TARI OLEG TAMULILINGAN

Tari Oleg Tamulilingan termasuk salah satu tari kebyar yang masih berkembang saat ini dan di tarikan oleh sepasang penari yaitu putra dan putri. Tari Oleg Tamulilingan diciptakan pada tahun 1952 oleh I Mario (I Ketut Marya) atas permintaan dan gagasan dari John Coast (seorang diplomat Amerika). Tujuannya adalah untuk diplomasi budaya yakni upaya menjalin hubungan komunikasi antar bangsa Amerika dan Indonesia melalui pagelaran seni.

Awalnya tari Oleg Tamulilingan tersebut dinamakan Legong Prembon, karena John Coast tidak bisa mengartikan ke dalam bahasa inggris makan diganti menjadi Oleg Tamulilingan Mengisep Sari dan atas kesepakatan bersama akhirnya disebut Oleg Tamulilingan “The Bumble Bee Dance”. Tarian ini menggambarkan dua ekor kumbang jantan dan betina yang sedang bersenang-senang di taman bunga sambil mengisap madu.

Untuk membawakan tari Oleg Tamulilingan tarian baru itu, I Mario memilih I Gusti Ayu Raka Rasmi yang memiliki basic tari yang bagus. Sebagai kumbang jantan pasangan Raka Rasmi, dipilihlah I Sampih yang jauh lebih tua, berasal dari Bongkasa, Badung. Dalam menata iringannya, I Mario mengajak I Wayan Sukra, ahli karawitan asal Marga, Tabanan. Disamping itu, dilibatkan pula tiga pakar seniman karawitan Gong Peliatan dalam menggarap gending iringan Tari Oleg Tamulilingan itu yakni Gusti Kompyang, A.A. Gede Mandera, dan I Wayan Lebah.

Tari Oleg Tamulilingan terdiri dari dua kata yaitu Oleg dan Tamulilingan. Oleg yang berarti goyang sedangkan Tamulilingan berarti kumbang. Jadi Tari Oleg Tamulilingan adalah tarian yang menggambarkan dua ekor kumbang jantan dan betina yang sedang bersenang-senang di taman bunga sambil mengisap madu.

Busana penari Oleg Tamulilingan

  1. Penari Wanita : Gelungan, sanggul dengan rambut panjang, subeng, kain (kamen) lelancingan, tutup dada, ampok-ampok, badong, gelang kana, oncer, dan sabuk prada.
  2. Penari Pria : Udeng, kain (kamen) kekancutan, sabuk prada, tutup dada, badong, ampok-ampok, gelang kana, dan kipas.

TARI KUPU-KUPU TARUM

YouTube Preview Image

Tari Kupu – Kupu Tarum adalah salah satu dari sekian banyak tarian yang berasal dari Bali. Keberadaan Bali dalam sisi seni budaya, keindahan alam, dan religiusitasnya telah diakui dan dikenali oleh masyarakat Internasional. Maka tak heran jika banyak budayawan dan seniman Bali yang terkenal dalam pentas dunia seni Internasional.

Menurut cacatan sejarah Bali, Tari Kupu – Kupu Tarum diciptakan oleh I Wayan Beratha adalah seniman Tari Bali yang lahir pada tahun 1926, di Banjar Belaluan Denpasar. Kini ia menetap di banjar Abian Kapas Kaja. I Wayan Beratha hidup dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga seniman Bali. Kakeknya, I Ketut Reneng (1841-1926) juga adalah seniman Bali yang besar pada jamannya. Kakeknya adalah seorang ahli karawitan dan pegambuhan. Karena kebesaran nama dan karyanya, hampir sebagian besar hidupan Kakek Keneng di abdikan untuk keluarga Puri Denpasar, sebagai seniman kesayangan Raja I Gusti Agung Ngurah Denpasar hingg perang puputan Badung Meletus tahun 1906. Maka pantaslah darah seniman besar mengalir dalam I Wayan Beratha dan menciptakan karya-karya besar bagi masyarakat Bali.

Tari Kupu –Kupu adalah jenis tarian kelompok putri yang dimainkan oleh lima orang perempuan atau lebih. Tarian ini menggambarkan kupu – kupu berwarna biru tua atau tarum sedang terbang dan hinggap dari satu bunga ke bunga lainnya.

Secara filosofis, tarian Kupu – Kupu Tarum menggambarkan keindahan, kedamainan, dan eksotiknya pulau Bali. Gerakan yang gemulai dengan komposisi gerak yang dinamis dan menawan, menjadikan tarian kupu – kupu sedikit berbeda dengan nuansa yang diciptakan oleh tarian Bali pada umumnya sehingga lebih terkesan nuansa damai saat menontonnya.

