IDENTITAS DIRI

Camera 360

 

Nama saya : I kadek putra guna wisnawa saya lahir di carangsari tanggal 30 juli 1995 umur 18 tahun jalan saya tinggal di banjar senapan desa carangsari kecamatan petang kabupaten badung bali saya anak ke 2 (dua) dari 3 (tiga) bersaudara dari pasangan I noman suardiana dan ni wayan arsini ( bapak dan ibu saya )dan anak 1 (pertama) dari pasangan bapak dan ibu saya sudah meninggal sejak baru larir, dan saya anak ke 2 (dua) zodik saya yaitu leo( singa) dan saya sering dipanggil dekta kalau di rumah dan ponal waktu saya di sma dan bola sejak saya di kampus isi. Saya sekolah tk (taman kanak-kanak ) di tk kumara ngurah rai 1 carangsari sejak tahun 2000 dan tamat tahun 2001 dan pengalaman yang paling saya ingat adalah bermain kodok-kodokan sama teman saya yang bernama I putu sudiana wisnawa, dan saya masuk sd (sekolah dasar) yang berna ma sd 6 carangsari pada tahun 2001 dan saya tamat tahun 2006 dan pengalaman yang saya ingat waktu loncat-loncatan di kolam dan saya waktu sd inget dipukul pantat saya dengan penggarisan kayu yang besar oleh guru saya dan juga saya sd pernah mengikuti perlombaan menggambar tingkat kecamatan dan saya belum dapat juara , dan saya sekolah smp (sekolah menengah pertama) yang bernama smp 1 petang sejak tahun 2007 dan saya tamat tahun 2010 dan pengalam saya waktu smp adah naik kendaraan umum tidak bayar selama 3 tahun karena kakek saya yang jadi sopirnya dan saya yang jadi kernetnya, dan saya baru masuk disana saya di maintain duit sama orang yang belum saya kenal tapi ada kakak kelas yang membela saya dan pada kelas 2 smp saya di hukum berdiri di depan bersama 9 orang temen saya karena mengejek wanita sampai nangis tapi saya sebenarnya tidak ikut dan guru tidak percaya lantas cewe itu bilang kalau saya tidak ikut lalu saya tidak dihukum berdiri sama guru saya dan pada kelas 3 saya nangis karena kamen yang saya pakai di sembunyiin sama temen saya di kolong bangku Itu pengalaman smp saya . dan saya melanjutkan ke sma (sekolah menengah atas) pada tahun 2010 dan saya tamat tahun 2013 dan pengalaman yang saya tidak lupakan adalah pada kelulusan ujian dan pada kelas 1 sma saya mendaki bersama teman saya yaitu 2 orang cewe yang bernama Diana dan yogik dan pada saya kelas 2 sma saya manggung pada perpisahan kakak kelas saya bersama teman saya dan saya mengikuti lomba gong kbyar anak-anak se-kabupaten badung dan waktu kelas 3 saya mengikuti perlombaan menggambar anime tingkat sma se-kabupaten badung dan ikut bertandingan persahabatan bermain bulu tangkis bersama temen guru yang mengajar bulutangkis. Dan saya melanjutkan sekelah saya ke isi denpasar jurusan karawitan pada tahun 2013 dan saya menempuh s1 dan saya baru semester 2 .dan pengalam saya yang baru sekolah disana yaitu ternyata seni itu sangt banyak dan sangat dalam pengrtiannya . Dan kenapa saya melanjutkan ke isi karena saya kepengn mengerti lebih dalam yang namanya seni dan yang jurusan saya yaitu karawitan dan saya juga hobi bermain gabelan dan alat musik lainnya , bicara tentang hobi sebenarnya hobi saya sangat banyak seperti bernain gambelan saya prnah lomba gong kebyar anak-anak yang diwakilkan oleh br saya yaitu banjar senapan dan mengikuti festifal pertanian d plaga. Kalau alat music seperti gitar,dan drum, saya pernah bermain music waktu perpisahan kakak kelas saya waktu sma. Kalau melukis saya ikut lomba anime tingkat sma se-kabupaten badung, kalau sepak bola saya pernah bertanding persahabatan dengan club beng fc ,kalau futsal sekarang sudah semakin maju sekarang setiap hari kamis tim saya selalu berusaha bertanding dengan tim-tim lawan dan tim saya berusaha mempertahankan kemenangan setiap bertanding.,kalau bermain ps ya saya sama temen saja untuk menghibur,kalau bulu tangkis saya sekarang sudah jarang karena saya sekarang lebih banyak bermain futsal dan sepak bola,kalau billiard saya kadang-kadang kalau ad temen yang mengjak,kalau mretelin motor saya masih banyak kurangnya tapi biarin segitu dulu nanti kalau udah kerja di tambah lagi , kalau bermain remot control sekarang sudah jarang ,kalau bermain layangan sekarang tidak karena musim tanam padi kalau sudah panen baru dimainin dan makanan/kuliner sekarang masih mencari-cari makanan yang baru tapi tidak makanan yang terbuat dari daging sapi karena saya dan keluarga saya tidak boleh makan daging sapi. Dan mengapa saya ndan keluarga saya tidak boleh makan dging sapi karena saya keturunan brahmana dan ada sangkutnya dengan nama saya dan adiksaya yang diblakangnya berisi wisnawa atau sering disebut bhujangga wisnawa dan semua keluarga saya berisi nama seperti itu dan pedarman saya yaitu di jati luwih yaitu pura pedarman bhujangga waisnawa . dan bicara tentang adik saya yang ke 3 ( tiga) yang bernama I komang angga adi putra wisnawa yang sekarang dia sudah kelas 1 smp dan adik saya sekolah di smp 4 petang yang tak jauh dari rumah . dan saya dan adik saya ikut dalan stt wiralaga banjar senapan dan saya masuk d stt wiralaga pada kelas 3 smp dan adik saya pada kelas 1 smp dan kegiatan stt saya pernah membuat lomba mincing dan mengikuti lomba stt se-kabupaten badung dan mendapat juara 3 ( tiga) sebelum stt wiralaga ulang tahun yang dirayakan pada setiap kuningan dan anggota stt wiralaga sekarang sekitar 80-an orang yang aktif Cuma 40-an dan ketua stt wirralaga yang bernama I wayan mesta yudana dan wakilnya I wanyan ogik giok giovana dan saya sebagai anggota dan apa arti dari stt wiralaga yaitu wira itu berani dan laga itu berjuang jadi stt wira laga yang berarti berani berjuang dan jusa stt wiralaga setiap reraian seperti purnama, saraswati,siwalatri stt wiralaga mengadakan pebaktian kepura pusering jagat dan pure-pure yang ada di wilayah desa carangsari . dan saya ikut juga di sekhe gong suar agung dwipa dan kegiatan sekhe tersebut yaitu ngyah setiap odalan di pure pusering jagat yang pure tersebut berada di tengah pulau bali. Dan saya juga ikut di sekhe bleganjur pemuda yang kalau ada upacara pelastian atau palebonan kalau sekhe sebagian besar libur pasti akan ngayah di pure atau di banjar dan seke belegajur pernah mengkuti pemilihan gubernur bali yang dating ke abian semal dan seke beleganjur bnjar saya diundang untuk memeriahkan pada waktu itu dan pada waktu itu ada kurang lebih 20 blegajur yang ikut memeriah kan dan bleganjur saya yang paling depan. Dan dicara masalah pacar saya sudah punya pacar dari saya kelas 3 sma dan pacar saya ekarang kelas 2 sma saya 1 banjar sama pacar saya yang bernama ni kadek suca wahyuni yang lahir 23 januari 1997 yang zodiak aquarius dan saya menjalin hubungan sama pacar saya sudah 1 tahun 8 bulan dan saya pacaran pada tanggal 2 mei 2012 dan dia sangat unik di mata saya dan pertama kali ketemu dia pada orang yang lagi selamatan anaknya 3 bulan atau ngotenen pada waktu itu dia udah punya pacar tapi pada saat acara itu pacarnya gak datang dan saya melihat dia dan dia mendekati saya dan mencata no heponenya dia di henpone saya terus berlanjut dan saya pun jadian sama dia , pengalam saya sama pacar saya yang saya tidak terlupakan waktu ulngtahun saya yang ke 18 tahun dia ngasi kue kerumah dan saying sampai ngangis soalnya dari saya lahih ulang tahun saya tidak pakek kue tapi semejak pacar saya ngasi saya kue saya langsung menangis itu pengalaman saya yang paling mengesankan bersma pacar saya semoga saya da pacar saya makin lengket dan saling percaya.

 

 

 

 

Struktur gerak dan pola lantai Tari Telek.

Struktur gerak dan pola lantai Tari Telek.

Tari Telek yang terdapat di Desa Jumpai kabupaten Klungkung mempunyai struktur gerak dan pola lantai yang cukup sederhana, yaitu sebagai berikut :

a)      Pepeson (pembukaan),

– Setelah diawali dengan tabuh pembukaan, muncullah 4 orang penari telek dengan gerakan malpal atau berjalan menyilang, tangan kanan memegang kipas ngeliput, tangan kiri sirang susu.

– Kemudian mengambil tempat masing-masing yaitu dibagian depan 2 orang penari, dan bagian belakang 2 orang penari, dengan gerakan agem kanan, mengatur nafas, diikuti kipekan dan sledet, dan dilanjutkan dengan agem kiri yang gerakannya sama seperti agem kanan. Gerakan ini dilakukan 2 kali berturut-turut.

b)      Pengawak (isi),

– Nyeregseg bersama-sama ke kanan dan kekiri sebanyak 4 kali, agem kanan diteruskan dengan berjalan kemudian bertukar tempat lalu melakukan gerakan kambing buang atau ngitir, kemudia nyregses lagi, dilanjutkan dengan agem kanan.

– Mearas-arasan, yaitu 2 orang penari jongkok dan 2 orang penari lainnya berdiri. Ini dilakukan secara bergantian.

c)      Pekaad (penutup),

– Kemudian para penari Teelek ini mencari tempat semula dan duduk dengan kipas ngeliput. Maka datanglah dua orang penamprat yang melakukan gerakan agem kanan, agem kiri, opak lantang, berjalan malpal, kemudian para penari Telek bangun malpal menjadi satu baris menghadap ke belakang.

– Setelah itu, 2 penari Telek nyregseg ke kanan dan 3 orang lainnya ke kiri. Ini dilakukan bergantian dengan gerakan ngeliput, tangan kiri sirang susu, dan penari atau penamprat pulang, dan berakhirlah Tari Telek ini.

Tata rias dan busana kostum atau busana adalah segala perlengkapan pakaian dalam tari Bali. Busana merupakan faktor pendukung yang sangat penting dalam tari Bali, karena melalui busana penonton dapat membedakan setiap tokoh yang tampil.

Tari telek di Desa Jumpai memakai busana awiran yang sangat sederhana. Dari semula busana yang dipakai tidak mengalami perubahan. Adapun busana yang digunakan oleh penari Telek di Desa Jumpaidapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu hiasan badan, hiasan kepala, dan perlengkapan yang dibawa, serta tapel.

Tari-Telek-Telek-Dance-Tri-Semaya

Dari kedua banjar (Banjar Kangin dan Banjar Kawan) busana yang mereka pakai sama, namun mereka memiliki dan perlengkapan masing-masing. Hanya saja tapel yang dimiliki kedua banjar tersebut berbeda bentuknya. Tempat menyimpan busana dan gelungan do Banjra Kawan dan Banjar Kangin adalah di dalam ruangan khusus yang berada di masing-masing bale banjar. Hanya tapel Telek saja yang disimpan bersama-sama dengan Barong dan Rangda di Pura Dalem Pesimpenan.
bagian bagian busana Tari Telek :  

   Hiasan kepala

Satu-satunya hiasan kepala pada Tari Telek di Desa Jumpai adalah memakai gelungan yang berbentuk cecandian yang terbuat dari kulit, penyalin dan benang putih yang melingkar sampai ke bahu yang gunanya untuk menjaga agar gelungan tidak jatuh, juga menutupi supaya karet talinya tidak terlihat kotor. Pada sisi kiri gelungan ada hiasan benang yang disebut dengan oncer. Masing-masing banjar memiliki gelungannya sendiri. Sebelum

para penari Telek anak-anak ini menggunakan gelungan, mereka menggunakan penutup kepala terlebih dahulu. Penutup kepala tersebut berupa udeng putih yang merupakan selembaran kain berwarna putih yang berukuran 1 meter berbentuk persegi dan berfungsi sebagai penutup kepala

  1.       Hiasan badan

Hiasan badan adalah yang digunakan untuk menutupi badan bagian bawah, yaitu terdiri dari :

  1. Celana putih yaitu, celana panjang dengan warna putih yang guunanya untuk menutupi badan bagian bawah.
  2. Baju putih, baju berlengan panjang dibuat dari kain putih
  3. Gelang kana, hiasan pada pergelangan tangan yang terbuat dari kulit dan dicat prada.
  4. Badong, hiasan pada leher yang bentuknya bundar, dibuat dari kain beludru yang dihiasi dengan batu-batu manik (mute)
  5. Awiran, hiasan yang berjurai-jurai berwarna-warni dan digantungkan pada badan dan juga dibawah keris.
  6. Lamak, hiasan depan yang dibuat dari kain yang berwarna-warni dan diihiasi dengan bermacam-macam warna mute.
  7. Stewel, hiasan yang membalut celana atau jaler dari bawah lutut sampai pada pergelangan kaki.
  8.       Perlengkapan yang dibawa dan tapel :
  9. Kipas , Perlengkapan yanng dibawa penari Telek do Desa Jumpai adalah kipas yang terbuat dari kain yang diprada, beruas-ruas dari bambu, yang berfungsi sebagai properti atau perlengkapan busasa.
  10. Tapel, merupakan benda penutup wajah yang disebut juga topeng. Tapel Telek di Desa Jumpai terbuat dari kayu dan dicat berwarna putih yang banyaknya 4 buah. Tapel Telek Jumpai berbentuk tapel putri halus dengan warna putih untuk menunjukkan karakter halus.

