Sekatian Buleleng Patet Tembung

Sekatian Buleleng

Dunia musik di Bali atau yang kini kerap dikenal sebagai seni karawitan, sangat banyak dikenal jenis barungan atau ansambel serta bentuk musik yang hidup, berkembang serta bahkan yang sudah mengalami kepunahan. Diperkirakan terdapat lebih dari 28 jenis (Aryasa dkk, 1984/1985:40) barungan atau ansambel gamelan Bali yang teridentifikasi, baik itu yang sudah punah, masih berkembang, dan baru berkembang sekalipun.

Hal-hal tersebut telah diketahui oleh sebagian besar pengamat dunia musik gamelan di Bali yang kiranya lebih mendalami gamelan Bali tidak hanya sebatas menabuh (baca: lebih etis dari peristiwa memainkan) gamelan, berkomposisi atau membuat karya musik gamelan yang dimana kerap dikenal sebagai kegiatan ngae tabuh atau gending, namun para pengamat ini juga menelusuri jejak-jejak peradaban serta historis dari kebudayaan musik di Bali yang bahkan dalam setiap daerah atau regional di Bali memiliki ciri khas kebudayaan musiknya masing-masing.

Salah satu daerah di Bali dengan kebudayaan musik yang cukup autentik adalah Kabupaten Buleleng. Daerah ini memiliki kekayaan bentuk musik yang dapat dikatakan sangat melimpah, buah kreatifitas seniman-seniman lokal setempat. Beberapa yang paling lumrah adalah peradaban musik kebyar yang identik dengan Buleleng (Bali Utara) serta lahirnya gamelan Gong Kebyar yang dimana seperti yang kita ketahui, gamelan Gong Kebyar disebut-sebut lahir pada tahun 1915 di Desa Jagaraga, namun terdapat juga pendapat lain bahwa gamelan Gong Kebyar dikatakan lahir di Desa Bungkulan. Selain musik kebyar dan gamelan Gong Kebyar, daerah Buleleng masih sangat banyak memiliki ansambel yang dilansir kembali oleh masyarakat setempat, seperti halnya Gong Due di desa Gobleg dan Desa Kayuputih, Gong Cenik yang terdapat di Desa Jagaraga, Kembang Kirang yang terdapat di Desa Bungkulan dan masih banyak lagi. Terkait dengan bentuk musik, terdapat beberapa bentuk musik yang identik dengan Buleleng seperti halnya tabuh atau gending (repertoar) lelonggoran, sekatian dan mungkin banyak lagi bentuk musik yang belum teridentifikasi. Salah satu yang menarik dari banyaknya jenis-jenis atau bentuk musik yang ada di daerah Buleleng adalah sekatian. 

Secara umum, sekatian dikenal sebagai salah satu bentuk musik yang dikenal berasal dari Bali utara atau Buleleng. Sekatian dapat disebut masih belum memiliki definisi yang baku. Akhir-akhir ini pun kiranya sekatian masih menjadi sebuah perbincangan hangat yang cukup getol didiskusikan walaupun eksistensinya telah ada sejak puluhan bahkan ratusan tahun silam. 

Beberapa seniman yang dapat dikatakan pengamat karawitan khususnya sekatian memiliki pengertian yang berbeda tentang sekatian. 

Beberapa diantaranya adalah 

i. I Ketut Pany Ryandhi, S.Sn., yang dimana beliau adalah seniman karawitan lulusan Strata 1 Institut Seni Indonesia Denpasar pada tahun 2017, berasal dari daerah Umajero, Buleleng. Menurut Pany bahwasanya kata sekatian dicurigai berasal dari kata aketi yang berarti menjadi banyak atau ribuan. 

ii. Satu lagi pengertian yang didapat adalah berasal dari I Wayan Diana Putra, S.Sn., M.Sn., yang dimana saat ini beliau adalah merupakan Dosen di Institut Seni Indonesia Denpasar, Fakultas Seni Pertunjukan pada Program Studi Seni Pertunjukan, berasal dari Padang Tegal, Ubud, yang menuturkan bahwa menurut salah satu pensiunan Dosen dari ISI Denpasar yaitu Pande Gede Mustika, S.Skar., M.Si., yang berasal dari Tejakula, Buleleng, sekatian berasal dari kata akatih yang dimaksudkan merujuk pada satu ileh gending yang terus di ulang-ulang.

Perlu agaknya ditenkankan, bahwasanya sekatian memiliki ciri-ciri yang dapat lebih umum dikenali dalam perspektif konstruksi sebuah tabuh (repertoar gamelan Bali) serta identitas yang umum dalam instrumentasi (penggunaan tungguhan) yang digunakan. Penanda ini dibuat berdasarkan perbandingan serta penarikan kesimpulan dengan metode deduktif yang dimaksudkan: menarik kesimpulan dari keadaan atau pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus (Suriasumantri, 2009: 49). Berikut adalah ulasanya:

i. Identifikasi Ciri-Ciri Sekatian Dalam Sudut Pandang Konstruksi Sebuah Gending atau Tabuh:

1. Sebuah gending atau tabuh (baca: sebuah karya musik Bali) sekatian biasanya dapat dimetakan menjadi beberapa kalimat atau yang dimana Hugh M Miller (2017:33) sebut sebagai melodic line (dibuat tergantung penanda dari tiap-tiap karya musik) yang simetris maupun tidak simetris antara satu kalimat dengan kalimat lainya, secara utuh membentuk satu rangkaian kolotomik (sirukulasi musik) yang dimainkan secara berulang-ulang sesuai kebutuhan.

ii. Identifikasi Identitas Umum Instrumentasi(tungguhan) Sekatian:

1. Sekatian identik dengan penggunaan instrumen terompong yang disajikan oleh tiga orang penabuh (pemain gamelan Bali) dengan pola tabuhan (baca: lebih etis dari peristiwa permainan bahkan pukulan) nyekati, walaupun mungkin tidak semua bentuk musik sekatian akan disajikan dengan ketentuan ini.

2. Sektian juga identik dengan penggunaan sebuah kendang gupekan atau pepanggulan (cedugan) yang dimainkan sesuai dengan etika, estetika dan logika permainan instrumen kendang dan relasinya terhadap tabuh-tabuh khususnya tabuh sekatian yang disajikan. 

Terkait dengan instrumen, penyajian sekatian pada umumnya menggunakan gamelan Gong Kebyar (Sekatian di Banjar Paketan, Singaraja sebagai sampel) namun dalam beberapa kasus, sekatian juga dibawakan menggunakan barungan yang dilansir sebagai gamelan Kembang Kirang, dimana bentuk ansambel gamelan Kembang Kirang lebih relevan dengan gamelan Semara Pegulingan Saih Lima seperti halnya di daerah Banjar Kubu Kelod, Desa Bungkulan, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng serta apa yang dilansir sebagai gamelan Gong Due dengan bentuk ansambel yang lebih relevan dengan gamelan Gong Kebyar namun memiliki bentuk yang lebih autentik dengan bilah instrumen pemade dan kantilan yang berjumlah 8 bilah, yang dimana Gong Due sendiri terdapat di Desa Gobleg, dan Desa Kayu Putih, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng. Akhir-akhir ini, tabuh-tabuh sekatian kerap disajikan pada gamelan Semara Pegulingan Saih Pitu, gamelan Semarandhana serta barungan gamelan-gamelan lain yang memungkinkan untuk menyajikan atau membawakan tabuh-tabuh sekatian.