KEBUDAYAAN BALI

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Budaya Bali adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh masyarakat Bali dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni.
Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya memiliki sifat yang tidak kekal, seiring perkembangan jaman suatu dapat berubah-ubah sesuai dengan pengaruh atau atau kemajuan ilmu dan teknologi.

  1.   Budaya Bali yang Sudah Hilang

Adapun budaya Bali yang telah menghilang, antara lain sebagai berikut.

  1.    Desain bangunan

Desain rumah masyarakat Bali dahulu terlihat bahwa bentuk rumah yang sangat sederhana. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembutan rumah juga sangat sederhana. Bahan-bahan yang digunakan anatara lain tanah yang ditumpuk-tumpuk sehingga berwujud tembok dan atap rumahnya menggunakan rumput lalang atau daun kelapa. Tradisi rumah ini mulai ditinggalkan saat ada pengaruh dari luar dan pengaruh jaman dan teknologi seperti sekarang ini. Saat ini masyarakat khususnya di Bali menganggap bangunan seperti itu sudah “ketinggalan jaman”. Masyarakat seolah-olah berlomba membuat bangunan rumah senyaman mungkin. Mengenai tata ruang bangunanpun saat ini sudah tidak diperhatikan lagi. Masyarakan sekreatif mungkin membuat bangunan yang menarik tanpa memperhatikan tata ruang yang biasa dibuat oleh masyarakat jaman dulu.

  Read More…

TRADISI BUDAYA BALI

Pelaksaan Upacara Melasti dilakukan tiga hari (tilem kesanga) sebelum Hari Raya Nyepi, Upacara Melasti bisa juga sebut upacara Melis atau Mekilis, dimana pada hari ini umat Hindu melakukan sembahyangan di tepi pantai dengan tujuan untuk mensucikan diri dari segala perbuatan buruk di masa lalu dan membuangnya kelaut,ini dilaksanakan sebelum merayakan Tapa Brata penyepian. Dalam lontar Sundarigama berbunyi seperti ini:”….manusa kabeh angaturaken prakerti ring prawatek dewata.”. Sementara Melasti dalam ajaran Hindu Bali berbunyi nganyudang malaning gumi ngamet Tirta Amerta atau menghanyutkan kekotoran alam menggunakan air kehidupan. Laut sebagai simbol sumberTirtha Amertha (Dewa Ruci, Pemuteran Mandaragiri). Umat Hindu di Bali melaksanakan upacara Melasti sebagai rangkaian pelaksanaan perayaan Hari Raya Nyepi. Selain melakukan sembahyang, Melasti juga adalah hari pembersihan dan penyucian aneka benda sakral milik Pura (pralingga atau pratima Ida Bhatara dan segala perlengkapannya) benda benda tersebut di usung dan diarak mengelilingi desa, ini bertujuan menyucikan desa, selanjutnya menuju samudra, laut, danau, sungai atau mata air lainnya yang dianggap suci. Upacara dilaksanakan dengan melakukan sembahyangan bersama menghadap laut, seluruh peserta upacara mengenakan baju putih. Setelah upacara Melasti usai dilakukan, seluruh benda dan perlengkapan tersebut diusung ke Balai Agung Pura desa. Sebelum Ngrupuk dilakukan nyejer dan selamatan. Umat Hindu di Bali berharap mendapat kesucian diri lahir batin serta mendapatkan berkah dari Sang Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) untuk menghadapi kehidupan di masa yang akan datang. Untuk menyambut Hari Raya Nyepi, pelaksaan upacara Melasti ini di bagi  berdasarkan wilayah, di Ibukota provinsi dilakukan Upacara Tawur. Di tingkat kabupaten dilakukan upacara Panca Kelud. Di tingkat kecamatan dilakukan upacara Panca Sanak. Di tingkat desa dilakukan upacara Panca Sata. Dan di tingkat banjar dilakukan upacara Ekasata. Sedangkan di masing-masing rumah tangga, upacara dilakukan di natar merajan (sanggah). Read More…

