isi denpasar

Mei 22, 2012

Bhagawan Gita

Filed under: Tulisan —— bagusrismawan @ 9:12 am

Latar Belakang

Dalam kitab Mahabharata yang keenam (Bhismaparwa) diceritakan bahwa ketika Arjuna melihat suasana medan perang di Kurukshetra, ia dilanda perasaan takut kehilangan sanak keluarga yang dicintainya. Ia menganggap bahwa membunuh keluarga sendiri demi mendapatkan kepuasan duniawi merupakan perbuatan yang termasuk dosa. Ia juga enggan untuk berperang melawan kakeknya demi memperebutkan sebuah kerajaan. Kresna menganggap bahwa pikiran Arjuna belum terbuka. Untuk membuka pemahaman Arjuna mengenai kematian dan kehidupan, Kresna menjabarkan ajaran Samkhya kepada Arjuna

Uraian dalam Bhagawadgita

Dalam bab Samkhya Yoga, Arjuna yang diliputi oleh perasaan gundah dan sedih, serta matanya dikaburkan oleh air mata. Kresna mencela Arjuna dan menuntunnya supaya menjadi pemberani. Ia bersabda sebagai berikut:

Dari mana datangnya perasaan melemahkan jiwa pada waktu keadaan sulit ini? Perasaan begini takkan dikenal oleh orang yang mulia, karena hal ini tidak akan memberikan jalan ke Sorga dan hanya menyebabkan penghinaan, O Arjuna. Janganlah dikalahkan oleh sifat yang tidak patut dianut oleh seorang lelaki, O Arjuna, karena sifat itu tak pantas bagimu. Buanglah perasaan yang kecil dan penakut ini dan bangkitlah, O Arjuna.

Meskipun Kresna berceramah demikian, Arjuna tidak tega bertempur melawan Bisma dan Drona, gurunya sendiri. Ia bingung menentukan yang mana sebetulnya lebih patut untuk dihormati. Arjuna berpikir bahwa lebih baik hidup di dunia ini dengan jalan meminta–minta daripada menikam guru yang dihormatinya. Ia berpikir bahwa jika ia membunuh mereka, dan di dunia ini ia menikmati kesenangan dan kekayaan, segalanya itu akan ternoda dengan darah. Juga ia tidak mengetahui yang mana di antara dua ini yang baik, apakah menaklukkan mereka atau mereka menaklukan kita. Dengan pikirannya yang diliputi perasaan bingung mengenai apa yang sebenarnya disebut dharma, Arjuna meminta nasihat dari Kresna.

Kepada Arjuna yang sedang murung di tengah–tengah kedua pasukan itu, Kresna tersenyum lalu bersabda sebagai berikut:

Bedanya Badan dan Jiwa, kita tidak bersedih hati pada apa yang abadi. Engkau telah bersedih hati kepada mereka yang tak patut disedihkan, akan tetapi kau berbicara dengan kata–kata yang penuh mengandung pengetahuan. Orang yang bijaksana tak sedih pada yang mati atau pada yang hidup. Tidak pernah ada suatu waktu dimana Aku tidak ada, tidak juga kau, pun juga tidak raja–raja ini, tidak juga di sana akan ada suatu waktu sesudah ini bahwa kita akan musnah dari hidup ini. Sebagai jiwa melalui badan ini pada waktu kita kecil, muda dan tua begitu juga di dalam masuknya ke badan yang lain, jiwa yang tenang itu tak dipengaruhi oleh keadaan proses ini. Dengan adanya perhubungan indria dengan obyek–obyek ini maka timbulah keadaan yang dingin dan panas, senang dan sedih. Ia muncul dan menghilang dan tidak kekal. Dari itu tahanlah dengan sabar, O Bharata (Arjuna).

Orang yang tenang, yang sama di dalam keadaan penderitaan dan kesenangan, dan yang tidak dapat diganggu oleh keadaan ini, dia sajalah yang dapat mencapai penghidupan yang kekal, O Arjuna, orang yang terbesar di antara manusia. Apa yang tidak ada tidak pernah akan ada, apa yang ada tidak pernah akan tidak ada. Orang–orang yang mempunyai pengetahuan tentang kebenaran mengetahui kedua keadaan ini. Ketahuilah bahwa itu yang berada di mana–mana tak dapat dibinasakan. Dari makhluk yang abadi ini siapapun tak dapat membinasakan. Badan wadag dari jiwa yang abadi, tak terhancurkan dan tak terbatas ini, dipahami sebagai badan wadag yang fana. Oleh karena itu berperanglah, O Bharata. Ia yang berpikir bahwa jiwa adalah pembunuh dan ia yang berpikir bahwa jiwa dapat dibunuh; kedua mereka ini tak mengetahui kebenarannya. Jiwa ini tidak membunuh pun tidak dapat dibunuh. Ia tidak pernah lahir pun juga tidak pernah mati kapanpun, pun juga tidak pernah muncul dan lagi tidak pernah menghilang. Ia adalah tidak pernah mengenal kelahiran, kekal, abadi, dan selalu ada. Ia tidak dapat dibunuh bila badan dibunuh.

