Biografi Seniman I Made Djimat

Nama                        : I Made Djimat

Umur                        : 64 Tahun

Tempat/Tgl Lahir     : Gianyar, 12 Mei 1948

 

          I Made Djimat adalah seorang seniman alam yang berasal dari Br, Pekandelan Desa Batuan Gianyar, beliau merupakan anak dari I Nyoman Reneh dan Ni Ketut Cenik yang mana latar belakang dari kedua orang tua beliau juga seniman tari dan lukis.

Awal beliau mengenal seni tari pada umur 4,5 tahun dmana pada saat itu beliau belum sekolah, saat itu ada 8 orang dari Desa Apuan Bangli belajar tari Baris Tunggal dengan bapak Nyoman Reneh ( ayah beliau ) selama 3 bulan,selama proses belajar tersebut I Made Djimat selalu mendampingi ayahnya dalam mengajar, dan hanya dengan melihat orang belajar tari baris tersebut beliau langsung bisa menarikan tarian baris tunggal tersebut tanpa diajari oleh siapapun dan langsung menarikan tarian tersebut pada tahun 1952 pada saat odalan di Pura Dalem Alas Arum Br Pekandelan Desa Batuan, itulah I Made Djimat menjadi seniman tari.

Setelah itu beliau melanjutkan pendidikan ke sekolah dasar yang pada saat itu masih bernama SR ( sekolah rakyat ), karena keterampilannya menari beliau sering disuruh menari setiap ada pementasan di sekolah, pada saat beliau kelas 5 beliau berhenti sekolah karena pada masa itu bagi masyarakat sekolah itu tidak terlalu penting, karena bakat dan kemauannya untuk belajar sangat tinggi akhirnya beliau mulai belajar tarian lainnya seperti Juak Manis, Jauk Keras, topeng, Gambuh dll, akhirnya beliau mulai diajak mengajar oleh ibunya ( ni ketut cenik ), awal mula beliau mengajar yaitu di Kabupaten Karangasem daerah Selat Duda dmana pada saat itu Ni Ketut Cenik disuruh mengajar Prembon,dimana pada waktu itu beliau mengajar tari Baris, Jauk manis, Jauk Keras dan penasar,disana beliau mengajar selama 3 bulan.

Pada tahun 1961 I Made Djimat mulai mengikuti lomba tari bali dimana pada saat itu tari yang dilombakan adalah tari Gambuhyang bertempat di alun-alun kota denpasar, saat itu I Made Djimat ikut bergabung dalam sekha Gambuh Batuan dan dalam tarian Gambuh itu beliau mendapat kesempatan memerankan tokoh Prabu dan Gambuh, akhirnya sekha Gambuh itupun mendapatkan juara I, setelah itu pada tahun 1966 beliuau mengikuti lomba tari Baris Tunggal yang diadakan oleh Pemerintah Provinsi Bali yang bernama LKN ( lembaga kesenian nasional ) yang bertempat di Banjar Tain Siat Denpasar, disana beliau berhasil memperoleh juara I tingkat provinsi Bali,dan pada tahun 1969 beliau mengikuti lomba tari Jauk Manis yang bertempat di Kabupaten Bangli, disana juga beliau berhasil memperoleh juara satu se-Bali.

Dari semenjak itulah nama I Made Djimat sangat di kenal di seluruh Bali karena kepiawaiannya menarikan tari bali terutama tari Baris dan Jauk manis, akhirnya beliau mulai sering diminta untuk melatih tari ke banjar-banjar,ke luar daerah seperti Kupang,Alor, Atambua,dan bahkan pada tahun 1969 beliau sudah berhasil mementaskan tarian bali ke luar negeri, Negara pertama yang mengundang beliau adalah Australi, disana beliau mementaskan berbagai macam tarian bali dan diiringi oleh penabuh sekaha gong Gladag Badung, terhitung sudah sebanyak 72 kali beliau mementaskan tarian bali di luar negeri bersama dengan sekahanya.

I Made Djimat juga pernah membuat beberapa tarian seperti Tari Kodok yang dulunya namanya Tari Rakyat dan diiringi oleh alat musik genggong pada tahun 1969 dan diresmikan pada tahun 1970, dan pada tahun 2011 beliau menciptakan tarian Topeng Tua Wanita yang diberi nama Tari Topeng Segara Madu yang konsepnya diambil dari beberapa tarian bali seperti tari Gambuh, Sisya Calonarang, dan Topeng Tua Pria,dari stulah I Made Djimat terkenal sebagai seniman alam yang Klasik.

Saya tertarik menulis tentang seniman ini karena menurut saya sosok seniman seperti I Made Djimat ini sangat jarang ada di bali karena tanpa mengenyam  bangku sekolah yang tinggi tapi beliau sanggup mendedikasikan hidupnya untuk kesenian bali terutama seni tari karena kecintaan beliau terhadap kesenian, inilah yang patut ditiru oleh generasi muda sekarang karena sekarang pendidikan sudah sangat lumrah maka kita sebagai calon-calon seniman masa depan harus bisa lebih meningkatkan kreatifitas dan semangat kita untuk memajukan dan melestarikan kesenian kita.

Sejarah Gamelan Terompong Beruk

Terompong Beruk merupakan alat musik tradisional yang sangat sederhana. Gamelan langka dan unik itu menggunakan bilah-bilah kayu, berbeda dengan terompong pada gamelan gong yang menggunakan perunggu. Ciri khas Terompong Beruk terletak pada alat resonansi suaranya yang menggunakan beruk (batok kelapa). Besar kecil beruk diatur dan disesuaikan dengan nada bilah-bilah kayu di atasnya untuk memunculkan nada suara yang berbeda-beda. Karena menggunakan sumber gema dari beruk (batok kelapa) itulah gamelan ini dinamai Terompong Beruk. Hal ini berbeda dengan terompong perunggu pada gamelan gong kebyar yang umumnya berbentuk bulat dan terdapat benjolan di tengah-tengahnya.

Bentuk bilahnya sama dengan rindik dan dibuat dari kayu pohon enau (dibali disebut uyung ) / dari kayu pohon aren ( di bali disebut jaka ).Sedangkan sebagai resonatornya adalah beruk (batok kelapa) yang berlubang diatasnya yang disusun sedemikian rupa masing-masing susunan sebagai berikut :

(ndeng)(ndung)(ndang)(nding)(ndeng)(ndung)(ndang)(nding)(ndung)

Jadi dalam satu tungguh ada dua oktaf dengan system

Satu barung atau satu set lengkap gamelan Terompong Beruk terdiri dari Terompong Beruk, Gangsa, Curing, Riong, Jublag, Kemplung, Kempil, dan sejumlah alat lainnya. Semua alat itu juga dibuat dari bilah-bilah kayu yang resonansi suaranya berasal dari beruk. Sedangkan untuk Gong dibuat dari waluh (buah labu besar) yang telah dikeringkan.

Untuk menambah semarak suara gamelan, Terompong Beruk dilengkapi dengan Suling, Kendang, Cengceng, dan lain sebagainya. Namun kini Terompong Beruk telah diganti dengan bilah-bilah besi, meski sumber gemanya masih menggunakan beruk. Mungkin untuk mendapat suara yang lebih keras dan alunannya panjang.

 

 

 

Sejarah Terompong Beruk

 

Sejak kapan Terompong Beruk dikenal di Bangle? Belum ditemukan peninggalan tertulis (prasasti) yang menyebutkan sejarah kelahiran Terompong Beruk. Pak Wati (1955) sebagai pelatih Terompong Beruk pun tidak mengetahui sejarah keberadaan alat musik unik itu. “Saya kurang tahu sejak kapan Terompong Beruk ada di dusun kami. Menurut orang tua, itu warisan leluhur kami,” jelas Pak Warti. Bahkan Pak Sanu (1938), seorang pinisepuh Bangle, juga mengatakan tidak tahu kapan Terompong Beruk pertama kali dibuat. “Leluhur kami yang dulu membuatnya, kami hanya mewarisi apa yang ada sekarang,” kata Sanu.

Secara sekilas, kisah keberadaan Terompong Beruk bisa ditelusuri dari cerita para tokoh masyarakat dan pinisepuh Bangle. Cerita tersebut diwariskan secara turun temurun hingga generasi sekarang. Ida Made Giur Dipta, tokoh masyarakat dari Desa Culik yang pernah lama mengajar di sebuah SD di Bunutan, telah menyusun sekelumit sejarah kelahiran Terompong Beruk berdasarkan cerita pinesepuh Bangle.

Giur menuliskan bahwa keberadaan Terompong Beruk berkaitan dengan pembangunan Pura Pemaksan Bangle. Ketika pura selesai dibangun, digelarlah Upacara Dewa Yadnya, diantaranya Melaspas, Ngenteg Linggih, berlanjut Pujawali atau Piodalan. Pada saat melaksanakan upacara tersebut tentu tidak bisa dilepaskan dari pementasan tari sakral sebagai persembahan kepada Hyang Widhi. Namun tari tanpa gamelan belumlah sempurna. Kebetulan saat itu ada seorang warga Bangle memiliki sebuah Terompong Beruk yang dipakai hiburan di waktu senggang.

Terompong Beruk itu kemudian dilengkapi dengan suling, sejenis kendang (berupa dua ruas bambu yang dipukulkan di tanah), ricik atau cengceng dari besi bekas singkal dan kejen (alat membajak sawah). Dari alat-alat itu terbentuklah sebuah perangkat gamelan  yang masih sangat sederhana namun sangat bermakna dalam mengiringi pementasan tarian sakral pada saat itu.

Seusai upacara besar itu, para pinisepuh Bangle kemudian berembug dengan para prajuru Pura. Mereka mulai berpikir membuat seperangkat gamelan Terompong Beruk yang lebih lengkap dengan bahan-bahan yang ada di dusun mereka. Sebab mereka belum mampu membeli satu perangkat gamelan perunggu yang harganya sangat mahal.

Seperangkat gamelan Gong Beruk pun dibuat oleh warga Bangle. Terompong Beruk itu kemudian dilengkapi dengan Gangsa, Curing, Jublag, Jegog, yang semuanya dibuat dari bilah-bilah kayu lengkap dengan beruk sebagai resonansi suara dan nada. Sedangkan gongnya dibuat dari bilah bambu petung atau kayu lekukun, sedangkan pelawahnya dibuat dari waluh (labu besar) agar menghasilkan suara yang mengalun panjang. Cengcengnya dibuat dari besi bekas singkal dan kejen (alat membajak tradisional).

Menurut Pak Wati, ada beberapa tabuh atau gending yang sering dimainkan dengan menggunakan perangkat Gong Beruk. Nama-nama tabuhnya juga khas dan unik, seperti: Tabuh Gelagah Manis, Tabuh Nem Cenik, Tabuh Nem Gede, Tabuh Kutus Cenik, Tabuh Kutus Gede. Jenis-jenis tari yang sering diiringi dengan Gong Beruk adalah Tari Pendet, Gandrung, Legong Sambeh Bintang, Rejang Lilit, dan Igel Des
Pada mulanya tidak banyak orang yang mengetahui keberadaan Gong Beruk, hanya dikenal di sekitar Dusun Bangle. Bahkan dusun-dusun di sekitar Bangle pun tidak mengetahui atau mengenal gamelan unik itu. Terompong Beruk mulai dikenal masyarakat luas pada tahun 1979. Saat itu Sekaa (Grup) Terompong Beruk Bangle mewakili Kabupaten Karangasem tampil untuk pertama kalinya dalam Pesta Kesenian Bali di Denpasar.

Keberadaan Terompong Beruk di Bangle tentu membuat bangga warga Bangle karena alat musik itu hanya ada di wilayah mereka. Hal itu diakui oleh Kelian Adat Banjar Bangle, I Nyoman Panda. “Kami bangga mewarisi alat gamelan unik yang hanya ada di Bangle. Kami terus mendorong anak-anak belajar menabuh Terompong Beruk untuk melanjutkan warisan leluhur kami,” ujar Panda.

Sampai saat ini ada sekitar 30-an anak-anak dari Bangle yang ikut pelatihan menabuh Terompong Beruk. Anak-anak tersebut sangat antusias mengikuti pelatihan. Seorang peserta, I Wayan Putu, mengatakan ikut pelatihan Terompong Beruk untuk melestarikan kesenian tersebut. Hal itu ditegaskan oleh I Wayan Suastama dan I Ketut Subawa yang sama-sama ingin memajukan dusunnya dengan tekun berlatih Terompong Beruk. “Kami ingin melestarikan warisan leluhur,” ujar Suastama.