Pengalaman Saya

            Pengalaman saya dimasa SMA saya pernah mengikuti lomba makendang tunggal untuk mewakili sekolah saya dengan harapan bisa mendapatkan hasil yang maksimal . Tetapi kenyataan berkata lain apa yang saya impikan tidak sesuai dengan harapan saya pada saat itu. Padahal saat itu saya sudah mencoba untuk berlatih dengan keras, dengan tekun dan tidak lupa saya berdoa agar pada saat lomba saya bisa di berikan tuntunan yang baik saat itu. Pada saat hari perlombaan itu tibalah giliran saya dengan no undi 8. Diatas panggung saya mencoba untuk tenang agar peerlombaan ini berlangsung dengan harapan saya. Teman teman dan Pembina dari sekolah saya sudah sangant semangat untuk mendukung saya di atas panggung. Saya tampil dengan maksimal. Menurut saya, saya teah melakukan dan menunjukkan hal yang terbaik untuk para dewan juri. Hati dan perasaan saya sangat terasa ringan karena telah dapat menunjukkan penampilan saya yang semaksimal mungkin. Namun saya sempat merasa down karena banyak diantara saya yang sudah berusaha untuk tampil semaksimal mungkin untuk memperoleh juara pertama dan saya yakin diantara para peserta yang mewakili sekolahnya banyak yang telah memahami bagaimana teknik permainan kendang sebenarnya. Sekarang tibalah saatnya pengumuman juara perlombaan tersebut hati dan perasaan saya menjadi gemetar dan deg – degan. Inilah yang harus saya terima dengan iklas ternyata kenyataan tidak sesuai dengan apa yang saya harapakan. Saya mendapat juara Harapan 1 rasa kecewa yang saya rasakan cukup mendalam pada saat itu. Namun teman –  teman dan Pembina saya selalu memberikan dukungan agar saya dapat menerima keputusan para dewan juri tersebut. Mulai dari saat itulah saya terus berlajar dan berusaha agar dapat memahami teknik permainan kendang yang sebenarnya. Dan yang ada alam benak saya saat itu hanya “Jadikan ini sebuah pengalaman yang berarti untuk terus berusaha menjadi yang terbaik untuk kedepannya.” Yang menjadikan saya saat ini berada disini semua itu karena pengalaman saya. Saya bertekad untuk menggali ilmu disini agar nantinya saya dapt meraih semua impian saya yang masih tertinggal di belakang sana. Dengan cita – cita tersebut yang akan mampu membawa saya ke masa depan yang lebih cerah yang dapat melestarikan seni dan budaya khususnya daerah Bali yang mempunyai kebudayaan, adat dan istiadat yang beraneka ragam macam. Pengalaman saya yang kedua saat saya dipilih untuk menjadi perwakilan duta Taman Budaya Bali. Pada saat itu Taman Budaya ada acara Temu Karya Taman Budaya Se-Indonesia di Jambi dan saat itulah saya diajak untuk menjadi perwakilan duta Taman Budaya Bali, saat itu Taman Budaya Bali mengambil judul garapan “Dewi Sri” saya berperan sebagai sekaa gong bersama dengan teman – teman. Sebelum acara puncak pementasan dimulai, diawali dengan pawai ke 25 Taman Budaya se-Indonesia. Saya mendapat tugas sebagai duta daerah Bali untuk menampilkan Payas Pengantin mendampingi Kepala Taman Budaya Bali. Taman Budaya Bali mendapat kesempatan tampil pertama kali untuk mengisi acara tersebut. Masing – masing perwakilan Taman budaya terdiri dari 15 personil baik penari dan penabuh dengan jalan ceritanya. Diceritakan pada saat padi mulai menguning para petani pemilik sawah menghalau burung ke sawah dengan membawa peralatan (kerpuakan) ditengah sawah dipasanglah 2 orang – orangan sawah yang tujuannya untuk menghalau burung. Setelah pada menguning pemilik sawah membuat upakara (banten) pebiukukungan disutulah dibuat simbolis Dewi Sri berbentuk cili dengan cara mengetam beberapa helai padi kira – kiranya segenggam tangan dewasa, lalu diisikan prerari atau wajah sang dewi yang terbuat dari janur dan kemudian dihias. Kegembiraan petani pada saat itu menandakan keberhasilan panennya sehingga para pengiringnya bersorak sorai yang ditarikan oleh beberapa gadis dan ada juga yang berperan sebagai burung untuk mengganggu hasil disawah. Sinopsis cerita sebelum memasuki panggung diawali dengan ritual oleh yang berperan sebagai pemangku dengan berpakaian putih, keluar bersamaan dengan mengucapkan nyanyian rohani berupa kidung dan masing – masing penari membawa dupa sampai kepanggung pertunjukan. Setelah dilakukan ritual dipanggung barulah pementasan dimulai. Duta Bali setiap penampilannya selalu mendapat perhatian dari audien karena Bali menjadi ikon seni di Indonesia. Masyarakat penonton dari awal sampai akhir sangat antusias untuk mengikuti lakon yang dimainkan dalam 15 menit penampilan masing – masing Kepala Taman Budaya dimantai pendapatnya oleh pembawa acara tentang keadaan pulaunya mengapa seni bisa eksis dan bagaimana kiat – kiatnya untuk memajukan taman budaya di masing – masing daerah. Setelah selesai pertunjukan baik para pelajar mahasiswa dan masyarakat umum berbondong – bondong ingin berfoto bersama dengan para pendukung tampilan tadi. Keesokan harinya dilakukan acara evaluasi dari tampilan sebelumnya dengan mengambil tema Temu Sastra, masing – masing taman budaya diwakili oleeh 5 personil 2 orang dari unsure seniman penabuh dan 1 orang dari unsure penari, dan 1 orang lagi dari unsure kriya serta 1 orang lagi dari Kepala Taman Budaya. Permasalahan yang diangkat adalah kritik yang dilakukan oleh 2 orang unsure independen 1 orang dari pemkab Jambi dan 1 orangnya lagi dari Kemetrian Pendidikan dan Kebudayaan Pusat. Masing – masing provensi mempertahankan ketika adanya suatu kritikan dari penampilan kemarin. Setelah acara evaluasi dilanjutkan dengan meninjau pameran berupa foto, lukisan, dan patung. Program temu karya Taman Budaya se-Indonesia diadakan setiap tahun di provinsi dengan selalu berpindah – pindah dari satu provinsi ke provinsi yang lain. Tema yang biasa diangkat disesuaikan dengan daerah masing – masing untuk provinsi Bali pada saat Prof.Dr. Ida Bagus Mantra sebagai Direktur Jendral Kebudayaan Taman Budaya Bali sudah pernah terpilih sebagai tempat penyelenggaran Temu Karya Taman Budaya. Untuk menentukan lokasinya biasanya diawali dengan rapat awal ditempat penyelenggaran kegiataan saaat itu. Dengan diadakannya Temu karya tersebut dapat diketahui potensi kesenian masing – masing daerah dan sebagai pertukaran budaya sehingga kita semua tahu seni di masing – masing daerah itu. Pada saat itulah saya melihat keakraban dan rasa persaudaraan sesama taman budaya selama berlangsungnya kegiatan tersebut.

