Skip to content


Feel Asli Milik Musisi Tradisi

CalonarangErwin Gutawa juga melakukannya dalam sejumlah kegiatan, antara lain bersama Aminoto Kosin – yang ini project officernya 2 Warna di RCTI (sayang kini raib) sedang Erwin berkarya lewat album Chrisye, termasuk album Badai Pasti Berlalu. Di situ Erwin memakai alat musik tradisi, antara lain saluang dari Padang yang juga dimainkan oleh pemain Padang asli, didukung gendang Bali-nya Kompiang Raka di pergelaran Chrisye di JHCC awal tahun ini. “Saya menganggap penggalian musik etnik Indonesia itu penting, karena rasanya agak mustahil kita memainkan musik diatonis sebaik musisi penemunya, dalam hal ini orang Barat. Itu pula sebabnya, sewaktu Karimata mau berangkat ke North Sea Jazz Festival tahun 1987, Karimata perlu mempersiapkan diri melatih lagu fusion komposisi sendiri yang merupakan eksplorasi musik Barat dan etnik Indonesia, tapi memakai instrumen konvensional macam keyboards, bas, gitar, drum dan saxophone. Eksplorasi itu kami rekam lewat album Jezz Karimata. Artinya, Karimata Etnik, “ penjelasan Erwin Gutawa, bassist Karimata, sebuah band wakil ke North Sea Jazz tahun 1987. Karimata akhirnya merekam repertoar eksperimennya itu pada tahun 1988-1989, dengan bintang tamu musisi jazz dari GRP ( Amerika ), antara lain Lee Ritenour, Bob James, Dave Grusin, Phil Perry dan sejumlah nama tenar lainnya. “Terus terang, waktu itu eksperimen Karimata masih mentah, karena merupakan bagian dari persiapan ke North Sea saja. Tapi kami malah surprise, karena direspons positif oleh musisi dan gitaris Amerika sekaliber Lee. Dia mainin komposisi saya yang berbasis musik Dayak, “ tambah Erwin. Arranger ini lantas berpendapat, idealnya melakukan eksplorasi memadukan musik Barat – Timur tak hanya lewat alat musik daerah aslinya, tapi juga bisa dimainkan lewat alat musik Barat, tapi ‘soulnya’ tetap dapat, “Hal ini bisa didengar lewat album Yani, atau Kitaro. Mudah-mudahan hal yang sama juga terdengar waktu orang menikmati album Jezz Karimata untuk lagu Sing Ken-ken, Take Off to Padang atau yang bernuansa Sunda, Pady Field, “ tambah Erwin Gutawa lagi. 

Tentang kekayaan budaya Nusantara ini, NewsMusik mencatat banyaknya musisi luar mulai memperhatikan bahkan mempelajari-nya dengan cermat. Hal tersebut suatu ketika pernah juga diakui oleh salah satu dosen tamu di IKJ, perkusionis, Ron Reeves dari Australia. Buat Ron Reeves, faktanya memang musik tradisi kita begitu kaya, mungkin malah salah satu yang terkaya. Hal senada diakui pula oleh Brian Batie, bassist asal Amerika yang biasa bergaul dengan kelompok Elfa Secioria. Bagi Ron Reeves yang belakangan digandeng Sawung Jabo membangun Genggong, tradisi yang begitu kaya adalah aset yang tiada terhingga nilainya. Tapi biar bagaimana pun dipelajari, tetap butuh waktu sangat panjang. Menurut Oppie Andaresta, Ron Reeves pernah berucap, “Kalau butuh pemain kendang Sunda, jangan pakai saya. Meski pun saya juga belajar musik Sunda.” Kenapa? “Karena feel-nya nggak dapat. Feel-nya asli milik musisi tradisi setempat,” ucap Oppie menirukan pernyataan Ron Reeves.

Begitulah, untuk musisi Barat, gamelan, gendang, rebab dan sejenisnya, bisa saja dipelajari sekian waktu. Tapi ada satu hal yang sulit dipelajari dan dikuasai dengan seketika, ya urusan feel atau soul (jiwa) tadi. Harus bergaul di dalam masyarakat, berbicara dengan bahasa mereka, makan bersama kalau perlu, bahkan sampai pada urusan tinggal bersama. Dan itu harus dalam jangka waktu panjang. Soal itu diakui dan disetujui pula oleh Baron dan Gilang Ramadhan, dua nama yang berkolaborasi menghasilkan sebuah album rekaman pop, dengan nuansa etnik (perkusi) cukup kental.

Suatu ketika bahkan majalah sebesar Newsweek, pernah mengetengahkan kekayaan musik tradisi kita. Dan merekapun mengakui, lewat omongan dengan para profesor etnomusikolog di Eropa dan Amerika, bahwa ada perkara soul dan feel yang tidak mudah disentuh ‘orang-orang Barat’. Perkara balutan serba mistis atau spiritual Jawa misalnya, mengenai memandikan gamelan atau upacara-upacara ritual sebelum tari-tarian atau musik tradisional tertentu. Hal tersebut tetap menjadi misteri bagi para praktisi musik Barat. Misteri yang pada akhirnya, sampai sekarang, menjadi sebuah eksotika yang sangat unik. Unik dan tentu sangat berbeda dengan apa yang terjadi di musik-musik industri buatan barat. Karena adanya misteri yang tak tertangkap itulah, akhirnya Eberhard Schoener dari Jerman memutuskan berkolaborasi dengan Agung Raka waktu membuat album Bali Agung yang beredar tahun 1975, hampir setahun mendahului eksperimen musik Guruh Gipsy. Tapi menurut pendapat Kompiang Raka, sebenarnya ‘roh’ eksperimen Guruh Gipsy lebih bagus dibanding Bali Agung, “Karena Eberhard Schoener tak menguasai budaya Balinya, seperti Guruh dan kebetulan saya bantu, “ ujar Kompiang, yang kini Wakil Direktur Gedung Kesenian Jakarta, dan diajak Ian Antono membuat musik eksperimen Gong 2000 untuk penampilan Gong di BASF Award 1995 di GKJ dilanjutkan dengan rekaman Gong 2000 menghasilkan album Barat Timur, dengan memakai format pemain gamelan 18 orang untuk live performance dan 32 orang untuk setting orkestra gamelan besar.

Posted in Literatur karawitan, Materi Pengetahuan multimedia, Pengetahuan Karawitan.

Tagged with .


Bali dan Musik Kontemporer

Arik wirawanDi Bali masih ada nama Igor Tamerlan. Seniman musik idealis ini bahkan sedang berkreasi lebih maju, membuat apa yang disebutnya Techno-Gong. Wujudnya berupa alat musik berbentuk vibes atau kolintang besi tapi electric dan ‘setengah’ synthesizer. Alat ini masih harus disempurnakan lagi, seperti penuturan Igor Tamerlan sendiri. Sementara proyek rekaman kontemporernya tengah dijajaki lagi, dan tetap berdekatan dengan aroma etnik Bali. Sekedar mengingatkan, pada awal 90-an, Igor pernah melejit dengan Bali Vanilli, yang berbau rap dan bercerita tentang turis asing dan Bali. Dan dari Pulau Dewata masih ada juga, I Wayan Balawan. Solois dengan dua gitar yang barusan tour di Eropa. Ia juga mempunyai kelompok musik etnik, Batuan Etnik Fusion. Di sana fusion dipadukan dengan musik tradisi Bali. Dari generasi muda musisi kita, boleh dicatat olah kreasi Tipe-X yang pernah mengajak Bandung Percussion Society untuk tampil di salah satu acara di stasiun teve swasta. Atau Naif, yang sampai mengajak orkes tanjidor terlibat dalam rekaman bahkan konser mereka.

Cuplikan wawancara seorang wartawan Bali Post dengan Belawan mengutarakan pandangannya terhadap “world music” karena dia telah banyak menggeluti bidang spiritual, mau tidak mau, akhirnya musik saya juga sangat berdampingan dengan hal-hal atau nuansa spiritual. Musik dan spiritual itu sama. Menyuguhkan suatu musik, sama dengan mantra. Untuk pembuatan musik dimotivasi dari konsep Tri Hita Karana. Hal ini dilakukan dengan cara tidak sengaja, baik dalam membuat musiknya, liriknya, atau yang lainnya. Intinya, musik Belawan lebih banyak mengarah ke kemanusiaan. World music adalah musik yang mengarah ke universalitas, global, cinta, dan kemanusiaan. Pada saat ini muncul nama-nama seperti Nyoman Winda, Gede Yudana, Agus teja, dengan karya-karyanya yang cukup monumental.

Posted in Literatur karawitan, Materi Pengetahuan multimedia, Pengetahuan Karawitan.

Tagged with .


Surat Terbuka Untuk Ketua FPI (Dari Umat Muslim Bali)

DSC_0574Ketua FPI yang kami hormati…

Belakangan ini ramai pemberitaan di Media Massa terkait aksi penolakan terhadap penyelenggaraan Miss World di Bali. Dari sekian banyak yang melakukan aksi penolakan, terlihat FPI sebagai garda terdepan untuk menggagalkan event ini. Berbagai alasan dikemukakan tanpa mengenal nego. Alasan tersebut diungkapkan dengan nada emosi berlebihan sekaligus mengancam, siap “perang”. Pernyataan tersebut sekali lagi memunculkan kesan bahwa agama (Islam) berwajah sangar, beringas, keras, tak kenal dialog, dan tak menghormati siapapun. Akibatnya, agama sekaligus penganutnya menjadi korban, sebagaimana keberadaan kami, Umat Muslim di Bali.

Pernyataan Anda sebagai pimpinan Ormas yang mengatasnamakan Islam, telah melukai keberadaan Umat Hindu di Bali. Kata-kata Kafir selalu Anda ungkapkan untuk menyerang bagi mereka yang tak sejalan dengan Anda. Bahkan anda secara terang-terangan mengatakan jika Gubernur kami, Bapak Made Mangku Pastika sebagai Gubernur Kafir.

Rakyat Bali, baik Hindu maupun Islam seperti kami ini, sama sekali tidak pernah sedikitpun mempermasalahkan Event ini. Walaupun juga tidak sedikit yang tidak sepakat dengan acara ini, tapi bukan berarti ingin menggagalkan. Selain sebagai wujud toleransi keberagaman, juga diakui atau tidak, acara ini jelas akan berdampak pada pertumbuhan Pariwisata Bali (termasuk Indonesia), dimana rakyat Bali sebagaian besar menggantungkan hidupnya pada sektor ini.

Jika kemudian event ini terganggu dengan aksi-aksi anarkis, apalagi sampai digagalkan dengan paksa, maka sebenarnya yang dirugikan secara langsung adalah rakyat Bali yang menggantungkan hidupnya di Pariwisata. Dengan liputan yang luas dari hampir semua Negara di dunia ini, kejadian yang semua kita tak harapkan tersebut, nantinya akan memperburuk citra Pariwisata Bali yang belum saja pulih pasca ledakan Bom Bali beberapa tahun lalu.

Dari pernyataan-pernyataan Anda yang ingin menang sendiri tersebut, secara otomotis telah memancing rakyat Bali untuk melakukan hal yang sama dengan ungkapan anda. Mencemooh dan caci maki terhadap diri Anda dan Ormas yang Anda pimpin. Lebih parahnya, rakyat Bali yang mayoritas beragama Hindu, bagi mereka yang belum paham, terpancing juga untuk mencaci maki agama Islam.

Perlu diketahui, hubungan Hindu dan Islam di Bali selama ini berjalan Harmonis. Kami saling menghargai, menghormati, dan kami bersama-sama menjaga keberagaman ini sudah sejak Nenek Moyang kami. Permasalahan ini jangan sampai meretakkan hubungan toleransi yang sudah kami jaga sejak lama.

Kita bisa saksikan berbagai tulisan di berbagai media jejaring social yang mendiskriditkan Islam. Kami disini hanyalah minoritas yang akan dijadikan luapan emosi akibat pernyataan Anda. Kami tidak menyalahkan mereka yang sudah terlanjur menghina Islam. Pernyataan anda yang berlebihan, tentunya akan ditanggapi juga dengan berlebihan. Dan semua kena getahnya.

Sebagai orang awam, terus terang kami tidak mengerti apa sebenarnya yang Anda perjuangkan melalui FPI ini. Kalau Anda ingin membela Islam, justru Anda telah memperburuk citra Islam. Jika Anda mengaku Islam dan mengikuti Nabi Muhammad SAW, kenapa cara berbicara dan metode dakwah Anda sama sekali jauh dari prilaku Rasul. Jika Islam hadir sebagai Rahmatal Lil Alamin, justru Anda dan FPI hadir untuk memperkeruh suasana, memperbelah umat.

Untuk diketahui, kondisi Bali sekarang sedang siaga ekstra ketat untuk mengamankan event yang saat ini sedang berlangsung. Polisi, Pecalang, dan masyarakat Bali ikut terlibat dalam pengamanan ini. Di berbagai media bahkan banyak yang menyatakan pendapatnya untuk perang “puputan” bagi mereka yang ingin menggagalkan acara di Bali Selatan tersebut. Semua waspada, dan tentunya yang mereka curigai adalah penganut Islam.

Senada dengan ungkapan Pimpinan GP Ansor NU, bahwa jangan lekas-lekas menganggap Miss World sebagai kegiatan negative. Banyak juga hal positif dari penyelenggaraan ini, terutama bagi Bali dan rakyat Bali, baik efek langsung, maupun tak langsung.

Melalui surat ini, kami, Umat Muslim Bali sama sekali tidak terganggu, sekaligus tidak pernah mempermasalahkan penyelenggaraan Miss World di Bali. Bahkan kami sangat berharap bahwa event ini dapat berjalan lancar dan sukses.