Balinese Gamelan Orchestra

tube.com/watch?v=V09hbNm3YI4

Definisi :

Ini merupakan barungan gamelan angklung,dengan lagu yang diberi judul “ CATUR RAWITA “ yang diciptakan oleh I Ketut Gede Asnawa.

Komentar :

Dari hasil suara ( pengaturan sound system ) :

Terdengar agak kurang jelas dalam suara jegog pada waktu memainkan secara bersama karena  hanya terdapat 2 microphone yang ditaruh di posisi depan saja maka suara yang paling menonjol hanya kendang dan gangsa saja,suara kendang juga kedengarannya agak kurang beraturan karena terlalu dekat dengan microphone sehingga suara kendang jadi bergema dan pola yang dimainkan menjadi tidak jelas, suara gong juga agak kurang jelas terdengar karena posisi gong nya sangat jauh dari microphone,secara keseluruhan pola yang dimainkan dalam lagu tersebut agak kurang jelas karena posisia microphone sangat dekat dengan kendang dan gangsa yang menimbulkan suara bergema yang membuat pola lagu yang dimainkan menjadi agak kurang jelas.

Struktur Gamelan :

Gamelan yang dipakai sangat sedikit karena tidak memakai instrument gamelan angklung secara keseluruhan,yang dipakai hanya :

–          1 kendang

–          2 gangsa

–          2 jegog

–          1 kempluk

–          1 gong

Dari segi penataan gamelan juga agak kurang mendukung karena alat-alat yang tidak dipakai ikut masuk dalam struktur gamelan yang dimainkan sehingga membuat pandangan menjadi agak rumit,seharusnya yg ditampilkan dalam struktur penataan gamelan tersebut adalah alat yang akan dimainkan saja sehingga alat-alat yang tidak diperlukan / dipakai tidak mengganggu pandangan dari pementasan tersebut dan tidak membuat pandangan menjadi terlalu ramai karena dalam intinya alat yang dipakai dalam barungan gamelan ini hanya sedikit.

 

 

 

Dari segi lighting dan pengambilan gambar :

Dari segi lighting menurut saya sudah lumayan bagus karena cahaya yang dihasilkan sudah maksimal,tapi dari segi pengambilan gambar agak kurang karena sanagt jarang menampilkan secara keseluruhan dari barungan gamelan tersebut sehingga penonton yang menontonnya menjadi agak tidak jelas,pengambilan gambar lebih menonjolkan pemain kendang dan gangsa saja sehingga pemain kempluk, jegog dan gong agak jarang ditampilkan.

GAMELAN GAMBUH

GAMBELAN GAMBUH

Gambelan gambuh telah ada di bali pada tahun 929 Saka atau tahun 1007 masehi. Dikatakannya sejarah tentang gambelan gambuh ini adalah sebagai pengiring tarian gambuh dimana disebutkan Gambuh telah ada di Bali pada permulaan abad ke-11 tepatnya pada tahun 1007 masehi, pada masa pemerintahan Sri Udayana beserta permaisurinya Sri Gunapriya Dharmapatni di Bali.

Gamelan yang dalam lontar Aji Gurnita disebut sebagai gamelan Melad perana, adalah gamelan pengiring dramatari Gambuh. Gamelan Penggambuhan termasuk barungan madya dan hingga kini dianggap sebagai salah satu sumber terpenting dari semua bentuk seni tabuh yang muncul di Bali setelah abad XV. Gending-gending Gambuh yang melodis dan ritmis merupakan tabuh-tabuh yang bernafaskan tari dari pada hanya bersifat tabuh instrumental.

Tabuh Penggambuhan pada umumnya berkesan formal, karena adanya berbagai aturan yang membedakan satu jenis lagu dengan yang lainnya, dan adanya patet yang mengatur susunan nada-nada. Karena gending-gending Gambuh adalah terkait dengan tarian, maka kebanyakan komposisi lagunya mengikuti pola tari yang diiringi. Gending-gending Gambuh disesuaikan dengan tarian yang mengiringi, setiap jenis tarian mempunyai gending, melodi dan patet tersendiri sesuai dengan perwatakannya.

Di samping secara tidak langsung dalam
sebuah pertunjukan difungsikan sebagai instrumental (tabuh petegak) sebelum pertunjukan
dimulai. Secara umum instrumentasi Gamelan Gambuh Batuan hampir sama dengan
instrument Gambuh pada umumnya, yaitu: Suling Gambuh, Kendang Krumpungan, Rebab,
Kajar Krentengan, Ceng-ceng Ricik, Klenang, Gumanak, Gentorag, Kenyir dan Kempul.

Suling dan rebab adalah instrumen penting dalam Penggambuhan yang merupakan instrumen pemimpin dan pemangku melodi. Gamelan Penggambuhan berlaras pelog, tepatnya Pelog Saih Pitu (tujuh nada).

Tabuh-tabuh yang dimainkan memakai 5 patetan/ tetakep, yaitu:
Selisir, Baro, Tembang, Sunaren, Lebeng.

Di antara tabuh-tabuh yang berupa tabuh Pategak (tabuh yang bukan pengiring tari) dan tabuh Paigelan (tabuh pengiring tari atau drama) yang terdiri dari:
Batel, Bapang, Tabuh telu, dan lain – lainnya.

gambelan Gambuh yang juga ada kaitannnya dengan dramatari gambuh, ternyata gambelan gambuh termasuk golongan gambelan madya yang lebih muda dari gambang, saron, selonding kayu, gong besi, gong luang, selonding besi, angklung klentangan, dan gender wayang. Tetapi Gambelan dramatari Gambuh lebih tua dari gambelan Arja, gong kebyar, gambelan jangger, angkung bilah 7, gambelan joged bumbung, gong suling.

1. Suling Gambuh

Suling merupakan sebuah instrument dalam karawitan Bali, suling berasal dari dua
suku kata yaitu su yang dalam bahasa Bali berarti baik (luwih) dan ling yang berarti tangis
atau suara (dalam bahasa Kawi), jadi suling dapat diartikan suara tangisan yang baik. Suling
Gambuh merupakan ciri dari pada Gamelan Pegambuhan karena suling yang dipergunakan
merupakan ukuran paling besar dan panjang dalam karawitan Bali. Suling ini memiliki
panjang 100 cm dan diameter 3cm, ukuran pembuatan Suling Gambuh disebut dengan sikut
kutus, yang artinya panjang suling terdiri dari delapan kali lingkaran badan bambu.
Suling Gambuh dimainkan dengan cara yang sama seperti suling pada umumnya,
yaitu menggunakan sistem tiupan tanpa terputus-putus (ngunyal angkihan). Tetapi yang
membedakan di sini adalah teknik tutupan, pada waktu memainkan Suling Gambuh teknik
tutupan pada enam buah lubang suling menggunakan ibu jari, telunjuk dan jari tengah
(tangan kanan atau kiri). Hal tersebut dikarenakan jarak lubang suling satu dan berikutnya
cukup jauh, yang tidak memungkinkan menutup lubang suling tersebut menggunakan
telunjuk, jari tengah dan jari manis, seperti teknik penutupan suling pada umumnya.
Gamelan Gambuh di Desa Batuan mempergunakan empat buah instrumen suling
yang memiliki fungsi sebagai pembawa melodi (menggarap Gending) dalam suatu
pertunjukan, baik bersifat instrumental maupun iringan tari. Suling ini dimainkan secara
bersama-sama di dalam memainkan sebuah lagu (gending), hanya pada bagian lagu tertentu
suling dimainkan secara tunggal seperti mengawali sebuah lagu (kawitan gending). Jika
ditinjau dari segi estetika suling dapat mendukung berbagai adegan yang diperankan, seperti
adegan keras, sedih, gembira dan sebagainya, yang dapat mendukung suasana dengan melodi
gending dan patet yang dipergunakan.

2. Kendang Krumpungan

Kendang adalah sebuah instrumen pada karawitan Bali, kendang merupakan
instrument yang tergolong jenis membranophone atau sumber suara yang dihasilkan berasal
dari membrane (selaput kulit). Istilah atau nama kendang sering dikaitkan dengan nama
sebuah barungan gamelan yang menyatakan bagian tungguhan dari barungan tersebut,
seperti: Kendang Pegambuhan, Kendang Pengarjan, Kendang Pelegongan dan yang lainnya.
Meskipun kendang tersebut memiliki nama tersendiri yang sering disebut dengan Kendang
Krumpungan.
Secara umum di Bali kendang berfungsi sebagai pamangku atau pamurba irama.
Gamelan Pegambuhan di Desa Batuan menggunakan sepasang kendang Pegambuhan
(krumpungan) yang dimainkan berpasangan yaitu lanang dan wadon. Apabila melihat fungsi
kendang dalam barungan tersebut, tidak jauh berbeda dengan fungsi kendang secara umum.
Pada barungan tersebut kendang difungsikan sebagai pamurba irama dalam suatu gending
yang dimainkan, seperti aksen transisi (nyalit), aksen angsel, dan aksen untuk mengawali dan
mengakhiri suatu lagu. Kendang ini memiliki pola-pola permainan yang klasik menyesuaikan
dengan pola tari yang diiringinya.

3. Rebab

Instrument rebab adalah satu-satunya instrument gesek yang terdapat pada karawitan
Bali, instrument ini biasanya terdapat pada barungan Semar Pagulingan Saih Pitu, Semar
Pagulingan Saih Lima, Gamelan Pegambuhan, Gong Suling dan Gong Kebyar. Rebab pada
umumnya hanya sebagai pelengkap dalam gamelan tersebut, yang berfungsi sebagai penghias
atau pemanis suatu lagu dengan mempergunakan cengkok serta wilet untuk
memvariasikannya,
Pada Gamelan Gambuh di Desa Batuan mempergunakan satu instrument rebab,
yang berfungsi sebagai penghias suatu melodi, di samping rebab juga berfungsi memegang
melodi pokok dengan empat buah suling lainnya.

4. Kajar

Kajar merupkan instrument yang memeliki peran cukup penting pada Gamelan Bali.
Hampir semua jenis barungan gamelan terdapat instrument kajar, seperti pada jenis gamelan
yang tergolong barungan menengah dan barungan besar. Dilihat dari bentuknya kajar di Bali
terdiri dari dua bentuk, yaitu kajar krentengan (memakai ideng) adalah kajar yang penconnya
tidak menonjol ke luar melainkan penconnya sejajar dengan muka kajar atau di sebut dengan
moncon padah. Kajar ini biasanya terdapat pada Gamelan Pegambuhan, Gamelan Semar
Pagulingan, Gamelan Palegongan dan Gamelan Geguntangan. Kajar yang menconnya keluar
(tidak menggunakan ideng) adalah kajar yang terdapat pada barungan Gong Kebyar, Gong
Suling, Angklung Kebyar, Semarandhana dan yang lainya.
Bila dilihat fungsinya secara umum kajar dalam karawitan Bali berfungsi sebagai
pemegang tempo serta irama dalam suatu gending. Akan tetapi kajar krentengan juga
berfungsi untuk memperjelas motif-motif kendang krumpungan yang dimainkan. Untuk
mewujudkan bunyi kendang lanang tung (hasil tabuhan tangan kanan) tungguhan kajar
dipukul bada bagian penconnya, sedangkan untuk mewujudkan bunyi kendang wadon dah
atau deng (hasil tabuhan tangan kanan) kajar dipukul pada bagian tangkar. Kajar pada
Gamelan Gambuh juga berfungsi sebagai tanda pada paletan lagu (gatra) yang berukuran
panjang, yang dimainkan dengan istilah neruktuk.
Pada barungan Pegambuhan yang terdapat di Desa Batuan mempergunakan kajar
krentengan dengan teknik memainkan sama seperti di atas, mengikuti pola permainnan
kendang krumpungan. Sesekali juga memakai tempo yang tetap pada waktu gending-gending
batel (perang). Menurut I Gusti Ngurah Widiantara, seorang pemain kajar harus mengetahui
teknik-teknik permainan kendang, karena pola permainan kajar banyak mengikuti motif-
motif permainan kendang.

5. Ceng-Ceng Ricik

Dalam karawitan Bali terdapat tiga jenis ceng-ceng yaitu: ceng-ceng kopyak, ceng-
ceng kecek dan ceng-ceng ricik. Ceng-ceng kopyak adalah ceng-ceng yang dipergunakan
untuk memainkan gending-gending Balaganjur dan gending lelambatan, pada Gong Gede
maupun pada Gong Kebyar. Ceng-ceng ini paling besar dengan diameter 25cm, apabila
memainkannya harus satu cakep/pasang (terdiri dari dua buah ceng-ceng). Ceng-ceng kecek
adalah ceng-ceng yang terdapat dalam barungan Gong Kebyar. Bagian alas terdiri dari 5 buah
ceng-ceng dan pada bagian atas terdiri dari dua buah ceng-ceng yang dipergunakan untuk
memukul ceng-ceng bagian bawah pada saat memainkannya. Ceng-ceng ricik adalah ceng-
ceng yang bentuknya hampir sama dengan ceng-ceng kecek hanya saja bentuknya lebih kecil.
Ceng-ceng ricik biasanya terdapat pada barungan Pegambuhan, Semar Pagulingan,
Palegongan, Geguntangan, Bebarongan dan yang lainnya.
Barungan Pegambuhan yang ada di Batuan memakai ceng-ceng ricik yang berfungsi
memberikan kesan ritmis dalam suatu lagu (gending), serta memperjelas aksen-aksen
kendang pada waktu melodi batel (angsel mesiat). Ceng-ceng ricik ditempatkan di atas
pelawah yang berbentuk bedawang (penyu) yang dihiasi dengan warna prada.

6. Klenang

Klenang merupakan instrument pencon dalam karawitan Bali, klenang bentuknya
seperti reong, klenang biasanya diletakan pada pelawah ataupun tidak menggunakan
pelawah, seperti klenang pada Gamelan Gambuh Batuan. Klenang dimainkan oleh satu
orang penabuh.
Nada instrument klenang adalah nada ndang (1),tetapi memiliki suara yang tinggi
(kecil). Klenang biasanya terdapat pada Gamelan Semar Pagulingan Saih lima, Semar
Pagulingan Saih Pitu, Pelegongan, Bebarongan, Angklung, Geguntangan, Gong Suling, serta
Pegambuhan. Tabuhan klenang dimainkan pada sela-sela tabuhan kajar atau terdapat pada
hitungan ( sabetan) ganjil.

7. Gumanak

Gumanak adalah satu buah instrument yang berbentuk tabung yang terbuat oleh
prunggu. Gumanak memiliki panjang 15 cm dengan diameter 2 cm, terdapat sebuah lubang
yang memanjang di tengah yang merupakan resonator. Gumanak ini dimainkan dengan cara
dipukul menggunakan besi sebesar lidi. Gumanak merupakan satu-satunya instrument yang
cukup unik dan hanya terdapat dalam barungan Pegambuhan. Tidak ada pola yang baku
dalam menabuh Gumanak, memainkannya dilakukan dengan bebas asalkan dapat
menimbulkan jalinan dalam permainan tersebut.
Pada Gamelan Pegambuhan yang terdapat di Desa Batuan terdapat instrument
Gumanak yang berjumlah sepasang (dua buah), yang diletakan pada sebuah pelawah yang
dihiasi dengan ukiran yang diberi warna (prada). Instrument Gumanak diletakan kanan dan
kiri secara horisontal, serta dipukul dari atas mengunakan dua batang besi panjang dengan
kedua tangan.

8. Gentorag

Gentorag adalah instrument yang menyerupai pohon genta, gentorag ini terdiri dari
genta kecil yang jumlah keseluruhannya sekitar 28-35 genta kecil yang di susun menjadi tiga
tingkatan. Paling bawah merupakan lingkaran paling besar dengan jumlah genta kecil yang
paling banyak, lingkaran paling tengah lebih kecil serta dengan jumlah lebih sedikit dari
jumlah yang pertama, dan lingkaran yang paling atas merupakan lingkaran yang paling kecil
dengan jumlah daun genta yang paling sedikit. Pada bagian tengah terdapat sebuah kayu yang
berfungsi sebagai pegangan dan mengunci ketiga lingkaran yang di pakai menggantungkan
daun genta kecil.
Pada Gamelan Gambuh yang terdapat di Desa Batuan mempergunakan satu buah
instrument Gentorag. Instrumen tersebut dimainkan dengan cara digoyang sesuai dengan
irama yang dimainkan, biasanya bersamaan dengan jatuhnya pukulan kempul dan di sela-sela
jatuhnya pukulan kempul. Gentorag dapat memberikan aksen ritmis di setiap melodi final.
Selain pada Gamelan Pegambuhan instrument gentorag juga terdapat pada Gamelan Semar
Pagulingan saih lima dan saih pitu, Pelegongan dan Bebarongan.

9. Kenyir

Kenyir kerupakan suatu tungguhan yang terdapat dalam barungan Pegambuhan.
Kenyir berbentuk bilah yang terdiri dari tiga atau dua bilah yang memiliki nada yang sama.
Kenyir merupakan instrument yang tergolong pada metallophone. Kedua bilah ini diletakan
di atas lubang resonator, yang berada pada bagian atas pelawah, serta di kunci dengan besi
yang berada pada lubang gegorok masing-masing bilah. Pada Gamelan Bali di kenal dengan
istilah mepacek. Pelawah tersebut dihiasi dengan ukiran (dengan motif kakul-kakulan dan
gigin barong) dan warna merah dan coklat tua dipadukan dengan perada. Kenyir dimainkan
dengan cara dipukul menggunakan alat pukul (panggul) yang bercabang dua. Pola permainan
kenyir dalam barungan Pegambuhan adalah secara alternating dengan dua/satu kali pukulan.

10. Kempul

Pada Gamelan Gambuh menggunakan satu buah instrument kempul yang
difungsikan sebagai gong. Instrumen kempul dimainkan oleh satu orang penabuh, dengan
menggunakan panggul kempul. Jatuhnya pukulan kempul merupakan sebuah tanda
berakhirnya sebuah melodi atau gending yang dimainkanGAMBELAN GAMBUH

Gambelan gambuh telah ada di bali pada tahun 929 Saka atau tahun 1007 masehi. Dikatakannya sejarah tentang gambelan gambuh ini adalah sebagai pengiring tarian gambuh dimana disebutkan Gambuh telah ada di Bali pada permulaan abad ke-11 tepatnya pada tahun 1007 masehi, pada masa pemerintahan Sri Udayana beserta permaisurinya Sri Gunapriya Dharmapatni di Bali.