SEJARAH BANJAR PONDOK

Nama saya I Putu Indra Pradita, saya tinggal di Banjar Pondok Peguyangan Kaja Denpasar Utara. Nama suatu daerah atau wilayah sejarah di Banjar Pondok zaman dahulu umumnya memiliki makna dan maksud tertentu untuk mengenang kejadian atau hal – hal yang dianggap penting dalam suatu kejadian yang pernah terjadi. Di Bali khususnya nama desa atau wilayah berkaitan erat dengan sejarah raja di zaman dahulu. di Banjar Pondok di ceritakan awalnya tidak ada sesuhunan namun sesuhunan tersebut awalnya mlinggih di Pura Catur Kanda Pat Sari pura ini terletak di tepi jalan raya yang ramai, di Jalan Antasura menuju instalasi penjernihan air PDAM di Belusung, Denpasar Utara. Sayang sekali keadaannya tidak cukup terawat. Dibandingkan dengan aura kesakralan pura yang kental, cobaan hidup yang sedang dialami oleh keluarga Jro Mangku Istri Desak Nyoman Rai dan Jro Mangku Dewa Made Agung Suci sekeluarga sangatlah memilukan. Cerita diawali dengan adanya sesuhunan rangda tersebut karena dahulu sesuhunan rangda tersebut melinggih atau di taruh di Pura Kanda Pat Sari yang berada di sebelah Banjar Pondok Jalan Antasura Peguyangan Kaja Denpasar Utara, sesuhunan rangda tersebut dahulunya melinggih atau bertempat di pura itu. Namun Pura Kanda Pat Sari yang di kelilingi oleh kolam atau telaga seiring berjalannya waktu air kolam tersebut semakin menyurut keadaan pura tersebut menjadi kacau dan desa peguyangan terkena wabah penyakit, yang memimpin pura itu atau pemangkunya bernama Dewa Aji. Pemimpin pura tersebut mempunyai anak atau oka yang bernama Ida Bagus Nyoman. Karena surutnya air telaga yang ada di pura itu, anak dari pemimpin pura itu menjadi tidak waras kemungkinan besar terkena pengaruh dari pura tersebut. Suatu hari anak pemimpin Pura Catur Kanda Pat Sari karena ketidak warasannya Ida Bagus Nyoman membakar pelinggih ibu kangin yang bertempat di pura tersebut. Kemudian pemimpin pura atau pemangkunya mencari kelihan atau pemimpin banjar pondok untuk mencari solusi menyelamatkan sesuhunan yang berada di pura tersebut , kelihan banjar merapatkan warga banjar pondok untuk mencari solusi bagaimana  sebaiknya untuk memindahkan sesuhunan tersebut ke banjar agar lebih aman dan dapat di jaga oleh warga banjar pondok. Pemindahan sesuhunan tersebut pada tahun 1872 warga langsung membuatkan pelinggih atau tempat untuk menaruh sesuhunan tersebut di banjar. Warga banjar pondok tersebut langsung melakukan hal yang terbaik untuk keselamatan sesuhunan tersebut dan agar lingkungan Desa Peguyangan kembali menjadi lebih baik keadaannya dengan cara membuat pelinggih baru hingga mekarya. Pada hari pertama karya di banjar muncullah gambelan gong kebyar di Banjar Pondok gambelan gong kebyar mengiringi upacara tersebut ,hari kedua untuk melasti ke segara gambelan beleganjur untuk mengiringi upacara melasti ke segara. Hari ketiga upacara sudah selesai dan ada hiburan pementasan wayang kulit dan hari ke empat pementasan calonarang dari sekaa Banjar Pondok , hari ke terakhir selesailah upacara dan warga banjar pondok melanjutkan untuk membersihkan atau ngelungsur banjar. Di Banjar Pondok ini terdapat beberapa jenis gambelan gambelan bali seperti gong kebyar,beleganjur,gender wayang,dan geguntangan. Gambelan gong kebyar biasanya di pakai untuk mengiringi upacara piodalan di banjar, mengiringi tarian tarian seperti tarian tarian berpasangan, tunggal, berkelompok , dan penyalonarangan. Untuk