inkulturasi gamelan jawa “studi kasus di gereja katolik Yogyakarta”

This post was written by igedearimbawa on Mei 28, 2012
Posted Under: Lainnya

Judul buku : inkulturasi gamelan jawa “studi kasus di gereja katolik Yogyakarta”
Penulis : sukatmi susantina
Pengantar : prof. Dr. Tiimbul Haryono, M.Sc.
Editor : purwadi
Pracetak : dyah ayu roessusita
Desain sampul : arief prabowo
Cetakan pertama, 17 agustus 2001
Percetakan :
Medprint offset
Jl. Godean km. 5,6 no . 34 B
Yogyakarta 55292
Telp./fax. (0274) 625743

Tebal halaman : 112

Dalam buku ini dijelaskan mengenai inkulturasi gamelan jawa dalam mengiringi gending gereja di Yogyakarta. Berkaitan dengan sasaran penelitian tentang inkulturasi gamelan jawa di gereja-gereja katolik Yogyakarta, ada baiknya terlebih dahulu dikemukakan pngertian inkulturasi secara umum. Inkulturasi sebenarnya merupakan masalah dalam kebudayaan, karena inkulturasi ini merupakan proses asasi dalam kelangsungan pembinaan kebudayaan. Maka dalam membicarakan tentang inkulturasi, tentunya terlebih dahulu membicarakan tentang kebudayaan. Pada tahun 1962 dalam konsili vatikan II, mengartikan kebudayaan dimaksudkan sebagai segala sesuatu, dimana manusia mengasuh dan mengembangkan pelbagi bakat rohani dan jasmaninya, lebih memanusiakan kehidupan social baik keluarga, maupun masyarakat Negara dengan memajukan adat istiadat serta pranata-pranata yang akhirnya mengungkapkan, mengkomunikasikan serta memelihara pengalaman-pengalaman rohani dan aspirasi-aspirasi yang besar sepanjang sejarah didalam karya-karyanya sehingga bermanfsst besar bagi seluruh umat manusia (Hubertus Muda,1992:11).
Mungkin menurut pengamatan sendiri secara umum inkulturasi adalah hasil perpaduan atau pengadopsian budaya asing dengan budaya local. Usaha inkulturasi oleh gereja-ggereja katolik adalah usaha untuk mempelajari pengaruh-pengaruh timbale balik antara gereja setempat dengan kebudayaan local. Proses inilah yang disebut dengan inkulturasi, yaitu suatu proses asimilasi yang mencakup sikap batin yang hendak membuka diri terhadap rencana Allah seperti yang direfleksikan dalam nilai-nilai budaya (Hans J .Daeng:xiv)
Langkah-langkah dalam inkulturasi Indonesia, khususnya di jawa, inkulturasi gending di dalam ibadat sudah dirintis tahun 1925 di sekolah pendidikan guru muntilan oleh C. Hardjosoebroto atas dorongan Br. Clementius, ia memberanikan dirimengarang beberapa gending gereja dalam bahasa jawa dengan tangga nada pelog yang dinyanyikan tanpa iringan. Sebagai contoh gending “Atur Roncen” yang pertama kali dinyanyikan, tetapi oada waktu itu belum diijinkan digunakan dalam Misa (Prier,1990:11).
Pada tahun 1956 usaha inkulturasi gamelan pertama kali diadakan dan di demonstrasikan gending gereja dengan iringangamelan, karangan Atmodarsono dan C. Hardjosoebroto. Hasilnya dinilai cukup positif oleh keuskupan Semarang. Hasil gubahan lagu “Ave Maria Stella”, ”Kulo Suwan Gusti” mendorong bapak Uskup menyumbangkan satu perangkat gamelan yang ditempatkan di gereja Kumetiran (C. Hardjosoebroto, 1987:9).lebih lanjut dikemukakan bahwa tidak jelas kapan lagu-lagu gereja diiringi dengan karawitan berlaras pelog. Baru setelah konsili Vatikan II tahun 1962 orkes gamelan dipakai secara utuh dalam mengiri gending-gending gereja.
Setelah membaca buku ini ada sedikit yang ingin disampaikan yaitu sedikit tentang penempatan tanda baca pada masing-masing paragraph yang saya jumpai dirasa kurang tepat mungkin perlu sedikit kajian lagi. Buku ini pula menjelaskan beberapa hal lainnya seperti : Inkulturasi dan gereja, Musik Gereja dan Kebudayaan Jawa, Inkulturasi di Gereja Katolik Ganjuran dan Gereja Katolik Pugeran, dan Seni gamelan dalam Pengembangan Kebudayaan Nasional yang dijelaskan pada masing-masng BABnya.
Bagi ilmu pengetahuan penelitian ini akan memberikan sumbangan pemikiran bagi upaya pengembangan kebudayaan setempat yang ditafsirkan kedalamsituasi baru, cara-cara demikian juga bleh digunakan oleh lembaga-lembaga lain. Secara akademik penelitian ini juga bermanfaat dalam menoroti berbagai aspek dalam proses pengaruh mempengaruhi antara Agama dan Kebudayaan penduduk setempat. Misalnya berguna untuk mengetahui unsure budaya manakah yang dapat dimasukkan ke dalam berbagai upacara gereja, sehingga dapat dikemukakan bagaimana unsure-unsur kebudayaan setempat dipelihara dan ditafsirkan kedalam situasi baru.
Persentuhan antar budaya seringkali membuahkan hasil yang menakjubkan. Dalam proses inkulturasi, unsure-unsur kedua buadaya saling bertemu dan bersinergi. “persekutuan” ini merupakan pengayaan cultural yang terlalu berharga ntuk diabaikan begitu saja. Buku ini berisi tentang kupasan terhadap proses inkulturasi gamelan jawa dalam gereja katolik. Diuraikan betapa seni yang sarat etnisitas seperti gamelan ternyata dapat berpadu dalam lingkup gereja katolik. Jawa dan katolik sepertinya memiliki perspektif yang sama tentang nilai-nilai tradisi. Keberadaan unsure tradisional dalam prosesi keagamaan bukannya member efek destruktif, melainkan justru memperkaya nuansa.

Reader Comments

Trackbacks

  1. A片  on Agustus 22nd, 2022 @ 2:34 am