Gamelan yang dalam lontar Aji Gurnita disebut sebagai gamelan Melad perana, adalah gamelan pengiring dramatari Gambuh. Gamelan Penggambuhan termasuk barungan madya dan hingga kini dianggap sebagai salah satu sumber terpenting dari semua bentuk seni tabuh yang muncul di Bali setelah abad XV. Gending-gending Gambuh yang melodis dan ritmis merupakan tabuh-tabuh yang bernafaskan tari dari pada hanya bersifat tabuh instrumental.

Tabuh Penggambuhan pada umumnya berkesan formal, karena adanya berbagai aturan yang membedakan satu jenis lagu dengan yang lainnya, dan adanya patet yang mengatur susunan nada-nada. Karena gending-gending Gambuh adalah terkait dengan tarian, maka kebanyakan komposisi lagunya mengikuti pola tari yang diiringi. Gending-gending Gambuh disesuaikan dengan tarian yang mengiringi, setiap jenis tarian mempunyai gending, melodi dan patet tersendiri sesuai dengan perwatakannya.

Di samping secara tidak langsung dalam
sebuah pertunjukan difungsikan sebagai instrumental (tabuh petegak) sebelum pertunjukan
dimulai. Secara umum instrumentasi Gamelan Gambuh Batuan hampir sama dengan
instrument Gambuh pada umumnya, yaitu: Suling Gambuh, Kendang Krumpungan, Rebab,
Kajar Krentengan, Ceng-ceng Ricik, Klenang, Gumanak, Gentorag, Kenyir dan Kempul.

Suling dan rebab adalah instrumen penting dalam Penggambuhan yang merupakan instrumen pemimpin dan pemangku melodi. Gamelan Penggambuhan berlaras pelog, tepatnya Pelog Saih Pitu (tujuh nada).

Tabuh-tabuh yang dimainkan memakai 5 patetan/ tetakep, yaitu:
Selisir, Baro, Tembang, Sunaren, Lebeng.

Di antara tabuh-tabuh yang berupa tabuh Pategak (tabuh yang bukan pengiring tari) dan tabuh Paigelan (tabuh pengiring tari atau drama) yang terdiri dari:
Batel, Bapang, Tabuh telu, dan lain – lainnya.

gambelan Gambuh yang juga ada kaitannnya dengan dramatari gambuh, ternyata gambelan gambuh termasuk golongan gambelan madya yang lebih muda dari gambang, saron, selonding kayu, gong besi, gong luang, selonding besi, angklung klentangan, dan gender wayang. Tetapi Gambelan dramatari Gambuh lebih tua dari gambelan Arja, gong kebyar, gambelan jangger, angkung bilah 7, gambelan joged bumbung, gong suling.

1. Suling Gambuh

Suling merupakan sebuah instrument dalam karawitan Bali, suling berasal dari dua
suku kata yaitu su yang dalam bahasa Bali berarti baik (luwih) dan ling yang berarti tangis
atau suara (dalam bahasa Kawi), jadi suling dapat diartikan suara tangisan yang baik. Suling
Gambuh merupakan ciri dari pada Gamelan Pegambuhan karena suling yang dipergunakan
merupakan ukuran paling besar dan panjang dalam karawitan Bali. Suling ini memiliki
panjang 100 cm dan diameter 3cm, ukuran pembuatan Suling Gambuh disebut dengan sikut
kutus, yang artinya panjang suling terdiri dari delapan kali lingkaran badan bambu.
Suling Gambuh dimainkan dengan cara yang sama seperti suling pada umumnya,
yaitu menggunakan sistem tiupan tanpa terputus-putus (ngunyal angkihan). Tetapi yang
membedakan di sini adalah teknik tutupan, pada waktu memainkan Suling Gambuh teknik
tutupan pada enam buah lubang suling menggunakan ibu jari, telunjuk dan jari tengah
(tangan kanan atau kiri). Hal tersebut dikarenakan jarak lubang suling satu dan berikutnya
cukup jauh, yang tidak memungkinkan menutup lubang suling tersebut menggunakan
telunjuk, jari tengah dan jari manis, seperti teknik penutupan suling pada umumnya.
Gamelan Gambuh di Desa Batuan mempergunakan empat buah instrumen suling
yang memiliki fungsi sebagai pembawa melodi (menggarap Gending) dalam suatu
pertunjukan, baik bersifat instrumental maupun iringan tari. Suling ini dimainkan secara
bersama-sama di dalam memainkan sebuah lagu (gending), hanya pada bagian lagu tertentu
suling dimainkan secara tunggal seperti mengawali sebuah lagu (kawitan gending). Jika
ditinjau dari segi estetika suling dapat mendukung berbagai adegan yang diperankan, seperti
adegan keras, sedih, gembira dan sebagainya, yang dapat mendukung suasana dengan melodi
gending dan patet yang dipergunakan.

2. Kendang Krumpungan

Kendang adalah sebuah instrumen pada karawitan Bali, kendang merupakan
instrument yang tergolong jenis membranophone atau sumber suara yang dihasilkan berasal
dari membrane (selaput kulit). Istilah atau nama kendang sering dikaitkan dengan nama
sebuah barungan gamelan yang menyatakan bagian tungguhan dari barungan tersebut,
seperti: Kendang Pegambuhan, Kendang Pengarjan, Kendang Pelegongan dan yang lainnya.
Meskipun kendang tersebut memiliki nama tersendiri yang sering disebut dengan Kendang
Krumpungan.
Secara umum di Bali kendang berfungsi sebagai pamangku atau pamurba irama.
Gamelan Pegambuhan di Desa Batuan menggunakan sepasang kendang Pegambuhan
(krumpungan) yang dimainkan berpasangan yaitu lanang dan wadon. Apabila melihat fungsi
kendang dalam barungan tersebut, tidak jauh berbeda dengan fungsi kendang secara umum.
Pada barungan tersebut kendang difungsikan sebagai pamurba irama dalam suatu gending
yang dimainkan, seperti aksen transisi (nyalit), aksen angsel, dan aksen untuk mengawali dan
mengakhiri suatu lagu. Kendang ini memiliki pola-pola permainan yang klasik menyesuaikan
dengan pola tari yang diiringinya.

3. Rebab

Instrument rebab adalah satu-satunya instrument gesek yang terdapat pada karawitan
Bali, instrument ini biasanya terdapat pada barungan Semar Pagulingan Saih Pitu, Semar
Pagulingan Saih Lima, Gamelan Pegambuhan, Gong Suling dan Gong Kebyar. Rebab pada
umumnya hanya sebagai pelengkap dalam gamelan tersebut, yang berfungsi sebagai penghias
atau pemanis suatu lagu dengan mempergunakan cengkok serta wilet untuk
memvariasikannya,
Pada Gamelan Gambuh di Desa Batuan mempergunakan satu instrument rebab,
yang berfungsi sebagai penghias suatu melodi, di samping rebab juga berfungsi memegang
melodi pokok dengan empat buah suling lainnya.

4. Kajar

Kajar merupkan instrument yang memeliki peran cukup penting pada Gamelan Bali.
Hampir semua jenis barungan gamelan terdapat instrument kajar, seperti pada jenis gamelan
yang tergolong barungan menengah dan barungan besar. Dilihat dari bentuknya kajar di Bali
terdiri dari dua bentuk, yaitu kajar krentengan (memakai ideng) adalah kajar yang penconnya
tidak menonjol ke luar melainkan penconnya sejajar dengan muka kajar atau di sebut dengan
moncon padah. Kajar ini biasanya terdapat pada Gamelan Pegambuhan, Gamelan Semar
Pagulingan, Gamelan Palegongan dan Gamelan Geguntangan. Kajar yang menconnya keluar
(tidak menggunakan ideng) adalah kajar yang terdapat pada barungan Gong Kebyar, Gong
Suling, Angklung Kebyar, Semarandhana dan yang lainya.
Bila dilihat fungsinya secara umum kajar dalam karawitan Bali berfungsi sebagai
pemegang tempo serta irama dalam suatu gending. Akan tetapi kajar krentengan juga
berfungsi untuk memperjelas motif-motif kendang krumpungan yang dimainkan. Untuk
mewujudkan bunyi kendang lanang tung (hasil tabuhan tangan kanan) tungguhan kajar
dipukul bada bagian penconnya, sedangkan untuk mewujudkan bunyi kendang wadon dah
atau deng (hasil tabuhan tangan kanan) kajar dipukul pada bagian tangkar. Kajar pada
Gamelan Gambuh juga berfungsi sebagai tanda pada paletan lagu (gatra) yang berukuran
panjang, yang dimainkan dengan istilah neruktuk.
Pada barungan Pegambuhan yang terdapat di Desa Batuan mempergunakan kajar
krentengan dengan teknik memainkan sama seperti di atas, mengikuti pola permainnan
kendang krumpungan. Sesekali juga memakai tempo yang tetap pada waktu gending-gending
batel (perang). Menurut I Gusti Ngurah Widiantara, seorang pemain kajar harus mengetahui
teknik-teknik permainan kendang, karena pola permainan kajar banyak mengikuti motif-
motif permainan kendang.

5. Ceng-Ceng Ricik

Dalam karawitan Bali terdapat tiga jenis ceng-ceng yaitu: ceng-ceng kopyak, ceng-
ceng kecek dan ceng-ceng ricik. Ceng-ceng kopyak adalah ceng-ceng yang dipergunakan
untuk memainkan gending-gending Balaganjur dan gending lelambatan, pada Gong Gede
maupun pada Gong Kebyar. Ceng-ceng ini paling besar dengan diameter 25cm, apabila
memainkannya harus satu cakep/pasang (terdiri dari dua buah ceng-ceng). Ceng-ceng kecek
adalah ceng-ceng yang terdapat dalam barungan Gong Kebyar. Bagian alas terdiri dari 5 buah
ceng-ceng dan pada bagian atas terdiri dari dua buah ceng-ceng yang dipergunakan untuk
memukul ceng-ceng bagian bawah pada saat memainkannya. Ceng-ceng ricik adalah ceng-
ceng yang bentuknya hampir sama dengan ceng-ceng kecek hanya saja bentuknya lebih kecil.
Ceng-ceng ricik biasanya terdapat pada barungan Pegambuhan, Semar Pagulingan,
Palegongan, Geguntangan, Bebarongan dan yang lainnya.
Barungan Pegambuhan yang ada di Batuan memakai ceng-ceng ricik yang berfungsi
memberikan kesan ritmis dalam suatu lagu (gending), serta memperjelas aksen-aksen
kendang pada waktu melodi batel (angsel mesiat). Ceng-ceng ricik ditempatkan di atas
pelawah yang berbentuk bedawang (penyu) yang dihiasi dengan warna prada.

6. Klenang

Klenang merupakan instrument pencon dalam karawitan Bali, klenang bentuknya
seperti reong, klenang biasanya diletakan pada pelawah ataupun tidak menggunakan
pelawah, seperti klenang pada Gamelan Gambuh Batuan. Klenang dimainkan oleh satu
orang penabuh.
Nada instrument klenang adalah nada ndang (1),tetapi memiliki suara yang tinggi
(kecil). Klenang biasanya terdapat pada Gamelan Semar Pagulingan Saih lima, Semar
Pagulingan Saih Pitu, Pelegongan, Bebarongan, Angklung, Geguntangan, Gong Suling, serta
Pegambuhan. Tabuhan klenang dimainkan pada sela-sela tabuhan kajar atau terdapat pada
hitungan ( sabetan) ganjil.

7. Gumanak

Gumanak adalah satu buah instrument yang berbentuk tabung yang terbuat oleh
prunggu. Gumanak memiliki panjang 15 cm dengan diameter 2 cm, terdapat sebuah lubang
yang memanjang di tengah yang merupakan resonator. Gumanak ini dimainkan dengan cara
dipukul menggunakan besi sebesar lidi. Gumanak merupakan satu-satunya instrument yang
cukup unik dan hanya terdapat dalam barungan Pegambuhan. Tidak ada pola yang baku
dalam menabuh Gumanak, memainkannya dilakukan dengan bebas asalkan dapat
menimbulkan jalinan dalam permainan tersebut.
Pada Gamelan Pegambuhan yang terdapat di Desa Batuan terdapat instrument
Gumanak yang berjumlah sepasang (dua buah), yang diletakan pada sebuah pelawah yang
dihiasi dengan ukiran yang diberi warna (prada). Instrument Gumanak diletakan kanan dan
kiri secara horisontal, serta dipukul dari atas mengunakan dua batang besi panjang dengan
kedua tangan.

8. Gentorag

Gentorag adalah instrument yang menyerupai pohon genta, gentorag ini terdiri dari
genta kecil yang jumlah keseluruhannya sekitar 28-35 genta kecil yang di susun menjadi tiga
tingkatan. Paling bawah merupakan lingkaran paling besar dengan jumlah genta kecil yang
paling banyak, lingkaran paling tengah lebih kecil serta dengan jumlah lebih sedikit dari
jumlah yang pertama, dan lingkaran yang paling atas merupakan lingkaran yang paling kecil
dengan jumlah daun genta yang paling sedikit. Pada bagian tengah terdapat sebuah kayu yang
berfungsi sebagai pegangan dan mengunci ketiga lingkaran yang di pakai menggantungkan
daun genta kecil.
Pada Gamelan Gambuh yang terdapat di Desa Batuan mempergunakan satu buah
instrument Gentorag. Instrumen tersebut dimainkan dengan cara digoyang sesuai dengan
irama yang dimainkan, biasanya bersamaan dengan jatuhnya pukulan kempul dan di sela-sela
jatuhnya pukulan kempul. Gentorag dapat memberikan aksen ritmis di setiap melodi final.
Selain pada Gamelan Pegambuhan instrument gentorag juga terdapat pada Gamelan Semar
Pagulingan saih lima dan saih pitu, Pelegongan dan Bebarongan.

9. Kenyir

Kenyir kerupakan suatu tungguhan yang terdapat dalam barungan Pegambuhan.
Kenyir berbentuk bilah yang terdiri dari tiga atau dua bilah yang memiliki nada yang sama.
Kenyir merupakan instrument yang tergolong pada metallophone. Kedua bilah ini diletakan
di atas lubang resonator, yang berada pada bagian atas pelawah, serta di kunci dengan besi
yang berada pada lubang gegorok masing-masing bilah. Pada Gamelan Bali di kenal dengan
istilah mepacek. Pelawah tersebut dihiasi dengan ukiran (dengan motif kakul-kakulan dan
gigin barong) dan warna merah dan coklat tua dipadukan dengan perada. Kenyir dimainkan
dengan cara dipukul menggunakan alat pukul (panggul) yang bercabang dua. Pola permainan
kenyir dalam barungan Pegambuhan adalah secara alternating dengan dua/satu kali pukulan.

10. Kempul

Pada Gamelan Gambuh menggunakan satu buah instrument kempul yang
difungsikan sebagai gong. Instrumen kempul dimainkan oleh satu orang penabuh, dengan
menggunakan panggul kempul. Jatuhnya pukulan kempul merupakan sebuah tanda
berakhirnya sebuah melodi atau gending yang dimainkan. Instrument kempul diletakan dalam
sebuah tungguhan kempul atau disebut juga dengan istilah gayor. Gayor diletakan berdiri
tegak dan instrument kempul digantung pada bagian tengah gayor. Pada ding-ding depan dan
belakang gayor dihiasi dengan ukiran motif bun-bunan (jalinan batang pohon), yang dihiasi
dengan warna merah, hitam coklat tua dan dipadukan dengan warna perada.
Jatuhnya pukulan kempul disesuaikan dengan lagu yang dimainkan, apabila gending
batel, untuk batel pejalan pukulan kempul jatuh pada hitungan ke empat (4x pukulan kajar
dan diselingi 2x pukulan klenang). Untuk batel pesiat, jatuh kempul pada hitungan kedua (1x
pukulan kajar diselingi 2x pukulan klenang) dengan tempo lebih cepat.
Untuk batel pejalan.
Bgitu juga dengan gending yang ukurannya panjang disesuaikan dengan ukuran
melodi atau gendingnya.
Penabuh Gambuh yang lengkap terdiri dari 15-17 orang. Begitu juga dengan penabuh
Gambuh di Desa Batuan,Br Pekandelan terdiri dari 16 orang, karena tidak terdapat instrument kangsi pada barungannya.

Narasumber : tugas ini dikutip dari www.isi-dps.ac.id dan hasil dari wawancara dengan Bapak Made Djimat selaku ketua dari sekaha gambuh di Desa adat Batuan,Br Pekandelan
. Instrument kempul diletakan dalam
sebuah tungguhan kempul atau disebut juga dengan istilah gayor. Gayor diletakan berdiri
tegak dan instrument kempul digantung pada bagian tengah gayor. Pada ding-ding depan dan
belakang gayor dihiasi dengan ukiran motif bun-bunan (jalinan batang pohon), yang dihiasi
dengan warna merah, hitam coklat tua dan dipadukan dengan warna perada.
Jatuhnya pukulan kempul disesuaikan dengan lagu yang dimainkan, apabila gending
batel, untuk batel pejalan pukulan kempul jatuh pada hitungan ke empat (4x pukulan kajar
dan diselingi 2x pukulan klenang). Untuk batel pesiat, jatuh kempul pada hitungan kedua (1x
pukulan kajar diselingi 2x pukulan klenang) dengan tempo lebih cepat.
Untuk batel pejalan.
Bgitu juga dengan gending yang ukurannya panjang disesuaikan dengan ukuran
melodi atau gendingnya.
Penabuh Gambuh yang lengkap terdiri dari 15-17 orang. Begitu juga dengan penabuh
Gambuh di Desa Batuan,Br Pekandelan terdiri dari 16 orang, karena tidak terdapat instrument kangsi pada barungannya.

Narasumber : tugas ini dikutip dari www.isi-dps.ac.id dan hasil dari wawancara dengan Bapak Made Djimat selaku ketua dari sekaha gambuh di Desa adat Batuan,Br Pekandelan

Halo dunia!

Selamat Datang di Blog Institut Seni Indonesia Denpasar. Ini adalah post pertama anda. Edit atau hapus, kemudian mulailah blogging!