• Prosiding

    Seminar Nasional Bahasa Ibu VII.

    ISBN ; 978-602-7776-89-0.

    917

    STILISTIKA PENERJEMAHAN PUISI DI DEPAN ARCA SARASWATI DARI BAHASA

    INDONESIA KE BAHASA INGGRIS

    Ni Ketut Dewi Yulianti, Putu Agus Bratayadnya, dan Ni Made Diana Erfiani

    Institut Seni Indonesia Denpasar dan UNDHIRA Denpasar

    [email protected]

     

    Abstrak

    Paper ini akan membahas tentang stilistika penerjemahan puisi yang berjudul Di Depan Arca

    Saraswati dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris Before the Statue of Saraswati, Goddess of

    Knowledge. Paper ini akan menjadi bahan acuan khususnya bagi mahasiswa dan tenaga pengajar

    bahasa yang ingin mendalami lebih jauh mengenai gaya / style penulisan puisi dan bagaimana gaya

    tersebut diterjemahkan, dan bagi siapa saja yang ingin mendalami puisi yang tentunya sangat

    memperhatikan penggunaan pilihan kata/diksi dalam sebuah puisi.

    Dalam paper ini, metode yang diterapkan oleh penerjemah dalam menerjemahkan stilistik

    puisi tersebut terutama perihal diksinya, akan dibahas dengan lengkap dan tentunya dikaitkan dengan

    budaya kedua bahasa (bahasa sumber/BS dan bahasa target/BT), mengingat penerjemahan tidak

    dapat dipisahkan dari unsur budaya. Hal ini sangat signifikan, karena tanpa pengetahuan tentang

    budaya BS dan BT, seorang penerjemah tidak mungkin dapat melakukan penerjemahan dengan baik.

    Secara teoritis, paper ini akan dapat memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan bahasa

    terutama dalam bidang stilistika puisi dan penerjemahan, sehingga dapat membantu dalam

    meningkatkan kegiatan penerjemahan teks lainnya, mengingat penerjemahan sudah menjadi sebuah

    kebutuhan di era globalisasi ini. Secara praktis, paper ini dapat diaplikasikan dalam proses

    pembelajaran baik formal maupun informal, sehingga puisi dan penerjemahan menjadi semakin

    menarik untuk dikaji.

    Keywords: Stilistika, Penerjemahan Puisi, Diksi

    PENDAHULUAN

    Tujuan utama dari penerjemahan adalah menghasilkan padanan yang paling alami di dalam

    bahasa target atas suatu teks sumber yang diterjemahkan, baik dalam hal makna maupun gaya. Dalam

    menerjemahkan pesan sebuah puisi, bentuk maupun isinya harus diusahakan sama-sama dipertahankan.

    Dalam hal ini penerjemahan sebuah puisi menuntut kemampuan interpretasi yang tinggi, sebab kalau

    tidak demikian akan berakibat pada pemaknaan yang salah.

    Karya sastra seperti puisi selalu memakai ungkapan figuratif, untuk membantu dalam

    membangun makna dari puisi tersebut. Dalam menganalisa ungkapan figuratif yang digunakan dalam

    puisi tersebut, tema merupakan elemen yang tidak terhindarkan. Tujuan dari tulisan ini adalah: (1) )

    untuk menentukan tema dari puisi yang memotivasi penggunaan ungkapan-ungkapan figuratif dalam

    pusis tersebut; (2) untuk mengidentifikasi dan menjelaskan jenis-jenis ungkapan figuratif yang

    merupakan aspek stilistika yang ditemukan pada puisi bahasa sumber (Indonesia) dan terjemahannya

    ke dalam bahasa Inggris; dan (3) untuk menganalisa metode yang diterapkan untuk mencapai

    kesepadanan dalam penerjemahan ungkapan-ungkapan figuratif dari puisi bahasa sumber ke dalam

    puisi bahasa target.

    Landasan Teori

    Teori Terjemahan

    Dalam kajian ini akan diterapkan teori penerjemahan oleh Nida (1982), teori stilistika oleh

    Kraft (2000), dan metode penerjemahan oleh Newmark (1998).

    Nida (1984) memberikan difinisi mengenai pentingnya gaya (style) dalam penerjemahan:

    Prosiding

    Seminar Nasional Bahasa Ibu VII.

    ISBN ; 978-602-7776-89-0.

    918

    “ Translation consists in reproducing in the receptor language the closest natural equivalent

    of the source language massage, first in terms of meaning and secondly in terms of style.”

    Definisi di atas mengandung pengertian bahwa dalam proses penerjemahan, isi dan gaya dari

    teks bahasa sumber (BS) harus dipertahankan sejauh mungkin dalam teks bahasa target (BT). Dengan

    kata lain, dari definisi ini diperoleh gambaran bahwa penerjemahan harus mengutamakan kesepadanan

    isi dan gaya bahasa (stilistik).

    Teori Stilistika

    Keraf (2002) mengatakan bahwa gaya bahasa merupakan cara pengungkapan pikiran melalui

    bahasa khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian pengarang. Mengkaji gaya bahasa

    memungkinkan dapat menilai pribadi, karakter, dan kemampuan pengarang yang menggunakan bahsa

    tersebut. Gaya bahasa merupakan cara pengungkapan pikiran melalui bahasa secara khas yang

    memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulisnya.

    Adapun gaya bahasa yang dimaksud dalam tulisan ini adalah ungkapan figuratif yang

    digunakan dalam penulisan teks puisi. Penjelasan dari masing-masing ungkapan figuratif tersebut

    adalah sebagai berikut.

    Antitesis

    Antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang berisikan ide-ide dan gagasan-gagasan yang

    bertentangan, dengan memakai kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan. Gaya ini timbul dari

    kalimat berimbang.

    Contoh:

    Bibirku tersenyum, namun hatiku menangis.

    Mencari terang dalam kegelapan malam.

    Eufemisme

    Eufemisme adalah semcam acuan berupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung

    perasaan orang atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin

    dirasakan menghina, menyinggung persaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan.

    Contoh:

    Ayahnya sudah tak ada di tengah-tengah mereka (=mati)

    Pikiran sehatnya semakin merosot saja akhir-akhir ini (=gila)

    Hiperbola

    Hiperbola adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan,

    dengan membesar-besarkan sesuatu hal (see Larson 1998).

    Contoh :

    Cintanya pada anaknya seluas angkasa dan sedalam samudra

    Kecantikannya begitu agung sehingga menggetarkan setiap jiwa yang melihatnya.

    Idiom

    Idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum,

    biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis atau secara gramatikal

    dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya.

    Contoh:

    Dia telah mencuri hatiku dia membuatku jatuh cinta

    Irony

    Ironi adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan

    dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya.

    Contoh:

    Seseorang mengatakan pada temannya: “kamu sangat cerdas”, padahal temannya berbuat

    Prosiding

    Seminar Nasional Bahasa Ibu VII.

    ISBN ; 978-602-7776-89-0.

    919

    Metafora

    Metafora adalah semcam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam

    bentuk yang singkat.

    Contoh:

    Rumahku adalah istanaku

    Matanya bagai bintang kejora

    Metonimia

    Metoniamia adalah gaya bahasa yang menggunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal

    lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat.

    Contoh :

    Mereka membeli sebuah Toyota

    Itu tak akan terjadi semasih aku bernafas (bernafas digunakan secara figuratif yang berarti

    masih hidup)

    Paradox

    Paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan

    fakta-fakta yang ada. Paradoks dapat juga berarti semua hal yang menarik perhatian karena

    Contoh:

    Musuh sering merupakan kawan yang akrab.

    Ia kesepian dalam keramaian malam itu .

    Personification

    Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati

    atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-seolah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Personifikasi

    (penginsanan) merupakan suatu corak khusus dari metafora, yang mengiaskan benda-benda mati

    bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia.

    Contoh :

    Bintang menatapku mesra

    Angin memeluknya dengan hangat

    Pleonasme

    Pleonasme adalah acuan yang mempergunakan kata-kata yang lebih banyak daripada yang

    diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan.

    Contoh :

    Saya hal itu dengan saya sendiri.

    Dia telah mendengar dengan telinganya sendiri.

    Sarkasme

    Sarkasme merupakan acuan yang lebih kasar dari ironi, dan merupakan suatu acuan yang

    mengandung kepahitan dan celaan yang getir.

    Contoh:

    Bau tubuhnya membuat kami mual.

    Kamu memang jahanam tak berperasaan.

    Simile

    Simili adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang dimaksud perbandingan bersifat

    eksplisit adalah bahwa ia menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain (McArthur, 1996:935).

    Contoh:

    Prosiding

    Seminar Nasional Bahasa Ibu VII.

    ISBN ; 978-602-7776-89-0.

    920

    Hatinya seperti batu

    Kulitnya putih bagaikan salju

    Sinekdoke

    Sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal

    untuk menyatakan keseluruhan, atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian.

    Contoh:

    Mereka masih tinggal di atap yang sama (tinggal serumah)

    Pulau Bali sedang merayakan kemenangan hari ini.

    Metode Penerjemahan

    Newmark (1998) menjelaskan bahwa metode penerjemahan dibagi menjadi dua kelompok

    besar, yang masing-masing kelompok terdiri atas empat metode penerjemahan. Kelompok pertama

    adalah metode penerjemahan kata-demi-kata, metode penerjemahan harfiah, metode penerjemahan

    setia dan metode penerjemahan semantik. Metode penerjemahan kelompok pertama tersebut sangat

    menghargai sistem dan budaya bahasa sumber. Kelompok kedua terdiri atas metode penerjemahan

    adaptasi, metode penerjemahan bebas, metode penerjemahan idiomatis dan metode penerjemahan

    komunikatif. Metode penerjemahan kelompok kedua ini sangat menghargai sistem dan budaya bahasa

    target. Oleh karena itu, terjemahan yang dihasilkan melalui metode-metode penerjemahan kelompok

    kedua, sangat alamiah dan akrab dengan pembacanya.

    Kedelapan metode penerjemahan yang disebutkan di atas digambarkan ke dalam suatu

    diagram, yang dia sebut sebagai diagram berhuruf V, seperti yang diadaptasi di bawah ini.

    Diagram Huruf V Metode Penerjemahan (Newmark, 1998: 45)

    Diagram di atas menunjukkan bahwa metode penerjemahan mempunyai dua polar atau kutub.

    Kutub sebelah kiri memberikan penekanan pada bahasa sumber, sedangkan kutub sebelah kanan

    memberikan penekanan pada bahasa target. Di bawah ini dibahas secara singkat sifat dari masingmasing

    metode penerjemahan tersebut.

    (1)Metode penerjemahan kata-demi-kata sangat terikat pada sistem dan budaya bahasa sumber.

    Susunan kata pada teks terjemahan sama persis dengan susunan kata dalam teks bahasa sumber.

    Pemadanan berlangsung pada tataran kata dan dilakukan tanpa memperhatikan konteks kata tersebut

    dalam kalimat.

    (2)Metode penerjemahan harfiah, pemadanan juga berlangsung pada tataran kata dan dilakukan tanpa

    mempertimbangkan konteks kata tersebut dalam kalimat. Perbedaannya adalah bahwa metode

    penerjemahan harfiah mempersyaratkan penyesuaian struktur (structural adjustment). Dengan kata

    lain, terjemahan yang dihasilkan telah sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku dalam bahasa target.

    (3)Metode penerjemahan setia, berusaha sesetia mungkin menduduki struktur posisi yang persis sama

    dalam menghasilkan makna kontekstual teks bahasa sumber meskipun tidak sesuai dengan struktur

    gramatika bahasa target.

    (4)Metode penerjemahan semantik mengarah pada pencarian padanan pada tataran leksikal dengan

    tetap mempertahankan makna bahasa BS, konsep kata dalam BS dan BT dikatakan sepadan jika

    komponen makna alan fitur-fitur semantiknya sama.

    Communicative

    Idiomatic Translation

    Free Translation

    Adaptation

    Orientasi Pada BT

    Sematic

    Faithful translation

    Literal translation

    Word-for-word translation

    Orientasi pada BS

    Prosiding

    Seminar Nasional Bahasa Ibu VII.

    ISBN ; 978-602-7776-89-0.

    921

    (5)Metode penerjemahan adaptasi merupakan metode penerjemahan yang paling bebas. Disebut

    demikian karena penerjemah mempunyai kebebasan yang luas dalam mengadaptasi budaya bahasa

    sumber ke dalam budaya bahasa target. Penerjemah dapat mengadaptasi nama pelaku tempat peristiwa

    dan waktu peristiwa yang terdapat dalam teks bahasa sumber agar terjemahannya dekat atau akrab

    dengan pembaca sasaran. Metode yang seperti ini hanya dapat diterapkan pada teks sastra. Metode

    penerjemahan adaptasi seyogianya jangan diterapkan dalam penerjemahan teks-teks yang sensitif

    (misalnya teks hukum, agama, dsb) karena hasilnya akan berakibat fatal.

    (6)Metode penerjemahan bebas. Namun, kebebasan yang dimiliki penerjemah dalam menerapkan

    metode ini, terbatas hanya pada cara menyampaikan pesan teks bahasa sumber ke dalam teks bahasa

    target. Pencarian padanan yang dilakukan penerjemah bukan pada tataran kata atau kalimat tetapi pada

    tataran teks.

    (7)Metode penerjemahan idiomatis berusaha untuk menghasilkan kembali “pesan” teks sumber dalam

    leks terjemahan, tetapi cenderung merusak nuansa makna dengan jalan menggunakan bahasa kolokial

    dan ungkapan idiomatis meskipun kedua hal ini tidak terdapat dalam bahasa sumber.

    (8)Metode penerjemahan lainnya yang berorientasi pada bahasa target adalah metode-metode

    penerjemahan komunikatif. Metode penerjemahan komunikatif ini sangat memperhatikan efek yang

    ditimbulkan oleh suatu terjemahan pada pembaca meskipun hal itu acapkali sulit dicapai. Terjemahan

    yang dihasilkan melalui penerjemahan komunikatif sangat efektif berterima dan mudah dipahami oleh

    pembaca sasaran.

    Metode Penelitian

    Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yang mencakup tiga tahapan, yakni

    (1) tahap pengumpulan data; (2) tahap analisis data, dan (3) tahap penyajian hasil analisis seperti yang

    terinci di bawah ini.

    Pengumpulan Data

    Objek penelitian ini berupa produk penerjemahan teks (puisi) berbahasa Indonesia berjudul Di

    Depan Arca Saraswati karya Putu Fajar Arcana dan teks terjemahannya dalam bahasa Inggris Before

    The Statue of Saraswati, Goddess of Knowledge, diterjemahkan oleh Vern Cork. Korpus data dalam

    kajian terjemahan ini berupa korpus bilingual paralel (paralel bilingual corpora) yang terdiri dari teks

    asli (bahasa sumber) dan versi terjemahannya (bahasa target) yang terdapat dalam buku The Morning

    After. Data yang berupa ungkapan figuratif sebagai salah satu aspek stilistika semuanya diambil dari

    teks puisi BS dan terjemahannya dalam teks BT.

    Metode dan Teknik Analisis Data

    Pada dasarnya dalam analisis data terkandung pengertian pengumpulan dan interpretasi data.

    Data yang terkumpul berupa ungkapan figuratif yang terdapat dalam teks sumber dan terjemahannya

    dalam teks target diklasifikasikan berdasarkan jenisnya untuk mendapatkan korpus-korpus data.

    Klasifikasi korpus tersebut didasarkan pada pengertian masing-masing ungkapan figuratif yang telah

    dijelaskan di atas, untuk selanjutnya dianalisis secara rinci dengan mengacu pada tema dari puisi yang

    memotivasi penggunaan ungkapan-ungkapan figuratif tersebut

    Metode dan Teknik Penyajian Data

    Karena analisis pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif maka hasil analisis akan

    disajikan secara deskriptif naratif untuk menghasilkan pelaporan dengan lebih rinci. Penelitian ini

    lebih menekankan pada kegiatan mengumpulkan dan mendeskripsikan data kualitatif yang berupa

    penerjemahan stilistik yang terdapat dalam pusis Di Depan Arca Saraswati dari bahasa Indonesia ke

    bahasa Inggris Before the Statue of Saraswati, Goddess of Knowledge. Penelitian ini dapat disebut

    penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif yang menekankan pada makna, lebih memfokuskan

    pada data kualitas dengan analisis kualitatifnya (Sutopo, 2004:48)

    Secara umum, prosedur penelitian ini meliputi hal-hal sebagai berikut.

    (1) Pengumpulan data yang berbentuk ungkapan figuratif yang merupakan aspek stilistika yang

    terdapat dalam puisi Di Depan Arca Saraswati dari bahasa Indonesia dan terjemahannya dalam

    bahasa Inggris Before the Statue of Saraswati, Goddess of Knowledge, dengan mengacu pada

    Prosiding

    Seminar Nasional Bahasa Ibu VII.

    ISBN ; 978-602-7776-89-0.

    922

    tema dari puisi yang memotivasi penggunaan ungkapan-ungkapan figuratif tersebut, serta metode

    yang diterapkan dalam penerjemahannya.

    (2) Pengklasifikasian, pengkodean, dan penganalisisan data,

    (3) Penarikan simpulan penelitian,

    (4) Pengajuan saran dan implikasi penelitian.

    PEMBAHASAN

    Stilistika merupakan ilmu tentang gaya bahasa, ilmu interdisipliner antara linguistik dengan

    sastra, ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa dalam karya sastra, ilmu tentang penerapan kaidahkaidah

    linguistik dalam penelitian gaya bahasa, dan ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa dalam

    karya sastra, dengan mempertimbangkan aspek-aspek keindahannya sekaligus latar belakang

    sosialnya. Dengan memahami uraian ini, jelaslah bahwa dalam menganalisa laras tutur (stilistika)

    dalam sebuah wacana/teks, sekaligus akan dapat dikaji kaidah-kaidah linguistiknya (Kuta

    Ratna:2009). Seperti dijelaskan di atas bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi

    ungkapan-ungkapan figuratif yang merupakan salah satu aspek stilistika dan metode yang digunakan

    dalam penerjemahannya, yang tentu harus mengacu pada tema dari puisi dimaksud.

    Tema adalah pola makna yang muncul secara bertahap dari pemahaman keseluruhan terhadap

    sebuah puisi (Smith, 1985:46). Smith juga mengatakan bahwa the number of themes is much smaller

    in comparison to the trillions of poems already in existence (bahwa jumlah tema jauh lebih sedikit

    dibandingkan dengan triliunan puisi yang sudah ada. Fakta ini akhirnya kembali pada kemungkinan

    dan keterbatasan keberadaan manusia. Tema tersebut berhubungan dengan bagian kehidupan manusia

    yang tidak dapat dihindari dan dikontrol. Bagian utama kehidupan manusia yang dihubungkan dengan

    tema adalah: (1) the effects of time : growth, change, ageing, death, transience, renewal, birth,

    (2)human relationship : love, friendship, parting, loss, constancy, unfaithfulness, (3) human

    consciousness : hope, fear, happiness, despair, self-esteem, self-rejection, dan (4) human

    circumstances: freedom, restriction, abundance, deprivation, communion, isolation (Smith, 1985:47).

    Setelah membaca teks puisi BS dan BT, tema puisi tersebut dapat diformulasikan ke dalam

    makna tertentu dari human circumstances khususnya restriction yaitu ‘kekecewaan masyarakat

    terhadap pembangunan pulau Bali yang menyempitkan gerak dan aktifitasnya’.

    Analisis ungkapan figuratif yang dalam konteks penelitian ini disajikan dalam dua belas

    bagian, tidak per baris, untuk memberikan pemahaman yang seksama bagi pembaca.

    Teks BS Teks BT

    1. Dewi, pelataran pura ini 1. Goddess, the forecourt of this temple

    tak cukup buatku menari is not wide enough for me to dance in

    Pada bagian awal puisi ini, penulis menggunakan ungkapan figuratif sinekdoke dengan

    mempergunakan sebagian dari sesuatu hal yaitu frasa ‘pelataran pura ini’ untuk menyatakan

    keseluruhan, yaitu pulau Bali, dan ‘menari’ untuk menyatakan setiap gerak dan aktifitas masyarakat

    Bali. Dengan pembangunan yang semakin pesat di Bali, kemajuan pariwisata, serta perkembangan

    bidang lainnya, malah menyempitkan gerak dan aktifitas masyarakat Bali. Fakta ini sangat jelas dalam

    kehidupan masyarakat Bali dewasa ini. Pantai, yang dulu tidak begitu dipenuhi para wisatawan yang

    berkunjung ke Bali, yang merupakan tempat masyarakat Bali (hindu) ketika mekiis, sekarang sudah

    tidak ramah lagi untuk melakukan prosesi upacara keagamaan. Tidak jarang diantara iring-iringan

    umat yang sedang melaksanakan upacara keagamaan, ada pemandangan wisatawan mengenakan

    bikini di pantai tempat upacara tersebut sedang berlangsung.

    Metode yang diterapkan dalam menerjemahkan baris awal puisi ini adalah metode

    penerjemahan komunikatif, karena terjemahannya sangat efektif, berterima dan mudah dipahami.

    2. Terasa ruang kian sempit 2. It is closing in

    penuh ditumbuhi pepohonan overgrown with trees

    Prosiding

    Seminar Nasional Bahasa Ibu VII.

    ISBN ; 978-602-7776-89-0.

    923

    yang tidak kita kenal that are alien to us

    Pada bagian kedua ini, penulis kembali menggunakan ungkapan figuratif sinekdoke dengan

    menggunakan sebagian dari sesuatu hal yaitu frasa ‘terasa ruang kian sempit’ untuk menyatakan

    keseluruhan, yaitu pulau Bali, dan ‘pepohonan yang tidak kita kenal’ untuk menyatakan bangunan dan

    para pendatang yang ada di Bali.

    Metode yang diterapkan adalah metode penerjemahan adaptasi. Penerjemah mengadaptasi

    peristiwa yang terdapat dalam teks bahasa sumber yaitu ’terasa ruang kian sempit’ menjadi ’It is

    closing in’ dan ’ penuh ditumbuhi pepohonan yang tidak kita kenal’ menjadi ‘overgrown with trees

    that are alien to us’ agar terjemahannya dekat atau akrab dengan pembaca sasaran.

    3. Dewi, gerak manalagi mesti kumainkan 3.Goddess, which other movement should I perform

    Pada bagian ketiga ini, ungkapan figuratif sinekdoke kembali menjadi pilihan penulis, dengan

    menggunakan sebagian dari sesuatu hal yaitu frasa ‘gerak manalagi mesti kumainkan’ untuk

    menyatakan keseluruhan, yaitu usaha apalagi yang harus dilakukan.

    Metode penerjemahan yang diterapkan adalah metode penerjemahan adaptasi. Penerjemah

    mengadaptasi peristiwa yang terdapat dalam teks bahasa sumber yaitu ’kumainkan’ menjadi ’I

    perform’ agar terjemahannya dekat atau akrab dengan pembaca sasaran.

    4. langit telah jadi dinding pembatas 4. the sky has become a dividing wall

    bagi keliatan burung-burung for the wildness of birds

    Pada bagian keempat ini, ungkapan figuratif pleonasme digunakan, dengan mempergunakan

    kata-kata yang lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan,

    yaitu pada kalimat ‘langit telah jadi dinding pembatas’, kata ‘dinding’ bisa dihilangkan.

    Metode penerjemahan yang diterapkan adalah metode penerjemahan adaptasi. Penerjemah

    mengadaptasi peristiwa yang terdapat dalam teks bahasa sumber yaitu ’ dinding pembatas’ menjadi ’a

    dividing wall’ agar terjemahannya terkesan natural dan mudah dipahami pembaca teks BT. Namun

    kata ’keliatan’ diterjemahkan menjadi ’the wildness’ tidak dapat dijelaskan metode yang digunakan,

    dengan asumsi apakah penerjemah salah baca kata ’keliatan’ menjadi ’keliaran yang dalam bahasa

    Inggris adalah ’toughness’ ataukah hal ini merupakan penerapan metode penerjemahan adaptasi.

    5. Dan rumput yang menghamba 5. And the grass which serves

    di kaki peradaban at the foot of civilization

    makin mengasingkan puja kita alienates our worship even more

    Pada bagian kelima puisi ini, penulis menggunakan ungkapan figuratif personifikasi, yaitu

    gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa

    seolah-seolah memiliki sifat-sifat kemanusiaan, bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia, yang

    dalam hali ini ‘dan rumput yang menghamba di kaki peradaban’ tidak mungkin rumput bisa

    menghamba di kaki peradaban. Di samping itu, ungkapan figuratif sinekdoke juga diterapkan, dengan

    menggunakan sebagian dari sesuatu hal yaitu frasa ‘mengasingkan puja kita’ untuk menyatakan

    keseluruhan, yaitu mengasingkan keberadaan masyarakat Bali.

    Metode yang diterapkan dalam menerjemahkan bagian puisi ini adalah metode penerjemahan

    komunikatif, karena terjemahannya sangat efektif, berterima dan mudah dipahami

    6. Garis yang kau gores di atas debu 6. The line that you scrape in the dust

    diterbangkan angin ke awan has been blown away by wind into the air

    Pada bagian keenam puisi ini, penulis menggunakan ungkapan figuratif sinekdoke dengan

    menggunakan sebagian dari sesuatu hal yaitu kalimat ‘garis yang kau gores di atas debu’ untuk

    menyatakan keseluruhan, yaitu segala pengetahuan yang diberikan oleh Dewi Saraswati, sebagai Dewi

    sumber pengetahuan. Ungkapan figuratif ini sangat mendukung pesan yang ingin disampaikan penulis,

    Prosiding

    Seminar Nasional Bahasa Ibu VII.

    ISBN ; 978-602-7776-89-0.

    924

    bahwa pengetahuan yang sudah diberikan oleh Tuhan, dalam hal ini Dewi Saraswati sebagai Dewi

    sumber pengetahuan telah diabaikan karena false ego sehingga kurang mampu menjaga tanah Bali dari

    derasnya arus modernisasi dan segala upaya untuk memajukan perekonomian namun memudarkan

    riak keindahan, kepolosan, dan keaslian pulau Bali tercinta ini.

    Metode penerjemahan yang diterapkan adalah metode penerjemahan adaptasi. Penerjemah

    mengadaptasi tempat peristiwa yang terdapat dalam teks bahasa sumber yaitu ’diterbangkan angin ke

    awan’ menjadi ’has been blown away by wind into the air’. Kata ‘ke awan’ diadaptasi menjadi ‘into

    the air’

    7. Kita sedang bertamu di pelataran sendiri 7. We are guests in our own courtyard

    Pada bagian ketujuh puisi ini, penulis menggunakan ungkapan figuratif sinekdoke dengan

    menggunakan sebagian dari sesuatu hal yaitu kalimat ‘di pelataran sendiri’ untuk menyatakan

    keseluruhan, yaitu ‘di pulau kita sendiri’

    Metode penerjemahan yang diterapkan adalah metode penerjemahan adaptasi. Penerjemah

    mengadaptasi peristiwa yang terdapat dalam teks bahasa sumber yaitu ’kita sedang bertamu’ menjadi

    ’We are guests’

    8. Tak bebas lagi memetik bunga 8. No longer free to pick the flowers

    Pada bagian kedelapan puisi ini, penulis menggunakan ungkapan figuratif sinekdoke dengan

    menggunakan sebagian dari sesuatu hal yaitu kalimat ‘tak bebas lagi memetik bunga’ untuk

    menyatakan keseluruhan, yaitu segala aktifitas yang di lakukan masyarakat Bali.

    Metode yang diterapkan adalah dalam menerjemahkan bagian puisi ini adalah metode

    penerjemahan komunikatif, karena terjemahannya sangat efektif, berterima dan mudah dipahami

    9. atau terlentang di pasir 9. or to lie down on the sand

    Pada bagian kesembilan puisi ini, penulis kembali menggunakan ungkapan figuratif sinekdoke

    dengan menggunakan sebagian dari sesuatu hal yaitu frasa ‘terlentang di pasir’ untuk menyatakan

    keseluruhan, yaitu hidup di pulau Bali.

    Metode yang diterapkan adalah dalam menerjemahkan bagian puisi ini adalah metode

    penerjemahan komunikatif, karena terjemahannya sangat efektif, berterima dan mudah dipahami.

    10. menciumi hangat matahari 10. feeling the sun’s warmth

    Pada bagian kesepuluh puisi ini, penulis menggunakan ungkapan figuratif hiperbola, gaya

    bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal,

    dalam hal ini frasa ‘menciumi hangat matahari’ adalah ekspresi yang berlebihan, karena ‘hangat

    matahari’ dirasakan bukan diciumi.

    Metode yang diterapkan adalah metode penerjemahan adaptasi, yaitu penerjemah

    mengadaptasi peristiwa yang terdapat dalam teks bahasa sumber ’ menciumi hangat matahari’ menjadi

    feeling the sun’s warmth’ agar akrab dengan pembaca sasaran dan mudah dipahami, namun jelas

    mengurangi keindahan bahasa puisi tersebut pada teks BT.

    11.Dewi, harus kutujukan kemana sembah ini? 11. Goddess, to whom should I offer up this prayer?

    Pada bagian kesebelas puisi ini, penulis menggunakan ungkapan figuratif sinekdoke dengan

    mempergunakan sebagian dari sesuatu hal yaitu frasa ‘sembah’ untuk menyatakan keseluruhan, yaitu

    ‘keluhan dan kekecewaan’.

    Metode yang diterapkan adalah metode penerjemahan adaptasi, yaitu penerjemah

    mengadaptasi peristiwa yang terdapat dalam teks bahasa sumber ’kemana’ menjadi ’to whom’ agar

    akrab dengan pembaca sasaran dan mudah dipahami.

    Prosiding

    Seminar Nasional Bahasa Ibu VII.

    ISBN ; 978-602-7776-89-0.

    925

    12. Di sekeliling pura telah tumbuh 12. Around this temple have grown

    pohonan yang tidak kita kenal! trees that are alien to us!

    Pada bagian akhir puisi ini, penulis menggunakan ungkapan figuratif sinekdoke dengan

    mempergunakan sebagian dari sesuatu hal yaitu frasa ‘Di sekeliling pura’ untuk menyatakan

    keseluruhan, yaitu pulau Bali, dan ‘telah tumbuh pohonan yang tidak kita kenal’ untuk menyatakan

    bangunan, pendatang, dan segala sesuatu yang bersifat asingyang sudah memenuhi pulau Bali.

    Metode yang diterapkan dalam menerjemahkan baris akhir puisi ini adalah metode

    penerjemahan adaptasi, penerjemah melakukan adaptasi terhadap penerjemahan ‘pohonan yang tidak

    kita kenal’ menjadi ‘trees that are alien to us’.

