungsi sebagai hiburan.

Sesuai dengan ketentuan diatas dapat disimpulkan bahwa Tari Rejang Ayunan merupakan tari sakral yang tergolong tari wali. Disebabkan karena tari rejang ayunan tersebut tidak memakai lakon yang berfungsi sebagai sarana didalam pelaksanaan upacara serta tidak pernah dipentaskan diluar upacara dewa yadnya di Pura Puseh Desa Bale Agung di Desa Adat Pekraman Pupuan.

Melihat perkembangannya Tari Rejang Ayunan, yang paling menonjol adalah dari segi tata busananya. Menurut I Nyoman Raka selaku Bendesa adat Desa Pekraman Pupuan mengatakan : Jaman dahulu dilihat dari segi tata busana adalah penari rejang menggunakan pakaian yang berwarna-warni sesuai dengan kemampuan masing-masing penari. Sehingga terlihat jelas perbedaan antara kaya dan miskin. Atas prakarsa Bendesa adat yang terdahulu, maka pakaian penari rejang diseragamkan.

Sebagai informasi yang paling mampu memberi keterangan, bahwa Tari Rejang Ayunan belum pernah mengadakan perubahan, baik dari segi komposisi maupun dari segi perbendaharaan gerakannya. Dapat disimpulkan bahwa yang mengalami perkembangan pada Tari Rejang Ayunan hanya dari segi tata busanannya.

Tari Rejang Ayunan itu biasanya dipentaskan dengan bunyi kentongan yang mengalun pertanda para penari sudah siap di Pura Puseh Desa Bale Agung sesuai dengan waktu yang telah ditentukan yaitu pukul 13.30 WITA. Penari Rejang Ayunan sudah berias dari rumahnya masing-masing. Setelah diberi aba-aba oleh kelian adat para pemangku memerciki tirta atau air suci kepada penari dengan tujuan memohon keselamatan dan kebersihan.

Gamelan berkumanang dengan irama pelan pertanda para penari siap melaksanakan tugasnya masing-masing. Penari berbaris berderet kebelakang selanjutnya berjalan mengelilingi pelinggih yang ada di Jeroan Pura sebanyak 3 kali putaran. Setelah berkeliling para penari menuju jaba tengah sambil terus menari dengan irama gamelan yang merdu. Ketika akan menginjak putaran ke 3 kalinya tempo gambelan dipercepat.

Terakhir para penari menuju pohon cempaka yang ada di Jabaan Pura. Salah satu dari cabang pohon tersebut, sebelumnya telah diikat keatas tali tambang yang salah satu ujungnya menjulur ke bawah. Ujung tali diikatkan pada cabang pohon cempaka, digantungi antara lain satu ekor ayam panggang, satu juring pisang kayu, ketupat dan satu botol arak. Setelah semua penari mendapat gilirannya barulah semua penari berlomba-lomba untuk dapat naik ke cabang pohon melalui tali tersebut. Salah satu penari berhasil sampai di atas dan berhak atas santapan yang sebelumnya telah disiapkan di atas pohon. Penari lain kembali ke jeroan pura, bertanda bahwa pertunjukan telah selesai.

Tempat pertunjukan Tari Rejang Ayunan tidak dibuat secara khusus baik dari segi ukurannya maupun dari segi dekorasinya. Akan tetapi tari rejang ayunan ini bertempat :

  1. Jeroan pura : para penari mengelilingi pelinggih 3 kali putaran.
  2. Jaba tengah : para penari menari dari jeroan pura menuju jaba tengah dan keliling sebanyak 3 kali putaran.
  3. Jabaan pura : setelah berkeliling 3 kali putaran di jaba tengah para penari langsung menuju jabaan pura untuk bermain ayunan.

Sumber : Jero Mangku I Gede Wirana  sebagai Pemangku Pura Puseh Desa Bale Agung Desa Adat Pekraman . I Nyoman Santika Yasa sebagai Kepala Dusun, Br.Kubu , Desa Adat Pekraman Pupuan. Buku Ensiklopedi Tari Bali: Dr.I Made Bandem,buku Selayang Pandang Seni Pertunjukan Bali:  I Wayan Dibia, buku Kaja dan Kelod  Tarian Bali dalam Transisi: I Made Bandem dan Fredrik Eugene deBoer, Kamus Bahasa Indonesia: D.Wirah Aryoso SS,  buku Taksu Dalam Seni dan Kehidupan Bali: I Wayan Dibia, buku Seni Pertunjukan Indonesia Di Era Globalisasi: R.M Soedarsono dan buku Puspasari Seni Tari Bali: I Wayan Dibia.