Tari Jaipong

This post was written by daniswara on Juli 15, 2014
Posted Under: Tak Berkategori

Nama : R. Satya Daniswara

Nim     : 201312023

Prodi   : Seni Musik

 

 

Tari Jaipong

 

Tari Jaipong atau dikenal sebagai Jaipongan adalah tarian yang diciptakan pada tahun 1961 oleh Gugum Gumbira. Pada masa itu, ketika Presiden Soekarno melarang musik rock and roll dan musik barat lainnya diperdengarkan di Indonesia, seniman lokal tertantang untuk mengimbangi aturan pelarangan tersebut dengan menghidupkan kembali seni tradisi. Tari Jaipong merupakan perpaduan gerakan ketuk tilu, tari topeng banjet, dan pencak silat (bela diri).

Ketuk tilu sangat populer di desa, tetapi pada saat itu dianggap buruk di kalangan perkotaan, karena gerakannya yang sensual, bahkan erotis. Tak jarang penari ketuk tilu merangkap juga sebagai pelacur. Dalam karyanya, Gugum Gumbira pada saat itu berusaha melestarikan bentuk dasar ketuk tilu, tetapi dengan tempo musik yang dipercepat. Sehingga membuat penari menjadi lebih aktif. Ia juga mempertahankan bentuk tradisioanl ketuk tilu, di mana penari merangkap sebagai penyanyi, tetepi dipadukan dengan gamelan urban dengan ditambah suara kendang. Nama jaipong adalah onomatope dari suara kendang yang sering terdengar di antara tarian ini. Mulut penonton dan pemain musik biasanya meneriakan aksen tiruan dari suara kendang: ja-i-pong, ja-ki-nem, atau ja-i-nem. Ada juga yang mengatakan bahwa nama jaipong mengacu pada bunyi kendang: plak, ping, pong.

Pada awal kemunculannya, jaipong merupakan tarian modern yang berbeda dari tarian-tarian tradisional Sunda sebelumnya yang mengedepankan sopan santun dan kehalusan budi para penarinya. Penari (yang biasanya perempuan) bahkan menundukkan pandangannya, dan tak boleh menatap pasangannya. Lain dengan jaipong yang pada saat itu terpengaruh juga oleh budaya dansa Barat di ball room, penari diharuskan fokus menatap pasangannya sebagai bentuk komunikasi visual.

Tari jaipong mulai ditampilkan di depan umum pada 1974 dalam Hong Kong Arts Festival, melibatkan penyanyi-penari Tatih Saleh, Gugum Gumbira sebagai koreografer, dan Nandang Barmaya, seorang musisi sekaligus dalang. Ketika itu pemerintah sempat berupaya melarang tarian ini karena dirasa cenderung amoral dan sensual. Tetapi alih-alih meredup, jaipong malah makin populer, terutama di era 80-an. Bentuk tari jaipong kala itu tidak lagi disajikan sebagai tarian pergaulan seperti ronggeng, tayub atau ketuk tilu, di mana posisi penonton sejajar dengan penari, tetapi sebagai tarian panggung. Jaipong biasa dilakukan oleh penari perempuan, tetapi bisa juga dilakukan secara berpasangan.

–          Gerakan Jaipong

 

Jaipong memiliki dua kategori dalam gerakannya:

 

–             Ibing Pola (Tarian Berpola)

Tarian ini biasanya dilakukan secara rampak (berkelompok) dikoreografi, disajikan dalam panggung untuk kebutuhan tontonan saja.

 

–           Ibing Saka (Tarian Acak)

Penyajian jenis ini populer di kawasan Subang dan Karawang, disebut juga sebagai Bajidor. Bajidor sendiri sering diasosiasikan sebagai akronim Barisan Jelama Boraka (Barisan Orang-orang Durhaka). Tarian ini lebih merakyat karena, posisi penonton sejajar dengan penari. Dan penonton bisa ikut menari.

 

–          Pola Jaipong

Rangkaian gerak tari jaipong dapat dibedakan menjadi empat bagian:

 

–          Bukaan, merupakan gerakan pembuka,

–          Pencugan, merupakan bagian kumpulan gerakan-gerakan,

–          Ngala, bisa juga disebut titik merupakan pemberhentian dari rangkaian tarian, dan

–          Mincit, merupakan perpindahan atau peralihan.

 

Gerakan dasar tarian ini sering disebut 3G akronim dari Geol (gerakan pinggul memutar), Gitek (gerakan pinggul menghentak dan mengayun), Goyang (gerakan ayunan pinggul tanpa hentakkan). Dewasa ini tari jaipong boleh disebut sebagai salah satu identitas Jawa Barat, hal ini nampak pada beberapa acara-acara penting di Jawa Barat. Tamu dari negara asing yang datang ke Jawa Barat biasa disambut dengan pertunjukan tari jaipong. Demikian pula dengan misi-misi kesenian ke manca negara.Tari Jaipong juga banyak memengaruhi kesenian-kesenian lain yang ada di masyarakat Jawa Barat, baik pada seni pertunjukan wayang, degung, genjring/terbangan, kacapi jaipong, dan hampir semua pertunjukan rakyat maupun pada musik dangdut modern yang dikolaborasikan dengan Jaipong.