Perpaduan warna kostum yang dipakai antara kain berwarna gelap dan terang seperti biru, kuning emas, dan hijau tua serta mahkota yang berkilauan dengan pernak-pernik keemasan. Menggunakan sepasang sayap pada tangan kiri dan kanan menggambarkan keindahan seekor binatang kupu – kupu. Semakin menjadikan tari ini lebih nyata dalam kontrasnya pemilihan warna kostumdalam perbedaannya. Seperti keindahan alam, kondisi sosial, ragam karya seni budaya serta keyakinan masyarakat Bali yang bersatu dalam keharmonisan gerak. Iringan musiknya pun, meski dengan alat yang sama yakni gamelan Gong Kebyar, ada harmoni nada dengan birama yang lembut.

Pemaknaan terhadap tari kupu – kupu diatas, adalah cerminan dari cara berpikir I Wayan Beratha yang mempunyai pandangan sangat terbuka. Ia berusaha membuang fanatisme kedaerahan meski tidak sepenuhnya meninggalkan kekhasanbusaya Bali. Dari segi karawitan, pada tahun 1957 – 1959, ia mulai menyadap pembaruan warna gamelan yang meretas jauh pola-pola kedaerahan. Pola-pola ini menurutnya disebabkan oleh adanya kompetisi di jaman raja – raja yang berlangsung hingga jaman penjajahan. Maka ia memberanikan diri mempelajari kerawitan Bali Utara yang khas dengan pola kekebyaran atau kebyar. Kemudian I Wayan Beratha menjadi jembatan antara gaya seni karawitan Bali Utara dan Bali Selatan yang tentunya tercermin dari setiap tarian yang diciptakan.

TABUH PAT LELAMBATAN KREASI MANAS MANIS

LATAR BELAKANG

I Nyoman Rembang memberikan beberapa ulasan tentang pengertian tabuh. Pertama, tabuh bila dilihat sebagai suatu estetika teknik penampilan adalah hasil kemampuan seniman mencapai keseimbangan permainan dalam mewujudkan suatu repertoar hingga sesuai dengan jiwa, rasa, dan tujuan komposisi. Kedua, pengertian tabuh sebagai suatu bentuk komposisi didefinisikan sebagai kerangka dasar gending-gending lelambatan tradisional. Misalnya tabuh pisan, tabuh telu, tabuh pat, dan sebagainya (Rembang, 1984/1985:8-9). Dari kedua pengertian di atas dapat disimak bahwa tabuh dalam konteks karawitan Bali memiliki pengertian yang sangat luas adakalanya tabuh juga dipergunakan untuk menunjukkan bentuk-bentuk komposisi lainnya diluar dari gending-gending lelambatan tradisional misalnya tabuh kreasi baru disini makna yang terkandung didalamnya adalah suatu bentuk garapan komposisi karawitan yang diluar dari kaidah-kaidah tetabuhan klasik. Di samping itu kata tabuh juga di pergunakan untuk mnyebutkan bentuk-bentuk komposisi dari berbagai jenis barungan gamelan.

Pengertian lelambatan berasal dari kata Lambat yang berarti pelan yang mendapat awalan Le dan akhiran an kemudian menjadi Lelambatan yang berarti komposisi lagu yang dimainkan dengan tempo dan irama yang lambat/pelan. Sedangkan Tabuh pat merupakan sebuah tabuh yang didalamnya terdapat hitungan kempur sebanyak empat kali yang di akhiri dengan final gong. Jadi, tabuh pat lelambatan yaitu komposisi lagu yang dimainkan dengan tempo dan irama yang pelan/lambat yang berpatokan dengan hitungan kempur sebanyak empat kali dengan akhiran final gong.

Struktur yang terdapat dalam tabuh pat ini yang pertama ada disebut dengan kawitan/pengawit. Dalam kawitan terdapat gegineman. Kedua, ada bagian pengawak dengan ciri khas yang di mulai dari kendang. Ketiga, setelah pengawak ada yang di sebut dengan penyalit yaitu perubahan gending pengawak yang menandai akan dimulainya struktur berikutnya. Berikutnya yang ke empat ada bagian pengisep merupakan bagian akhir tabuh pat yang bertempo atau berirama pelan. Setelah pengisep dilanjutkan dengan bagian kelima yaitu bebaturan yang seterusnya terdapat tabuh telu.

 

IDE KARYA

Menurut saya ide yang di ambil dalam tabuh pat lemambatan yang berjudul Manas Manis ini mungkin seorang komposernya terinspirasi oleh buah nanas yang terasa manis. Di lihat dari jenis buah nanas yang manis dengan tekstur yang berserat. Di tuangkan ke sebuah karya tabuh lelambatan sehingga tabuhnya memang menggunakan melodi yang menarik dan terasa manis bila didengarkan. Perpaduan melodi-melodi oleh komposernya sendiri sangat pas antara judul dan gendingnya. Latar buah yang memiliki duri mungkin di tuangkan menjadi kekebyaran yang menusuk di dalam gendingnya.

 

KONSEP KARYA

Konsep ini di pakai seperti tabuh pat biasanya namun divariasikan kembali. Tidak meninggalkan pakem-pakem tabuh pat. Untuk menjadikannya tabuh kreasi baru seperti yang saya dengar mungkin agak mirip dengan konsep pada Tabuh Gari. Menggunakan style Gianyar terbukti dengan kekebyaran yang banyak terdapat pada gending ini.

 

BENTUK KARYA

Pada bagian pertama yaitu pengawit/kawitan di mulai dari pola gangsa pada nada ndang. Setelah itu ada gegineman terompong disertai alunan suara suling. Geginemannya dimulai dengan nada ndung. Terdapat 4 jegogan dengan nada ndang, ndung, ndong, nding. Ada juga pola reong tunggal.

Selanjutnya di bagian pengawaknya tinggi rendahnya nada atau dinamikanya terasa sangat bagus. Terdapat pola kendang batu-batu namun di variasikan dengan gedig geguletan. Dibagian pengawaknya di ulangi sebanyak dua kali namun pada bagian akhir pengawak terjadi perubahan nada yang menandakan itu adalah bagian penyalitnya. Di penyalitnya temponya di naikan dengan permainan pola gangsa ubit-ubitan.

Menuju ke bagian pengisep tempo yang digunakan agak cepat dibandingkan pengawaknya. Pola yang dimainkan dituangkan kira-kira dengan perasaan yang behasa balinya bisa di katakan jengah namun masih terdengar manis. Terdapat pula pola gangsa oncang-oncangan saat menuju ke final gongnya.

Di lanjutkan ke bagian bebaturan dengan meminkan kantilan dengan pola ubit-ubitan. Permainan dinamika lagunya sangat jelas terdengar pada bagian bebaturan ini. Antara variasi kantil, gangsa, dan reong terdengar sangat menarik yang secara tidak langsung menjelaskan nada yang di mainkan pada melodinya.

Pada bagian akhir yakni tabuh telu banyak terdapat kekebyaran. Pola gangsa yang kebanyakan oncang-oncangan. Di pengawak tabuh telu ini variasi kantil yang dipakai pola nyilihasih. Banyak terdapat variasi pola-pola melodinya. Di tandai dengan pola kendang jagulan menandakan sudah mencapai puncak akhir gending tabuh telu yaitu pekaad yang menandakan gending ini telah berakhir.

Saya sangat suka dengan bentuk karya disini dengan alasan tertentu. Banyak terdapat variasi-varisi kekebyaran namun masih tetap menggunakan pakem-pakem yang sudah ada. Itu yang membuat saya senang mendengarkan tabuh ini. Keterkaitan judul dengan tabuhnya sangat pas.

FUNGSI SENI PERTUNJUKAN INDONESIA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT

Fungsi seni pertunjukan Indonesia dalam kehidupan masyarakat dibagi menjadi dua, yaitu fumgsi primer dan fungsi sekunder.

  • Fungsi primer merupakan fungsi utama dari seni pertunjukan yang menunjukkan secara jelas siapa penikmatnya. Lebih lanjut diuraikan, bahwa dalam fungsi utamanya seni pertunjukan dapat difungsikan sebagai ; sarana ritual yang penikmatnya adalah kekuatan-kekuatan yang kasat mata, sarana hiburan pribadi yang penikmatnya adalah pribadi-pribadi yang melibatkan diri dalam pertunjukan, dan presentasi estetis yang dipertunjukan atau disajikan kepada penonton.
  • Fungsi sekunder adalah fungsi yang berada di luar dari fungsi utama di atas yang di antaranya ; sebagai pengikat solidaritas, sebagai media komunikasi, sebagai media propaganda keagamaan, serta sebagai propaganda politik.

PERKEMBANGAN SENI KEKEBYARAN DALAM PKB

PERKEMBANGAN GONG KEBYAR DALAM PKB

Lomba Gong Kebyar sepertinya tidak pernah absen dalam Pesta Kesenian Bali (PKB). Yang menarik, ajang lomba ini mendapat sambutan yang luar biasa dari semua Kabupaten/Kota yang ada di Bali. Antusiasme masyarakat sangat terlihat jelas jika ada perlombaan Gong Kebyar di Pesta Kesenian Bali. Mengapa demikian? Sebab karakteristik dari lomba Gong Kebyar itu sendiri bernuansa sangat mewah dan elegan. Pemilihan kostum, pemakaian properti yang sangat mewah yang mendukung suasana. Namun, yang menjadi dasar dari berlangsungnya lomba tidak lain adalah dana. Begitu megahnya perhelatan lomba Gong Kebyar pasti dibutuhkan dana yang lumayan besar untuk menunjang sebuah penampilan dan juga pendukung lainnya.

Perjalanan perlombaan Gong Kebyar dalam Pesta Kesenian Bali (PKB) tidak berlangsung lama. Keputusan akhir dari dewan juri tidak memberikan alasan tertulis mengenai hasil lomba. Disini kesannya bahwa juri tidak memberikan hasil penilaian yang masuk akal kepada seluruh peserta. Akibatnya para peserta yang kalah tidak mengetahui dari segi manakah mereka kalah di bandingkan pemenangnya.

Selanjutnya mulai diperbincangkan lagi mengenai perlombaan ini apakah masih tetap dijalankan atau tidak. Menurut keputusan akhir perlombaan sudah hapus melainkan digantikan dengan hanya parade Gong Kebyar. Yang membedakan disini hanya dalam parade tidak ada yang namanya juara, namun disini bahasanya menjadi siapa yang terbaik. Saat sudah dijadikan parade, nama-nama seniman muda mulai muncul.

 

PENGARUH KEBERADAAN GONG KEBYAR DALAM PKB

Pengaruh gong kebyar terhadap gamelan Bali yang lainnya nampaknya tidak dapat dilepaskan dengan teori akulturasi budaya. Kendatipun masih dalam satu cabang seni yakni seni pertunjukan, akulturasi budaya nampaknya menjadi sebuah fenomena distorsi budaya dengan tanpa membuang budaya aslinya. Ada beberapa segi yang bisa diamati untuk melihat pengaruh gamelan Gong Kebyar terhadap gamelan lainnya yaitu reportoar, ungkapan musikal, motif lagu, dan tata penyajian. Hal itu merupakan bentuk nyata konsep stratifikasi yang relasinya dengan sudut pandang diatas adalah stratifikasi itu tidak hanya terjadi didalam susunan sebuah masyarakat, akan tetapi juga terjadi dalam sebuah barungan gong kebyar beserta kesemua unsurnya. Baik itu unsur fisik, maupun unsur non-fisik.

Beberapa jenis gamelan yang akan dijadikan contoh nyata akulturasi Budaya adalah gamelan Agklung, Joged Bumbung, Gong Gede, dan Smar Pegulingan. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan metode komparasi yaitu mengamati adanya kesamaan unsur, terutama ekspresi musikal, antara gamelan gong kebyar dengan gamelan Bali lainnya yang dipengaruhinya.

Pengaruh Gong Kebyar terhadap gamelan Angklung dapat diamati dari beberapa segi seperti, pengadopsian reportoar, ungkapan musikal, tata penyajian dan Fungsi. Kuatnya pengaruh unsur kakebyaran dalam gamelan Angklung menyebabkanb gamelan Angklung memiliki identitas dengan nama baru yakni Angklung Kebyar. Dengan ini dimaksudkan gamelan Angklung dalam penyajiannya memainkan lagu-lagu gong kebyar, di sajikan dengan gaya ungkap kakebyaran serta fungsinya sama dengan Gong Kebyar yaitu lebih banyak presentasi estetik baik dalam memainkan lagu-lagu instrumental maupun iringan tari.

Sejak adanya pengadopsian lagu-lagu kebyar penyajian gamelan angklung menjadi lebih semarak. Sebagian besar lagu-lagu kebyar mampu ditransfer ke gamelan angklung kendatipun antara gamelan tersebut memiliki perbedaan yang cukup mendasar seperti : keterbatasan nada, yakni gong kebyar memiliki 10 buah nada (dua oktaf) sedangkan angklung memilikin 4-5 buah nada, sistem pelarasan, yaitu gong kebyar dengan laras pelog, sedanghlan angklung memiliki laras selendro. Dari segi instrumennya, gamelan Gong Kebyar memiliki instrument yang lebih banyak sehingga menimbulkan suara yang lebih menggelegar ketimbang instrument dalan gamelan angklung. Dari segi tata penyajian gamelan Angklung Kebyar dapat disajikan dengan cara mebarung layaknya Gong Kebyar.

Dalam beberapa konteks di atas, tentu tidak kesemua unsur materi tradisi yang ada dalam gamelan angklung itu ditinggalkan begitu saja, melainkan melalui proses akulturasi pengaruh-pengaruh gong kebyar terhadap Angklung mengalami filterrisasi. Sesuai dengan konseppengaruh-mempengaruhi bahwa disamping dipengaruhi oleh pola-pola tradisi luar, Gong Kebyar juga mempengaruhi gamelan Angklung, sehingga dalam gamelan angklung itu berlaku sebuah suguhan stratifikasi dan diferensiasi gaya kakebyaran.

Kendatipun gamelan Gong Gede merupakan barungan yang lebih awal tercipta dari Gong Kebyar, namun pengaruh gong kebyar yang begitu besar tak luput mempengaruhi gamelan Gong Gede. Terjadinya penciptaan komposisi baru dengan media ungkap gong Gede yang terjadi sekitar tahun 1980-an merupakan awal dari sebuah pembaharuan gamelan gong Gede. Kendatipun sempat menuai pro dan kontra, kenyataannya hingga saat ini pembaharuan lagu-lagu gong gede telah memberikan sumbangan yang cukup berharga bagi eksistensi gamelan gong gede itu sendiri. Namun tak dapat dipungkiri jika gamelan gong kebyar banyak mengadopsi lagu dari gamelan gong gede, juga terjadi hal sebaliknya, pada lagu-lagu baru gong gede banyak dipengaruhi oleh gaya ungkap gong kebyar.

Pengaruh gamelan Gong Kebyar terhadap gamelan gong Gede dapat diamati dari ungkapan musikal, teknik, komposisi lagu, fungsi, dan tata penyajiannya. Pengadopsian reportoar jarang jarang terjadi karena pada umumnya gamelan Gong Gede yang dipengaruhi unsur-unsur kakebyaran lebih terjadi karena adanya penciptaan lagu-lagu kreasi baru. Dalam lagu kreasi baru sering terjadi vokabuler teknik pukul beberapa instrument terutama instrument pemegang melodi deperti gangsa jongkok. Permaian gangsa jongkok dengan pola kekotekan merupakan pengaruh dari gong Kebyar. Begitu pula pukalan kendang dengan menggunakan tangan mengindikasikan adanya pengaruh kebyar.

Dari segi komposisi, ciptaan lagu gong kebyar secara universal dapat diklasifikasikan menjadi dua (2). Adapun perkembangan yang dimaksud adalah perkembangan yang masih berpijak terhadap ungkapan musikal dan struktur tabuh Gong Gede, namun ada juga yang mengarah terhadap penciptaan yang lebih bebas dengan sengaja menjauhkan diri dari pakem-pakem dan uger-uger pembuatan sebuah reportoar gending itu sendiri.

Kendatipun lebih tua dari segi usia, dalam dua dekade terakhir ini, gamelan Smar Pegulingan juga terkena pengaruh kebyar. Reportoar lagu secara konvensional nampaknya tidak ada kemasukan nuansa kebyar, akan tetapi yang banyak dipengaruhi adalah tabuh-tabuh iringan tarian dan dramatari. Untuk keduanya ini reportoar kebyar secara langsung diadopsi ke dalam Smar pegulingan. Penadopsian ini secara langsung berpengaruh terhadap ungkapan musikalitas Smar Pengulingan menyesuaikan ungkapan Gong Kebyar sesuai dengan karakter lagu yang dimainkan.

Berdasarkan pengamatan penulis, biasanya dalam sebuah pengawit tabuh-tabuh dalam smar pegulingan itu selalu diawali dengan pukulan terompong, namun belakangan ini dalam kawitannya para komposer sudah berani untuk memasukan unsur-unsur kotekan gangsa yang dinamis dan penuh dengan suasana kebyar. Pengalihan fungsi instrumen terompong menjadi instrumen reyong juga mengisyaratkan kentalnya pengaruh Gong Kebyar dalam sebuah proses akulturasi dibidang kesenian.