Kami mohon dengan hormat kepada Anda dan Ormas yang Anda pimpin, untuk tidak membawa-bawa label Islam sebagai tameng dari ketidak setujuan Anda terhadap event ini. Bukan pada event ini saja, pada aktivitas FPI lainnya yang terbiasa main hakim sendiri, untuk tidak lagi mengatasnamakan Islam. Sekali saja anda bertindak, yang lain kena getahnya.

Kemudian untuk menghindari “perang” saudara sesama anak bangsa, urungkan niat Anda dan Ormas yang anda pimpin untuk menggagalkan event ini. Jika Anda tidak setuju tidak masalah, namun  bukan berarti harus menggagalkannya. Pro-kontra ini akan meluas menjadi konflik Agama, dimana rakyat Bali yang mayoritas beragama Hindu setuju dan siap mengamankan, sedangkan kelompok yang selama ini berkoar-koar tidak setuju mengatasnamakan Islam. Secara jelas Hindu Bali yang menyatakan siap perang “puputan” bagi mereka yang ingin menggagalkan event ini, sebenarnya secara tersirat Hindu Bali siap melawan Islam (oknum). Yang dirugikan adalah KAMI UMAT MUSLIM DI BALI, yang menjadi sasaran caci maki dan sebagainya.

Dan semua berharap, semoga anda sadar bahwa di negeri ini bukan hanya anda dan kelompok anda saja yang hidup. Jangan merasa di negeri ini Islam adalah agama mayoritas kemudian semena-mena terhadap minoritas, yang kerjaannya selalu main hakim sendiri tanpa menghormati penegak hukum. Sadarlah, setiap ucapan dan tindakan anda selalu menyisakan “getah” bagi orang lain. Dan ingat, Anda hidup di Bumi Pancasila!.

Salam Damai dari Bali!

Sumber: Kompasiana

Posted in Lainnya.

Tagged with .


Tekhnik Pemakaian Microphone

Penempatan Microphon yang tidak tepatKadang orang tidak pede ketika memegang, atau berhadapan langsung dengan microphone. Tulisan ini bertujuan untuk meningkatkan rasa percaya diri dalam menggunakan microphone dengan benar.

Berhati – hatilah dalam menangani mic anda pada saat anda melakukan rekaman dilapangan. Peganglah mic tersebut + 15 cm dari bibir anda, tepat didepan bibir anda (sekitar 1 jangkauan telapak tangan). Jika terlalu dekat maka akan mempengaruhi hasil rekaman anda (menjadi meledak – ledak hasil suara anda). Jika anda terlalu jauh mengarahkan mic anda dari sumber suara yang anda rekam maka suara tersebut akan menjadi timbul tenggelam atau jauh. Jangan segan meminta pembicara anda untuk bersuara lebih keras lagi.

Pertahankan posisi mic anda setiap saat.

Selalu memegang mic anda. Jangan menaruhnya diatas meja atau diatas buku. Walaupun anda menggunakan dudukan mic, suara anda dan pembicara anda akan terdengar “off mic”.

Pakailah mic anda sebaik pembicara anda. Anda pasti tidak ingin terdengar terlalu diam atau terlalu keras daripada pembicara anda.

Bila terdapat suara berisik dari mic atau kabel, kurangilah suara tersebut dengan memindah mic anda secara perlahan – lahan dan semakin pelan sesuai waktu bertanya dan menjawab.

Jika suara berisik yang timbul semakin banyak dan terus menerus, hilangkan bunyi tersebut dengan memeriksa kabel koneksinya. Menahan kabel tersebut dengan tangan anda juga akan menolong.

Tahan posisi tangan anda pada tangkai mic anda untuk mengurangi suara berisik tersebut.

Test semua peralatan anda sebelum anda pergi menuju tempat interview.

Jika anda melakukan interview dalam posisi duduk dibawah/berjongkok, duduklah sedekat mungkin dengan pembicara anda dengan menggunakan sudut meja untuk menahan siku anda. Apakah anda sedang duduk atau berdiri, janganlah berdiri terlalu jauh dari pembicara anda bila tidak maka tangan anda akan cepat menjadi capai, sangat cepat capat.

Hal Penting Yang Harus Diingat

SELALU kenakan headphones pada saat anda merekam. Hal ini akan membantu anda untuk mengenali suara latar yang mengganggu dengan lebih jelas, pastikan level suara anda dalam posisi yang baik. Jika anda tidak mengenakan headphones maka anda tidak dapat mendengar adanya gangguan pada mic yang buruk atau hal lain yang mengganggu hasil rekaman. Jika anda menggunakan headphones anda akan selalu dapat mendengarnya dan akan dapat menanganinya dengan tetap menggunakan alat tersebut atau mengganti dengan yang baru.

SELALU merekam suara – suara latar sebelum dan setelah anda melakukan interview untuk keperluan editing. Pastikan anda memberitahukan pembicara anda bahwa mereka harus DALAM KEADAAN TENANG pada saat anda melakukan hal ini. Paling tidak anda memerlukan waktu 1 menit untuk merekam suara latar yang jernih. Jika ada banyak suara kendaraan di jalan pada saat anda melakukan interview tetapi mereda pada saat anda selesai interview, tunggulah beberapa saat sampai suara kendaraan itu ada lagi dan rekamlah. Sepertinya hal ini akan merepotkan tetapi anda akan sangat bersyukur telah melakukan hal tersebut pada saat anda mengedit berita itu.

SELALU minta pembicara anda untuk mengenalkan dirinya dan memberitahukan posisi/jabatan mereka pada permulaan interview. Hal ini akan amat membantu anda untuk menyebutkan nama mereka dan tidak perlu mendapatkan informasi ini dibelakang hari.

Jika ada suara latar yang menarik disekitar anda pada saat interview dilaksanakan (seperti halnya suara anjing menggonggong, anak – anak bermain, suara mobil, massa yang berteriak – teriak dsb), pikirkan bagaimana suara – suara tersebut akan menambah warna dan corak dari cerita anda dan rekamlah. Anda mungkin akan atau tidak akan menggunakan suara – suara tersebut, tetapi paling tidak anda telah merekamnya sehingga anda memiliki beberapa pilihan pada saat editing.

Sumber: dari berbagai sumber

Posted in Lainnya, Materi Pengetahuan multimedia.

Tagged with .


AKI TIREM: Cikal Bakal Berdirinya Kerajaan Tertua di Jawa II

makam wali jangkungSambungan dari bagian I.

Menurut Naskah Wangsakerta Aki Tirem adalah putera Ki Srengga, Ki Srengga putera Nyai Sariti Warawiri, Nyai Sariti Warawiri puteri Aki Bajulpakel, Aki Bajulpakel putera Aki Dungkul dari Swarnabhumi bagian selatan kemudian berdiam di Banten, Aki Dungkul putera Ki Pawang Sawer, Ki Pawang Sawer Putera Datuk Pawang Marga, Datuk Pawang Marga putera Ki Bagang yang berdiam di Swarnabhumi sebelah utara, Ki Bagang putera Datuk Waling yang berdiam di Pulau Hujung Mendini, Datuk Waling putera Datuk Banda ia berdiam di dukuh tepi sungai, Datuk Banda putera Nesan, yang berasal dari Langkasungka. Sedangkan Nenek moyangnya berasal dari negeri Yawana sebelah barat.
Jika dipelajari lebih jauh lagi, naskah Wangsakerta yang ditulis pada tahun 1677 M menceritakan, bahwa pendatang dari Yawana dan Syangka yang termasuk ke dalam kelompok manusia purba tengahan (Janma Purwwamadhya) tiba kira-kira tahun 1.600 sebelum Saka. Kaum pendatang yang tiba di Pulau Jawa kira-kira antara 300 sampai dengan 100 tahun sebelum Saka. Mereka telah memiliki ilmu yang tinggi (Widyanipuna) dan telah melakukan perdagangan serbaneka barang. Para pendatang ini menyebar ke pulau-pulau Nusantara.
Wangaskerta menjelaskan pula: Oleh para mahakawi yang terlibat dalam penyusunan naskah Wangsakerta disebut jaman besi (wesiyuga), karena mereka dianggap telah mampu membuat berbagai macam barang dan senjata dari besi, yang lebih penting, mereka telah mengenal penggunaan emas dan perak.

Sebenarnya bukan hanya berdagang, tetapi merekapun merasuk ke desa-desa, seolah-olah semuanya milik mereka. Pribumi yang tidak mau menurut atau menghadangnya segera dikalahkan. Merekapun harus menjadi orang bawahan yang harus tunduk pada keinginan mereka.
Antara tahun 100 sebelum Saka sampai awal tahun Saka masih banyak kaum pendatang yang tiba di Nusantara dari negeri-negeri sebelah timur dan selatan India, yang juga telah memiliki pengetahuan yang tinggi.

Dari kisah ini dapat diambil kesimpulan, bahwa pengambilan nama Salakanagara, atau Kotaperak, atau Argyre memang wajar dan sangat terkait dengan zaman tersebut, yang dikisahkan oleh para Mahakawi sebagai zaman besi (wesiyuga), zaman manusia di Nusantara telah mengenal penggunaan besi dan perak sebagai perkakas.

Sedangkan kaum pendatang, seperti Dewawarman dari India datang ketempat tersebut dimungkinkan untuk berdagang dan mencari perak. Mungkin ini juga yang menjadi minat mereka singgah di perkampungan pesisir Aki Tirem.

Ada juga yang mengisahkan bahwa Akti Tirem ketika digantikan Dewawarman belum wafat, namun dia sengaja mengundurkan diri dari keramaian dunia dan pergi bertapa. Dewawarman kemudian dinobatkan menjadi raja pertama Salakanagara.

Penyerahan kekuasaan tersebut terjadi pada tahun 122 M. Dan pada saat itu diberlakukan pula penanggalan Sunda yang dikenal dengan sebutan Saka Sunda. Klan Dewawarman menjadi raja Salakanagara secara turun menurun. Dewawarman I berkuasa selama 38 tahun sejak dinobatkan pada tahun 52 Saka atau 130 M. Selama masa pemerintahan dia pun mengutus adiknya yang merangkap Senapati, bernama Bahadur Harigana Jayasakti untuk menjadi raja daerah Mandala, Ujung Kulon. Sedangkan adiknya yang lain, bernama Sweta Liman Sakti dijadikan raja daerah Tanjung Kidul dengan ibukotanya Agrabhintapura. Nama Agrabhinta dimungkinkan terkait dengan nama daerah berada di daerah Cianjur Selatan, sekarang menjadi daerah perkebunan Agrabhinta, hanya karena sulit diakses, daerah tersebut seperti menjadi daerah tertinggal.

Dalam catatan sejarah, raja-raja Salakanagara yang menggunakan nawa Dewawarman sampai pada Dewawarman IX. Hanya saja setelah Dewawarman VIII, atau pada tahun 362 pusat pemerintahan dari Rajatapura dialihkan ke Tarumanagara. Sedangkan Salakanagara pada akhirnya menjadi kerajaan bawahan Tarumanagara.Selama kejayaan Salakanagara gangguan yang sangat serius datangnya dari para perompak. Hingga pernah kedatangan perompak Cina. Namun berkat keuletan Dewawarman dengan membuka hubungan diplomatik dengan Cina dan India pada akhirnya Salakanagara dapat hidup damai dan sentausa.

Selain adanya perkiraan jejak peninggalan Salakanagara, seperti batu menhir, dolmen dan batu magnet yang terletak di daerah Banten, berdasarkan penelitian juga ditemukan bahwa penanggalan sunda atau Kala Sunda dinyatakan ada sejak zaman Aki Tirem. Penanggalan tersebut kemudian dinamakan Caka Sunda. Perhitungan Kala Saka mendasarkan pada Matahari 365 hari dan Bulan 354 hari. Masing-masing tahun mengenal taun pendek dan panjang.

Sumber: majalah misteri online

Posted in Kasundaan, Literatur karawitan, Sejarah Karawitan.

Tagged with .


AKI TIREM: Cikal Bakal Berdirinya Kerajaan Tertua di Jawa I

prasastiSiapakah sesungguhnya tokoh nenek moyang bernama Aki Tirem ini? Pertanyaan ini menarik sekali diajukan karena memang masih terdapat kesimpangsiuran prihal eksistensi tokoh legendaris ini. Menurut cerita rakyat Pandeglang, namanya juga dikenal sebagai Aki Luhurmulya. Bahkan, dia disebut juga sebagai Angling Dharma menurut Hindu, dan Wali Jangkung menurut Islam.

Namun demikian ada juga ceritera di kalangan masyarakat yang menyebut nama Prabu Angling Dharma atau Wali Jangkung sebagai nama lain dari Dewawarman. Bahkan tokoh bernama Angling Dharma ini juga diakui berada di wilayah lain, bukan di Salakanagara.
Di zamannya Aki Tirem hanya berpredikat setingkat penghulu, bukan berpangkat raja. Tatkala sakit, sebelum meninggal dia menyerahkan kekuasaannya kepada menantunya yang bernama Dewawarman, yang jauh hari sebelumnya telah menikah dengan Nyi Pahoci Larasti, putri Aki Tirem.

Atas pengangkatan ini semua penduduk menerimanya dengan senang hati. Demikian pula dengan para pengikut Dewawarman karena mereka telah menjadi penduduk di situ, lagi pula banyak di antara mereka yang telah mempunyai anak.

Lalu, siapakah Dewawarman ini? Konon, dia adalah seorang yang menjadi duta keliling negaranya yang terletak di India Selatan, untuk negara-negara lain yang bersahabat seperti: kerajaan-kerajaan di Ujung Mendini, Bumi Sopala, Yawana, Syangka, Cina dan Abasid (Mesopotamia), dengan tujuan mempererat persahabatan dan berniaga hasil bumi serta barang-barang lainnya.