iringan tari            Tari Telek diiringi oleh instrumental gamelan Bali lengkap atau sering atau sering kita sebut “gong bebarungan”. Instrumental ini terdiri atas banyak instrumental lain yang akan berpadu menjadi satu dan menghasilkan bunyian atau iringan yang dinamis “Gong Bebarungan” ini terdiri atas 12  jenis instrumental yang berbeda , yaitu :

1 ) Kendang  : kendang yang dipakai berjumlah 2 buah (sepasang) tanpai memakai alat pukul. Dimainkan dengan m2) Cengceng : ini bukan yang versi besar (seperti yang dipakai untuk beleganjur) tetapi versi yang lebih kecil dengan daun berjumlah 4-6 , dengan alat pukul yaitu berbentuk cengceng biasa tetapi kecil

3) Suling : suling diperlukan sebagai memperhalus dan memepermanis iringan musik. Suling disini bisa berjumlah 4-5 orang.

4) Petruk / tawe-tawe : instrumnetal ini berguna sebagai penentu tempo iringan musik. Cepat atau lambatnya tempo ditentukan oleh instrumental ini.

5) Gangse : adalah instrumental pokok yang dipakai dalam gamelan Bali ini , gangse dengan jumlah daun sebanyak 12 buah dengan nada-nada yang teratur. Gangse dalam iringan ini berjumlah 4 buah , dengan posisi 2 buah sebelah kiri , dan 2 buah sebelah kanan ugal / giying.

6) Ugal / giying : komando dari “Gong Bebarungan” iyalah ugal / giying. Instrumental ini berjumlah 2 buah dengan bentuk sama seperti gangse, namun nada dan entuk lebih besar. Posisi ugal ini berada di depan dan di belakang.

7) Kantilan : instrumental yang sama dengan gangse , tetapi bentuk dan nada lebih kecil. Instrumental ini berjumlah 4 buah dengan posisi yang sama seperti gangse.

8) Reong : instrumental yang hampir sama dengan salah satu instrumental dari Jawa ini berdaun 12 dan dimainkan oleh 4 orang dalam satu instrumental.

9) Kenyur : instrumental dengan daun sebanyak 7 yang dimana instrumental ini bertujuan agar iringan lebih ritmis dan indah di dengar. Di dalam “Gong Bebarungan” ini kenyur ini dipakai 29 buah

10) Jublag : instrumental ini memiliki kesamaan dengan kenyur seperti yang disebutkan tadi. Memiliki tujuan yang sama dan bentuk yang sama , tetapi dengan perbedaan yang terletak pada jumlah daunnya , yaitu jablag berjumlah 5 daun.

11) Jegogan : sama seperti jublag dan kenyur , jegogan memiliki fungsi sebagai penghalus iringan musik serta agar iringan lebih ritmis dan dinamis. Jegogan erbentuk besar yang memiliki 5 daun dan berjumlah 2 buah dalam “Gong Bebarungan” yang diposisiskan di belakang bersama kenyur , jublag dan gong.

12)Gong : sebenarnya intrumnetal ini memiliki instrumental lain , yaitu

(a)Kempur : diartikan disini seperti istri dari gong dengan bentuk lebih kecil dan nada lebih kecil.

(b)Kentong : hanya sebagai pelengkap gong ini

enggunakan tangan saling melengkapi dengan pasangannya

 

PENGARUH GONG KEBYAR TERHADAP GAMELAN BALI YANG LAINNYA

PENGARUH GONG KEBYAR TERHADAP GAMELAN BALI YANG LAINNYA

 

Pengaruh gong kebyar terhadap gamelan Bali yang lainnya nampaknya tidak dapat dilepaskan dengan teori akulturasi budaya. Kendatipun masih dalam satu cabang seni yakni seni pertunjukan, akulturasi budaya nampaknya menjadi sebuah fenomena distorsi budaya dengan tanpa membuang budaya aslinya. Ada beberapa segi yang bisa diamati untuk melihat pengaruh gamelan Gong Kebyar terhadap gamelan lainnya yaitu reportoar, ungkapan musikal, motif lagu, dan tata penyajian. Hal itu merupakan bentuk nyata konsep stratifikasi yang relasinya dengan sudut pandang diatas adalah stratifikasi itu tidak hanya terjadi didalam susunan sebuah masyarakat, akan tetapi juga terjadi dalam sebuah barungan gong kebyar beserta kesemua unsurnya. Baik itu unsur fisik, maupun unsur non-fisik.

dek b

Beberapa jenis gamelan yang akan dijadikan contoh nyata akulturasi Budaya adalah gamelan Agklung, Joged Bumbung, Gong Gede, dan Smar Pegulingan. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan metode komparasi yaitu mengamati adanya kesamaan unsur, terutama ekspresi musikal, antara gamelan gong kebyar dengan gamelan Bali lainnya yang dipengaruhinya.

Pengaruh Gong Kebyar terhadap gamelan Angklung dapat diamati dari beberapa segi seperti, pengadopsian reportoar, ungkapan musikal, tata penyajian dan Fungsi. Kuatnya pengaruh unsur kakebyaran dalam gamelan Angklung menyebabkanb gamelan Angklung memiliki identitas dengan nama baru yakni Angklung Kebyar. Dengan ini dimaksudkan gamelan Angklung dalam penyajiannya memainkan lagu-lagu gong kebyar, di sajikan dengan gaya ungkap kakebyaran serta fungsinya sama dengan Gong Kebyar yaitu lebih banyak presentasi estetik baik dalam memainkan lagu-lagu instrumental maupun iringan tari.

Sejak adanya pengadopsian lagu-lagu kebyar penyajian gamelan angklung menjadi lebih semarak. Sebagian besar lagu-lagu kebyar mampu ditransfer ke gamelan angklung kendatipun antara gamelan tersebut memiliki perbedaan yang cukup mendasar seperti : keterbatasan nada, yakni gong kebyar memiliki 10 buah nada (dua oktaf) sedangkan angklung memilikin 4-5 buah nada, sistem pelarasan, yaitu gong kebyar dengan laras pelog, sedanghlan angklung memiliki laras selendro. Dari segi instrumennya, gamelan Gong Kebyar memiliki instrument yang lebih banyak sehingga menimbulkan suara yang lebih menggelegar ketimbang instrument dalan gamelan angklung. Dari segi tata penyajian gamelan Angklung Kebyar dapat disajikan dengan cara mebarung layaknya Gong Kebyar.

Dalam beberapa konteks di atas, tentu tidak kesemua unsur materi tradisi yang ada dalam gamelan angklung itu ditinggalkan begitu saja, melainkan melalui proses akulturasi pengaruh-pengaruh gong kebyar terhadap Angklung mengalami filterrisasi. Sesuai dengan konseppengaruh-mempengaruhi bahwa disamping dipengaruhi oleh pola-pola tradisi luar, Gong Kebyar juga mempengaruhi gamelan Angklung, sehingga dalam gamelan angklung itu berlaku sebuah suguhan stratifikasi dan diferensiasi gaya kakebyaran.

Kendatipun gamelan Gong Gede merupakan barungan yang lebih awal tercipta dari Gong Kebyar, namun pengaruh gong kebyar yang begitu besar tak luput mempengaruhi gamelan Gong Gede. Terjadinya penciptaan komposisi baru dengan media ungkap gong Gede yang terjadi sekitar tahun 1980-an merupakan awal dari sebuah pembaharuan gamelan gong Gede. Kendatipun sempat menuai pro dan kontra, kenyataannya hingga saat ini pembaharuan lagu-lagu gong gede telah memberikan sumbangan yang cukup berharga bagi eksistensi gamelan gong gede itu sendiri. Namun tak dapat dipungkiri jika gamelan gong kebyar banyak mengadopsi lagu dari gamelan gong gede, juga terjadi hal sebaliknya, pada lagu-lagu baru gong gede banyak dipengaruhi oleh gaya ungkap gong kebyar.

Pengaruh gamelan Gong Kebyar terhadap gamelan gong Gede dapat diamati dari ungkapan musikal, teknik, komposisi lagu, fungsi, dan tata penyajiannya. Pengadopsian reportoar jarang jarang terjadi karena pada umumnya gamelan Gong Gede yang dipengaruhi unsur-unsur kakebyaran lebih terjadi karena adanya penciptaan lagu-lagu kreasi baru. Dalam lagu kreasi baru sering terjadi vokabuler teknik pukul beberapa instrument terutama instrument pemegang melodi deperti gangsa jongkok. Permaian gangsa jongkok dengan pola kekotekan merupakan pengaruh dari gong Kebyar. Begitu pula pukalan kendang dengan menggunakan tangan mengindikasikan adanya pengaruh kebyar.

Dari segi komposisi, ciptaan lagu gong kebyar secara universal dapat diklasifikasikan menjadi dua (2). Adapun perkembangan yang dimaksud adalah perkembangan yang masih berpijak terhadap ungkapan musikal dan struktur tabuh Gong Gede, namun ada juga yang mengarah terhadap penciptaan yang lebih bebas dengan sengaja menjauhkan diri dari pakem-pakem dan uger-uger pembuatan sebuah reportoar gending itu sendiri.

Kendatipun lebih tua dari segi usia, dalam dua dekade terakhir ini, gamelan Smar Pegulingan juga terkena pengaruh kebyar. Reportoar lagu secara konvensional nampaknya tidak ada kemasukan nuansa kebyar, akan tetapi yang banyak dipengaruhi adalah tabuh-tabuh iringan tarian dan dramatari. Untuk keduanya ini reportoar kebyar secara langsung diadopsi ke dalam Smar pegulingan. Penadopsian ini secara langsung berpengaruh terhadap ungkapan musikalitas Smar Pengulingan menyesuaikan ungkapan Gong Kebyar sesuai dengan karakter lagu yang dimainkan.

Berdasarkan pengamatan penulis, biasanya dalam sebuah pengawit tabuh-tabuh dalam smar pegulingan itu selalu diawali dengan pukulan terompong, namun belakangan ini dalam kawitannya para komposer sudah berani untuk memasukan unsur-unsur kotekan gangsa yang dinamis dan penuh dengan suasana kebyar. Pengalihan fungsi instrumen terompong menjadi instrumen reyong juga mengisyaratkan kentalnya pengaruh Gong Kebyar dalam sebuah proses akulturasi dibidang kesenian.

 

IRINGAN OGOH-OGOH

                                       Iringan Ogoh-ogoh.

Dalam penampilannya, ogoh-ogoh selalu identik dengan Baleganjur dan Tektekan, dalam bagian ini akan dibahas mengenai historis mengenai Baleganjur itu dan Tektekan dalam ranahnya sebagai seni pertinjukan. Secara universal barungan gamelan di Bali dapat diklasifikasikan menjadi gamelan Barungan Alit, Barungan Madya (menengah), dan Barungan Agung (besar). Pengklasifikasiannya didasarkan atas banyaknya personil yang terlibat dan dilibatkan dalam gamelan tersebut. Jika gamelan barungan Alit itu mempergunakan 4-10 orang penabuh, gamelan barungan madya antara 11-25 orang, sedangkan gamelan barungan golongan madya itu diatas 25 penabuh (Gede Mawan dalam Mudra, 2009:19).

Gamelan Baleganjur adalah satu dari sedikitnya sepuluh golongan kuno yang hingga sekarang masih tetap eksis di Bali (Dibia, 1999:112). Hingga kini ada dua pengertian berbeda melekat dengan gamelan prosesi ini. Yang pertama adalah musik pengusir Bhuta Kala sehingga disebut Kalaganjur. Yang kedua adalah sebagai musik pembangkit semangat sehingga disebut Balaganjur. Namun, secara historis Baleganjur itu berasal dari Bebonangan, yaitu sebuah perangkat gamelan kuno yang lahir pada masa pemerintahan raja-raja di Bali (I Made Bandem, 2013:266).

Tektekan, instrument ini sejenis “slit drum” atau kentongan yang dibuat dari batangan bambu dengan berbagai ukuran pula. Tektekan dimainkan dengan alat pemukul bambu atau kayu yang dapat menimbulkan bunyi semarak terutama dimainkan sehari menjelang Hari Raya Nyepi dan fungsinya untuk menghalau Bhuta Kala agar tidak mengganggu kenyamanan tahun baru Bali (I Made Bandem, 2013:127). Munculnya tektekan sebagai barungan gamelan adalah gabungan dari beberapa instrument. Yang mana instrument utamanya adalah kentongan (I Gede Mawan dalam Mudra, 2009:20). Seiring perkembangannya, ogoh-ogoh sampai ada yang menyerupai artis, dan tokoh-tokoh dunia yang dinilai memberikan pengaruh besar terhadap dunia ini. Mengenai fungsi utamanya, Ogoh-ogoh sebagai perwujudan Bhuta Kala dibuat menjelang hari raya Nyepi dan diarak keliling desa pada senja hari Pengerupukan. Menurut para tokoh dan praktisi Hindu Dharma, hal ini melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu yang maha dashyat. Kekuatan yang dimaksud adalah kekuatan Bhuana Agung dan Bhuana Alit. Namun, secara filoshofis, lambing ogoh-ogoh melambangkan sifat keraksasaan yang harus dihilangkan oleh umat manusia. Untuk itulah ogoh-ogoh sehabis diarak langsung dibakar.

