Asal Mula Legong Petilan

This post was written by Budi on Juli 2, 2014
Posted Under: Tak Berkategori

Sebelum tahun 1928 kesenian legong di bina dan di ayomi oleh puri agung peliatan, menurut babad dalem sukawati kehidupan kesenian di pura peliatan dari puri tegalalang di pengaruhi oleh puri sikawati karena masih ada hubungan keluarga,demikian halnya dengan tarian legong yang muncul di sukawati pada awal abad XIXdi pura agung peliatan juga terdapat tarian legong yang dapat pengaruh dari pura tegalalang mengenai keberadaan tari llegong di petilan saat itu karena tiada inpormasiyang jelas mungki saja berkat pelatihan pakar tari legong di pelatihan pakar tari legong dari sukawati ( oka dalem ,17 mei 2009 )

Selanjutnya tahun 1931di bawa ke paris dalam colonial exibitition yang di pinpin oleh cokorda gede raka sukawati dari ubud sebagai pinpinan misi kesenian dan cokord gede rai dari puri peliatan sebagai pimpinan gong peliatan . sudah tentu bagian teknik mementasan di kordinir oleh A A gede mantra

Untuk memenuhi niat jhon coast membawa misi kesenian bali ke eropa dan amerika serikat tahun 1952, pelatian tari legong dilakukan di rumah A.A gede mandra dua tahun sebelum berangkat. dalam menjajagi peari legong untuk mengisi pementasan tersebut,sebenarnya pilihan pertama jhon coast adalah penari legong dari desa saba yang di ajar oleh gusti gede raka .namun apa daya penari utamanya menikah sehingga mengubah pikiran coast memilih penari lain yang akan di iringi oleh gong peliatan .sudah tentu madra harus mempersiapkan sekha baru dan penari pilihan yang benar benar cantik untuk di latih menjadi penari legong.sebenarnya pengajar tari legong yang sudah mengajar di peliatan adalah wayan lotering dari kuta badung seorang guru tari dan composer terkenal pada jaman itu yang telah mengajarkan penari sebelum kemerdekaan .karna kesibukan lotering meyatakan keberatan untuk mengajar ketiga calon penari yang masih belia dan cantin-cantik yakni anak agung oka dan anak agung anom ( keduanya putrid dan keponakan anak agung gede madra ) yag akan memrankan lasemm dan rangkesari serta gusti ayu raka yang bertempat tinggal di sebelah puri kaleran sebagai condong

Seniman yang paling berjasa bagi legong peliatan yaitu A.A Gede Manderayang lahir pada tanggal 5 maret 1905 di puru kaleran banjar teruna desa peliatan,nama kecilnya adalah anak agung lepo yang mulai bersekolah setelah umur 12 tahun di guanyar namaun sampai kelas tiga kemudian pindah ke HIS di denpasar hingga kelas lima hal ini terjadi karena kecanduan menbuh dan juga terjadi gempa besar gunung batur meletus tahun 1917 setelah berhenti sekolah mulai tertarik dengan permainan kendang dan belajar dari anak agung raka gendot.untuk menyalurkan hobi mekendang pada tahun 1922 madera membuat barong barongan yakn barong bangkal yang kerap di arak keliling desa disini mandera merasa senang karena berkesempatan mempertontonkan kepandaian bermain kendang kepada masyarakat setahun kemudian mandera membuat barong keket yang di pariasikan dengan arja dan baris cina pada masa remaja tahun 1924 dia diangkat menjadi pegawai pemerintah belanda secara berturut turut sebagai tukang angkut tanah kemudian,tukang pungut pajak tanah.

Setelah dana mencukupi dari hasil barong barongan maka setahun kemudian mandra kemmbali membuat barong bamgkal dan membentuk arhja yang memakai lakon sapek ing tae dengan melanjukan kegemaran ngelawang acara ngelawang tidak lagi di sekitar peliatan tetapi sudah merambah ke gianyar ,klungkung bahkan ke singaraja.ketika bermalam di munduk sekha barong peliatan ini pertama kali menyaksikan pementasan gong kebyar yang selanjutnya mendorong niat mandera untuk memiliki seperangkat gong kebyar.ternyata gong kebyar milik pedande di griya guung sari bemberian desa sawan ke puri kaleran.kemudian mandera seraya mencari sekha dan guru tabuh dari desa batu bulan serta dari singaraja yang bernama I kutut madu.setelah bisa menabuh yang di latih selama tiga bulan kesempatan pertama mandera tampil di depan umum menabuh gong kebyar karna di undang ketut madu untuk acara upacara adat ( rama dalem : 2009 ta.hal )

