Skip to content


Manuskrip

Sebelum mesin cetak ditemukan Gutenberg, tangan lebih terlatih untuk menulis. Semua teks ditulis dan diperbanyak dengan ditulis tangan. Dari pengertian inilah muncul istilah manuskrip—bahasa Latin, manu scriptus (ditulis tangan). Lazimnya, manuskrip ini berupa gulungan (volumen, Latin), walau ada pula yang dijilid menjadi buku (codex, Latin), yakni ketika orang mulai terbiasa mengungkapkan pikirannya secara panjang-lebar.

Ada banyak medium yang dipakai untuk menorehkan pikiran, catatan sejarah, atau apapun. Di Mesir kuno orang memakai papirus. Di kepulauan Indonesia masa lampau daun lontar dan nipah lebih banyak digunakan. Ada pula yang memanfaatkan kulit pohon. Atau, kertas dari bambu seperti di Cina. Di beberapa wilayah Asia Tenggara, pada milenium pertama, dokumen-dokumen penting malahan ditulis di atas lempeng tembaga yang halus.

Di Myanmar, manuskrip Buddhis (disebut kammavaca) ditulis di atas lembaran perunggu, tembaga, atau gading—jadilah karya yang relatif bernilai, bukan saja lantaran muatan isinya, tapi juga karena medium yang digunakan. Di Itali sejumlah manuskrip penting bangsa Etruria ditulis di atas plat emas tipis, mirip seperti yang ditemukan di Bulgaria.

Ada berbagai cara penulisan manuskrip. Di zaman klasik, hingga awal-awal masa Kristen, manuskrip lazimnya ditulis tanpa spasi antarkata (scriptio continua). Dibutuhkan penguasaan kosakata yang sangat memadai dan kebiasaan yang terus dilatih agar seseorang mampu membaca manuskrip seperti ini. Penulisan tanpa spasi dimaksudkan membatasi akses membaca terhadap manuskrip- manuskrip yang dipandang penting.

Hingga kini manuskrip menjadi sumber penting untuk mengkaji peradaban masa lampau. Kesulitan seringkali muncul bila sumber tertulis serba terbatas, seperti dalam studi tentang peradaban bangsa Etruria yang menjulang di sepanjang tahun 950-300 sebelum Masehi. Mereka hidup makmur dan berkuasa, lalu lenyap, meninggalkan pertanyaan tak terjawab perihal asal-usul dan kebudayaan mereka. Lantaran hanya sedikit literatur bangsa Etruria yang tersisa, para sarjana memperoleh pengetahuan tentang budaya Etruria dari sisa-sisa bangunan, nisan, patung, keramik, perunggu.

Sumber: ruangbaca.com

Posted in Literatur karawitan.