Fungsi yang kedua adalah seiring perkembangan zaman ogoh-ogoh telah mengalami sekulerisasi, sehingga ogoh-ogoh itu merupakan sebuah hiburan dengan seringnya diadakan lomba, ataupun pawai ogoh-ogoh\

Seni pertunjukan di Bali memang sangat fleksibelitas, hal ini terbukti dimasukanya tektekan untuk mengiringi ogoh-ogoh. Kendatipun tidak semua daerah di Bali menggunakannya sebagai pengiring ogoh-ogoh.

index

 

Ogoh-ogoh memiliki berbagai macam varian dan bentuk. Bentuk muka dan jenis ogoh-ogoh itu akan mempengaruhi rasa musikal pementasanya. Hal ini tidak jauh berbada dengan pemilihan warna pada topeng. Sepereti Tari Jauk Manis yang melukiskan tentang kebijaksanaan seorang raja dalam memerintah kerajaanya. Untuk itu topengnya menggunakan warna putih yang amat berwibawa. Tidak hanya itu hal ini berdampak pada rasa musikal tabuhnya yang manis dan merdu sehingga enak didengar. Begitu pula dengan ogoh-ogoh, bentuk ogoh-ogoh yang mengambil wujud Bhuta Kala pasti dominan menggunakan warna gelap seperti Hitam ataupun warna Merah dengan tampilan muka yang menakutkan. Hal ini sangat berpengaruh terhadap rasa musikal pementasanya. Biasnya ogoh-ogoh dengan wujud Bhuta Kala cenderung rasa musikalitas iringannya itu adalah dengan tempo yang cepat, penuh ornamentasi, aksentuasi, dinamisme, sebagaimana sifat raksasa itu sendiri.

Pementasan Ogoh-ogoh tidak perlu menggunakan lighting (pencahayaan), sebab karakter ogoh-ogoh itu akan muncul pada gending, dan tampilan muka ogoh-ogoh itu sendiri. Apalagi pementasan ogoh-ogoh itu adalah menjelang malam hari, hal ini ajan menambah kesan angker dan agung dalam ogoh-ogoh itu sendiri. Jadi relasi yang paling terlihat adalah jalinan musikalitas dengan bentuk ogoh-ogoh itu sendiri. Hal ini adalah patut dijadikan acuan untuk menggarap sebuah tabuh Baleganjur. Sebab jika menginginkan kesempurnaan dalam menggarap untuk iringan ogoh-ogoh, itu harus ada suatu keseimbangan antara bentuk dan penciptaan musikalitas itu sendiri. Karena dengan sebuah keseimbanganlah akan terjadi suatu keharmonisan hubungan antara pemain Baleganjur, dan tukang tegen ogoh-ogoh. Terlebih lagi sekarang ini ogoh-ogoh sering dijadikan sebagai ajang perlombaan, mau tak mau para senimannya harus mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan, apakah itu tentang tema pementasan ataupun yang lainya. Perlu diketahui tema pementasan dalam lomba adalah faktor utama penentu rasa pembuatan ogoh-ogoh dan rasa musikalitasnya.

 

 

UPACARA PANGARUPUKAN

Upacara pangarupukan

Agama Hindu adalah agama yang paling banyak memiliki hari suci. Serangkaian upacara yang dilakukan tidak lepas dari konsep keseimbangan hidup dalam banyak dimensi. Masyarakat Hindu, dimanapun mereka berada akan selalu dihadapkan dengan sebuah problema yang menyangkut keseimbangan hidup tersebut. Salah satu hari suci yang akan kita jalankan adalah hari raya Nyepi. Nyepi adalah hari raya umat Hindu yang dirayakan setiap tahun baru saka. Hari ini jatuh pada tilem kesanga (IX) yang dipercayai hari penyucian dewa-dewa membawa intisari amerta air melakukan pemujaan suci terhadap mereka. Tujuan utama dari hari raya nyepi adalah memohon ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, untuk menyucikan Bhuana Alit dan Bhuana Agung. Sebelum hari raya Nyepi dilaksanakan, ada beberapa rangkaian uapacara yang harus dijalani oleh umat Hindu Dharma yaitu :

Melasti, Tawur (Pecaruan) dan Pengerupukkan, tiga atau dua hari sebelum hari raya nyepi, umat Hindu melakukan penyucian dengan melakukan upacara Melasti atau disebut juga mekiyis/melis. Pada hari itu segala benda-benda suci yang ada dipura disucikan di danau, atau di sumber air yang dinilai sebagai tembat yang suci. Bicara tentang hari raya Nyepi, dewasa ini tidak dapat dipisahkan dengan kata Ogoh-ogoh. Ogoh-ogoh merupakan perwujudan Bhuta Kala yang diarak keliling lingkungan, dan kemudian dibakar. Tujuannya sama yaitu mengusir Bhuta Kala dari lingkungan sekitar.

Hari Raya Nyepi, ini adalah puncaknya. Sebab suasana yang biasanya ramai dihentikan untuk satu hari. Secara filoshofis, hal ini bermakna untuk menyucikan Bhuana Agung secara realistis, dan menyucikan Bhuana Alit melalui Tapa Brata Penyepian. Adapun Catur Brata Penyepian adalah Amati Geni yaitu tidak menyalakan api, Amati Lelanguan yaitu tidak berpesta pora, Amati Karya yaitu tidak bekerja, dan Amati Lelungaan yaitu tidak berpergian.

stock-photo-balinese-monster-ogoh-ogoh-on-blue-sky-background-98271092

Bicara tentang hari raya Nyepi, itu tidak dapat dipisahkan dengan ogoh-ogoh. Pertunjukkan ogoh-ogoh pada hari raya nyapi seolah menjadi PKB ke-2 yang menyulap perhatian para peminatnya. Di Kota Denpasar, penulis mengamati tiap-tiap banjar membuat ogoh-ogoh untuk persiapan hari raya Nyepi, yang nantinya ogoh-ogoh tersebut diarak keliling daerah mereka. Namun belakangan ini pertunjukan ogoh-ogoh mengalami sekulerisasi. Tidak saja digunakan pada saat upacara pengerupukan, namun pertunjukan ogoh-ogoh telah dijadikan sebagai ajang berkreatifitas bagi pengerajinya dalam bentuk Lomba dan Pawai Ogoh-ogoh. Pertunjukan ogoh-ogoh dewasa ini selalu diiringi dengan iringan Baleganjur, ataupun ada suatu daerah yang ogoh-ogohnya menggunakan tektekan sebagai pengiringnya.

Gamelan Baleganjur adalah satu dari sedikitnya sepuluh golongan kuno yang hingga sekarang masih tetap eksis di Bali (Dibia, 1999:112). Hingga kini ada dua pengertian berbeda melekat dengan gamelan prosesi ini. Yang pertama adalah musik pengusir Bhuta Kala sehingga disebut Kalaganjur. Yang kedua adalah sebagai musik pembangkit semangat sehingga disebut Balaganjur. Namun, secara historis Baleganjur itu berasal dari Bebonangan, yaitu sebuah perangkat gamelan kuno yang lahir pada masa pemerintahan raja-raja di Bali (I Made Bandem, 2013:266).

Tektekan, instrument ini sejenis “slit drum” atau kentongan yang dibuat dari batangan bambu dengan berbagai ukuran pula. Tektekan dimainkan dengan alat pemukul bambu atau kayu yang dapat menimbulkan bunyi semarak terutama dimainkan sehari menjelang Hari Raya Nyepi dan fungsinya untuk menghalau Bhuta Kala agar tidak mengganggu kenyamanan tahun baru Bali (I Made Bandem, 2013:127). Munculnya tektekan sebagai barungan gamelan adalah gabungan dari beberapa instrument. Yang mana instrument utamanya adalah kentongan (I Gede Mawan dalam Mudra, 2009:20).

 

Dalam makalah ini, penulis akan mengemukan relasi antara ogoh-ogoh dengan musik pengiringnya dalam konteks seni pertunjukan di Bali. Bagaimana terjadinya sekulerisasi fungsi daripada ogoh-ogoh itu sendiri.

Ogoh-ogoh adalah karya seni patung dalam kebudayaan Bali yang menggambarkan kepribadian Bhuta Kala. Dalam ajaran Hindu Dharma, Bhuta Kala merepresentasikan kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (kala) yang tidak terukur dan tidak terbantahkan. Bhuta Kala yang dilukiskan didalam bentuk ogoh-ogoh pada umumnya berwajah seram dan menakutkan dan mengambil wujud dalam bentuk raksasa. Selain wujud rakshasa, ogoh-ogoh sering pula digambarkan dalam wujud makhluk-makhluk yang hidup di Mayapada, Surga, dan        Neraka, seperti : Naga, Gajah, Garuda, Widyadari, bahkan Dewa.

Seiring perkembangannya, ogoh-ogoh sampai ada yang menyerupai artis, dan tokoh-tokoh dunia yang dinilai memberikan pengaruh besar terhadap dunia ini. Mengenai fungsi utamanya, Ogoh-ogoh sebagai perwujudan Bhuta Kala dibuat menjelang hari raya Nyepi dan diarak keliling desa pada senja hari Pengerupukan. Menurut para tokoh dan praktisi Hindu Dharma, hal ini melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu yang maha dashyat. Kekuatan yang dimaksud adalah kekuatan Bhuana Agung dan Bhuana Alit. Namun, secara filoshofis, lambing ogoh-ogoh melambangkan sifat keraksasaan yang harus dihilangkan oleh umat manusia. Untuk itulah ogoh-ogoh sehabis diarak langsung dibakar.

Fungsi yang kedua adalah seiring perkembangan zaman ogoh-ogoh telah mengalami sekulerisasi, sehingga ogoh-ogoh itu merupakan sebuah hiburan dengan seringnya diadakan lomba, ataupun pawai ogoh-ogoh.