Menurut Anak Agung gede Mandera dalam memainkan gamelan hharus dengan perasaan tanpa.di sadari si penabuh akan tersenyum karena mereka menjiwai lagu lagu yang di bawakan oleh karnna itu didalam sekha harus ada salah satu yang bisa memberikan kontak batin terhadap teman lainnya mandra sendiri sangat menyukai instrument kendang dengan bermain kendang ia dapat mengeluarkan segala kemampuannya yang ada.mekendang baginya seperti candu yang dapat membuat lupa segaanya.kalau sudah memegang kendang seperti muda kembali

Di samping sebagai pemain kendang mandra sering memberikan pelatihan tentang agem atau sikap menari yang benar menurut mandera tari legong sangat cocok di berikan secara terus menerus kepada calon penari perempuan sebagai dasar tari,karena memiliki ragam gerak yang amat lengkap dia memiliki cara yang unik dalam memilih calon murid yang berbakat setiap pagi dan sore sengaja duduk di depan puri kaleran sambil memperhatikan masyarakat yang lalu lalang jika kebetulan melihat seseorang anak dengan bahasa tubuh dan penampilan yang cocok untuk menari legong mandeara segera memanggil anak itu an menyarankan untuk ikut belajar menari salah satu di antaranya I gusti ayu raka penari condong legong asuhan pertama biang sengog yang di temukan secara tidak sengaja ketika duduk di depan rumah yang kebetulan lewat sekelompok anak anak kecil sambil bersendagurao dan terwawa cekikikan sambil mencari capung .namun salah satu di antaranya ada yang menarik pehatian jalannya seperti kupu-kupu kecil sedang terbang, wajahnya cantik sorot matanya tajam rambutnya panjang terurai dan badannya kurus berisi. Ketika ditanya, ternyata anak itu putrid dari I Gusti Putu Pageh yang rumahhnya di depan rumah mandra. Kemudian anak tersebut De Gembleng menjadi penari condong legong. Dia betul-betul luar biasa, otaknya cerdas, gerakannya lincah hingga dalam waktu relative singkat sudah mengusai tariannya. Selanjutnya ketika akan menggarap tari Oleg Tamulilingan bersama I Mario, Mandra teringat kembali kepada ank tersebut untuk menarikan kupu-kupunya. Masalah lain siapa yang cocok mendampinginya sebagai pasangannya yang akhirnya pilihan jatuh pada I Sampih dari Bongkasa, Badung.

Mandra merupakan tokoh yang menempatkan aktifitas mendidik sebagai pengabdian terbesar dalam hidupnya. Mendidik ala Gung Kak (nama panggilan akrab) bukan semata mengajar murid di pelataran purinya tetapi juga memikirkan masa depan seni tari dan tetabuhan. Disamping itu juga menularkan kecerdasan seni bagi semua muridnya dalam seka gong yang di pinpimnya, sekaligus pemain kendang yang mempesonakan. Gong peliatan memiliki cirri permainan yang menarik ke khasan tersendiri. Dalam memenuhi hasratnya itu, tidak segan-segan memanggil sejumlah guru untuk memantapkan kualitas tabuh. Datanglah sejumah pengajar pawakan seperti Lotring dari Kuta Badung, Wayan Rindi dari Denpasar dan Dewa Blecing dari Sukawati Gianyar.

Menurut pengakuan Mandra sumbangannya pada legong peliatan dengan memperbaharui posisi tabuh penari dan posisi kaki sebagai tumpuan gerakan dari tari legong. Setelah kembali dari Amerika tahun 1953, Mandra sangat kagum dengan gerakan tari balet yang lincah dengan posisi telapak kaki minjinjit dan dada di busungkan. Pada awalnya posisi tubuh penari legong peliatan tegak lurus dari bawah ke atas. Telapak kaki datar menyentuh tanah seperti tarian sacral pada umumnya yang dipersembahakann untuk para dewa dan belum tampak telapak kaki yang menjinjit.

Di kutip dari :legong petilan ,pionir promosi kesenian bali yang tetap eksis, A.A Ayu Kusuma Arini, STT.MSi 2011

Comments are closed.

Previose Post: