• PENDEKATAN CARA BELAJAR SISWA AKTIF (CBSA) DALAM PELAJARAN BAHASA INGGRIS PADA KELAS FOTOGRAFI SEMESTER GENAP TAHUN 2009/2010

     

     

     

     

     

    oleh

     

    PUTU AGUS BRATAYADNYA

     

     

     

     

    FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN

    INSTITUT SENI INDONESIA (ISI) DENPASAR

    2012


    UCAPAN TERIMA KASIH

     

     

    Pertama-tama perkenalankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung warannugraha-Nya/karunia-Nya, paper penelitain ini bisa diselesaikan.

    Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih Bapak Rektor ISI Denpasar Prof. Dr I Wayan Rai S., MA.,  dan Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain Dra. Ni Made Rinu, M.Si. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Ketua Program Studi Fotografi I Komang Arba Wirawan, S.Sn., M.Si.  atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis.

    Pada Kesempatan ini Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus disertai penghargaan kepada seluruh guru-guru yang telah membimbing penulis, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Juga penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu dan Bapak yang telah mengasuh dan membesarkan penulis, memberikan dasar-dasar berpikir logik dan suasana demokratis sehingga terciptalah lahan yang baik untuk perkembangan kreativitas.

    Akhir kata semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian paper penelitian ini, serta kepada penulis sekeluarga.

     

    ABSTRAK

     

    Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) Dalam Pelajaran Bahasa Inggris Pada Kelas Fotografi Semester Genap Tahun 2009/2010

     

     

    Latar belakang penelitian ini dilaksanakan adalah untuk mengetahui sejauh mana pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) mampu mempengaruhi kemampuan mahasiswa dalam mata kuliah bahasa Inggris pada semester genap tahun ajaran 2009/2010. Selanjutnya tujuan dari penelitian ini adalah diharapkan setelah penelitian ini didapat indikator yang jelas sehingga dapat dilaksanakan pada semester-semester berikutnya.

    Dalam mengumpulkan data menggunakan penelitian lapangan dan observasi. Sedang metode dan tehnik dalam menganalisa data adalah metode kualitatif dimana teori empat kemungkinan interaksi belajar mengajar dari H.C Lindgren digunakan sebagai teori utama. Kemudian metode dan tehnik dalam menyajikan hasil analisis data disajikan dengan keberhasilan penggunaaan Satuan Acara Pengajaran (SAP) yang berstandar CBSA, ditambah dari hasil nilai akhir mahasiswa di kelas dan rangking mahasiswa dalam lomba debat bahasa Inggris tingkat Institut

    Hasil dari pendekatan CBSA sangatlah positif hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya rata-rata nilai para mahasiswa di kelas dan perbaikan rangking pada lomba berbahasa Inggris yang berhubungan dengan dunia akademis, lomba yang dimaksud adalah lomba debat tingkat Institut di kampus ISI Denpasar yang diselenggarakan setiap tahun dalam Dies Natalis dan Wisuda.

    Sehingga dari hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Pendekatan CBSA mempunyai pengaruh yang positif dalam proses belajar mengajar yang dimana terjadi interaksi antara mahasiswa dan dosen, dan juga mahasiswa yang satu dengan mahasiswa lainnya sehingga mampu meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris sehingga berpengaruh pada peningkatan nilai dan rangking pada lomba debat tingkat Institut. Saran yang dapat disampaikan adalah dengan keterbatas kurikulum (dalam hal ini, mata kuliah bahasa Inggris hanya sampai mata kuliah bahasa Inggris 2) perlu kiranya adanya penambahan dengan mata kuliah bahasa Inggris 3, khususnya pada kelas fotografi dengan melihat antusiasme para mahasiswa yang sudah menyadari bahwa pangsa potensial mereka adalah pangsa dengan orang luar negeri, contoh yang sedang hangat akhir-akhir ini adalah menjadi fotografer spesial kapal pesiar, yang tentu saja gajinya sangat besar dan belum banyak saingan. Selain hal tersebut secara akademis diharapkan kemampuan bahasa Inggris para mahasiswa, khususnya kelas fotografi lebih baik lagi sekaligus untuk menyukseskan slogan ISI Denpasar Go Internasional.

    Kata kunci: Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), mata kuliah bahasa Inggris, kelas fotografi.

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

    ABSTRACT

     

     

    Student Active Learning (SAL) Approach at English Lecture in

    Photography Class on Even Semester 2009/2010

    Background of this research is to know what  the effect of used Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) and in english it is called with Student Active Learning (SAL) approach at English lecture in photography class on even semester 2009/2010. Next after the reseach finished, there is a clear indicator and it will practice to next semester.

    Field riset and observation were using for method and technique of collecting data in this reseach. Then method and technique of analyzing data were used qualitative method and theory of four possibility interaction of learning and teaching purposed by H.C Lindgren as main theory. After then, the success of using student active learning standard in teaching schedule unit/satuan acara pengajaran, including increase of  student grade and rank in Institute English debating contest were used as method and technique of  presenting the analysis.

    Result of SAL is positive, in that point was seing in the increase of student average grade this period and had the better rank that be the champion (1st winner) in English Debating Contest in ISI Denpasar, which is held every year to celebrate Dies Natalis and Graduate Ceremony.

    After analyzing the data some conclusions can be formulated and presented as follow, with is Student Active Learning (SAL) approach had positive effect that with maximum interaction between lecturer and students, and between students to all their student friends could increased students capacity in English so it was influence in their grade level and campus English debating contest rank.  Suggestion was be suggested that with limited curriculum ( in this case English lecture only until second (2nd) level), hopefully there is more class for English lecture especially for photography because the students are very enthusiasm and they understoond that their potential workfields are working with foreigners, for example today’s hot issues work as photographer in cruise with big income in their pocket and few contenders. Besides this, it is hoped that students english ability is better academically to support the motto of ISI Denpasar Go International.

    Key words : Student Active Learning (SAL),  English lecture,  photography class.

     

    DAFTAR ISI

     

    Ucapan terima kasih    …………………………………………………………………………………….           i

    Abstrak berbahasa Indonesia …………………………………………………………………………             ii

    Abstrak berbahasa Inggris ………………………………………………………………………………           iii

    Daftar ISI       ……………………………………………………………………………………………….           iv

    BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………………….                        1

    1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………………………           1

    1.2 Masalah …………………………………………………………………………………………          3

    1.3 Tujuan Penelitian …………………………………………………………………………….         4

    1.4 Batasan Masalah ……………………………………………………………………………..         4

    BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL

    PENELITIAN  ………………………………………………………………………………………………….      5

    2.1 Kajian Pustaka …………………………………………………………………………………..      5

    2.2 Konsep Pendekatan CBSA …………………………………………………………………      7

    BAB III METODE PENELITIAN ……………………………………………………………………..      9

    3.1 Metode Dan Tehnik Pengumpulan Data ………………………………………………       9

    3.2 Metode Dan Tehnik Dalam Menganalisa Data ……………………………………..        9

    3.3 Metode Dan Tehnik Dalam Menyajikan Hasil Analisis Data ………………….        12

    BAB IV PENDEKATAN CARA BELAJAR SISWA AKTIF (CBSA)

    DALAM PELAJARAN BAHASA INGGRIS PADA KELAS

    FOTOGRAFI SEMESTER GENAP TAHUN 2009/2010 ……………………….        13

    4.1 Pengaruh Penggunaan Metode Pendekatan Cara Belajar Siswa

    Aktif (CBSA) Dalam Proses Belajar Mengajar Dalam Kelas Bahasa

    Inggris Pada Kelas Fotografi Semester Genap Tahun Ajaran 2009/2010

    Dengan Nilai Akhir Para Mahasiswa …………………………………………………..        13

    4.2  Pengaruh Penggunaan Metode Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif

    (CBSA) Pada kelas Bahasa Inggris Pada Kelas Fotografi Semester

    Genap Tahun Ajaran 2009/2010 Dengan Kemampuan Para Mahasiswa

    Mengikuti Lomba Yang Berhubungan Dengan bahasa Inggris Yang

    Menunjung Kemampuan Akademis Para Mahasiswa. …………………………          19

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………………………….        22

    5.1 Kesimpulan …………………………………………………………………………………….         22

    5.2 Saran …………………………………………………………………………………………….          23

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1       Latar Belakang.

    Dalam perjalanan sejarahnya sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami banyak perubahan-perubahan. Perubahan-perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.

    Kurikulum pendidikan nasional pertama bernama Rentjana Pelajaran 1947. Ini bisa dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda dan karena suasana kehidupan masih dalam semangat juang mempertahan kemerdekaan, maka pendidikan menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini. Kemudian pada tahun 1952, kurikulum pendidikan mengalami penyempurnaan, dengan nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pendidikan di Indonesia, dengan nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran yang menjadi cirinya adalah pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD.

    Selanjutnya adalah kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kemudian kurikulum pendidikan 1975 menggunakan pendekatan-pendekatan di antaranya sebagai berikut: Berorientasi pada tujuan, menganut pendekatan integratif, Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu, menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI) dan yang terakhir dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon dan latihan.

    Kurikulum ini kemudian dianggap sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan kemudian disempurnakan  kembali menjadi kurikulum pendidikan 1984 dengan ciri: Berorientasi kepada tujuan instruksional, Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), materi pelajaran dikemas dengan menggunakan pendekatan spiral, menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan, materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa dan menggunakan pendekatan keterampilan proses (www.AsianBrain.com). Dari kurikulum pendidikan nasional 1984, kita mulai mengenal istilah Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) yang menonjolkan keaktifan siswa dalam proses pengajaran.

    Walaupun kurikulum berbasis CBSA sudah sekian lama dicantumkan dalam kurikulum pendidikan nasional tetapi pelaksanaannya masih belum maksimal sehingga hal ini menimbulkan sebuah fenomena tersendiri. Seperti yang dipaparkan  Project Manager Tanoto Foundation dari Asian Agri, Dewi Susanti, Kamis 22 Juli 2010 di Kisaran,Kabupaten Asahan,Sumut, “CBSA itu semakin tidak bisa diterapkan karena sistem itu nyatanya hanya diketahui secara teori, bukan praktik,” akibatnya, siswa Indonesia khususnya sekolah negeri, masih sebatas bisa membaca, menjawab pertanyaan, tetapi tidak memahami apa yang diajarkan. (www.antaranews.com)

    Oleh karena itu, semua dosen dan juga guru dewasa ini dituntut mahir dan terampil mengajar tidak semata-mata hanya menyajikan materi ajar. Para pengajar dituntut memiliki pendekatan mengajar sesuai dengan tujuan instruksional. Pengajar dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar harus mengupayakan agar terbentuknya self concept/konsep diri secara positif. Self-concept secara positif akan dapat meningkatkan adalah munculnya motivasi belajar yang bersifat intristik. Kenyataan pentingnya menumbuhkan self concept ini didasarkan atas psikologi yang melihat individu sebagai functioning or organisme yang masing-masing berusaha membangun self-concept. Peranan pengajar didalam kerangka ini adalah secara terus menerus melakukan segala sesuatu yang membantu membangun self-concept mereka. Ini berarti bahwa pengajar melibatkan siswa didalam proses pembelajaran, sehingga mereka memiliki pengalaman sukses, membantu sikap dengan sikap terbuka, tidak mengancam, menerima, menyukai, dan mengurangi rasa takut. Melalui penerapan prinsip CBSA, pengajar hendaknya semakin menyadari bahwa siswa mempelajari ilmu pengetahuan saja tidak cukup, pembelajaran harus lebih aktif dalam membantu anak menghadapi tantangan hidup modern. Untuk itu, para pengajar harus lebih aktif dalam membantu siswa mengembangkan positive awareness (sadar diri), positive self consciousness (insaf diri), dan menjadi individu yang utuh dengan positive self-concept. (Suprihadi, 1993:125 diambil dari (http://www.pdfmeta.com/preview).

    1.2       Masalah

    Dari fenomena yang dipaparkan dapat ditarik dua (2) masalah yaitu,

    • Bagaimana pengaruh penggunaan metode pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dalam proses belajar mengajar dalam kelas bahasa Inggris pada kelas fotografi semester genap tahun ajaran 2009/2010 dengan nilai akhir para mahasiswa?
    • Bagaimana pengaruh penggunaan metode pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dalam proses belajar mengajar dalam kelas bahasa Inggris pada kelas fotografi semester genap tahun ajaran 2009/2010 dengan kemampuan para mahasiswa mengikuti lomba yang berhubungan dengan bahasa Inggris yang menunjung kemampuan akademis para mahasiswa.

    1.3       Tujuan Penelitian

    Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penggunaan pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) bagi para mahasiswa pada mata kuliah Bahasa Inggris di kelas fotografi semester genap tahun ajaran 2010 sehingga dapat dijadikan acuan pada tahun-tahun berikutnya dan juga menunjung motto Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar untuk go internasional.

    1.4       Batasan Masalah

    Studi pada penelitian ini hanya berfokus membahas pengaruh pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) baik pengaruh baik atau pengaruh buruknya pada proses belajar mengajar dalam kuliah Bahasa Inggris, dalam hal ini kelas Bahasa Inggris pada program studi fotografi sebagai obyek penelitian karena peneliti ditempatkan sebagai dosen pada program studi fotografi.

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN

     

     

     

    2.1       Kajian Pustaka.

    Cara belajar siswa aktif sebagai prinsip dalam penciptaan sistem pembelajaran hahekat penerapannya tidak lain bertolak dari hakekat belajar itu sendiri. Berbagai kajian tentang belajar menyatakan bahwa, pada dasarnya belajar terwujud sebagai proses aktif dari sipelajar. (John Dewey dalam Davies, 1987: 31) menyatakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan murid-murid untuk dirinya sendiri. Maka inisiatif harus datang dari murid-murid sendiri. Guru adalah pembimbing dan pengarah, sementara yang harus mengemudikan kegiatan belajar adalah murid yang belajar”. Sejalan dengan John Dewey, Yoakam dan Simpson (1934) mengutarakan: “Learning is active … Learning is guide by purpose and consists is living and doing, in having experiences and seeking to understand them”. (T. Raka Joni, 1980). Sedangkan Gage dan Berliner secara sederhana mengemukakan: “Learning may be defined as the process where by an organism changes its behavior as a result of experience”. (Gage dan Berliner, 1984:252)

    Gagne (1975), demikian pula menyatakan bahwa belajar merupakan aktivitas mental-intelektual yang bersifat internal. Seperti yang telah disebutkan dalam kajian bab pertama bahwa, aktivitas belajar aktualisasinya adalah proses beroperasinya mental-intelektual anak. Tilikan untuk menandai hal itu, Indikator nya dapat di lacak dari hasil perubahan perilaku anak yang belajar yang berupa kemampuan-kemampuan kognitif seperti kemampuan mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis dan menilai. Selain itu, perubahan perilaku itu, juga diwujudkan anak berupa kemampuan-kemampuan afektif seperti penghayatan sikap, motivasi, kesediaan anak, penghargaan terhadap sesuatu dan sejenisnya. Di samping juga , perubahan perilaku anak tersebut termanifestasikan dalam wujud perubahan keterampilan fisik anak yang berupa kemampuan mengkordinasikan sistem otot-ototnya untuk melakukan gerakan-gerakan keterampilan tertentu.

    Ada dua hal penting yang perlu disadari dalam kaitannya dengan proses belajar. Dua hal dimaksud bahwa belajar mengandung makna: (a) confrontation with new information or experience, dan (b) the leaner’s personal discovery of the meaning of that experience.Bertolak dari beberapa kajian tersebut di atas, memperlihatkan bahwa belajar dari sisi proses merupakan keaktifan pada diri sipelajar. Berbagai bentuk keaktifan itu, terwujud sebagai keaktifan kognitif, afektif dan fisik. Dalam pada itu, Gagne (Suprihadi,dkk. 2002), menandai bahwa keaktifan sebagai hakekat dari kegiatan belajar, adalah aktivitas internal yang tidak lain adalah proses beroperasinya mental-intelektual anak. Kenyataannya bahwa belajar adalah proses aktif si pelajar membawa konsekuensi pada kegiatan pembelajaran yang perlu diciptakan guru. Atas dasar itu maka pembelajaran sebagai aktivitas membelajarkan anak, struktur kegiatannya dituntut agar mengikuti hakekat bagaimana proses belajar itu berlangsung. Oleh karena itu, penerapan cara belajar siswa aktif dalam pembelajaran adalah konsekuensi logis dari penyesuaian pembelajaran yang diciptakan guru terhadap hakekat keaktifan sebagai indikator proses belajar. (www.Laboratorium-umsch.id/files/BAB_IV_STRATEGI_CARA_BELAJAR_SISWA_AKTIF.pdf).

    Dalam suatu peristiwa pembelajaran, penerapan sebuah model pembelajaran akan mencakup aspek-aspek prosedur instruksional, disain instruksional, metode dan media, bahan/materi ajar, dan sebagainya sebagai suatu kesatuan dalam rangka pencapaian tujuan tertentu. Bila dikaji secara mendalam situasi yang harus dihadapi oleh seorang pendidik, termasuk yang berstatus profesional sekalipun, pasti menuntut suatu pemikiran yang strategis. Tidak lain karena makin luasnya spektrum tujuan pendidikan yang harus dicapai dan konatif dengan segala tingkatannya; makin majunya disiplin keilmuan sebagai hasil maupun sebagai proses; serta makin heterogennya latar belakangkemampuan kognitif, sosial serta ekonomi-kultural peserta didik; dan makin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap lulusan lembaga formal. Karakteristik situasi pendidikan yang demikian itu tidak mungkin dihadapi oleh seorang pendidik secara linier, melainkan harus secara komprehensip, kritis -reflektif

    imaginatif dan strategis ( Soedijarto, 1990: 2-3).

    Karena itu proses untuk sampai pada satu putusan tentang jenis proses pembelajaran yang paling relevan untuk mencapai suatu jenis dan tingkatan tujuan pendidikan suatu bidang pengajaran dalam suatu tingkatan dan jenis pendidikan bagi seseorang dan/atau sekelompok orang peserta didik pada suatu lingkungan sosial tertentu, membawa konsekuensi terhadap pilihan dan/atau penentuan model pembelajaran. Sebab, kedudukan model pembelajaran dalam keseluruhan sistem kurikulum adalah penjamin tingkat imptementasi struktur program sebagai kerangka strategis dan tingkat implementasi garis-garis besar program pengajaran sebagai materi pelajaran yang telah ditata dan dipilih untuk mencapai satu tujuan pendidikan. Dengan perkataan lain, tujuan instruksional yang telah dirancang dan dirumuskan, struktur program yang telah dirancang dan GBPP yang telah di pilih dan ditata, tidak akan ada artinya terhadap mutu hasil pendidikan, tanpa diterjemahkan secara relevan dalam suatu model pembelajaran yang tepat (Soedijarto: 1990:3-4) diambil (dari Farisi, 2008: 6).

    2.2       Konsep

    2.2.1 Pengertian Pendekatan CBSA

     

    Metode pembelajaran lebih cenderung disebutkan dengan kata pendekatan pembelajaran pada umumnya. Dalam bahasa Inggris dikenal luas dengan kata “approach” yang berarti “pendekatan” kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Didalam kata pendekatan terdapat unsur psikis seperti yang ada ketika proses belajar mengajar terjadi. Semua guru dewasa ini dituntut mahir dan terampil mengajar tidak semata-mata hanya menyajikan materi ajar. Guru dituntut memiliki pendekatan mengajar sesuai dengan tujuan instruksional.

    Pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) menuntut keterlibatan mental siswa terhadap bahan yang dipelajari. CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secar fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal dan baik. Pendekatan CBSA menuntut keterlibatan mental vang tinggi sehingga terjadi proses-proses mental. Melalui proses yang baik pembelajar akan memiliki penguasaan konsep dan prinsip. Konsep CBSA yang dalam bahasa Inggris disebut Student Active Learning (SAL) dapat membantu pengajar meningkatkan daya kognitif  pembelajar. Tanpa CBSA, kadar aktivitas pembelajar masih rendah dan belum terprogram. Akan tetapi dengan CBSA para pembelajar dapat melatih diri menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepada mereka. Tidak untuk dikerjakan di rumah tetapi dikerjakan di kelas secara bersama-sama.

    BAB III

    METODE PENELITIAN

     

     

    3.1       Metode Dan Tehnik Pengumpulan Data

    Dalam mengumpulkan data ada beberapa langkah yang dilakukan:

    (a)        Penelitian ini menggunakan field research/penelitian lapangan.

    (b)        Obersevasi dengan mengamati di kelas dan dengan menilai tugas-tugas dari mahasiswa.

    3.2       Metode Dan Tehnik Dalam Menganalisa Data.

    (a)        Metode yang yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif dimana dapat diukur dari kemampuan mahasiswa menyampaikan pendapat mereka di depan kelas dan kemampuan mengerjakan tugas-tugas dengan berpedoman dengan Satuan Acara Perkuliahan (SAP) yang telah disusun berpedoman pada metode Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).

    (b)                   Dari metode pertama akan digabungkan dengan toeri dari  H.C Lindgren yang mengemukakan empat kemungkinan interaksi belajar mengajar, yang digunakan sebagai teori utama dalam mengalisis data. Keempat (4)  kemungkinan interaksi belajar mengakar yakni:

    (1) Interaksi pertama (nomor 1) adalah Interaksi satu arah, dimana guru bertindak sebagai penyampai pesan dan siswa sebagai penerima pesan. Pola interaksi satu arah dimaksud dapat diperhatikan gambar berikut.

    D

    M1                    M2                     M3                     M4

    (2) Interaksi nomor 2 adalah Interaksi dua arah antara guru-siswa, di mana guru memperoleh umpan balik dari siswa, Pola tersebut dapat diamati dalam gambar berikut.

    D

    M1                           M2                              M3                   M4

    (3). Interaksi selanjutnya adalah adalah interaksi nomor 3 yaitu interaksi dua arah antara guru-siswa, di mana guru mendapat balikan dari siswa. Selain itu siswa saling berinteraksi atau belajar satu dengan yang lain. Pola tersebut dapat diamati dalam gambar berikut.

     

     

     

    D

    M1                                                                 M4

    M2                                     M3

    (4). Interaksi ke empat adalah Interaksi optimal antara guru-siswa, dan antara siswa-siswa.

    Perhatikan pola gambar dibawah ini.

    D

    M1                                                                                    M4

    M2                                           M3

    Catatan : D = Dosen

    M1 = Mahasiswa 1

    M2 = mahasiswa 2

    M3 = Mahasiswa 3
    M4 = Mahasiswa 4

    (H.C Lindgren, 1976 :251)

    3.3       Metode Dan Tehnik Dalam Menyajikan Hasil Analisis Data.

    (a)        Metode dan tehnik dalam menyajikan hasil analisa data disajikan dengan berpedoman dengan keberhasilan penggunaan Satuan Acara Pengajaran (SAP) yang telah disusun dengan metode Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), apakah para mahasiswa mampu merespon dengan baik materi dan metode pembelajaran yang diberikan.

    (b)       Hasil-hasil dari nilai akhir para mahasiswa fotografi pada semester genap tahun 2009/2010 akan dibandingkan dengan hasil-hasil nilai para mahasiswa semester genap pada tahun sebelumnya 2008/2009. Sehingga akan diketahui pengaruh Metode ini dengan kemampuan mahasiswa dalam pelajaran bahasa Inggris.

    (c)        Rangking mahasiswa dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan bahasa Inggris di ruang lingkup kampus ISI Denpasar yaitu debat bahasa Inggris tingkat Institut dalam ruang lingkup ISI Denpasar. Di sini dipilih hanya di ruang lingkup kampus ISI Denpasar agar lebih mudah dalam melakukan observasi dan juga ajang lomba debat tingkat institut sudah cukup menjadi ukuran tolak ukur berhasil atau tidaknya metode pendekatan CBSA.

    BAB IV

    Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) Dalam Pelajaran Bahasa Inggris Pada Kelas Fotografi Semester Genap Tahun 2009/2010

     

    4.1       Pengaruh Penggunaan Metode Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) Dalam Proses Belajar Mengajar Dalam Kelas Bahasa Inggris Pada Kelas Fotografi Semester Genap Tahun Ajaran 2009/2010 Dengan Nilai Akhir Para Mahasiswa

    Pengaruh penggunaan metode pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dalam proses belajar mengajar pada kelas bahasa Inggris pada kelas fotografi semester genap tahun ajaran 2009/2010 dengan nilai akhir para mahasiswa dapat dimulai dengan memasukan metode tersebut pada Satuan Acara Pengajaran (SAP) dimana dengan miniman 12 kali pertemuan dan maksimal 16 kali pertemuan diharapkan mampu memperoleh hasil yang baik dan maksimal. Dalam hal ini kelas fotografi terjadi 14 kali pertemuan. Dengan metode Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) yang dimana pada pertemuan-pertemuan di depan kelas memberikan kesempatan kepada para mahasiswa untuk bereksperiman menggunakan kemampuan bahasa Inggris mereka. Sehingga mereka mempunyai gaya atau ciri khas tersendiri dalam berbahasa Inggris. Dengan hal ini juga terjadi pola belajar Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), bukan hanya umpan balik antara dosen dengan mahasiswa akan tetapi Interaksi optimal antara guru-siswa, dan antara siswa-siswa.

    Seperti pada pertemuan pertama (I), kedua (II) dan ketiga (III), Mahasiswa dapat memperkenalkan diri dengan mempergunakan bahasa Inggris didepan kelas dan indikator pencapaiannya adalah mahasiswa dapat memahami dan menggunakan salam perkenalan/greeting dalam bahasa Inggris secara baik dan benar. Dengan metode Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) ini, para mahasiswa mengetahui secara pasti tentang kemampuan berbahasa Inggrisnya secara umum, kemampuan bahasa Inggris teman-teman mahasiswa secara umum, sehingga mereka dapat saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Melengkapi dalam hal ini adalah para mahasiswa saling berdiskusi satu dengan lainnya tentang kelemahan dan kelebihan mereka sehingga yang bahasa Inggrisnya secara umum masih lemah dapat bertanya pada yang bahasa Inggrisnya secara umum sudah bagus. Kemampuan bahasa Inggris mahasiswa dapat dikatakan bagus secara umum adalah dengan memperbandingkan kemampuan mahasiswa dengan kemampuan teman-temannya sesama mahasiswa di kelas. Metode ini sangat berhasil terbukti dengan banyaknya mahasiswa bertanya kepada rekan mereka yang sedang memperkenalkan dirinya didepan kelas sehingga tercipta umpan balik antara mahasiswa dengan mahasiswa dan dilengkapi dengan dosen yang secara langsung memperbaiki grammar, vocabulary, diction etc.

    Dengan metode ini dosen pun akan sangat mudah memetakan para mahasiswanya, sehingga akan lebih mudah dalam membuat kelompok belajar di kelas. Jika ada sebagai contoh empat (4) mahasiswa yang kemampuan bahasa Inggrisnya secara umum baik, jangan ke 4 nya ditempatkan dalam 1 kelompok belajar, akan tetapi di bagi misalnya jika mencukupi membuat 4 kelompok belajar maka kumpulan mahasiswa yang kemampuan bahasa Inggrisnya baik kita bagi satu persatu pada masing-masing kelompok ataupun jika hanya mencukupi membuat 2 kelompok belajar maka mereka dibagi dua pada kelompok belajar yang berbeda. Dalam hal ini kelompok belajar tidak ditentukan berapa jumlah idealnya, asalkan lebih dari 6 orang, sehingga suasana kelompok belajar ideal secara umum untuk berdiskusi dan berlatih bahasa Inggris. Metode pembelajaran yang digunakan adalah interaksi no empat (4) yaitu interaksi optimal antara guru-siswa dan siswa-siswa dimana semua aspek, baik dosen dengan masing-masing individu mahasiswa saling melengkapi, sehingga dapat disebutkan telah menggunakan metode Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) seperti terlihat dalam gambar.

    D

    M1                                                                                    M4

    M2                                           M3

    Sedangkan pada pertemuan keempat (IV), kelima (V), keenam (VI, ketujuh (VII) dan kedelapan (VIII) mahasiswa diharapkan dapat dan mampu menulis dalam bahasa Inggris yang indikator keberhasilannya adalah mahasiswa memahami dan menerapkan menulis Bahasa Inggris dengan benar. Dalam hal ini menulis dalam bahasa Inggris adalah agar mahasiswa dapat menuliskan ide-ide yang mereka punya dalam bentuk tulisan yang akan dipersiapkan untuk presentasi pada akhir pertemuan. Menulis (writing) dalam bahasa Inggris sangat membantu dalam mengetahui kelemahan mereka secara lebih mendetail dalam bahasa Inggris,seperti grammar, pancuation, diction, spelling, vocabulary dan lain-lain, karena dalam bentuk tulisan akan lebih jelas, hal mana yang mahasiswa kuasai dan tidak. Disini metode yang digunakan adalah,  metode nomor empat (4) . yaitu interaksi optimal antara guru-siswa dan siswa-siswa dimana semua aspek, baik dosen dengan masing-masing individu mahasiswa saling melengkapi, seperti terlihat dalam gambar.

    D

    M1                                                                                    M4

    M2                                           M3

    Dalam pertemuan ini para mahasiswa mendapat tugas tambahan mencari tulisan dalam bahasa Inggris bisa didapat pada surat kabar, majalah dan internet yang berbahasa Inggris yang menurut mereka tulisannya baik dan gampang dimengerti dan selanjutnya tugas tersebut akan dibahas bersama-teman di kelas

    Selanjutnya minggu kesembilan (IX) adalah Ujian Tengah semester. Pada Ujian tengah semester ini yang biasa disebut UTS, mahasiswa diharapkan mampu mengerjakan soal yang diberikan oleh dosennya. Soal yang diberikan pada UTS adalah mahasiswa mampu menulis beberapa paragraf dalam bahasa Inggris secara baik dan benar. Dengan Hasil UTS yang rata-rata baik berarti metode pendekatan Cara Belajar CBSA berhasil dalam proses belajar mengajar pada pertengahan semester.

    Kemudian dilanjutkan dengan pertemuan kesepuluh (X), kesebelas (XI) dan kedua belas (XII). Dimana pada pertemuan ini mahasiswa diberkan kesempatan memperbaikan lagi soal pada UTS sehingga mereka mengerti letak kesalahannya serta dilanjutkan dengan tahan menulis selanjutnya. Pada pertemuan-pertemuan selanjutnya mahasiswa tidak hanya menulis dalam bentuk paragraf, akan tetapi mampu membuat paper dalam bahasa Inggris tentang karya mereka, (misalnya mahasiswa fotografi) mahasiswa diharapkan mampu membuat paper yang membahas tentang salah satu hasil karya terbaik mereka dalam paper berbahasa Inggris yang tentu saja masih dengan bimbingan dosen bahasa Inggris. Paper dalam bentuk bahasa Inggris ini dipersiapkan jika mereka ingin mempromosikan kemampuan fotografi dan karya mereka pada jurnal Internasional, dll. Dalam pembelajaran sistem ini metode yang digunakan adalah, metode nomor 4 yaitu interaksi dua arah antara guru-siswa, di mana guru mendapat balikan dari siswa. Gambar:

    D

    M1                                                                                    M4

    M2                                           M3

    Hal ini terjadi karena siswa saling berinteraksi atau belajar satu dengan yang lain karena para mahasiswa diberikan kesempatan berdiskusi dengan sesama mahasiswa bahkan dosen juga terlibat langsung dengan diskusi tersebut. Penulisan mendapatkan porsi yang cukup banyak karena pada pertemuan selanjutnya dari tulisan yang mereka buat meraka mampu memaparkannya di depan kelas dengan baik dan benar.

    Seperti yang sudah dipaparkan diatas pada pertemuan ke tiga belas (XIII), mahasiswa diharapkan mampu memaparkan apa yang mereka tulis dalam paper mereka di depan teman-teman para mahasiswa. Hal ini tentunya memerlukan pelatihan agar mereka tidak canggung dan terbiasa tampil didepan dan juga penguasaan materi dari paper mereka. Disini banyak terjadi umpan balik bukan hanya antara mahasiswa dengan dosennya akan tetapi dengan sesama mahasiswa dan juga mahasiswa diberikan kesempatan mengajukan pertanyaan tentang hal yang mereka tidak mengerti. Sehingga tercipta atmosper diskusi yang hangat. Hal ini tentunya memerlukan pelatihan  sehingga mahasiswa sedikit tidaknya memahami adan mengetahui apa yang akan mereka bicarakan didepan kelas. Sehingga metode disini adalah.

    D

    M1                                                                                    M4

    M2                                           M3

    Proses ini berhasil dengan indikator keberhasilan para mahasiswa memperoleh hasil maksimal pada Ujian Akhir Semester (UAS) pada pertemuan ke empatbelas (XIV). Pada Ujian Akhir Semester (UAS) para mahasiswa maju satu persatu ke depan kelas dan memaparkan paper yang mereka buat secara singkat dan jika ada mahasiswa lainnya yang ingin bertanya atau mempunyai ide yang lebih baik tentang paper tersebut dipersilahkan bertanya maksimal 2 pertanyaan untuk seorang mahasiswa. Sehingga terciptalah atmosper diskusi yang hangat ketika mahasiswa pemilik paper memberi sanggahan.

    Indikator keberhasilan metode pendekatan CBSA dapat kita lihat, dimana setelah digabung secara keseluruhan dengan nilai tugas, nilai UTS dan nilai UAS tercatat sebanyak enam (6) mahasiswa mendapat nilai A dari 12 mahasiswa angkatan tahun 2009/2010 sehingga jika dirata-ratakan mampu mendapat rata-rata 50% yang mendapat nilai dari keseluruhan mahasiswa di kelas berbanding dengan mahasiswa angkatan 2008/2009 yang hanya mendapat satu (1)  nilai A dari 9 mahasiswa sehingga jika dirata-ratakan hanya 1,1 % yang mendapat nilai A dari keseluruhan siswa di kelas. (lihat data pada lampiran)

    4.2       Pengaruh Penggunaan Metode Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) Pada kelas Bahasa Inggris Pada Kelas Fotografi Semester Genap Tahun Ajaran 2009/2010 Dengan Kemampuan Para Mahasiswa Mengikuti Lomba Yang Berhubungan Dengan bahasa Inggris Yang Menunjung Kemampuan Akademis Para Mahasiswa.

    Seperti telah kita ketahui bersama bahwa setiap tahun dalam rangka memperingati Dies Natalis dan Wisuda dalam ruang lingkup Institut Seni Indonesia (ISI Denpasar) diselenggarakan lomba debat tingkat Institut yang diberi nama English Debating Contest (EDC) yang mengacu pada lomba debat tingkat nasional, National University English Debating Championship (NUEDC) yang merupakan kelender resmi tahunan dari Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi, Direktorat Akademik. Sehingga pemenang lomba debat di ISI Denpasar otomatis dikirim mewakili ISI Denpasar pada ajang NUEDC.

    Konsep lomba debat bahasa Inggris NUEDC dan EDC adalah sama (Panduan National Debating Champion (NUEDC):1) “Debat Bahasa Inggris sudah menjadi kebutuhan dunia akademis mahasiswa”, “Debat Bahasa Inggris menuntut mahasiswa tidak hanya mampu mengungkapkan ide dalam Bahasa Inggris, tetapi juga menuntut mahasiswa mampu menguasai pengetahuan global, menganalisis, membuat judgement dan meyakinkan publik, sehingga sudah tepat jika institut pendidikan di Indonesia melaksanakan lomba debat bahasa Inggris antar mahasiswa dalam rangka internalisasi semangat kompetisi positif yang bermuatan tuntutan kemampuan komunikasi dan argumentasi”.

    Dari perbandingan lomba debat EDC tahun 2008/2009 hanya diwakili oleh Aryo Agung W. tidak mampu menembus sampai ke tingkat juara dan kemampuannya masih agar kurang dalam memaparkan bahan yang akan disampaikan (kebetulan penulis merupakan salah satu juri) sedangkan pada lomba debat EDC tahun 2009/2010 wakil fotografi yang sudah mendapatkan menerapkan proses belajar mengajar dengan pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), mampu menempatkan mahasiswanya sebagai juara harapan III (rangking 6) atas nama I Gede Aryadi Setiawant dan puncaknya dengan menempatkan terbaik pertama (rangking 1) atas nama Gede Juliandika.

    Keberhasilan mahasiswa fotografi tampil sebagai juara didukung dengan metode CBSA yang di dapatkan pada perkuliahan minggu I, II, III, XIII, XIV dan XV dimana mahasiswa mendapatkan porsi yang sangat banyak untuk tampil didepan kelas, berdiskusi serta tanya jawab dan memberikan argumen yang jelas tentang paper yang para mahasiswa buat, sehingga tercapailah atmosper belajar CBSA. Dengan metode ini membuat mahasiswa mampu mengeluarkan ide-ide dan serta merta mengembangkan ide-ide tersebut dan hal ini sangat jelas terlihat pada keberhasilan para mahasiswa fotografi tersebut.

    Perlu dicatat dalam lomba debat kali ini peserta untuk masing-masing prodi dibatasi hanya mengirim 1 tim saja (1 tim terdiri dari 2 orang) karena keterbatasan dana, sehingga banyak mahasiswa yang tidak mendapatkan kesempatan untuk berlaga di ajang prestisius ini sebagai sarana membentuk jiwa berkompetisi dan menunjang dunia akademis pada kalangan  mahasiswa .

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

     

     

    5.1       KESIMPULAN

    Dari hasil analisa dan observasi dari penelitian tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:

    Pengaruh penggunaan metode pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dalam proses belajar mengajar dalam kelas bahasa Inggris pada kelas fotografi semester genap tahun ajaran 2009/2010 dengan nilai akhir para mahasiswa, mempunyai efek yang positif dan berhasil dalam meningkatkan kemampuan bahasa Inggris para mahasiswa,  yang dengan metode pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) yang dimasukan dalam Satuan Acara Pengajaran (SAP) ini mampu meningkatkan nilai rata-rata A yang hanya 1,1 % pada semester genap kelas fotografi tahun 2009/2010 menjadi 50% pada semester genap kelas yang sama tahun ajaran 2009/2010.

    Sedangkan pada pengaruh penggunaan metode pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) pada kelas bahasa Inggris pada kelas Fotografi semester genap tahun ajaran 2009/2010 dengan kemampuan para mahasiswa mengikuti lomba yang berhubungan dengan bahasa Inggris yang menunjung kemampuan akademis para mahasiswa juga mempunyai efek yang positif sekali dan juga berhasil. Hal ini dibuktikan dengan perbandingan lomba debat tingkat Institut/English Debating Contest (EBC) pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2009, wakil dari kelas fotografi tidak memperoleh gelar juara maupun juara harapan akan tetapi pada lomba debat tingkat Institut/English Debating Contest 2010 wakil dari kelas fotografi menjadi yang terbaik (rangking 1) dan juara harapan III (rangking 6).

    Dari keempat (4) teori yang diungkapkan oleh H.C Lindgren dalam proses interaksi belajar mengajar di kelas, teori nomor 4 yaitu teori Interaksi optimal antara guru-siswa, dan antara siswa-siswalah yang terjadi di dalam proses belajar mengajar sehingga pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) telah berhasil dilaksanakan pada pada pelajaran bahasa Inggris semester genap kelas fotografi.

    5.2         SARAN

    Dari hasil penelitian diatas dapat diformulasikan sebuah saran tentang penambahan mata kuliah bahasa Inggris pada kelas fotografi. Sebelumnya hanya terdapat bahasa Inggris 1 pada semester ganjil dan bahasa Inggis 2 pada semester genap, sehingga sekarang diharapkan adanya mata kuliah bahasa Inggris 3 untuk menambah pembelajaran para mahasiswa dengan melihat antusiasme pada para mahasiswa kelas fotografi sehingga diharapkan kemampuan bahasa Inggris para mahasiswa fotografi lebih baik lagi sekaligus untuk menyukseskan slogan ISI Denpasar Go Internasional.

     

    BAB VI

    DAFTAR PUSTAKA

    Sa’ud, S. U. 2009. Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

    Amri, S & Ahmadi, I.K. 2010. Proses Pembelajaran Kreatif Dan Inofatif Dalam Kelas.

    Jakarta: Prestasi Pustaka.

    Anonim. 2010. Paduan National University English Debating Championship (NUEDC).

    Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

    Direktorat Akademik.

    Anonim. 2003. Buku Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Tesis Dan Disertasi. Denpasar:

    Program Pascasarjana. Universitas Udayana.

    Farisi, M.I. 1994. Laporan Penelitian Eksperimentasi model Pembelajaran The Inquiry-

     

    Conceptual Mata Kuliah Pendidikan IPS 2 Dalam Proses Tutorial PPD2. GSB.

    (serial online) Agustus., [diambil pada 5 Agustus 2010] pada: URL:

    http://www.laboraturium-umsch.id/files/

    H.C Lindgren. 1976. Cara Belajar Siswa Aktif. (serial online) Agustus., [diambil pada

    5 Agustus 2010] pada: URL: http://www.laboraturium-umsch.id/files/

    KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

    INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

     

    Jalan Nusa Indah Denpasar Telp. (0361) 236100

    E-Mail [email protected] Website : http: / /www.isi-dps.ac.id

     

     

     

     

    KUESIONER DALAM PENELITIAN PENDEKATAN CARA BELAJAR SISWA AKTIF (CBSA) DALAM PELAJARAN BAHASA INGGRIS PADA KELAS FOTOGRAFI SEMESTER GENAP TAHUN 2009/2010

    Oleh

    Putu Agus Bratayadnya

     

    Contreng jawaban anda pada pilihan “ya” dan “tidak” dan berikan alasan anda.

    1.         Apakah anda menyukai pelajaran bahasa Inggris?

    (a) ya                                          (b) tidak

    Berikan alasan untuk jawaban anda:

    …………………………………………………………………………………………………………………………            …………………………………………………………………………………………………………………………

    …………………………………………………………………………………………………………………………

    …………………………………………………………………………………………………………………………

    2.         Apakah anda pernah mendengar tentang Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)?

    (a) ya                                                                (b) tidak

    dan berikan pendapat anda tentang program tersebut?

    ……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

    …………………………………………………………………………………………………………………………

    …………………………………………………………………………………………………………………………

    3.         Apakah anda sebelumnya pernah mendengar tentang lomba debat dalam bahasa Inggris?

    (a) ya                                                                          (b) tidak

    dan apakah lomba debat tersebut dapat meningkatkan kemampuan anda dalam berbahasa Inggris?

    ………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

    …………………………………………………………………………………………………………………………

    4.         Apakah perlu didirikan English Club di ISI Denpasar sebagai wadah dalam melatih kemampuan bahasa Inggris para mahasiswa?

    (a) ya                                                                           (b) tidak

    Berikan alasan anda:

    …………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

    TERIMA KASIH

  • COLOR MEANING IN KAMASAN PAINTING

    (presented during Truly Bagus Project on 16th – 20th of August 2010 in seminar on 18th of August 2010 in The University of Western Australia (UWA) Australia)

    BY

    PUTU AGUS BRATAYADNYA

    FACULTY OF FINE ARTS AND DESAIN

    INDONESIAN INSTITUTE OF THE ART

    OF DENPASAR

    2010

    ABSTRACT

    Calour meaning of God Figures in Kamasan Painting

    .

    Semantics, the study of meaning, stand at the very centre of linguistic quest to understand the natural of language and human abilities. Why? Because expressing meanings is what languages are all about.  Semantics concern is to shed light on the relationship between language and culture or more accurately, between languages and cultures, which are socialized into the values, belief systems, and practices of their culture. For example, red has many meaning, if we are talking about red at traffic lamp, it have meaning “stop”, but if talking about red in Indonesia national flag, it has meaning “courage” and etc.

    In Balinese painting especially in Classic painting such as Kamasan painting, this kind of painting was established since long time ago, in 17 century and a lot of themes is talking about God stories. Colour in that issue uses as symbol of God figures, which his function and philosophy that the painter want explain.

    Key words: Semantic, Kamasan painting, God figures

    1.         Background and problem

    1.1 Background

    If we are talking about meaning and it is automatically related  to sematic. Semantics, the study of meaning, stand at the very centre of linguistic quest to understand the natural of language and human abilities. Why? Because expressing meanings is what languages are all about.

    It is same in Bali. Bali is one of most place that has their identity for their local colours. There is many understanding for Balinese colours like concepts of  Tri Datu (3 colour concepts) until Nawa Sanga (9 colour concepts) and those become a phenomenon because that colours concepts will have consideration of meaning and message in Bali, especially in “art” because from art the artist explain and transfer their knowlwdge with message in their work.

    1.2  Scope of problem

    Colour meaning of God figures in Kamasan Painting

    1.3 Method:

    Library Research

    1.4 Scope of Study

    This study is focused in Colour meaning of God Figures in Kamasan painting in general, included  knowledges of others Balinese concepts that  support this study and also as a glance for workshop about Kamasan Painting  from Indonesian Institute of the Arts of Denpasar/ISI Denpasar

    2.         DISCUSSION

    Understanding of Colour Meaning of God Figures in Kamasan Painting paper is started to give the clean understanding of: 2.1. Kamasan Painting Style., 2.2. God Figures Concept., 2.3. Balinese Colour., 2.4. And the last is about Balinese Colour Concept

    2.1. Kamasan Painting Style.

    Classic Balinese art painting is fomous with name Kamasan Style is a painting style that established in Balinese Hindu period, after Balinese art prehistory period and before Balinese Hindu period. (Sulastianto, 2010: 5). Nowsday there is three (3) concept of puppet painting style: 2.1.1. Classic Balinese art painting and in other words it is called Kamasan Painting style., 2.1.2. Kamasan style of modern puppet art painting., 2.1.3. Contemporary puppet art painting.

    2. DISCUSSION

    Understanding of Colour Meaning of God Figures in Kamasan Painting paper is started to give the clean understanding of: 2.1. Kamasan Painting Style., 2.2. God Figures Concept., 2.3. Balinese Colour., 2.4. And the last is about Balinese Colour Concept

    2.1. Kamasan Painting Style.

    Classic Balinese art painting is fomous with name Kamasan Style is a painting style that established in Balinese Hindu period, after Balinese art prehistory period and before Balinese Hindu period. (Sulastianto, 2010: 5). Nowsday there is three (3) concept of puppet painting style: 2.1.1. Classic Balinese art painting and in other words it is called Kamasan Painting style., 2.1.2. Kamasan style of modern puppet art painting., 2.1.3. Contemporary puppet art painting.

    2.2  God Figures.

    In  Hindu Religion, God is one, in Balinese Hindu he is called with name, “Ida Sang Hyang Widhi Wasa” and he has a lot (totally 33, according Hindu holy book, Veda) of manifestations related of his functions but here it focused in Gods who has colour has  their identity or symbol that is Tri Kono/Tri Murthi, Panca Warna and Nawa Sanga.

    2.3 Balinese Colours

    Balinese colours are the colour, which is from traditional material that usually used in Bali and without international style colour. They are:

    —  Ancur is from oil of fish and its colour is white. Ancur can bought in Chinese iron shop and it used for glue.

    —  White is from animal horns and bone , which are fired, and  mixed with ancur (glue), then crushed on plate until soft and then mixed again with enough water.

    —   Yellow  Gold is from from atal (chalk/lime stone) mixed with ancur (glue)

    —  Dark red is from kencu (lipstick imported from China) mixed with ancur (glue)

    —  Blue is from taum leaf mixed with ancur.

    —  Brown is from brown pere stone mixed with ancur.

    —  Black is from jelaga (charcoal) and ancur (glue)

    —  Grey/mangsi banyu is from jelaga (charcoal) with ancur (glue) and mixed with enough water.

    —  Dark green is from the mixing atal /yellow colour ( from yellow chalk/lime stone) with mangsi banyu/grey.

    —  Light green is from the mixing of blue with yellow gold.

    —  Pink/Dadu is from dark red mixed with white and ancur (glue)

    —  Light yellow is from Yellow gold mixed with white and ancur (glue)

    2.4  There is many Balinese Colour Concepts, started with,. 2.4.1 Tri Kono ( 3 colours),. 2.4.2  Panca Warna Which is consists of five (5) colours,. 2.4.3  And the last is Nawa Sanga Colour Concepts. that consist of  9 colours concepts.

    The first we are going to discuss about tri kono and this concept made from three (3) main colour from getih (blood), areng (charcoal) and pamor (chalk/lime stone). This colour concepts was already consideration for Balinese as their medium for their ceremony, for example kober and pengider-ider. This colour concept, if it related to concept of God figures is popular with name Tri Murthi, which has concept with red for Brahma, Black for Visnu and White for Shiva.

    Colour RED BLACK WHITE
    Balinese name Bang/barak Ireng Petak
    From Blood Charcoal Chalk/Lime Stone
    Symbols Birth Life Death
    God Brahma Visnu Shiva

    The second, concept of panca warna consists of five (5) colours, that is black, white, red, yellow and all colour. This concept just taking the main direction of Balinese philosophy, north, east, south, west and center. The using of this colouring concept can we see also when offering ceremony that uses five chicken, which  has the same colour with the direction colouring concept. (i.e red chicken is take in the south position).

    Colour BLACK WHITE RED YELLOW ALL COLOUR
    Balinese name Ireng Petak Bang/barak Jenar brumbun
    From Charcoal Chalk/Lime Stone Kencu mixed with ancur Atal mixed with ancur Mixid of all traditional balinese colour
    Direction North East South East Center
    God Visnu Shiva Brahma Mahadeva Shiva

    The third colour concept is nawa sanga. This is the biggest colour concepts for Hindu in Bali. This concept is used all eight (8) directions include the center directions, so total there is nine (9) colours concepts for nawa sanga.

    Colour BLACK GREY WHITE PINK RED ORANGE YELLOW GREEN All Colours
    Balinese name Ireng/bulu, sikep/selem Pelung/Klawu Petak Dadu Barak/bang Kudrang Kuning Gadang/Wilis Brumbun
    Direction North North East East South East South South  West West North West Center
    God Visnu Sambu Isvara Maheswara Brahma Rudra Mahadewa Sangkara Shiva
    Temple’s name Batur Temple Besakih Temple Lempuyang Temple Goa Lawah Temple Andakasa Temple Uluwatu Temple Batukaru Temple Pulaki Temple Pusering Jagat Temple

    Besides this, we will know the message from the painting from seeing of God colour figures. We know that the figures in kamasan painting  must follow pattern from certain condification as regard, form, size, position, colour, character, body, face and attribute and this condification will clarify the figures character, for example in God figures. In outline, there is two characters, good group (Dharma) and bad group (Adharma) as related of Hindu philosophy, ruabineda, it means two things in our life. The God figures  is always beeing good group and they againt with bad group such as Giant figures. In Kamasan painting, the Gods figures usually imaged gorgeous but their pose is static and it is much different with scene of war or hunting, which is full of movement. The using of  attribute and colour in figures has a tight symbolic relationship based on the Nawa Sanga knowledge (Sulastianto:13). From those Gods figures concepts, the Kamasan Painters painted the story of Gods and this kind of story is very fomous.  One of the reason is, this painting  style already established in 17th Christh. In that period art painting has tight connection with kingdom, it means all creativities process was for the suprime King and holy man who be counsellor of the King. The holy man would give spiritual, religious and myth loands knowledge for the painters (Rinu, 2009:2) and from the knowledge, the kamasan painters used their work in painting to transfer what they got from the holy man. It means, painting as a media to explain the message. A lot of Kamasan painters success with their works in that time and the King would give the honour title for painters, “Sangging” (maestro) such as, I Gede Mersadi with his title Sangging Modara.

    3. CONCLUSION

    After analyzing the data some conclusions can be formulated and presented as follows,

    —  Every Balinese is an artist (Covarrubias, 1976:160 cited in Sulastianto:tt) said like that. It is seen from the connection between art and all aspect in Bali, for example, painting for nawa sanga is used in temple as kober and pengider-ider etc, that every temples in Bali have.

    —  Balinese colours have tight relationship with Gods figures, started with tri kono concept until nawa sanga because relavancy with philosophy and Hindu religion that underlain appeared of those colours.

    —  The Using of Colour meaning of God Figures in Kamasan painting is used as a message from Painters to transfer the knowledge that they got from the holy man and this process is still established in present day because the Kamasan painting still save about Kamasan Painting style and concept until now.

    3.         BILBIOGRAPHY

    —  Beratha, N.L.S., 2003, Peran Semantik Dalam Penerjemahan, Pidato

    Pengenalan Jabatan Guru besar Tetap Dalam Bidang Ilmu Bahasa Inggris Pada Fakultas Sastra Universitas Udayana. Denpasar: Udayana University

    —  Goddard, C., 1997.,  Semantic Analysis a Practical Introduction. Australia:

    The University of New           England  Armidale.

    —  Remawa., A.G.R. & et al. 2009. Intensitas Visual Warna Bali. Seminar

    Akademik FSRD ISI Denpasar. Denpasar    21 Desember 2009.

    —  Remawa., A.G.R. & et al. 2009. Pengembangan Warna Bali Dengan Teknik

    Modern Sebagai          Upaya Untuk  Meningkatkan Nilai Jual Produk Lokal. Denpasar: FSRD ISI             Denpasar.

    —   Sulastianto, H. tt. Seni Lukis Bali Klasik Cerlang Budaya Seni Lukis

    Nusantara.  (serial online), [cited 11st of August 2010]. Available from:             http://file.upi.edu/Direktori/

    —  Rinu, N. M., 2009. Seni Lukis Bali Klasik, Keunggulan Dan Pencitraan Seni

    Lukis Bali Masa Depan. Seminar Akademik FSRD ISI Denpasar. Denpasar 21 Desember 2009.

    .

    CURRICULUM VITAE

    I. PERSONAL DATA

    Name                           : Putu Agus Bratayadnya, S.S., M.Hum.

    Place &Date of Birth  : Gianyar, August 29th 1982

    Sex                              : Male

    Religion                       : Hindu

    Marital Status              : Single

    Address                       : Hanoman street, no 51 Ubud-Bali

    Email                           : [email protected]

    Web                             : http://blog.isi-dps.id/bratayadnya

    Mobile Phone              : 081933048191/0361 975598

    II. EDUCATIONAL BACKGROUND

    1. TK. Darmapatni Denpasar 1989
    2. SDN 5 Ubud, 1995
    3. SMPN 1 Ubud , 1998
    4. SMUN 1 Gianyar , 2001
    5. Faculty of Letters, Udayana University, 2006
    6. Post Graduate School, Translation Studies, Udayana University, 2008

    III.  WORK EXPERIENCE

    1.   English Lecturer  in ISI Denpasar,  2008 up to present

  • PAPER

    INTERPRET BETWEEN TWO OR MORE TYPES OF INTERESTING IN CONSECUTIVE INTERPRETING AND USE COURT AND MEDICINE INTERPRETING AS THE STUDY CASE

    by

    PUTU AGUS BRATAYADNYA

    (0690161032)

    TRANSLATION STUDIES IN APPLIED LINGUISTICS

    SCHOOL OF POST GRADUATE STUDIES

    UDAYANA UNIVERSITY

    2008

    CHAPTER I

    INTRODUCTION

    1. Phenomenon

    Nowadays the use of interpreting is very important in globalization era because

    people need interpreter when they want communicate with other people who talking different language with them in that time. There are many types of interpreting such as: Conference interpreting, Legal/court interpreting, Escort interpreting, Public Service interpreting, Medical interpreting and Sign language interpreting. The uses of interpreting in two or more types of interpreting make phenomenon because it needs understanding between these types of interpreting have their own term. For example if we discuss between court interpreting with medical interpreting as an analysis model, of course both of types of interpreting have different lexical choice and term.

    1.2.  Understanding of interpreting

    Interpreting is to presuppose knowledge of what the speaker clearly means in order to explain the speaker meaning, Continue reading »

  • PAPER


    THE TRANSLATION FROM SEMANTICS MEANING OF COLOURS SYMBOLS IN “MECARU”

    (TRADITIONAL BALINESE OFFERING CEREMONY)

    by

    PUTU AGUS BRATAYADNYA

    (0690161032)

    TRANSLATION STUDIES IN APPLIED LINGUISTICS

    SCHOOL OF POST GRADUATE STUDIES

    UDAYANA UNIVERSITY

    CHAPTER I

    INTRODUCTION

    1. 1.  Background

    1.1.1.  The understand of Semantics

    Semantics, the study of meaning, stand at the very centre of linguistic quest to understand the natural of language and human abilities. Why? Because expressing meanings is what languages are all about.  Every think in a language-words, grammatical construction, intonation pattern-conspires to the realize this goal in the fullest richest, subtlest way.  To understand how any particular language works we needs to how its individual design work to fulfill its function as an intricate device for communicating meanings. Equally, semantics is crucial to the Chomskyan goal of describing and accounting for linguistic competence, that is, the knowledge that people must have in order to speak understand a language. Semantic competence is a crucial part of overall linguistic competence.

    Another concern of semantics is to shed light on the relationship between language and culture, or more accurately, between languages and cultures. Much of the vocabulary of any language, and ever, part of the grammar, will reflect the culture of the speakers. Indeed, the culture-specific concept and ways of understanding embedded in a language are an important part of what constitutes a culture. Language is one of the main instruments by which children are socialized into the values, belief systems, and practices of their culture.

    1.1.2.  The understanding of translation

    The study of translation has been dominated, and to a degree still is, by the debate about its status as an art or a science, so we shall begin with this issue.

    The linguist inevitably approaches translation from a ‘scientific’ point of view, seeking to create some kind of objective description of the phenomenon and this will be the fundamental orientation of this book. It could, however be argued that translation is an ‘art’ or a ‘craft’ and therefore not amenable to objective, ‘scientific’ description and explanation and so, a fortiori, the search for a theory of translation is doomed from the start.

    It is easy to see how such a view could have held sway in the last century, when scholars-for the most part, dilettante translators engaging in translation as a past time-were preoccupied with the translation of literary texts and, in particular, Classical authors; Latin and Greek. Not untypical is the description, by a contemporary, of the Scottish peer, Lord Woodhouselee (1747-1814) as:

    a delightful host, with whom it was a memorable experience to spend an evening

    discussion the Don Quixote of Motteux and of Smollett, or how to capture the

    aroma of Virgil in a n English medium, in the era before the Scottish prose Homer

    had changed the literary perspective north of the Tweed.

    It also understandable that the attitude should have continued into the present century, during which both translation and translation theory have been dominated at less until very recently, by Bible translation (especially Nida)

    What is less comprehensible is that the view should still persist in the closing decade of the twentieth century, when the vast proportion of translations are not literary texts but technical, medical, legal, administrative and the vast majority of translations are professionals engaged in making a living rather than whiling away the time in an agreeable manner by translating the odd ode or two on winter evenings.

    Nevertheless, the supposed dichotomy between ‘art’ and science’ is still current enough to form the title of a book on translation theory published in 1998: The science of linguistics in the art of translation, where (even though care is taken to distinguish ‘pure’ linguistic from applied linguistic) the main emphasis is still on literary translation since, we are told: ’The quintessence of translation as art is, if anything, even more patent in literary texts.

    ‘Translation’ has been variously defined and, not infrequently, in dictionaries of linguistics, omitted entirely and the following definitions have been selected (and edited) partly because they are, in some sense typical and partly because they raise issue which we will be pursuing in detail later.

    1. Traiduire c,est énoncer dans une autre langage (ou langue cible) ce qui a été énoncé dans une autre langue source, en conservant les equivalence sémantiques et stylistiques. Translation is the expression in another language (or target language) of what has been expressed in another, source language, preserving semantic and stylish equivalences. [my translation]

    There are , in spite of the differences, common features shared by the two

    definitions we have given so far, the notion of movement of some sort between language, content of some kind and the obligation to find ‘equivalents’ which ‘preserve’ features of the original. It is this notion of ‘equivalence’ which we are about to take up.

    1.2. Scope of problem

    • The translation from semantics meaning of colours symbols in “mecaru”

    (Tradition Balinese Offering Ceremony)

    Continue reading »

  • GREETING SPEECH BY RECTOR OF

    INDONESIA INSTITUTE OF THE ARTS IN DENPASAR (ISI DENPASAR)

    Om Swastiastu

    With the blessing of Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, the Almighty God,

    I am very happy and great for the Art Delegation of Indonesia Institute of the Arts in Denpasar which performance the performing likes Ramayana kecak, Legong Kraton dance, Selat Segara dance and Topeng keras/Tua dance from 16th up to 23rd of August 2009.

    Besides art performance programs, scientific seminars and workshops are held to propose for learning and teaching presentation  process, likes classic traditional painting of Bali workshop on two faculties in Indonesia Institute of Arts in Denpasar, Fine Arts and Design faculty and Performance faculty.

    I hope two faculties (Fine Arts and Design faculty and Performance faculty) are able to study preeminent programs of Songkla Rajabath University and Sentani University Thailand, with those activities, whether in future which is formed in research cooperation, sandwich program or student transferring program

    With my speech greeting, I would like to say congratulation for the performances, seminars, and workshops to all delegation of Indonesia Institute of arts and also a big appreciation  for High Directorate of Education, National Department of Education, Indonesia Consulate General in Thailand,        Songkla Rajabath University, Sentani University and for all the participants who have assisted to held of this activity.

    Om Santih, Santih, Santih, Om

    Denpasar, 08th of  August 2009

    Rector

« Previous Entries   Next Entries »