Dewawarman dan rombongan berlabuh di pantai desa Aki Tirem pada awalnya dengan niat untuk mengisi perbekalan, terutama air. Namun ketika itu desa tersebut tengah dilanda keresahan karena aksi para perompak. Karena itulah pada mulanya Aki Tirem dan pasukannya berniat akan memerangi Dewawarman. Namun karena niat baiknya, Aki Tirem pada akhirnya menerima kehadiran rombongan pengembara dari India Selatan ini, bahkan penghulu desa di pantai barat Banten tersebut menjodohkan puterinya dengan Dewawarman.
Setelah tinggal menetap di desa Aki Tirem, Dewawarman beserta pengikutnya selalu berkeliling melindungi penduduk karena kampung-kampung di sepanjang pesisir itu memang sering didatangi bajak laut dan pcrompak. Sampai suatu ketika, perahu perompak datang di tempat itu dan berlabuh di tepi pantai. Para perompak itu sama sekali tidak melihat bahwa dirinya telah dikepung oleh pasukan Dewawarman yang bersembunyi dan berpencar dengan siaga penuh. Dewawarman beserta pasukannya dan pasukan Aki Tirem segera membuka serangan tanpa memberikan kesempatan kepada para perompak itu untuk mempersiapkan diri, dan pertempuran pun terjadilah.

Diceritakan, gerombolan perompak itu dapat dikalahkan. Dewawarman dan pasukannya unggul dalam pertempuran. Perompak yang mati ada 37 orang dan sisanya yang tertawan ada 22 orang. Anggota pasukan Dewawarman yang tewas ada dua orang, sedangkan anggota pasukan Aki Tirem tewas 5 orang. Semua perompak yang ditawan akhirnya mati digantung. Aki Tirem memperoleh perahu rampasan lengkap dengan barang-barang, senjata dan pcrsediaan makanan para perompak.

Setelah Aki Tirem wafat, sang Dewawarman menggantikannya dengan gelar Prabu Darmalokapala Dewawarman Haji Raksa Gapura Sagara. Sedang isterinya, Nyi Pohaci Larasati menjadi permaisuri dengan gelar Dewi Dwani Rahayu. Kerajaannya diberi nama Salakanagara.

Bersambung ke bagian II

Sumber: majalah misteri online

Posted in Kasundaan, Literatur karawitan, Sejarah Karawitan.

Tagged with .


Aki Tirem Sang Aki Luhur Mulya III

aki-tiremTulisan ini diambil dari naskah Sejarah Kerajaan-Kerajaan Di Tatar Sunda Kumpulan Tulisan Pengeran Wangsakerta, sebagai bahan tambahan untuk mata kuliah  literatur karawitan dan sejarah karawitan.

Selanjutnya, dalam naskah tersebut dikemukakan, tentang silsilah (asalusul) leluhur Aki Tirem Sang Aki Luhur Mulya:

Adapun Sang Aki Tirem, putera Ki Srengga namanya.

Ki Srengga putera Nyal Sariti Warawiri namanya.

Nyai Sariti puteri Sang Aki Bajulpakel namanya.

Sang Aki Bajulpakel, putera Aki Dungkul namanya dari Swarnabhumi (Sumatera) sebelah selatan, kemudian berdiam di Jawa Barat sebelah barat.

Selanjutnya Aki Dungkul, putera Ki Pawang Sawer namanya, berdiam di Swarnabhumi (Sumatera) sebelah selatan.

Ki Pawang Sawer, putera Datuk Pawang Marga namanya, berdiam di Swarnabhumi (Sumatera) sebelah selatan.

Datuk Pawang Marga, putera Ki Bagang namanya berdiam di Swarnabhumi (Sumatera) sebelah utara.

Ki Bagang, putera Datuk Waling namanva, yang berdiam di pulau Hujung Mendini.

Datuk Waling putera Datuk Banda namanya, ia berdiam di dukuh di tepi sungai.

Datuk Banda putera Nesan namanya, berdiaiu di wilayah Langkasuka.

Sedangkan nenek moyangnya dari negeri Yawana sebelah barat.

Jika mencermati The Hammond Atlas (terbitan Time, 1980, USA), di wilayah Propinsi Yunnan, terdapat sebuah kota kecil Yu‑wan, yang terletak di tepi sungal Yuan‑Mouw. Yu‑wan dalam bahasa Cina, ada kemiripan dengan Ya‑wa‑na, yang terdapat dalam naskah Pustaka Wangsakerta. Oleh karena itu, kota Yu‑wan, diduga kuat merupakan tanah leluhur Aki Tirem Sang Aki Luhur Mulya.

Sedangkan Yunnan sendiri, menurut para ahli, merupakan lembah bagian hulu sungai Yang Tze Kiang, yang mata airnya berasal dari pegunungan Himalaya bagian timur laut. Di wilayah ini sering terjadi gempa bumi, yang disebabkan adanya pergeseran lempeng anak benua India, yang bergerak ke arah utara dan membentur lempeng Asia. Sehingga membentuk pegunungan Himalaya, yang membentang dari arah barat di wilayah Kashmir, ke timur hingga ke wilayah perbatasan China, India dan Burma (Myanmar).

Adanya benturan dua lempeng tersebut, menimbulkan gempa tektonik, di sekitar wilayah bagian utara dan bagian timur laut pegunungan Himalaya. Bencana lain yang sering terjadi di wilayah ini, adalah banjir bandang (mendadak) yang sangat besar. Penyebabnya, akibat pencairan es; di puncak Himalaya pada saat musim semi.

Posted in Kasundaan, Literatur karawitan, Sejarah Karawitan.

Tagged with .


Aki Tirem Sang Aki Luhur Mulya II

Situs-peninggalan-Kerajaan-Tulisan ini diambil dari naskah Sejarah Kerajaan-Kerajaan Di Tatar Sunda Kumpulan Tulisan Pengeran Wangsakerta, sebagai bahan tambahan untuk mata kuliah literatur karawitan dan sejarah karawitan.

Yang dipuja penduduk waktu itu bermacam‑macarn, tetapi yang terutama ialah arwah leluhur (hiyang). Mereka memohon kepada arwah yang dipujanya dengan doa pujaan lengkap, dengan tata upacara dan sembah‑hiyang serta sajen. Tujuannya adalah agar terkabul cita‑citanya. Ada yang ingin terlepas dari kenistaan, bertambah hasil usaha tani atau dagangnya, mengharap unggul dalam perang atau perkelahian, mengharap terlepas dari penderitaan, lalu orang yang susah mengharap kesejahteraan dan banyak harta, ada pula pria yang ingin mendapat isteri atau wanita yang rnengharapkan suami. Ada lagi yang mengharapkan kegagahan, mengalahkan musuhnya, mengharapkan berumur panjang, serta terluput dari bahaya dan macam‑macam harapan lagi.