Senjata tidak dapat memotong jiwatma, api tidak dapat membakarnya dan air tidak dapat membasahinya, pun angin tidak dapat mengeringkan. Ia tidak dapat dipotong, Ia tidak dapat dibakar, Ia tidak dapat dibasahi maupun dikeringkan. Ia adalah abadi, berada di mana–mana, tidak berubah dan bergerak. Ia adalah selalu sama. Ia dikatakan tidak terwujud, tidak terpikrkan, tidak berubah. Oleh karena itu, mengetahui ia demikian, engkau seharusnya tidak bersedih hati. Kita tidak bersedih hati pada apa yang dapat musnah. Meskipun jika engkau berpikir bahwa jiwatma, jiwa yang sejati, adalah selalu lahir dan selalu mati, meskipun demikian, O Arjuna, engkau seharusnya tidak bersedih hati. Karena pada apa yang lahir, kematian adalah pasti dan pasti pula kelahiran pada yang mati. Oleh karena itu pada apa yang tidak dapat dielakkan, engkau seharusnya tidak bersedih hati.

Berbahagialah para Ksatrya, O Partha (Arjuna) yang dapat kesempatan untu berperang, yang muncul tanpa dicari karena hal itu tidak bedanya dengan pintu ke sorga baginya. Bila engkau tidak laksanakan perang kebenaran ini, maka engkau akan ingkar pada kewajiban dan kehormatanmu akan cemar serta engkau akan berdosa. Bila tejadi peperangan antara kebenaran dan ketidakadilan orang harus ikut, bahkan kalau mengasingkan lantaran ketakutan atau kelemahan akan berdosa. Disamping itu orang–orang akan selalu membicarakan tentang keburukanmu dan bagi ia yang telah mendapat kehormatan, keburukan adalah lebih hina daripada kematian. Para pahlawan besar akan berpikir bahwa engkau telah lari dari peperangan disebabkan karena ketakutan dan mereka yang dahulunya menyanjungmu tidak akan berbuat demikian lagi. Juga musuhmu, mengecam akan keberanianmu, dan akan mengatakan mengenai dirimu (sesuatu) yang tidak pantas diucapkan. Hal apa yang lebih menyedihkan daripada ini? Jika terbunuh di medan perang engkau akan ke Sorga, jika menang engkau akan menikmati dunia ini, oleh karena itu bangkitlah, O Arjuna, putuskanlah untuk berperang.

Dengan memandang sama, kedudukan dan kebahagiaan, keuntungan dan kerugian kemenangan dan kekalahan, berperanglah. Dengan demikian engkau tidak akan berdosa. Pengertian mendalam tentang Yoga. Ini ajaran Samkhya yang telah diberikan padamu. Sekarang dengarkanlah tentang Yoga. Bila engkau dapat mengertikannya engkau akan dibebaskan dari ikatan pekerjaan. Didalam hal ini, tidak ada usaha yang gagal, dan tidak ada halangan yang merintangi, meskipun bagian kecil saja dari dharma ini, akan dapat menyelamatkan dirimu dari ketakutan.

Disini, O Keturunan Kuru (Arjuna) hanya ada keputusan pikiran yang tunggal, akan tetapi pikiran orang yang ragu–ragu mempunyai banyak cabang dan tidak ada akhirnya. Tidak ada kebijaksanaan bagi mereka yang keduniawian. O, Arjuna, tidak ada ketentuan yang tegas di dalam pikiran dari mereka yang telalu mengikatkan diri kepada kesenangan dan kekuasaan dan kehilangan kecerdasan disebabkan oleh kata–kata yang muluk dari orang yang tidak bijaksana yang penuh dengan keinginan–keinginan dan memandang pada sorga sebagai tujuan yang tertinggi, dan ia mendapatkan kebahagiaan dari kata–kata pujian di dalam Weda–weda dan mengatakan tidak ada yang lain lagi. Kata–katanya yang muluk dipancarkan dengan berbagai–bagai upacara yang istimewa sebagai alat untuk mendapatkan kebahagiaan dan kekuasaan dan menjadi sebab dari kelahiran–kelahiran yang baru sebagai akibat dari pekerjaannya yang dilakukan dengan ikatan keinginan.

