Monthly Archives: September 2013

Pengantar Teknik Tari Jawa

Pada dasarnya seni tari merupakan suatu ekspresi secara sadar, sebagai ungkapan untuk menanggapi alam sekeliling dengan melalui bahasa gerak.  Melalui gerak tubuhnya  seorang penari merasakan suasana dan ritme-ritme alam sekitar. Sebagai media komunikasi ia mengekspresikan perasaannya, sehingga dapat berhubungan dengan sesama dan dunianya. Demikian pula halnya dengan tari tradisi yang tumbuh dari kehidupan, merefleksikan kehidupan, dan merupakan kehidupan itu sendiri. Oleh sebab itu tidak mengherankan apabila perkembangan seni tradisi itu tetap dapat dimengerti dan dihayati. Edi Sedyawati menyatakan, bahwa jika seni tradisi sebagai kesenian yang memiliki sejumlah norma yang menetap, maka dapat dilihat bahwa tujuannya adalah untuk mengembangkan rasa keindahan, dengan pengolahan teknik melalui jalur tertentu yang dianggap paling efektif.1

            Seni tari sebagai bentuk aktivitas budaya tidak bisa lepas dari seluruh kompleksitas yang ada di dalam lembaga budaya tersebut. Seluruh imajinasi tidak bisa dilepaskan dan dipisahkan dari pengaruh sosial yang ada ketika karya itu tercipta. Seluruh aktivitas sosial senantiasa kait mengait, saling tergantung secara integral mencerminkan suatu kosmos, dalam hal ini dunia kraton.2 Tari klasik gaya  Yogyakarta yang terdiri dari tari putri, tari putra halus, dan tari putra gagah adalah juga produk seni tradisi yang merupakan salah satu bentuk aktivitas budaya yang cukup populer di kalangan masyarakat seni Yogyakarta. Tari klasik gaya Yogyakarta yang semula dikembangkan oleh dan di lingkungan kraton ini kemudian semakin berkembang luas, sehingga masyarakatpun juga merasa memiliki dan aktif mengambil bagian dalam pelestarian dan pengembangannya.

Tari Jawa klasik gaya Yogyakarta sering juga disebut sebagai Joged Mataram. Kecuali lebih singkat untuk ditulis dan diucapkan, nama ini juga lebih tepat dipakai untuk merangkum pengertian tari yang bersifat kedaerahan dan memiliki nilai seni budaya yang tinggi, sebagaimana kebesaran yang dimiliki oleh Kerajaan Mataram.3 Di dalam tari klasik gaya Yogyakarta dikenal pula istilah anjoged dan jogedan. Anjoged berarti menari dengan penuh keyakinan disertai gerak-gerak mantap, berisi, dan indah dilihat, sedangkan jogedan hanyalah menggerakkan bagian-bagian tubuh tanpa makna dan keyakinan. Dalam penghayatannya, seorang penari harus berbekal ilmu Joged Mataram, karena teknik tari merupakan unsur lahiriah atau wadahnya, sedahkan ilmu Joged Mataram adalah isinya. Ilmu Joged Mataram itu sendiri  terdiri dari 4 (empat) unsur, yaitu:

  1. Sawiji (konsentrasi)
  2. Greged (dinamik/ semangat)
  3. Sengguh (percaya diri)
  4. Ora Mingkuh (tidak takut menghadapi kesukaran-kesukaran).4

Mempelajari suatu bentuk tarian, apalagi tari klasik, sebenarnya menyangkut beberapa hal yang tidak dapat diabaikan. Aspek tersebut antara lain menyangkut masalah bakat, minat, ketekunan, dan kesungguhan. Semua aspek tersebut saling terkait dan sangat perlu, agar dapat dengan mudah menguasai tarian tersebut. Mengingat bahwa tingkat kesulitan teknik tari Jawa klasik ini cukup tinggi, maka dipandang perlu untuk menulis secara jelas tentang teknik tari Jawa. Hal ini dimungkinkan untuk memperlancar dan mempermudah bagi mahasiswa untuk mempelajari teknik tari Jawa.

1 Edi Sedyawati. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Seri Esni 4. Jakarta: Sinar Harapan, 1981: 119.

2Y.Sumandiyo Hadi. “Perkembangan Tari Tradisional: Usaha Pemeliharaan Kehidupan Budaya.” Dalam Beberapa Cattan tentang Perkembangan Kesenian Kita. Editor Soedarso SP. Yogyakarta: BP ISI, 1991: 100.

3 Dewan Kesenian Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Mengenal Tari Klasik Gaya Yogyakarta: Proyek Pengembanagn Kesenian DOIY, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1981:34.

4 Ibid., 1981: 88 – 93