Skip to content


Pupuh 66 Kitab Negarakertagama dan Seni Pertunjukan

1. eñjiɳ rakwa khapiɳ nem iɳ dina bhatara narapati sabhojanakrama mark, mwaɳ saɳ ksatriya saɳ padadika pnuh yaça bukubukuran rinembat asusun, darmmadyaksa kalih sirekhin awawan/ banawa pada winarnna bhawakha khiduɳ, göɳnya lwir tuhu phalwa goɳ bubar agenturan anirin aweh rsepnin umulat.

Pada hari keenam pagi Sri Baginda bersiap mempersembahkan persajian. Pun para ksatria dan pembesar mempersembahkan rumah-rumahan yang terpikul. Dua orang pembesar mempersembahkan perahu yang melukiskan kutipan kidung. Seperahu sungguh besarnya, diiringi gong dan bubar mengguntur menggembirakan.

Rumah-rumahan yang terpikul di Sunda di kenal dengan nama Jampana atau Dongdang, bahkan di Bogor pada saat ini ada festival dongdang yang didalamnya disediakan makanan seperti tumpeng atau yang lainnya. Instrumen yang tertulis adalah Gong dan Bubar seperti yang terlihat dalam terjemahannya. Penulis berpendapat bahwa sekiranya ini merupakan seperangkat gamelan yang mengiringi barisan rumah-rumahan yang terpikul (jampana) yang merupakan persembahan dari para pembesar.

2. rakryan/ saɳ mapatih gajamada rikaɳ dina muwah ahatur niwedyan umark, (121a) stryangöɳ çokha tapelnirarjja ri hebiɳ bhujagakusuma rajaçaçranawilt, mantryaryyasuruhan/ pradeça milu len/ para dapur ahatur niwedyan aniriɳ, akweh lwirni wawanya bhojana hanan/ plawa giri yaça matsya tanpa pgatan.

Esoknya Patih Mangkubumi Gadjah Mada sore-sore menghadap sambil menghaturkan persajian. Berbagai ragamnya, berduyun-duyun, ada yang berupa perahu, gunung, rumah, ikan…

Walaupun tanpa disebutkan menggunakan gamelan, bait ini merupakan sanjungan terhadap Gajahmada yang menghaturkan persembahan yang sangat banyak dan berbagaimacam rupanya, dan sudah barang tentu diiringi pula oleh gamelan.

3. atyadbhuta halpni karyya naranatha wkas i wkasiɳ mahottama dahat, apan riɳ dina sapta tan pgat tikaɳ dana waçana sabhojanaparimita, lumre saɳ catur açrama pramukha saɳ dwija milu para mantry asankya kasukhan, kahyunhyun/ jurusamyamalwan tkap i larih ika lwir ambut umili

Sungguh-sungguh mengagumkan persembahan Baginda raja pada hari yang ketujuh. Beliau menabur harta, membagi-bagi bahan pakaian dan hidangan makanan. Luas merata kepada empat kasta, dan terutama kepada para pendeta. Hidangan jamuan kepada pembesar abdi dan niata mengalir bagai air.

Bait ini merupakan sanjungan kepada Baginda Raja yang murah hati dengan membagikan pakaian dan hidangan ke berbagai lapisan masyarakat.

4. sar sök tekhan aninhaninhali sakeɳ daçadikh atetel atri tanpa ligaran, tinkah niɳ pasabhan/ lawan san ahatur ttadah atiki tinonyan açran arbut, çri rajya rikanaɳ witana manigel bini bini juga taɳ maninhali mark, kapwa lingih atindih aglar anbek hana lali rin ulah kawönan umulat

Gemeruduk dan gemuruh para penonton dari segenap arah, berdesak-sesak. Ribut berebut tempat melihat peristiwa di balai agung serta pura leluhur. Sri Nata menari di balai Witana khusus untuk para puteri dan para istri. Yang duduk rapat rapi berimpit, ada yang ngelamun karena tercengang memamndang.

Terungkap bahwa Raja sangat pandai menari yang dilakukan di balai agung serta pura leluhur. Pada saat ini di Bali pada setiap upacara sering dilakukan seni pertunjukan baik karawitan maupun seni tari, yang merupakan sebuah persembahan. Pada bagian pupuh yang lain disebutkan pula bahwa raja sebagai seorang penari topeng. Topeng Sidakarya pada saat ini merupakan sebuah sajian pertunjukan untuk sebuah kesempurnaan upacara.

5. sasiɳ karyya maweha tusta rikanaɳ para jana winanun nareçwara huwus, naɳ widwamacanah raket raket ananti sahana para gitada pratidina, anyat/ (121b) bhata mapatra yudda sahajaɳ maglaglapan anghyat aɳdani paceh, mukyan dana ri salwiriɳ manasi tan pgat amuhara harsaniɳ sabhuwana

Segala macam kesenangan yang menggembirakan hati rakyat diselenggarakan. Nyanyian, wayang, topeng silih berganti setiap hari dengan paduan suara. Paduan Suara di Bali dikenal dengan Gita Shanthi. Tari perang prajurit, yang dahsyat berpukul-pukulan, menimbulkan gelak mengakak. Terutama derma kepada orang yang menderita membangkitkan gembira rakyat.

Berbagai macam seni pertunjukan terlihat disini, antara ada nyanyian, pertunjukan wayang, pertunjukan topeng yang terus dipertunjukan dan berganti setiap harinya. Seperti yang disebutkan dalam bait ke-3 bahwa perayaan (upacara) ini dilakukan 7 hari karena disebutkan bahwa raja menghaturkan persembahan pada hari ke tujuh. Di Bali Upacara yang dilakukan selama tujuh hari dikenal dengan nama Upacara “Nyejer”, yang setiap rangkaian upacaranya harus ada seni pertunjukan. Kemudian apakah nyanyian yang dimaksud ini seperti mebebasan di Bali yang sampai saat ini masih lestari? Dalam tari perang disebutkan bahwa tari perang ini ada yang menimblakan gelak mengakak, apakah tari perang ini diselingi oleh banyolan ataukah memang gerakannya dapat mengundang penonton tertawa. Pada saat ini tari Baris di Bali dipandang sebagai sebuah tari yang menampilkan simbol dari kekuatan pasukan yang dimiliki oleh sebuah kerajaan.

Posted in Literatur karawitan, Sejarah Karawitan.

Tagged with .