Serbaneka pemujaan mereka adalah api, gunung, arwah leluhur, batu, pohon besar, kayu, darah, sungai, matahari, bulan dan bintang. Ada pemuja roh yang bersemayam di puncak gunung, karena menganggap roh penguasa isi gunung di seluruh dunia. Ada pula Yang memuja pohon rimbun.

Ada beberapa keluarga yang memasuki hutan dengan membawa harta bendanya, lalu menetap di sana. Mereka berburu hewan, lalu kulitnya dijadikan bahan pakaian, sedang dagingnya dijadikan bahan makanan. Pakaian kulit itu ada yang diberi lukisan menurut kehendak masing-masing, sedangkan batu‑batuan dan tulang, dijadikan perhiasan untuk anak isterinya dan berbagai macam perkakas.

Akan tetapi, pendatang baru makin lama makin banyak, sehingga orang pribumi terdesak dan hidup terlunta‑lunta memasuki hutan dan pegunungan. Terjadilah pengungsian besar‑besaran, karena kaum pendatang itu senantiasa memberikan kesusahan, kesengsaraan, dan kenistaan bagi orang pribumi, seolah mereka itu hamba sahaya bagi kaum pendatang baru. Kaum pribumi, merasa terhina dan sangat takut, karena siapapun di antara mereka yang berani melawan, akan ditangkap dan dibunuh. Kaum pribumi itu selalu kalah, karena mereka bodoh dan dalam segala hal terbelakang.

Sebaliknya, kaum pendatang baru memiliki berbagai ilmu pengetahuan, yaitu membuat panah dan perkakas dari besi, telah mengenal emas, perak, manik, permata, menguasai ilmu pembuatan busur dan panah (wedastra), dan ilmu memanah (dhanurweda), serta membuat aneka obat‑obatan, dan perahu dengan baik. Mereka telah menanam padi untuk kepeduan makan sehari‑hari, mengetahui ilmu perbintangan (panaksastra), membuat pakalan dan perhiasan yang indah dan bagus karena dihiasi ukiran, serta membuat wayang dari kulit diukir. Mereka pun telah mampu mendirikan rumah besar untuk keluarga, membuat api dengan batu api dan besi, serta membuat tabuh‑tabuhan untuk mengiringi tari.

Di samping itu, mereka telah menyusun peraturan tentang kampung dan uang, serta memiliki pengetahuan tentang gerhana, gempa bumi, ukuran, makanan, hari, tumbuhan, musim hujan, musim kemarau, ilmu tentang hutan, tentang hewan, tentang tanah, tentang gunung, tentang ucapan, lalu ilmu tentang rempah‑rempah, hutan dan gunung, ekonomi (swataning janapada) dan sebagainya.

Kaum pendatang dari negeri Yawana dan Syangka, yang termasuk ke dalam kelompok manusia purba‑tengahan (janna puruwwamadya), tiba kira-kira tahun 1.600 sebelum tarikh Saka. Kaum pendatang baru yang tiba di Pulau Jawa antara tahun 300 sampal 100 sebelum tarikh Saka, telah memiliki ilmu yang tinggi (widyanipuna). Mereka telah mengetahui cara memperdagangkan beraneka barang. Kaum pendatang kelompok ini, menyebar ke pulau‑pulau di Nusantara.

Zaman ini, oleh para mahakawi disebut zaman Besi (wesiyuga), karena mereka telah mampu membuat berbagai macam barang dan senjata dari besi, serta telah mengenal penggunaan emaa dan perak. Mereka merasuk ke desa‑desa yang dikunjunginya, seolah‑olah Pulau Jawa dan pulau‑pulau di Nusantara ini kepunyaan mereka semuanya. Pribumi yang tidak mau menurut atau menghalangi, segera dikalahkan, sehingga bukan saja maksudnya tidak berkesampaian, mereka pun harus menjadi bawahan yang tunduk kepada yang berkuasa.

…/ hana pwa sang panghulu athawa pangamasa mandala pasisir Jawa kulwan / bang kulwan ika prarrucnaran aki tirem athawa sang aki luhunnulya ngaranira waneh //

Terjemahannya:

Adapun, panghulu atau penguasa wilayah pesisir barat Jawa Barat sebelah barat, namanya Aki Tirem atau Sang Aki Luhur Mulya nama lainnya.

Bersambung ke bagian III

Posted in Kasundaan, Literatur karawitan, Sejarah Karawitan.

Tagged with .


Aki Tirem Sang Aki Luhur Mulya I

aki-tiremTulisan ini diambil dari naskah Sejarah Kerajaan-Kerajaan Di Tatar Sunda Kumpulan Tulisan Pengeran Wangsakerta, sebagai bahan tambahan untuk mata kuliah  literatur karawitan dan sejarah karawitan.

Orang‑orang yang datang berturut‑tarut dari berbagai daerah itu masing-masing ada pemimpinnya. Di antara keturunannya ada yang saling berperang, lalu mereka yang telah lebih dahulu datang dan telah lama menetap dikalahkan oleh kaum pendatang baru. Akan tetapi, ada juga yang saling mengasihi dan saling membantu karena mereka mempunyai tujuan yang sama.

Semakin lama, penduduk ini semakin meresap dan menyebar ke berbagai daerah di Nusantara. Adapun yang menyebabkan kaum pendatang itu sangat senang dan tinggal di sini (Nusantara) adalah:

1.    pulau‑pulau di bumi Nusantara ini subur tanahnya;

2.    subur tumbuh‑tumbuhannya;

3.    kehidupan penduduknya bahagia;

4.    serbaneka rempah‑rempah ada di sini; dan

5.    menjadikan kehidupan penduduk makmur sejahtera.

Adapun pakaian yang dikenakan pribumi di sini berupa cawat kayu, daun-daunan, atau rumput. Mereka selalu membawa tombak, gada, busur, dan panah, serta berbagai jenis senjata lainnya. Mereka tinggal di hutan, ada yang hidup berkelompok, ada juga yang selalu bersembunyi, ada yang mernisahkan diri, ada pula yang bersama keluarganya di lereng bukit.

Tiap kelompok yang hidup di salah satu kampung, dipimpin oleh seorang Panghulu sebagai penguasa kampung. Rumah Sang Panghulu, selalu dijadikan sebagai tempat bermusyawarah. Rumah sang pemimpin ini, terhitung besar dan berpanggung (berkolong), sedangkan beberapa keluarga penduduk tinggal bersama dalam satu rumah di bawah pimpinan seorang kepala rumah tangga yang sudah cukup berumur dan terpandang. Demikian pula halnya dengan Sang Panghulu, ia adalah orang yang sangat berwibawa. Di Jawa Kulwan (Barat) ada beberapa panghulu pribumi semacarn itu. Demikian pula di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan pulau‑pulau lain di Nusantara. Keadaan itu terjadi sebelum awal tarikh Saka.