baleganjur biasanya di pakai untuk mengiringi upacara butha yadnya maupun pitra yadnya. Untuk gender wayang biasanya di pakai untuk mengiringi piodalan di sanggah pribadi dan bisa memakai gender wayang yang ada di banjar. Untuk geguntangan biasanya di pakai untuk mengiringi upacara piodalan di banjar . Sebelum adanya gambelan di banjar Pondok ini berawal dengan tradisi gambelan yang hanya terbuat dari kentongan yang didukung oleh beberapa alat lainnya seperti kendang, jirigen atau kaleng minyak tanah. Alat ini dahulunya digunakan untuk mengusir para bebuthan yang banyak bermunculan pada saat itu sehingga banyak menakuti masyarakat saat itu. Setelah berjalannya waktu berkembanglah kesenian di Banjar Pondok tersebut sehingga muncullah baleganjur, baleganjur ini pada umumnya difungsikan untuk mengiringi upacara seperti upacara mecaru gede di banjar maupun di rumah – rumah warga banjar Pondok tersebut. Sekarang gamelan ini digunakan untuk mengiringi segala jenis upacara seperti contohnya mengiringi ogoh – ogoh pada saat Pengerupukan. Baleganjur ini ditabuhkan oleh  warga Banjar Pondok maupun oleh masyarakat Desa Peguyangan kaja. Seiring berkembangnya jaman yang semakin menonjol untuk berkreasi dibidang kesenian, perlahan – lahan gambelan baleganjur ini dapat juga dijadikan sebagai ajang perlombaan. Di Desa Peguyangan Kaja ini setiap tahunnya selalu mengadakan perlombaan antar banjar yang dinamakan pordes Peguyangan kaja, salah satu macam lomba dari pordes ini adalah lomba baleganjur. Dapat dikatakan bahwa gambelan baleganjur dapat mengikuti perkembangan  yang terbukti bahwa baleganjur saat ini sudah dapat diperlombakan yang dahulunya hanya bisa digunakan sebagai pengiring dalam upacara – upacara keagamaan. Selain baleganjur di Banjar Pondok Desa Peguyangan Kaja ini juga terdapat gong kebyar, di Banjar pondok ini gong kebyar difungsikan sebagai saraana pengiring tari – tarian di kala adanya hari – hari tertentu yang bsa dikatan sebagai piodalan gede gong kebyar ini dapat di fungsikan sebagai pengirirng tarian atau sesolahan yang di tarikan oleh ida sesuhunan yang melinggih di Banjar Pondok tersebut. Gong kbyar ini juga dapat difingsikan sebagai ajang parade gong kebyar yang sering dilaksanankan di Art Centre maupun di Puputan. Pada tahun 2012 gong kebyar di banjar Pondok ini sempat mengikuti acara Parade gong kebyar yang dilakssanakan di Puputan. Dan dalam hal ini dapat dikatakan bahwa gong kebyar maupun baleganjur yang terdapat di Banjar Pondok ini dapat di fungsikan dengan baik hingga sekarang. Keberadaan gong di Banjar pondok ini diwujudkan dalam bentuk organisasi yaitu disebut dengan Sekaa Gong Pondok Rahayu nama ini dikaitkan dengan nama dari sekaa truna – truni yang ada di banjar Pondok ini. Keterampilan warga desa dalam bidang seni banyak terasah dari sekaa ini, keanggotaan sekaa ini berasal dari banjar pondok sendiri yang terdiri atas warga – warga banjar pondok muda maupun tua yang diartikan siapa pun boleh masuk dalam sekaa ini. Untuk menelusuri sejarah banjar pondok ini sudah saya ungkapkan lebih mendalam berawal dari internet, buku – buku, maupun orang tua namun karena keterbatasan informasi membuat saya semakin ingin mengetahui asal – usulnya. Atas informasi dari beberapa sumber yang menekuni dan aktif di Banjar dapat dikatakan bahwa munculnya gambelan di Banjar Pondok ini diawali dengan adanya spontanitas untuk mengusir para bebhutan.