Pusatkan pikiran dalam Yoga, lakukan pekerjaanmu, O Arjuna, bebaskan ikatan dengan pikiran yang sama dalam sukses dan kegagalan, karena keseimbangan dalam pikiran adalah disebut Yoga. Pekerjaan yang dilakukan dengan keinginan adalah jauh lebih rendah daripada melaksanakan dengan kebijaksanaan, tidak terganggu oleh pikiran–pikiran akan hasilnya, O Arjuna, berbuatlah dengan kebijaksanaan. Celakalah mereka yang melaksanakan pekerjaan dan mengikatkan diri akan hasilnya. Ia yang bijaksana akan dapat membebaskan diri di dalam hidup ini, dari kedua unsur baik ataupun buruk. Oleh karena itu berjuanglah untuk Yoga. Yoga adalah membantu dalam pekerjaan. Orang yang bijaksana yang telah mencapai keseimbangan pikiran ini tidak mengikatkan diri dari pada hasil dari pekerjaannya, bebas untuk selama–lamanya dari ikatan kelahiran dalam mencapai keadaan yang bahagia, bebas dari duka cita

Ringkasan isi Kitab Bhismaparwa

Janamejaya bertanya, “Bagaimanakah para pahlawan bangsa Kuru, Pandawa, dan Somaka, beserta para rajanya yang berasal dari berbagai kerajaan itu mengatur pasukannya siap untuk bertempur?”

Mendengar pertanyaan tersebut, Wesampayana menguraikan dengan detail, kejadian-kejadian yang sedang berlangsung di medan perang Kurukshetra.a

Suasana di medan perang, Kurukshetra

Sebelum pertempuran dimulai, kedua belah pihak sudah memenuhi daratan Kurukshetra. Para Raja terkemuka pada zaman India Kuno seperti misalnya Drupada, Sudakshina Kamboja, Bahlika, Salya, Wirata, Yudhamanyu, Uttamauja, Yuyudhana, Chekitana, Purujit, Kuntibhoja, dan lain-lain turut berpartisipasi dalam pembantaian besar-besaran tersebut. Bisma, Sang sesepuh Wangsa Kuru, mengenakan jubah putih dan bendera putih, bersinar, dan tampak seperti gunung putih. Arjuna menaiki kereta kencana yang ditarik oleh empat ekor kuda putih dan dikemudikan oleh Kresna, yang mengenakan jubah sutera kuning.

Pasukan Korawa menghadap ke barat, sedangkan pasukan Pandawa menghadap ke timur. Pasukan Korawa terdiri dari 11 divisi, sedangkan pasukan Pandawa terdiri dari 7 divisi. Pandawa mengatur pasukannya membentuk formasi Bajra, formasi yang konon diciptakan Dewa Indra. Pasukan Korawa jumlahnya lebih banyak daripada pasukan Pandawa, dan formasinya lebih menakutkan. Fomasi tersebut disusun oleh Drona, Bisma, Aswatama, Bahlika, dan Kripa yang semuanya ahli dalam peperangan. Pasukan gajah merupakan tubuh formasi, para Raja merupakan kepala dan pasukan berkuda merupakan sayapnya. Yudistira sempat gemetar dan cemas melihat formasi yang kelihatannya sulit ditembus tersebut, namun setelah mendapat penjelasan dari Arjuna, rasa percaya dirinya bangkit.

Turunnya Bhagawad Gita

Sebelum pertempuran dimulai, terlebih dahulu Bisma meniup terompet kerangnya yang menggemparkan seluruh medan perang, kemudian disusul oleh para Raja dan ksatria, baik dari pihak Korawa maupun Pandawa. Setelah itu, Arjuna menyuruh Kresna yang menjadi kusir keretanya, agar membawanya ke tengah medan pertempuran, supaya Arjuna bisa melihat siapa yang sudah siap bertarung dan siapa yang harus ia hadapi nanti di medan pertempuran.

Di tengah medan pertempuran, Arjuna melihat kakeknya, gurunya, teman, saudara, ipar, dan kerabatnya berdiri di medan pertempuran, siap untuk bertempur. Tiba-tiba Arjuna menjadi lemas setelah melihat keadaan itu. Ia tidak tega untuk membunuh mereka semua. Ia ingin mengundurkan diri dari medan pertempuran.