    SIMPULAN

    Setelah membaca teks puisi BS dan BT, tema puisi tersebut dapat diformulasikan ke dalam

    makna tertentu dari human circumstances khususnya restriction yaitu ‘kekecewaan masyarakat

    terhadap pembangunan pulau Bali yang menyempitkan gerak dan aktifitasnya’. Penelitian ini

    menunjukkan bahwa penggunaan ungkapan figuratif secara konsisten dimotivasi oleh tema puisi

    Jenis-jenis ungkapan figuratif yang merupakan aspek stilistika yang ditemukan pada puisi

    bahasa sumber (Indonesia) dan terjemahannya ke dalam bahasa Inggris adalah hiperbola (bagian 10),

    personifikasian (bagian 5), pleonasme (bagian 4), sinekdoke (bagian 1,2,3,5,6,7,8,9,11, dan 12), dan

    hanya pada bagian 10 ungkapan figuratif tidak diterjemahkan secara figurative.

    Metode yang diterapkan untuk mencapai kesepadanan dalam penerjemahan ungkapanungkapan

    figuratif dari puisi bahasa sumber ke dalam puisi bahasa target adalah metode penerjemahan

    adaptasi (bagian 2,3,4,6,7,10,11,dan 12) dan metode penerjemahan komunikatif (bagian 1,5,8, dan 9).

    Dengan begitu banyaknya ragam ungkapan figuratif, penulis semestinya masih bisa

    menyampaikan pesan dalam puisi ini dengan lebih indah namun memberi kesan tegas dan kuat.

    Demikian pula untuk penerjemahnya, ada bagian dari ungkapan figuratif dalam puisi (bagian 10), tidak

    diterjemahkan secara figuratif, sehingga mengurangi nilai puitisnya pada bahasa target.

    Masih ada banyak devices yang masih bisa dikaji dalam puisi ini, sehingga peneliti lain bisa

    melanjutkan penelitian ini, untuk membangun interpretasi yang lebih mendalam dalam puisi ini.

    DAFTAR PUSTAKA

    Cork, Vern. 2000. Bali The Morning After. Australia: Darma Printing.

    Keraf, Gorys. 2002. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

    Kutha Ratna, Nyoman. 2009. Stilistika. Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya.

    Yogyakarta:Pustaka Pelajar

    Larson, M.L. 1989. Meaning-Based Translation. A Guide to Cross-Language Equivalence. Second

    Edition. Lanham: University Press.

    Newmark,P. 1988. A Textbook of Translation. New York: Prentice-Hall International

    Nida,E: 1984. On Translation. Translation Publishing Corp. Beijing, China.

    Smith, Sybille,1985 Inside Poem. Victoria : Pitman

    Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian.

    Surakarta: Sebelas Maret University Press

    Prosiding

    Seminar Nasional Bahasa Ibu VII.

    ISBN ; 978-602-7776-89-0.

    926

    Apendiks

    DI DEPAN ARCA SARASWATI

    Dewi, pelataran pura ini

    tak cukup buatku menari

    Terasa ruang kian sempit

    penuh ditumbuhi pepohonan

    yang tidak kita kenal

    Dewi, gerak manalagi mesti kumainkan

    langit telah jadi dinding pembatas

    bagi keliatan burung-burung

    Dan rumput yang menghamba

    di kaki peradaban

    makin mengasingkan puja kita

    Garis yang kau gores di atas debu

    diterbangkan angin ke awan

    Kita sedang bertamu di pelataran sendiri

    Tak bebas lagi memetik bunga

    atau terlentang di pasir

    menciumi hangat matahari

    Dewi, harus kutujukan kemana sembah ini?

    Di sekeliling pura telah tumbuh

    pohonan yang tidak kita kenal!

    1996

    BEFORE THE STATUE OF SARASWATI, GODDESS OF KNOWLEDGE

    Goddess, the forecourt of this temple

    is not wide enough for me to dance in

    It is closing in

    overgrown with trees

    that are alien to us

    Goddess, which other movement should I perform

    the sky has become a dividing wall

    for the wildness of birds

    And the grass which serves

    at the foot of civilization

    alienates our worship even more

    The line that you scrape in the dust

    has been blown away by wind into the air

    We are guests in our own courtyard

    No longer free to pick the flowers

    or to lie down on the sand

    feeling the sun’s warmth

    Posted by bratayadnya @ 9:43 am

Comments are closed.