Sejarah Tari Jaipong

Jaipongan termasuk ke dalam seni tari kreasi yang mendapat pengaruh dari tari Ronggeng, Ketuk Tilu, dan Kliningan. Tari-tarian di atas sudah lebih dulu populer di wilayah Jawa Barat. Sebelum kesenian Jaipongan diciptakan, tari pergaulan yang populer di Jawa Barat terbagi menjadi dua, yaitu dansa untuk masyarakat perkotaan dan tari tradisional seperti Ronggeng dan Ketuk Tilu di kalangan warga pedesaan.

Seiring berjalannya waktu, jenis-jenis kesenian di atas mulai memudar sementara tari-tarian baru mulai bermunculan. Salah satu tarian yang populer dan memiliki banyak penggemar adalah tari Kliningan yang sering dipertunjukkan di kawasan Karawang, Bekasi, Subang, Purwakarta, dan wilayah-wilayah di bagian utara Jawa Barat. Tari-tarian di atas kemudian menjadi inspirasi dari lahirnya tari Jaipongan pada tahun 1960-an.

Awalnya, kemunculan kesenian Jaipongan mengundang kontroversi karena gerakan dan pakaian penarinya dianggap erotis. Meski demikian, tari Jaipong tetap memiliki banyak penggemar dan kerap dipertunjukkan di berbagai acara. Jaipongan berkembang pesat mulai tahun 1970 dan hingga kini menjadi salah satu kesenian paling populer di Jawa Barat.

Tari “Daun Pulus Keser Bojong” serta “Rendeng Bojong” adalah 2 kreasi tari Jaipong pertama yang dikenal luas di Jawa Barat. Beberapa penari Jaipong yang populer pada masa ini adalah Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kurniadi. Barulah pada tahun 1980 hingga 1990-an, jenis-jenis baru dari tari Jaipong seperti Toka-toka, Setra Sari, Sonteng, Pencug, dan lain sebagainya mulai bermunculan yang diikuti dengan hadirnya nama-nama pejaipong handal yaitu Iceu Effendi, Yumiati Mandiri, serta Miming Mintarsih.

Kini, Jaipong dianggap sebagai salah satu kesenian utama di Jawa Barat. Pertunjukan tari Jaipong selalu masuk ke dalam agenda penyambutan tamu-tamu penting atau perayaan acara-acara istimewa di Jawa Barat. Tak hanya di Indonesia, Jaipong juga sering ditampilkan di luar negeri dalam rangka memperkenalkan budaya dan kesenian Jawa Barat ke mancanegara.

Tari Jaipong lahir dari kreatifitas seorang seniman Bandung bernama Gugum Gumbira yang menaruh perhatian besar pada kesenian rakyat seperti tari pergaulan Ketuk Tilu. Gugum Gumbira memang sangat mengenal pola-pola gerak tari tradisional Ketuk Tilu, seperti gerak bukaan, pencugan, nibakeun, dan gerakan-gerakan lainnya.

 

Pada awal kemunculannya, Tari Jaipong disebut dengan Ketuk Tilu Perkembangan karena tarian ini memang dikembangkan dari tari Ketuk Tilu.

Karya Gugum Gumbira yang pertama kali dikenal masyarakat adalah Tari Jaipong “Daun Pulus Keser Bojong” dan “Rendeng Bojong”. Dari kedua jenis tarian itu, muncullah sejumlah nama penari Jaipong yang terkenal seperti Tati Saleh, Eli Somali, Yeti Mamat, dan Pepen Dedi Kurniadi. Kemudian pada tahun 1980-1990-an, Gugum Gumbira kembali menciptakan tari lainnya seperti Toka-toka, Setra Sari, Sonteng, Pencug, dan lain-lain. Kembali lagi muncul penari-penari Jaipong yang handal seperti Ine Dinar, Aa Suryabrata, Yumiati Mandiri, Asep Safaat, Iceu Effendi, dan beberapa penari lainnya.

Bisa dikatakan, Tari Jaipong sudah menjadi salah satu ikon keseniaan Jawa Barat, dan sering dipertontonkan pada acara-acara penting untuk menghibur tamu dari negara asing yang datang ke Jawa Barat. Juga, saat melakukan misi kesenian ke mancanegara. Padahal di awal kemunculannya, tarian ini sempat menjadi perbincangan hangat, terlebih karena gerakan-gerakannya yang dianggap erotis dan vulgar. Tapi hal itu justru membuat Tari Jaipong mendapatkan perhatian dari media, termasuk ditayangkannya Tari Jaipong pada tahun 1980 di TVRI Stasiun Pusat Jakarta. Semenjak itu, Tari Jaipong semakin populer dan frekuensi pementasannya pun semakin bertambah.

Kelahiran Tari Jaipong pun menginspirasi para penggerak seni tari tradisional untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian rakyat yang sebelumnya kurang mendapat perhatian. Kemunculan jenis tarian ini juga membuka lahan usaha bagi para penggiat seni yang membuka kursus untuk belajar Tari Jaipong. Sementara pengusaha hiburan malam memanfaatkan Tari Jaipong untuk memikat pengunjung tempat usahanya.jaipong tr jaipong

Comments are closed.

Previose Post: