Perang Jagaraga

April 8th, 2018

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini, kita telah menikmati kemerdekaan Indonesia. Kemerdekaan yang kita nikmati sekarang tidak diperoleh secara cuma-Cuma. Melainkan melalui proses perjuangan yang panjang dan dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Bali, telah terjadi beberapa kali proses perjuangan melawan penjajah di beberapa tempat. Antara lain perang Jagaraga, perang Puputan, perang Margarana, dan lain sebagainya.

Di dalam Indonesia kesadaran masyarakatnya akan sejarah negaranya sendiri masih terbilang rendah, seakan melupakan petuah dari Presiden Indonesia yang pertama kita yaitu Ir. Soekarno, ia mengatakan “Jas Merah” Jangan sekali sekali melupakan sejarah. Disamping itu pula sangat dirasakan bahwa penulisan sejarah yang ada kebanyakan masih merupakan hasil penulisan orang-orang asing terutama Belanda. Disadari bahwa Indonesia ini tumbuh dari kebinekaan sifat, corak, bentuk, budayanya yang tercermin jelas pada bentuk geografisnya dan suku-suku bangsa yang ada, dan masing-masing dari suku itu dengan caranya sendiri didalam perjuangan melawan penjajahan Belanda telah menunjukkan bentuknya dengan satu tujuan adalah bebas dari belenggu penjajahan.

Hal ini memotivasi kami sebagai penulis untuk melakukan penelitian tentang sejarah Indonesia khususnya di Provinsi Bali untuk menulis kembali tentang Perang Jagaraga agar menumbuhkan jiwa nasionalisme dan meningkatkan jiwa sejarawan kepada remaja.

B. Rumusan Masalah

  1. Apa yang melatar belakang peperangan Jagaraga ?
  2. Bagaimanan kronologi perang Jagaraga ?
  3. Nilai apa yang dapat diteladani dari perang Jagaraga ?

C. Tujuan Penelitian

  1. Untuk mengetahui latar belakang peperangan Jagaraga
  2. Untuk mengetahui kronlogi peperangan Jagaraga
  3. Untuk mngetahui dan meeneladani nilai nilai yang terkandung di dalam peperangan Jagaraga

BAB II

PEMBAHASAN

A. Perang Jagaraga

Perang Jagaraga merupakan perang yang terjadi antara Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger dengan Kerajaan Bali pada tahun 1849. Pada tanggal 8Juni1848, Belanda mulai mengadakan serangan terhadap daerah Jagaraga dengan menghujankan tembakan-tembakan meriam dari pantai Sangsit. Bagi Belanda pantai Sangsit harus dikuasai dan dipertahankan sebab Sangsit merupakan salah satu pantai yang masih bisa digunakan sebagai penghubung antara Bali dengan Batavia. Disamping itu penduduk Sangsit dengan mudah dapat dibina agar membantu pemerintah Belanda. Dalam ekspedisi Belanda yang kedua ini, Belanda telah mempersiapkan pasukannya secara matang. Dalam ekspedisi ini, pasukan militer Belanda diangkut oleh kapal-kapal perang sebanyak 22 buah seperti : kapal perang Merapi, Agro, Etna, Hekla, Anna, A.R. Falck, Ambonia dan Galen dan sebagainya. Masing-masing kapal perang itu dilengkapi dengan persenjataan yang berupa meriam dan persenjataan lainnya.

Kekalahan Belanda dalam ekspedisinya yang pertama ke Bali benar-benar di luar dugaan, Belanda menjadi marah dengan diundurkannya serangan balasan pada tahun 1848. Seorang perwira Belanda bernama Rochussen menulis kepada Jenderal Van der Wijck, bahwa jika ia diharuskan menjabat terus pangkatnya yang sekarang, ia tidak mau beristirahat sebelum dapat memusnahkan Jagaraga.

Dengan gugurnya Patih Jelantik maka berhenti pulalah perlawanan Jagaraga terhadap pasukan Belanda. Dalam serangan ini, dengan mengadakan pertempuran selama sehari, Belanda telah berhasil memukul hancur pusat pertahanan dari laskar Jagaraga, sehingga secara politis benteng Jagaraga secara keseluruhan telah jatuh ke tangan pemerintah Kolonial Belanda pada tanggal 19 April 1849, dengan jumlah korban di pihak Jagaraga kurang lebih sekitar 2200 orang, termasuk 38 orang pedanda dan pemangku, lebih 80 orang Gusti, serta 83 pemekel, sedang di pihak Belanda menderita korban sebanyak kurang lebih 264 orang serdadu bawahan maupun tingkat yang lebih tinggi.

 

B. Hipotesis

Berdasarkan kajian pustaka kami dapat memberikan hipotesis atas rumusan masalah yang kami susun sebelumnya yaitu latar belakang perang jagaraga adalah diberlakukannya hukum tawan karang oleh raja buleleng yang memiliki hak untuk merampas seluruh isi kapal yang terdampar di perairan Bali. Karena Belanda tidak menerima hukum Tawan Karang tersebut, maka timbulah perang antara kerajaan Buleleng dengan Belanda di Jagaraga. Maka dari terjadinya perang Jagaraga tersebut kami dapat memberikan hipotesa bahwa terdapat berbagai nilai yang dapat diteladani dari sejarah perang Jagaraga seperti nilai kegigihan, keberanian , pantang menyerah dan juga rasa persatuan yang kuat antar masyarakat desa Jagaraga pada saat melawan Belanda.

 

C. Latar Belakang Terjadinya Peperangan Jagaraga

Di Bali terdapat hukum tawan karang. Yaitu hukum yang memberikan hak kepada kerajaan di Bali untuk merampas kapal-kapal yang terdampar di perairan Bali dan seluruh isinya termasuk anak buah kapal sebagai asset mereka. Hukum Tawan Karang tetap saja dilakukan oleh rakyat Buleleng sepanjang pesisir. Bahkan sering mengganggu pelayaran Belanda.

Pada tahun 1841, Belanda mengdakan suatu perjanjian dengan raja Buleleng dimana hukum Tawan Karang tersebut tidak berlaku kepada kapal-kapal Belanda. Pada tahun 1844 perjanjian tersebut dijalankan. Pada tahun itu juga, ketika sebuah kapal milik Belanda terdampar di Bali, kapal itu dirompak dan protes atas perlakuan itu diabaikan, yang berarti penguasa Bali melanggar kesepakatan, sehingga pemerintah colonial Belanda di Jawa tak bisa lagi mentoleransi dan melancarkan ekspedisi.

Latar belakang dari kerajaan Buleleng adalah Patih Jelantik tetap pada pendiriannya semula yaitu bertekad mengusir Belanda dari wilayah kerajaan Buleleng. Untuk mewujudkan keinginan ini, Patih Jelantik mempersiapkan Desa Jagaraga sebagai pusat kegiatan untuk mencapai maksudnya. Namun tindakan-tindakan serdadu Belanda merampas ibukotanya merampok rumah-rumah rakyat menimbulkan dendam pada rakyat Buleleng. Maka Patih Jelantik secara rahasia telah mengirimkan mata-mata untuk mengetahui kegiatan serdadu Belanda di Pabean dan kemudian mengambil kesimpulan bahwa Belanda telah mempersiapkan suatu penyerangan besar-besaran terhadap Jagaraga. Karena itu Patih Jelantik memutuskan memperkuat Jagaraga dalam system perbentengan, kekuatan lascar, dan persenjataan.

 

D. Kronologi Perang Jagaraga

Perang Jagaraga I

  • Maret 1848: Sebelum Belanda melakukan penyerbuan secara langsung, pemerintah Belanda mengirim utusan ke Buleleng.
  • 27 April 1848: Pemerintah Belanda dengan resmi mengumumkan perang terhadap raja Buleleng.
  • 6 Juni 1848: Armada ekspedisi Belanda yang kedua sudah merapat di pantai Sangsit. Ekspedisi ini diangkut oleh suatu kapal armada perang yang terdiri atas 22 buah kapal perang. Masing-masing kapal dilengkapi meriam-meriam dan persenjataan lainnya.
  • 8 Juni 1848: Serdadu Belanda mendarat di desa Sangsit dan terus melakukan serbuan-serbuan di bawah perlindungan tembakan meriam dari atas kapal. Serdadu Belanda terbagi atas 4 divisi. Akhirnya terjadi pertempuran sengit di desa Bungkulan dan sekitarrnya.
  • 9 Juni 1848: Mayor Sorg berusaha menguasai Bungkulan menuju desa Jagaraga dan bermaksud memukul langsung pusat pertahanan Patih Jelantik. Sore harinya, sisa-sisa serdadu Belanda berhasil mencapai pantai desa Sangsit dan langsung menuju ke kapal.
  • 20 Juni 1848: Seluruh ekspedisi Belanda kembali ke Jawa. Kemenangan mutlak berada di tangan laskar Jagaraga berkat kepemimpinan Patih Jelantik dan bersatunya lakar dengan rakyat.

Perang Jagaraga II

  • 14 April 1849: Armada perang Belanda sudah mendarat di tepi pantai desa Sangsit.
  • 15 April 1849: Pagi-pagi buta, Patih Jelantik dengan diikuti oleh laskarnya sekitar 10.000 orang berangkat ke Singaraja, pura-pura untuk berunding dengan Jenderal Michiels. Selanjutnya lambung barat benteng induk Jagaraga jatuh ke tangan Belanda, dengan korban yang besar di pihak lascar Jagaraga.
  • 16 April 1849: Benteng induk Jagaraga jatuh ke tangan serdadu Belanda yang berada di bawah pimpinan Letnan Kolonel C.A. de Brauw, dengan korban besar di pihak Jagaraga.
  • 24 Mei 1849: benteng Kusamba diserang oleh pasukan belanda yang bergerak dari pelabuhan padangbai.
  • 25 Mei 1849: malam hari menjelang pagi tiba tiba perkemahan belanda diserang oleh pasukan istemewa yang sengaja dikirim dari kelungkung.Dalam pernyebuan ini laskar kelungkung berhasil menembak jendral Michiels.Letnan Kolonel Van Swieten memerintahkan seluruh armada kembali ke Jawa.Kematian sang Jendral merupakan kemenangan yang gemilang bagi kerajaan Kelungkung karena sekaligus mengusir Belanda dari wilayah kerajaan kelungkung.

 

E. Nilai nilai luhur di dalam perang Jagaraga

Walupun Belanda pada akhirnya mendapatkan kemenangan dalam peperangan, tetapi mereka mengagumi kepatriotan dan keikhlasan orang bali mempertaruhkan nyawa dengan persenjataan yang amat sederhana dan tidak seimbang.

Sebagai hikmah yang dapat dipetik darin perang Jaga raga ini adalah, tercermin bagi kita sekarng suatu jiwa kepahlawanan, patriotism bagi rakyat Bali. Hal ini didorong karena dilandasi oleh ajaran ajaran keagamaan Hindu yang dianut oleh masyarakat Bali, seperti ajaran satyam yaitu kebenaran atau nidihin kepatutan. Di samping rasa kesetiaan kepada Tri Guru dalam hal ini kepada Guru Wisesa yaitu Raja sebagai Kepala Pemerintahan.

Hikmah yang lain dari perang Jagaraga adalah mengilhami kejadian kejadian berikutnya dimana nanti timbul perang puputan Badung, puputan klungkung, dan puputan margarana. Disamping itu mendorong timbulnya jiwa nasionalisme sebagai akibat timbulnya rasa harga diri, tidak ingin kedaulatannya dilanggar oleh bangsa lain.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ditinju dari kedatangan orang-orang Belanda pertama kali di Bali yang dilakukan oleh sebuah ekspedisi dibawah pimpinan Cornelis de Houtmanpada tahun1597, ternyata kunjungan yang pertama itu memperlihatkan sifat-sifat persahabatan yang saling hormat menghormati.

Kemudian barulah dilanjutkan dengan hubungan yang bersifat politik yang dating dari pihakBelanda, seperti yang terjadi pada tahun 1826, dimana Belanda secara licik dengan tekanan-tekanan berat telah mengadakan ikatan perjanjian dengan raja-raja di Bali yang bersifat mengurangi kekuasaan Belanda di Bali.

 

B. Saran

  1. Bagi pemerintah : sebaiknya pemerintah lebih melindungi peninggalan peninggalan perang Jagaraga dan pemerintah semestinya membuat museum Perang Jagaraga agar bisa memberikan inspirasi bagi masyarakat agar masyarakat bisa meneladani nilai nilai yang terkandung di dalam perang jagaraga. Terutama agar masyarakat lebih menghargai jasa jasa pahlawan terutama untuk meningkatkan jiwacinta tanah air.
  2. Bagi Lembaga Pendidikan ; seharusnya lebih sering memberikan cerita cerita Perang Jagaraga kepada siswa siswanya agar siswanya lebih meghargai jasa pahlawan dan dapat meneladani nilai nilai positif di dalam Perang Jagaraga

 

Permainan Kendang Krumpung

April 8th, 2018

Sejarah Pura Tanah Lot

Maret 22nd, 2018

Banyak sekali orang yang tahu tentang Tanah Lot, tapi sudahkah anda tahu sejarah dari Pura Tanah Lot yang sangat terkenal itu? Mari kita simak bersama-sama.

Pada masa Kerajaan Majapahit ada seseorang Bhagawan yang bernama Dang Hyang Dwijendra atau Dang Hyang Nirarta.Beliau dikenal sebagai Tokoh penyebaran ajaran Agama Hindu dengan nama “Dharma Yatra “.Di Lombok beliau dikenal dengan nama “Tuan Semeru” atau guru dari Semeru (sebuah nama Gunung di Jawa Timur).

Pada waktu beliau datang ke Bali untuk menjalankan misinya,yang berkuasa di Bali saat itu adalah Raja Dalem Waturenggong yang menyambut beliau dengan sangat hormat.Beliau menyebarkan agama Hindu sampai ke pelosok-pelosok Pulau Bali.Suatu ketika pada saat beliau menjalankan tugasnya,beliau melihat sinar suci dari arah tenggara dan beliau mengikutinya sampai pada sumbernya yang ternyata adalah sebuah sumber mata air.Tidak jauh dari tempat itu beliau menemukan sebuah tempat yang sangat indah yang disebut “Gili Beo”(Gili artinya Batu Karang dan Beo artinya Burung) jadi tempat itu adalah sebuah Batu Karang yang berbentuk burung.


Ditempat inilah beliau melakukan meditasi dan pemujaan terhadap Dewa Penguasa Laut.
Lokasi tempat Batu Karang ini termasuk dalam daerah Desa Beraban,dimana di desa tersebut dikepalai oleh seorang pemimpin suci yang disebut “Bendesa Beraban Sakti”.Sebelumnya masyarakat Desa Beraban menganut ajaran monotheisme(percaya dan bersandar hanya pada satu orang pemimpin yang menjadi utusan Tuhan sperti Nabi)dalam waktu yang singkat banyak masyarakat Desa Beraban ini mengikuti ajaran Dang Hyang Nirarta yang kemudian membuat Bendesa Beraban Sakti sangat marah dan mengajak pengikutnya yang masih setia untuk mengusir Bhagawan suci ini.

 



Dengan kekuatan spiritual yang dimiliki Dhang Hyang Nirarta,beliau melindungi diri dari serangan Bendesa Baraban dengan memindahkan batu karang besar tempat beliau bermeditasi (Gili Beo) ke tengah lautan dan menciptakan banyak ular dengan selendangnya di sekitar batu karang sebagai pelindung dan penjaga tempat tersebut.Kemudian beliau memberi nama tempat itu “Tanah Lot” yang berarti Tanah di tengah Laut.


Akhirnya Bendesa Beraban mengakui kesaktian dan kekuatan spiritual dari Dang Hyang Nirarta,dan akhirnya Bendesa Beraban menjadi pengikut setia dan ikut menyebarkan ajaran Agama Hindu kepada penduduk setempat.Sebagai tanda terima kasih sebelum melanjutkan perjalanan beliau memberikan sebuah keris kepada Bendesa Beraban yang dikenal dengan nama “Keris Jaramenara atau Keris Ki Baru Gajah”.Saat ini keris itu disimpan di Puri Kediri yang sangat dikeramatkan dan di upacarai setiap hari raya Kuningan.Dan upacara tersebut di adakan di Pura Tanah Lot setiap 210 hari sekali,yakni pada “Buda Wage Lengkir”sesuai dengan penanggalan Kalender Bali.


Pura di Sekitarnya


Sejumlah pura yang ada di sekitar Pura Tanah Lot adalah Pura Pekendungan, Pura Penataran, Pura Jero Kandang, Pura Enjung Galuh, Pura Batu Bolong dan Pura Batu Mejan. Pura Pekendungan merupakan satu-kesatuan dengan Pura Tanah Lot. Pada mulanya tempat ini bernama Alas Kendung, digunakan sebagai tempat meditasi atau yoga semadi, untuk mendapatkan sinar suci sebelum melanjutkan perjalanan.


Di Pura Pekendungan terdapat keris sakti bernama Ki Baru Gajah yang memiliki kekuatan untuk menaklukkan penyakit tumbuh-tumbuhan di Bali. Keris ini merupakan anugerah Danghyang Nirartha kepada pemimpin Desa Beraban. Keris itu kini disimpan di Puri Kediri. Saat piodalan, Sabtu Kliwon Wara Kuningan, keris ini di-pendak serangkaian piodalan,

Sedangkan Pura Jero Kandang merupakan pura yang dibangun oleh masyarakat Beraban dengan tujuan untuk memohon perlindungan bagi ternak dan tumbuhan mereka dari gangguan berbagai penyakit. Akan halnya Pura Enjung Galuh berlokasi dekat dengan Pura Jero Kandang. Menurut beberapa catatan, pura ini dibangun untuk memuja Dewi Sri yang merupakan sakti dari Dewa Wisnu yang piodalannya setiap Rabu Umanis Wara Medangsia. Di pura ini masyarakat Mengenai Pura Sad Kahyangan dan Kahyangan Jagat memohon kesuburan jagat.


Sementara itu, Pura Batu Belong merupakan tempat melakukan pamelastian maupun pakelem dengan maksud menyucikan alam. Sedangkan Pura Batu Mejan atau dikenal dengan beji merupakan tempat untuk mendapatkan tirtha penglukatan.

Asal Mula Tari Baris

Maret 22nd, 2018

Tari baris gede adalah tarian baris dengan jumlah yang besar, pada umumnya ditarikan oleh antara 8 (delapan) sampai 40 (empat puluh) bahkan lebih, dengan gerak-gerak tari yang lincah cukup kokoh, lugas, dan dinamis yang menggambarkan ketangkasan pasukan prajurit. Gambelan pengiringnya pada umumnya gong kebyar dan gong gede.

Baris ketekok jago adalah baris yang membawa  senjata tombak poleng (tombak yang tangkainya berwarna hitam dan putih) dan berbusana loreng hitam putih ini biasa di pertunjukan untuk upacara manusa yadnya (ngaben)

Baris tumbak adalah baris yang mempergunakan senjata tombak, dengan penari yang memakai busana awiran berlapis-lapis ini ditarikan dalam upacara dewa yadnya .

Baris dadap adalah baris ini ditarikan oleh para penari yang membawa senjata dadap (semacam prisai) secara umum gerakan tari baris dadap lebih lembut dari jenis-jenis tari baris lainnya dan penarinya menari dan sambil menyanyikan tembang berlaras slendro. Tarian ini dipentaskan dalam upacara dewa yadnya kecuali d tabanan ditarikan sebagai sarana upacara pitra yadnya.

Baris presi adalah para penari baris ini membawa senjata senjata sejenis prisai yang dinamakan  presi dan keris. Tarian yang banyak dijumpai di daerah bangle dan buleleng ini ditampilkan sebagai sarana upacara dewa yadnya.

Baris pendet adalah salah satu jenis  tari baris yang para penarinya tampil tanpa memaikan senjata perang melaikan sesaji  (canang sari) dan merupakan  sarana upacara dewa yadnya didesa tanjung bungkak (denpasar)

Baris bajra adalah baris ini ditarikan oleh sekelompok penari yang  bersenjatakan gada dengan ujungnya berbentuk bajra (seperti gada bhima). Tarian yang merupakan sarana upacara dewa yadnya dapat dijumpai didaerah bangli dan buleleng.

Baris tamiang adalah baris ini ditarikan oleh sekelompok penari yang membawa senjata prisai yang dinamakan tamiang dan keris. Baris ini terdapat didaerah badung.

Baris kupu-kupu adalah baris yang melukiskan kehidupan binatang (kupu-kupu) ini ditarikan oleh sekelompok yang mengenakan sayap kupu-kupu sesuai temannya, menirukan gerak gerik kupu-kupu. Yang terdapat didaerah renon dan lebah ( denpasar)

Baris bedil adalah baris yang ditarikan oleh beberapa pasang penari yang membawa senjata angin yang terbuat dari kayu dan berlaras panjang atau dalam istilah balinya adalah bedil,yang biasanya ditarikan sebagai sarana upacara dewa yadnya yang terdapat didaerah klungkung, bangli dan badung.

Baris cina adalah tari baris yang diduga mendapat pengaruh budaya cina yang motif pola gerakan tarinya menyerupai pencak silat. Tarian ini dipentaskan dalam upacara dewa yadnya yang terdapat didesa renon dan sanur (denpasar) dan diiringi oleh gambelan gong bheri.

Baris cendeka adalah baris yang ditarikan oleh beberapa pasang penari yang bersenjatakan tombak yang pendek (cendek) tarian ini ditampilkan pada saat upacara dewa yadnya.

Baris panah adalah baris yang ditarikan oleh beberapa pasang penari yang membawa senjata panah. Tarian ini biasanya ditarikan dalam upacara dewa yadnya. Tari terdapat didaerah buleleng dan bangli.

Baris jangkang adalah baris yang dibawakan oleh penari yang mempergunakan senjata tombak yang panjang. Tarian ini dipentaskan pada saat upacara dewa yadnya dan terdapat didaerah bangli, gianyar dan klungkung.

Baris gayung adalah tari yang dibawakan oleh sekelompok penari , biasanya terdiri dari para pemangku  yang membawa gayung atau cantil (alat untuk membawa air suci) tarian upacara dewa yadnya ini terdapat didaerah bangli, gianyar dan badung.

Baris demang adalah title dari salah satu tokoh yang ditarikan oleh sekelompok penari yang menampilkan tokoh demang dalam dramtari klasik gambuh. Dalam tarian ini para penari mempergunakan senjata pedang dan lainnya tari baris ini terdapat didaerah buleleng.

Baring cerekuak adalah tari baris yang mengggambarkan gerak gerik sekelompok burung cerekuak ketika mencari pasanganya yakni burung manuk dewata. Para penari mengenankan busana babuletan dengan hiasan dedaunan pada sekujur tubuhnya yang dipentaskan pada upacara ngaben yang terdapat didaerah tabanan yang diiringi oleg gambelan batel geguntangan.

Baris memedi adalah tari baris yang menggambarkan sekelompok memedi ( roh halus) yang berkeliaran ditempat angker seperti kuburan. Para penari mengenakan busana terbuat dari dedaunan dan ranting pohon yang diambil dari kuburan dan dipentaskan pada upacara ngaben didaerah tabanan dan diiringi dengan gambelan baleganjur

Baris ketujeng adalah tari yang menggambarkan sekelompok roh halus yang hidup ditempat angker para penarinya mengenakan busana dari dedaunan yang dipentaskan pada upacara pitra yadnya didaerah tabanan untuk mengantarkan atma orang yang meninggal menuju suniya loka.

Baris goak adalah tari baris yang melukiskan pasukan tegal badeng melawan sekelompok burung gagak yang disucikan masyarakat desa selulung kintamani bangli dalam pertunjukannya beberapa penari memerankan prajurit tegal badeng dan beberapa penari lainnya memerankan goak.

Baris omang adalah tari baris yang disucikan masyarakat desa selulung kintamani bangli untuk mengiringi upacara dewa yadnya.

Deskripsi Gambelan Genta Pinara Pitu

Maret 22nd, 2018

Genta Pinara Pitu adalah sebuah istilah yang dipetik dari sebuah lontar yang bernama “Prakempa”. Dalam lontar ini istilah Genta Pinara Pintu Dipakai untuk menyebutkan gambelan Semar Pegulingan saih pitu. Dilihat dari segi arti bahwa Genta berarti alat gambelan, Pinara berarti suara dan pitu  berarti tujuh, yang wujudnya menyerupai gong kebyar.

A. Deskripsi genta pinara pitu

            Kindama adalah sebuah kisah atau cuplikan dari wiracarita Mahabarata, yang mengisahkan terkutuknya Pandhu oleh Bagawan Kindana. Peristiwa ini terjadi ketika pandu membunuh seekor kijang jantan yang sedang berkasih-kasihan. Kijang tersebut adalah jelmaan dari Bagawan Kindama, sehingga akibat dari perbuatannya itu Pandhu gugur pada saat dia sedang memadu kasih dengan istrinya Dewi Madri.

            Penata iringan yakni I Nyoman Windha dalam penggarapan sendratari ini telah sepakat untuk mempergunakan satu unit gambelan yang disebut gambelan “Genta Pinara Pitu”. Gambelan ini merupakan satu unit gambelan baru yang berlaras pelog 7 nada, yang merupakan perpaduan dari unsur –unsur gambelan gong kebyar dengan gambelan semar pegulingan. Dengan adanya perpaduan ini akan dapat memberikan mode yang berbeda – beda yang mampu mendukung dramatisasi dalam penggarapan sendratari ini.

B. Periodedisasi

          Pada tahun 1985 atas usul dari I Made Bandem, I Wayan Beratha menciptakan sebuah barungan baru yang dinamakan Genta Pinara Pitu. Barungan itu dimaksud untuk mengganti peranan Semar Pegulingan dan Gong Kebyar guna mengiringi pementasan Sendratari di Art Centre, Taman Budaya Denpasar. Gamelan Genta Pinara Pitu yang namanya diambilkan dari lontarPrakempa digunakan untuk mengiringi tari kindama oleh Suasthi Widjaja Bandem, dan iringannya diciptakan oleh I Nyoman Windha sebagai karya Tugas Akhir menyelesaikan Sarjana seni di ASTI Denpasar pada tahun 1986. Gamelan itu kini dimiliki oleh Made Hood, putra dari Ki Mantle Hood dan digunakan sebagai wahana pembelajaran karawitan Bali di Monash University, Melbourne, Asutralia.

            Hengkanya Genta Pinara Pitu ke luar negeri tidak menyurutkan niat I Wayan Beratha untuk menciptakan barungan baru sebagai pengganti dari Genta Pinara Pitu tersebut. Pada tahun 1987 I Wayan Beratha membuat juga sebuah gamelan kombinasi antara Gong Kebyar dengan Semar Pegulingan yang disebut gamelan Semarandana. Ansambel ini menggunakan 12 (dua belas) nada yang susunan nadanya mengikuti system 5 (lima) nada Gong Kebyar pada register rendah dan sistem 7 (tujuh) nada Semar Pegulingan pada registrasi tinggi. Gamelan ini memiliki bilah yang lebih banyak dari gamelan Genta Pinara Pitu. I Wayan Baratha hanya menambahkan satu nada ding tinggi pada gamelan Genta Pinara Pitu untuk menjadikan barungan baru yang dinamakan gamelan Semarandana. Penambahan satu nada itu disebabkan karena sukarnya memainkan kotekan laguu-lagu gamelan Legong Keraton yang membutuhkan nada ding tinggi itu.

C. Sistem Laras

            Gambelan ini juga dapat memainkan lagu-lagu slonding dan saron. Dari segi lain gambelan ini dapat membantu vokal, karena sipenyanyi dapat memilih petet-petet yang ada sesuai denagn kwalitas suara yang mereka miliki. Oleh karena laras yang dipakai pelog sapta nada, maka gambelan ini dapat memainkan lagu-lagu semar pegulingan. Pada pokonya gambelan Genta Pinara Pitu ini mempunyai tiga jenis patet yaitu :

1 . patet selisir :  yang dapat memberikan watak yang keras dan agung seperti gong kebyar.

2 . patet tembung : yang dapat memberikan kesan yang lembut dan manis yang dapat mewakili semar pegulingan.

3 . patet sunaren : modenya paling kecil yang member kesan kekanak – kanakan.