Mereka datang di Nusantara dengan menumpang perahu dari kayu besar berbentuk rakit (getek), tetapi ada juga yang memakai perahu dari betung besar atau kayu hutan. Di atas rakit itu didirikan rumah dengan atap rumput. Mereka bertolak dari daerah asalnya, dan siang malam mereka berperahu dari hilir sungai ke arah selatan, menuju lautan. Akan tetapi, ada juga yang tempat tinggal asalnya di tepi laut. Mereka berlayar ke beberapa pulau, sampai akhirnya mereka itu tiba di Pulau Jawa. Banyak di antara perahu‑perahu itu hancur di tengah laut, karena dihantam ombak atau terseret angin besar, sehingga perahunya terlunta‑lunta dan terpisah dari kelompok perahu lainnya.

Adapun yang menyebabkan pengungsian besar (panigit agheng) itu, adalah:

1.    tempat asalnya selalu kekeringan;

2.    terjadi bencana gempa bumi; dan

3.    musim kemarau yang berkepanjangan.

Akibatnya, mereka menderita kekurangan makanan, dan terpaksa hidup di hutan memakan daun-daunan, tumbuhan, tunas, dan daging hasil buruan. Karena itulah, mereka senantiasa ingin mencari tanah yang subur di pulau-pulau Nusantara. Satu di antaranya adalah Nusa Jawa.

Setibanya di sini, mereka menetap dan hidup bersama ibarat satu keluarga. Anak, cucu, dan keluarga, masing‑masing membuat rumah. Rumah mereka itu berderet; ada yang kecil dan ada yang besar dan tinggi. Untuk sementara, makanan sehari‑hari adalah daging hasil berburu di hutan. Lama kelamaan, tempat tinggal mereka itu menjadi kampung (dukuh). Pakaian sehari‑hari terbuat dari kulit kayu.

Adapun kehidupan penduduk lama dan baru itu, hampir sama seperti di negeri asal mereka. Makanan sehari-harinya adalah daging, ikan, buah‑buahan, tunas, daun-daunan, umbi‑umbian, dan rempah‑rempah. Sang Panghulu yang menjadi pemimpinnya, menguasai berbagai ilmu mantera, selalu bertapa, melaksanakan sembah‑hiyang, melepaskan rakyatnya dari ancaman bencana sihir, memberi berkah, mernimpin upacara perkawinan dan berdoa, melindungi adat, serta bertindak adil dan bersikap lemah lembut. Singkatnya, Sang Panghulu yaitu Sang Datu, siang malam selalu mengharapkan agar rakyatnya hidup sejahtera, dan kampung tempat tinggal mereka makmur sentosa di bumi ini.

Bersambung ke bagian II

Posted in Kasundaan, Literatur karawitan, Sejarah Karawitan.

Tagged with .


Cara Ngurah Agung Rekatkan Lagi Hindu dan Muslim

AA Ngurah AdungSebagai seorang muslim yang tinggal di Bali dan dan merasakan bagaimana dampak dari tragedi bom Bali, tiga tulisan yang ditulis oleh Nieke Indrietta di bawah ini cukup menyejukan. Mudah-mudahan bukan karena untuk kepentingan pemilu 2014, karena beberapa hal yang disebutkan oleh Nieke masih terjadi juga sampai saat tulisan ini saya terbitkan. Mudah-mudahan ke depan apa yang saya pelajari di SD tentang mata pelajaran PMP semoga benar adanya amin ya Rob.

Peristiwa Bom Bali sempat mengoyak ketenangan Bali dan memercikkan ketegangan antara umat Islam dan umat Hindu. Bom yang diledakkan para teroris dan mengatasnamakan agama itu juga bagai menyulut sekam antara pemeluk Hindu dan pemeluk Islam yang semula harmonis. Dalam tragedi ini, tercatat 202 korban jiwa dan 209 orang luka-luka. Korban yang jatuh tak hanya dari kalangan wisatawan asing, tapi juga warga setempat. Kehidupan ekonomi dan pariwisata Bali lumpuh. Anak Agung Ngurah Agung kemudian membentuk Persaudaraan Hindu Muslim Bali (PMHB).
Ngurah Agung lalu turun tangan. Ia merangkul tokoh-tokoh muslim dari kantong-kantong Islam, antara lain di Kampung Jawa Wanasari, Kampung Islam Kepaon, dan Kampung Islam Bugis Serangan. Dia memutuskan menghadiri acara-acara ibadah muslim. Sebaliknya, tokoh muslim diundang dalam acara-acara keagamaan dan adat Hindu
Kiai Agus Toha Amnan, tokoh muslim Denpasar, menceritakan betapa mencekam hubungan umat Islam dengan umat Hindu setelah tragedi tersebut. Aksi sweeping gencar dilakukan terhadap para pendatang muslim, terutama dari Jawa. Para pendatang yang tak memiliki kartu identitas Bali atau hanya ber-KTP Jawa diinterogasi pengurus banjar setempat.
Diskriminasi sempat muncul di beberapa tempat. Beberapa warga muslim dikucilkan, bahkan dikeluarkan dari pekerjaan. Mereka juga ada yang diminta meninggalkan rumah sewanya. Sejumlah musala di Denpasar disegel warga. Warga muslim tak berani mengenakan peci dan sarung serta menenteng sajadah.
Gus Toha—sapaan Kiai Agus Toha—sendiri merasa dijauhi beberapa sahabatnya yang juga pemeluk Hindu. Padahal, sehari sebelum tragedi itu, hubungan mereka baik-baik saja. “Orang Bali berpikir semua muslim adalah pengebom atau teroris. Padahal, pelakunya kelompok tertentu,” ujarnya.
Gus Toha pun ikut terlibat dalam ikhtiar memperbaiki keadaan ini. Bersama Ngurah Agung, mereka lalu menggelar kegiatan berkeliling. Dalam acara-acara itulah disampaikan pemahaman mengenai Islam, persamaan Islam dan Hindu, serta pluralisme. Pada saat kegiatan berkeliling tersebut, mereka membangun komunikasi dengan aparat kepolisian, pejabat pemerintah, pecalang, juga Banser NU. Hubungan juga dijalin dengan keliyan-keliyan adat, yang berhubungan langsung dan punya pengaruh terhadap warga. “Kegiatan-kegiatan membangun toleransi semacam itu, kalau dilihat dari kacamata sekarang, kesannya biasa. Tapi, pada saat bom Bali meledak, itu sangat berarti,” kata Gus Toha.
PHMB kemudian mengeluarkan ribuan kartu yang bisa menjadi pengganti kartu identitas bagi pendatang muslim. Sepak terjang Ngurah Agung itu dipandang penting untuk menjaga ketenteraman. “Orang yang mempunyai latar belakang puri seperti dia punya pengaruh penting menjaga komunikasi antar-orang Bali dan non-Bali,” kata Agung Putri, pengamat sosial.
Seiring dengan pulihnya kehidupan ekonomi Bali sekitar 2009, sentimen atas agama Islam mulai pupus. Konflik-konflik yang tersisa antara warga muslim dan umat Hindu Bali saat ini kebanyakan masalah kawin campur dan motif ekonomi, serta tawuran anak muda yang dibengkokkan menjadi sentimen agama.

