Awal Mula Gamelan Gender Wayang di Banjar Pande, Tamanbali

Awal mula Gamelan Gender Wayang

di Banjar Pande, Tamanbali

 

Awal mula adanya gamelan gender wayang di Banjar Pande, Tamanbali yaitu bermula dari pengalaman seorang seniman yaitu Bapak Pande Ketut Cakri yang ketertarikan Beliau kepada sebuah gamelan gender wayang. Beliau merupakan alumnus KOKAR pada tahun 1976. Setelah tamatnya Beliau dari KOKAR pada tahun 1976, Beliau mendapatkan sebuah tawaran untuk ikut disebuah yayasan seni di Jakarta yang bernama Yayasan Gingsir yang diprakarsai oleh Jhoni Gingsir dari Jakarta. Beliau bersama teman-temannya seperti : Bapak Westra, Bapak Santra, Bapak Suirta, Bapak Kasna Tarwa dan Bapak Gede Winarta diundang dan diikutsertakan untuk masuk yayasan seni ini yang bertujuan untuk melestarikan budaya dan seni nusantara khususnya kesenian Bali, karena suatu halangan tertentu Beliau bersama teman-temannya tidak jadi berangkat ke Jakarta ke yayasan tersebut, karena adanya alasan tertentu jadi keberangkatan Beliau bersama taman-temannya ke Jakarta ditunda.

Pada tahun 1981 Beliau bekerja di sebuah lembaga pendidikan di SMP Negeri 1 Bangli. Pada tahun 1983, Beliau melanjutkan kuliah di ASTI Denpasar. Pada saat itu Beliau membuat sebuah sanngar seni drama yang bernama Sanggar Sancaya Dwipa, dimana Beliau sebagai kordinatornya. Sembilan tahun lamanya Beliau menggeluti di sanggar drama ini yang dimana selama sembilan tahun tersebut Beliau jarang untuk mendapatkan istirahat siang ataupun  malamnya. Oleh sebab itu Beliau sering sakit-sakitan. Keluhan istri Beliau maka Beliau berhenti untuk melakukan sebuah pagelaran drama gong bersama sanggar Sancaya Dwipa ini. Kemudian, Beliau beranggapan bahwa melakukan sebuah pertunjukan untuk upacara Yadnya adalah sebuah keikhlasan untuk lebih meningkatkan atau mendekatkan iman kepada Sang Pencipta atau istilah Balinya ngayah.

Kira-kira pada tahun 1992, Beliau kenal dengan seorang dalang dari Banjar Jelekungkang, Taman bali, Bangli. Seorang seniman dalang tersebut bernama Bapak Mangku Karsa. Bapak Mangku Karsa adalah seorang seniman yang serba bisa. Dalam keseharinnya sebagai seorang dalang, Beliau juga berprofesi segai pembuat wayang dan pembuat gamelan khususnya gamelan gender wayang. Pada saat pembuatan gamelan gender wayang yang dibeli oleh Bapak Pande Ketut Cakri, adanya kesalahan dalam pelarasan atau salahnya penyesuaian nada dari gender wayang tersebut. Biasanya Bapak Mangku Karsa  membuat saih atau larasnya disesuaikan dengan suara Beliau. Saih atau laras gender wayang tersebut adalah saih gede yaitu saih pudak setegal atau umumnya saih gender wayang Kayu Mas. Suara Beliau yang saihnya atau ukurannya kecil, Beliau menggunakan saih menengah saja karena menurut Beliau tidak begitu bagus kedengeran suara yang kecil atau tinggi. Saih yang digunakan Beliau adalah saih menengah yaitu saih sekar kemoning. Karena tidak sesuai dengan suara Beliau, kemudian Beliau menjualnya kepada Bapak Pande Ketut Cakri pada tahun 1992 yang dijual seharga Rp 800.000,00/ dua tungguh pemade. Karena pada saat itu Bapak Pande Ketut Cakri menginginkan gamelan gender wayang. Uniknya gemelan ini yaitu ukiran yang digunakan sangat sederhana dan memakai cat yang didominasi oleh warna merah dan warna pradenya hanya digunakan pada daerah tertentu saja. Namun anehnya seperti halnya gamelan lain prade yang digunakan adalah prade yang berwarna keemasan tetapi pada gamelan ini prade yang digunakan adalah prade silver atau perak. Menurut Bapak Pande Ketut Cakri, menggunakan warna merah karena merah adalah simbol dari seorang yang berkasta pande (soroh Pande).

Saking kerasnya kemauan Beliau, Beliau belajar memainkan gamelan ini pada Bapak Mangku Karsa kurang lebih 1 tahunan. Dalam satu tahun itu, Beliau hanya mendapatkan sebuah tabuh iringan pertunjukan wayang gedog saja.

Setelah lamanya, Beliau merasa ilmu yang didapatkan hanya sedikit, padahal Beliau menginginkan gending yang tidak hanya dipakai sebagai iringan wayang saja tetapi untuk iringan orang yang sedang potong gigi (Mepandes), iringan pada saat orang meninggal (ngender di bade/wadah) dan teknik yang digunakan pemegangan panggul tidak begitu efektif untuk dihunakan pada saat gending yang cepat (batel). Kemudian Beliau kenal dengan seorang ahli gender dari Desa Manuk, dimana di Desa Manuk banyak terdapat gending-gending kuno. Kemudian Beliau belajar teknik dan gending yang digunakan sampai sekarang.

Teknik cara memainkan instrument ini sanagt berbeda pada umumnya. Teknik secara umum biasanya menggunakan sebuah teknik tetekepan atau cara memegang panggul seperti mannggang sate, tetapi disini yang ditekankan adalah teknik permainan dengan menggunakan tetekep atau pemegangan panggul secara bungan cicang. Kelebihan dari teknik ini yaiyu pada saat permainan gending atau lagu yang cepat akan terasa lebih mudah dan bisa memainkan secepat seperti memainkan gangse pada instrument gong kebyar..

Setelah adanya perbekalan ilmu atau teknik yang digunakan, barulah Beliau menuangkannya atau mengajarkan kepada anak dan murid-muridnya. Di beberapa tempat pernah melakukan ayahan tetabuhan seperti di daerah Karangasem seperti di Sidemen, Tenganan, di Buleleng, Trunyan dan dari desa ke desa lainnya, dimana hasil atau sesari dari ngaturang ayah ini biasanya berupa uang senilai Rp 350.000,00 saja.

Gending-gending yang pernah dicari adalah :

1.      Merak Angelo
2.      Alas Arum
3.      Sekar Gendot
4.      Cekcek Megelut
5.      Tulang Lindung
6.      Lasan Megat Yeh, Tetangisan, dan masih banyak lagi lainnya.

Foto dari instrument Gamelan Gender Wayang.

 

 

 

 

Biografi Seniman Pande Ketut Cakri

Biografi

Seniman

Pande Ketut Cakri

Bapak Pande Ketut Cakri merupakan tokoh seniman yang menggeluti bidang karawitan, dimana beliau merupakan pakar atau ahli dalam bidang karawitan. Beliau lahir pada tanggal 1 Desember 1954 yang bertempat di Desa Tamanbali, Bangli. Menginjak ke masa pendidikan, Beliau menuntut pendidikan dasar di SD Negeri 2 Tamanbali selama 6 tahun dari tahun 1961-1967. Setelah tamat dari jenjang pendidikan dasar, beliau melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah ke SMP Negeri 1 Bangli selama 3 tahun dari tahun 1967-1970. Pada saat itu Beliau sangat menggemari seni khusnya karawitan. Setelah tamat dari jenjang pendidikan menengah, kemudian Beliau melanjutkan pendidikannya ke SMEA Bangli atau sekarang sekolah tersebut sudah di sah kan menjadi SMK Negeri 1 Bangli, dimana pada saat itu Beliau menggambil jurusan ekonomi/bagian hitung menghitung, beliau bersokolah disini, karena adanya tuntutan dari pihak keluarga untuk bersekolah di sekolah ini pada tahun 1970 an. Karena merasa tidak diminati dibidang ini, Beliau hanya menuntut pendidikan di sekolah ini selama 2 kuartal (8 bulan). Kemudian Beliau pindah ke SPMA Saraswati, Gianyar pada tahun 1971. Beliau menuntut pendidikan disini selama 3 kurtal saja (12 bulan/1 tahun) yang menjelang kenaikan kelas, karena Beliau merasa kurang menggeluti di bidang otomotif. Beliau bersekolah disini karena adanya faktor dorongan dari orang tua juga, padahal sebelum melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA), Beliau sudah bercita-cita untuk bisa bersekolah di KOKAR yang bertempat di Jln. Ratna, Denpasar atau sekarang sudah dikenal dengan SMK Negeri 5 Denpasar. Pada saat itu kedua orang tua Beliau tidak mengijinkan anaknya untuk untuk bersekolah di KOKAR. Karena adanya niat dan kemauan yang bersikeras supaya bisa bersekolah di KOKAR, akhirnya orang tua Beliau mengizinjankan untuk bersekolah disini pada tahun 1973-1975.

 Beliau hidup dengan sederhananya, dimana Beliau hanya dibekali beras, dan lauk yang hanya bisa di makan beberapa hari saja. Dalam aktifitasnya atau dalam sebuah pegelaran disekolah maupun diluar sekolah, Beliau terkenal sebagai pemain instrument riyong yang handal. Teman-teman Beliau sangat kagum dengan kemampuan yang beliau miliki. Hasil dari pegelaran yang Beliau lakukan bisa untuk mencukupi hidup kesehariannya tanpa dibekali uang dari orang tuanya. Dari sivitasnya Beliau yang masih duduk di bangku kelas II, Beliau pernah mengajar dari satu desa ke desa lainnya, seperti di Desa Puluk-puluk, Penebel, Tabanan. Disana Beliau pernah mengajarkan sebuah tabuh iringan tari bersama Bapak I Wayan Surka yang dimana Bapak I Wayan Surka sebagai Pembina tarinya. Beliau juga pernah mengajar di Desa Kerobokan, Kecamatan Busung Biyu, Kabupaten Buleleng, dimana beliau mengajarkan atau menuangkan lagu seperti : Kosala Arini, Palguna Warsa (Ujan Teduh), dan tidak halnya juga Beliau mengajar di desa sendiri Beliau juga aktif untuk melakukan pelatihan terhadap pemuda maupun orang tua disini di desanya sendiri. Beliau pernah menuangkan lagu/gending bersama Bapak I Wayan Rai S., seperti gending KOKAR JAYA, Muni Dwara Murti Candra.

Setelah tamat dari KOKAR,Beliau tidak melanjutkan ke perguruan tinggi, karena faktor ekonomi yang kurang mendukung, jadi Beliau setelah tamat langsung melamar pekerjaan di sebuah penginapan di Toya Bungkah yang bernama Penginapan Takdir Alisabana sampai tahun 1977. Karena adanya lowongan pekerjaan di tempat lain yang Beliau rasa lebih bagus, akhirnya Beliau pindah ke tempat pekerjaan yang baru, dimana bertempat di Sasana Budaya, Bangli dari tahun 1977-1978. Kemudian, karena kurangnya pengajar seni di SMP Negeri 1 Bangli sekolah Beliau dulu, Beliau di tarik atau diangkat menjadi guru atau pengajar seni  di sekolah ini pada tahun 1978 sampai sekarang.

Pada tanggal 19 April 1979 Beliau melangsungkan pernikahan dengan Pande Nyoman Oka yang dimana masih ada hubungan keluarga dengan Beliau (soroh Pande). Dari perkawinan ini, Beliau di karuniai empat oarng anak. Dimana dalam kesehariannya sebagai seorang kepala keluarga sekaligus sebagai seorang seniman, Beliau juga berprofesi sebagai juri dalam ajang perlombaan seni pada saat itu dan masih sampai sekarang.

Beberapa pengalaman Beliau sebagai seorang pengrawit, antara lain :

      Tahun 1982 Beliau berpartisipasi sebagai peserta dalam Pesta Kesenian Bali (PKB) wakil Kabupaten Bangli.

      Tahun 1983 Beliau sebagai Pembina festival tabuh drama Kabupaten Bangli.

      Tahun 1984 Beliau sebagai Pembina festival gong kebyar remaja Kabupaten Bangli.

      Tahun 1985 Beliau sebagai Pembina festival gong kebyar remaja dan wanita wakil PGHN Kabupaten Bangli, dimana pada saat itu festival gong kebyar wanita Bangli mendapatkan juara 1.

      Tahun 1986 Beliau sebagai Pembina festival gong kebyar wanita wakil Demulih, Kabupaten Bangli dan menghimpun seniman tabuh drama dari Banjar Siladan dan Desa Tamanbali yang diberi nama Sanggar Catur Murti dimana penarinya hanya local Bangli saja tetapi usaha ini gagal karena pecahnya penabuh maupun penarinya.

      Tahun 1987 Beliau sebagai Pembina festival gong kebyar wanita wakil Sala, Kabupaten Bangli dan menghimpun seniman tabuh drama se-Kecamatan Bangli yang diberi nama sanggar Sancaya Dwipa, penarinya tidak hanya dari Bangli saja melainkan dari luar Bangli pun Juga ad, seperti dari Kabupaten Klungkung, Gianyar, Buleleng, dan Tabanan.

      Tahun 1988 Beliau sebagai Pembina festival gong kebyar wanita wakil Peninjoan, Kabupaten Bangli.

      Tahun 1989 Beliau sebagai Pembina festival gong kebyar wanita wakil Sala, Kabupaten Bangli.

      Tahun 1990 Beliau sebagai Pembina festival gong kebyar wanita wakil Demulih, Kabupaten Bangli.

      Tahun 1991 Beliau sebagai Pembina festival gong kebyar wanita wakil Demulih, Kabupaten Bangli.

      Tahun 1992 Beliau sebagai Pembina festival gong kebyar wanita wakil PEMDA Bangli.

      Tahun 1993 Beliau sebagai Pembina festival gong kebyar anak-anak wakil Banjar Kawan, Bangli dan pernah ke Korea bersama rombongan seni PEMDA Bangli.

      Tahun 1994 Beliau sebagai Pembina festival gong kebyar anak-anak wakil SMP N 1 Bangli.

      Tahun 1995 Beliau sebagai Pembina festival gong kebyar anak-anak wakil Bakas, Tembuku, Bangli

      Tahun 1996 Beliau sebagai Pembina festival gong kebyar anak-anak wakil SMP N 1 Bangli.

      Tahun 1997 Beliau sebagai Pembina festival gong kebyar anak-anak wakil Banjar Pande,Bangli.

      Tahun 1998 Beliau sebagai Pembina festival tabuh drama wakil Banjar Gaga, Tamanbali, Bangli dapat juara 2, judul “Timun Emas”.

      Tahun 1999 Beliau sebagai Pembina festival wayang arja dalang Mangku Karsa, Banjar Jelekungkang, Tamanbali,Bangli.

      Tahun 2000 Beliau sebagai Pembina festivsl angklung wakil Banjar Pande, Tamanbali, Bangli.

      Tahun 2007 mewakili festival tari tradisional Bali judul “Kang Cing Wie” yang mendapat juara 2.

      Dan masih banyak lagi pangalaman Beliau yang sudah tidak ingat untuk Beliau paparkan kembali.

Eksistensi Beliau sebagai seoarang pembina masih sampai sekarang, dimana Beliau merupakan seorang seniman yang sangat dihormati, karena Beliau merupakan salah satu seoarang tokoh seniman yang membawa atau mengajegkan seni khususnya di Kabupaten Bangli. Dewasa ini Beliau sedang menekuni gamelan  slonding, gender wayang, dan angklung yaitu bertujuan untuk upacara yadnya atau istilah Balinya ngayah. Karena menurut Beliau, sebagai seorang seniman setidaknya bisa ngaturang ayah kepada Sang Hyang Widi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa, supaya kita sebagai seorang seniman dikaruniai keselamatan, kedamain hati, dan ketenangan lahir bathin.

Halo dunia!

Selamat Datang di Blog Institut Seni Indonesia Denpasar. Ini adalah post pertama anda. Edit atau hapus, kemudian mulailah blogging!