hardikasurya
Blog

“GAMELAN SEMAR PEGULINGAN”

Semar Pagulingan adalah sebuah gamelan yang dekat hubungannya dengan gamelan Gambuh, di mana ia juga merupakan perpaduan antara gamelan Gambuh dan Legong. Semar Pagulingan merupakan gamelan rekreasi untuk istana raja-raja zaman dahulu. Biasanya dimainkan pada waktu raja-raja akan kepraduan (tidur). Gamelan ini juga dipergunakan untuk mengiringi tari Leko dan Gandrung yang semula dilakukan oleh abdi raja-raja kraton. Semar Pagulingan memakai laras pelog 7 nada, terdiri dari 5 nada pokok dan 2 nada pamero. Repertoire dari gamelan ini hampir keseluruhannya diambil dari Pegambuhan (kecuali gending Leko) dan semua melodi-melodi yang mempergunakan 7 nada dapat segera ditransfer ke dalam gamelan Semar Pagulingan.

Bentuk dari gamelan Semar Pagulingan mencerminkan juga gamelan Gong, tetapi lebih kecil dan lebih manis disebabkan karena hilangnya reong maupun gangsa-gangsa yang besar. Demikian bejenis-jenis pasang cengceng tidak dipergunakan di dalam Semar Pagulingan. Instrumen yang memegang peranan penting dalam Semar Pagulingan ialah Trompong. Trompong lebih menitik beratkan penggantian melodi suling dalam Gambuh yang dituangkan ke dalam nada yang lebih fix. Gending-gending yang dimainkan dengan memakai trompong, biasanya tidak dipergunakan untuk mengiringi tari. Di samping trompong ada juga 4 buah gender yang kadang-kadang menggantikan trompong, khususnya untuk gending-gending tari. Dalam hal ini Semar Pagulingan sudah berubah namanya menjadi gamelan Pelegongan. Instrumen yang lain seperti gangsa, jublag dan calung masing-masing mempunyai fungsi sebagai cecandetan ataupun untuk memangku lagu. Semar Pagulingan juga memakai 2 buah kendang, 1 buah kempur, kajar, kelenang, suling. Kendang merupakan sebuah instrumen yang mat penting untuk menentukan dinamika dari pada lagu.

PERANAN SRUTI DALAM PEPATUTAN

GAMELAN SEMAR PEGULINGAN SAIH PITU

Istilah sruti berasal dari bahasa sansekerta yang artinya adalah kitab-kitab weda ( mardiwarsito, 1985 : 539 ). Selain itu dalam dunia musik misalnya dalam music india dan bali, sruti merupakan sebuah terminlogi yang berarti, jarak antara dua buah nada itu dikenal dengan nama interval. sruti atau interval mamagang peranan yang sangat pentingdalam pepatutan dalam pelarasan gamelan bali. Untuk dapat mengetahui betapa pentingnya peranan sruti itu dalam pepatutan gamelan bali, maka akan dibahas tentang gamelan semar pegulingan saih pitu disingkat (SPSP). Gamelan ini menggunakan laras pelog tujuh nada (sih pitu), dengan bahan bulah dan pencon terbuat dari perunggu.

Proses pelarasan gamelan semar pegulingan saih pitu (SPSP)

Secara tradisi pelarasan gamelan SPSPdilakukan hanya dengan mengandalkan kepekaan telinga dan musical aesthetic. Oleh sebab itu pelarasan gamelan haruslah dilakukan dengan seksama.

Langkah pertama yang dilakukan seorang pande (pembuat gamelan)atau tukang laras gamelan adalah menentukan petuding. Petuding berasal dari akar kata “tuding” yang artinya tunjuk. Dengan demikian petudng atau artinya adalah petunjuk. Dalam kaitannya dengan pelarasan gamelan petuding ituberarti petunjuk nada. Petuding terbuat dari bambu, terbentuk segi empat panjang menyerupai bialh gangsa. Bahan yang dipilih untuk petuding itu adalah jenis bambu yang di bai disebut “tiing santong” dan “tiing jelepung”. Bahan petuding itu haruslah bamboo yang sudah benar-benar kering sebab dengan bamboo yang kering ini suara petuding yang nantinya akan stabil. Bambu yang kering sering didapatkan dari iga-iga dan tenggala (bajak). Setelah bahan petuding didapatkan langkah-langkah selanjutnya adalah, menentukan suaradari petuding itu sendiri. Untuk gamelan SPSP sumber dari sura petuding itu biasanya didapatkan melalui suling gambuhatau sering juga meniru dari gamelan SPSPyang sudah ada. Apabila suara petuding itu di ambil dari gamelan diambil dari gamelan yang sudah ada, maka proses ini disebut dengan istilah “nurun”. Dalam hal nurun, seorang pande biasanya mengandalkan kepekaan telinganya sendiri, tanpa bantuan alat-alat pengukur nada seperti misalnya sroboconn.

Tahap dalam pelarasan

Proses dalam pelarasan gamelan SPSP dimulai dengan melaras instrument yang berbilah. Pelarasan ini dikerjakan oktaf (pengangkep) demi oktaf dengan berpatokanpada petuding. Instrument pertama yang dilaras adalah jublag instrument ini dianggap sebagai starting point dari gamelan itu sendiri. Setelah jublag dapat dilaras dengan baik, maka pelarasan itu bisa  dilanjutkan ke pengangkep yang lebih rendah, yaitu jegogan, atau bisa juga ke pengangkep yang lebih tinggi mulai dari mulai dari pemade terus ke kantil. Perlu dicatat bahwa dalam pelarasan gamelan inihendaknya jangan dimulai jangan di mulai dri pengangkep yang lebih tnggiyaitu kantilan sebab kantilan itu memiliki frekuensi (getaran per’detik) yang paling tinggi dalam gamelan SPSP. Apabila pelarasan itu dimulai dari kantilan, biasanya tukang laras itu akan mengalami kesukaran untuk melanjutkan ke pengangkep yang lebih rendah.

Selain semua instrument yang berbemtuk bilah laras, maka dilanjutkan dengan melaras instrumen yang berpencol (pencon) seperti terompong, kempur, kemong. Klenang, dan kempyung. Biasanya instrument pencon yang dilaras untuk pertama kali adalah terompong. Dalam gamelan SPSP terompong itu pada dasarnya terdiri dari dua pengangkep (oktaf) sesuai dengan pengangkep jublag dan pemade. Jumlah pencom dalam tiap tungguh terompong biasanya bervariasi (17 pencon (gamelan SPSP kamasan), ada yang menggunakan 15 pencon (gamelan STSI), ada juga yang menggunakan 14 pencon (gamelan SPSP abian kapas kaja dan Puri Agung Gianyar). Enggan adanya perbedaan jumlah pencon itu maka cara penyusunan nada-nada pun ada variasinya, misalnya di kamasan klungkung nada terendahadalah nada 1, sedangkan nada tertinggi adalah nada 2. Di pagan nada terendah adalah nada 1, sedangkan nada tertinggi adalah nada 2,  di STSI nada terendah dan tertinggi adalah nada 1, di Puri Agung Gianyar dan Abian Kapas Kaja yang terendah adalah 1 sedangkan nada yang tertinggi adalah 7. Instrument terompong itu tidak dibuat dengan sistem “ngumbang-ngisep” oleh karena itu pelarasan terompong bisa mengikuti pengisep atau pengumbang. Kalau terompong itu dilaras sesuai dengan pengisep maka suara terompong itu tidak akan menonjol apabila seluruh instrument dalam barungan gamelan itu dimainkan secara bersama-sama. Suara dari terompong itu disebut dengan istilah “meplekes” sebaliknya apabiala terompong itu dilaras sesuai dengan pengumbang maka suara terompong itu akan sangat menonjol yang disebut dengan istilah “ngulun”

Barungan Gamelan Semar Pegulingan Saih Pitu

v  Satu tungguh trompong memakai, 14 pencon

v  Empat tungguh gangsa pemade, 7 bilah

v  Empat tungguh gangsa kantil, 7 bilah

v  Sebuah curing

v  Dua tungguh penyahcah, 7 bilah

v  Dua tungguh jublag, 7 bilah

v  2 tungguh jegogan, 7 bilah

v  Sebuah rebab

v  Dua buah suling ukuran besar, dan kecil

v  Sepasang kendang kekrumpungan lanang dan wadon

v  Sebuah kajar

v  Sebuah klenong (klentong)

v  Sebuah genta, orag

v  Satu pangkon ceng-ceng kece

Gending-Gending Yang Ada Dalam Semar Pegulingan

v  Tabuh gari

v  Terong

v  Langsing tuban

v  Subandar

v  Semaradas

v  Lengker

v  Bremara

v  Lasem

v  Bapang selisir

v  Tangis

v  Sekar gadung

DIKUTIP DARI BUKU

  • PENGANTAR KARAWITAN BALI :  I WAYAN DIBIA, S.S.T
  • BUKU, PERANAN SRUTI DALAM PEPATUTAN GAMELAN SEMAR PEGULINGAN SAIH PITU : DR. I WAYAN RAI S.
  • PERKEMBAGAN KARAWITAN BALI : ARYASA, B.A.I W. M,
  • GAMBELAN GAMBUH DAN GAMELAN LAINNYA : I NYOMAN REMBANG
  • PRAKEMPA, SEBUAH LONTAR GAMELAN BALI : I MADE BANDEM , ASTI 1996



Powered by Wordpress
Theme © 2005 - 2009 FrederikM.de
BlueMod is a modification of the blueblog_DE Theme by Oliver Wunder