Sumber: tempo.co.id

Ngurah Agung, Memulihkan Keretakan Hindu-Muslim

Jangan heran bila mendengar salawat yang terdengar dari Puri Gerenceng-Pemecutan, Jalan Diponegoro, Denpasar, dan bukannya doa-doa pemujaan Hindu. Seperti pada Selasa sore pertengahan Juli 2013, saat Tempo berkunjung ke sana. Ratusan anggota jemaah di dalam puri terlihat khusyuk mendaras doa dan puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW tersebut. Mereka memenuhi halaman dan pendopo hingga penuh sesak.
Hari itu, sang tuan rumah, Anak Agung Ngurah Agung, memang tengah menyelenggarakan acara buka puasa bersama komunitas muslim Kota Denpasar. Tak kurang ada delapan ratus orang yang datang. Mereka bersantap hidangan buka, untuk selanjutnya salat magrib di tempat yang sama.
Bagi Ngurah Agung, kegiatan ini bukan baru pertama kali ia gelar. Pada tahun-tahun sebelumnya, ia juga mengadakan acara serupa. Hal ini dia lakukan sebagai bagian dari ikhtiarnya menjaga hubungan baik antar-umat beragama di Pulau Dewata itu. Tak hanya mengundang untuk acara buka puasa bersama, dia juga kerap hadir dalam kegiatan-kegiatan Islami. Sebaliknya, Ketua Perhimpunan Muslim-Hindu Bali ini sering melibatkan tokoh muslim dalam kegiatan-kegiatan Hindu. Ngurah Agung bahkan beberapa kali memberi tausiah. “Saya juga bisa berzikir, lho,” kata dia seraya melantunkannya kepada Tempo.
Ketika bom Bali mengoyak ketenangan Bali dan memercikkan ketegangan antara umat Islam dan umat Hindu, ia membentuk Persaudaraan Hindu Muslim Bali (PMHB). Bom yang diledakkan para teroris dan mengatasnamakan agama itu juga bagai menyulut sekam antara pemeluk Hindu dan pemeluk Islam yang semula harmonis. Dalam tragedi ini, tercatat 202 korban jiwa dan 209 orang luka-luka. Korban yang jatuh tak hanya dari kalangan wisatawan asing, tapi juga warga setempat. Kehidupan ekonomi dan pariwisata Bali lumpuh.
Retaknya hubungan umat Islam dengan umat Hindu Bali setelah pengeboman tersebut, menurut pengamat sosial Agung Putri, lantaran faktor ambruknya kehidupan ekonomi Bali. Pariwisata lumpuh karena cap teror dan tidak aman yang menempel pada Bali. “Kebetulan pelaku bom Bali adalah muslim, sehingga muncul sentimen anti-Islam.”
Seiring dengan pulihnya kehidupan ekonomi Bali sekitar 2009, sentimen atas agama Islam mulai pupus. Konflik-konflik yang tersisa antara warga muslim dan umat Hindu Bali saat ini kebanyakan masalah kawin campur dan motif ekonomi, serta tawuran anak muda yang dibengkokkan menjadi sentimen agama.

Kenapa Ngurah Agung Membela Hak Muslim di Bali?

Anak Agung Ngurah Agung, Ketua Perhimpunan Muslim-Hindu Bali, kerap menggelar acara dan kegiatan antar-agama untuk memulihkan hubungan umat Hindu-Islam pasca-Bom Bali. Bagaimana awal mula tokoh Puri Gerenceng-Pemecutan ini membangun toleransi beragama?
“Saya ingin meneruskan apa yang dilakukan Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid),” kata pria 44 tahun ini kepada Tempo di kediamannya, pertengahan Juli lalu. Ikut menjaga harmoni antara pemeluk Islam dan Hindu sepertinya sudah menjadi pilihan hidup Ngurah Agung.
Dia memang mengagumi tokoh Nahdlatul Ulama, yang kemudian menjadi Presiden Indonesia keempat, yang dikenal sebagai penyokong keberagaman dan pembela minoritas itu.
Pandangan dan sepak terjang Gus Dur itulah yang ingin diteruskan Ngurah Agung di Bali. Ia bahkan pernah menjadi pengurus Nahdlatul Ulama dan bergabung dengan Partai Kebangkitan Bangsa pada era Gus Dur dulu.
Lahir dari kalangan puri, Ngurah Agung dibesarkan secara Hindu di pesraman. Leluhur Ngurah Agung memang dikenal memiliki kedekatan dengan Islam. Salah satunya adalah A.A. Manik Mas Mirah, putri Raja Pemecutan, yang menikah dengan Raja Madura Barat Cakraningrat IV. Manik Mas Mirah kemudian memeluk Islam dan berganti nama menjadi Siti Khodijah.
Namun, ketertarikan Ngurah Agung kepada para tokoh muslim muncul sejak ia mengenal Gus Dur sekitar 1995. Sejak saat itu, Ngurah Agung kerap berkunjung ke pesantren-pesantren di Jawa Timur dan menjalin hubungan dengan para kiai. Dari sinilah ia fasih melafalkan zikir. Atas kedekatan dengan kaum muslimin itu, dia bahkan kerap disapa sebagai Ngurah Agung Muslim.
Ketika Bom Bali mengoyak ketenangan Bali dan memercikkan ketegangan antara umat Islam dan umat Hindu, ia membentuk Persaudaraan Hindu Muslim Bali (PMHB). Bom yang diledakkan para teroris dan mengatasnamakan agama itu juga bagai menyulut sekam antara pemeluk Hindu dan pemeluk Islam yang semula harmonis. Dalam tragedi ini, tercatat 202 korban jiwa dan 209 orang luka-luka. Korban yang jatuh tak hanya dari kalangan wisatawan asing, tapi juga warga setempat. Kehidupan ekonomi dan pariwisata Bali lumpuh.
Retaknya hubungan umat Islam dengan umat Hindu Bali setelah pengeboman tersebut, menurut pengamat sosial Agung Putri, lantaran faktor ambruknya kehidupan ekonomi Bali. Pariwisata lumpuh karena cap teror dan tidak aman yang menempel pada Bali. “Kebetulan pelaku bom Bali adalah muslim sehingga muncul sentimen anti-Islam.”
Seiring dengan pulihnya kehidupan ekonomi Bali sekitar 2009, sentimen atas agama Islam mulai pupus. Konflik-konflik yang tersisa antara warga muslim dan umat Hindu Bali saat ini kebanyakan masalah kawin campur dan motif ekonomi, serta tawuran anak muda yang dibengkokkan menjadi sentimen agama.

Sumber: tempo

Posted in Lainnya.

Tagged with .