Arjuna berkata, “Kresna yang baik hati, setelah melihat kawan-kawan dan sanak keluarga di hadapan saya, dengan semangat untuk bertempur seperti itu, saya merasa anggota-anggota badan saya gemetar dan mulut saya terasa kering…..Kita akan dikuasai dosa jika membunuh penyerang seperti itu. Karena itu, tidak pantas kalau kita membunuh para putera Dretarastra dan kawan-kawan kita. O Kresna, suami Lakshmi Dewi, apa keuntungannya bagi kita, dan bagaimana mungkin kita berbahagia dengan membunuh sanak keluarga kita sendiri?”

Dilanda oleh pergolakan batin, antara mana yang benar dan mana yang salah, Kresna mencoba untuk menyadarkan Arjuna. Kresna yang menjadi kusir Arjuna, memberikan wejangan-wejangan suci kepada Arjuna, agar ia bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Kresna juga menguraikan berbagai ajaran Hindu kepada Arjuna, agar segala keraguan di hatinya sirna, sehingga ia mau melanjutkan pertempuran. Selain itu, Kresna memperlihatkan wujud semestanya kepada Arjuna, agar Arjuna tahu siapa Kresna sebenarnya.

Wejangan suci yang diberikan oleh Kresna kepada Arjuna kemudian disebut Bhagavad Gītā, yang berarti “Nyanyian Tuhan”. Ajaran tersebut kemudian dirangkum menjadi kitab tersendiri dan sangat terkenal di kalangan umat Hindu, karena dianggap merupakan pokok-pokok ajaran Hindu dan intisari ajaran Veda.

Penghormatan sebelum perang oleh Yudistira

Setelah Arjuna sadar terhadap kewajibannya dan mau melanjutkan pertarungan karena sudah mendapat wejangan suci dari Kresna, maka pertempuran segera dimulai. Arjuna mengangkat busur panahnya yang bernama Gandiwa, diringi oleh sorak sorai gegap gempita. Pasukan kedua pihak bergemuruh. Mereka meniup sangkala dan terompet tanduk, memukul tambur dan genderang. Para Dewa, Pitara, Rishi, dan penghuni surga lainnya turut menyaksikan pembantaian besar-besaran tersebut.

Pada saat-saat menjelang pertempuran tersebut, tiba-tiba Yudistira melepaskan baju zirahnya, meletakkan senjatanya, dan turun dari keretanya, sambil mencakupkan tangan dan berjalan ke arah pasukan Korawa. Seluruh pihak yang melihat tindakannya tidak percaya. Para Pandawa mengikutinya dari belakang sambil bertanya-tanya, namun Yudistira diam membisu, hanya terus melangkah. Di saat semua pihak terheran-heran, hanya Kresna yang tersenyum karena mengetahui tujuan Yudistira. Pasukan Korawa penasaran dengan tindakan Yudistira. Mereka siap siaga dengan senjata lengkap dan tidak melepaskan pandangan kepada Yudistira. Yudistira berjalan melangkah ke arah Bisma, kemudian dengan rasa bakti yang tulus ia menjatuhkan dirinya dan menyembah kaki Bisma, kakek yang sangat dihormatinya.

Yudistira berkata, “Hamba datang untuk menghormat kepadamu, O paduka nan gagah tak terkalahkan. Kami akan menghadapi paduka dalam pertempuran. Kami mohon perkenan paduka dalam hal ini, dan kami pun memohon doa restu paduka”.

Bisma menjawab, “Apabila engkau, O Maharaja, dalam menghadapi pertempuran yang akan berlangsung ini engkau tidak datang kepadaku seperti ini, pasti kukutuk dirimu, O keturunan Bharata, agar menderita kekalahan! Aku puas, O putera mulia. Berperanglah dan dapatkan kemenangan, hai putera Pandu! Apa lagi cita-cita yang ingin kaucapai dalam pertempuran ini? Pintalah suatu berkah dan restu, O putera Pritha. Pintalah sesuatu yang kauinginkan! Atas restuku itu pastilah, O Maharaja, kekalahan tidak akan menimpa dirimu. Orang dapat menjadi budak kekayaan, namun kekayaan itu bukanlah budak siapa pun juga. Keadaan ini benar-benar terjadi, O putera bangsa Kuru. Dengan kekayaannya, kaum Korawa telah mengikat diriku…”

Setelah Yudistira mendapat doa restu dari Bisma, kemudian ia menyembah Drona, Kripa, dan Salya. Semuanya memberikan doa restu yang sama seperti yang diucapkan Bisma, dan mendoakan agar kemenangan berpihak kepada Pandawa. Setelah mendapat doa restu dari mereka semua, Yudistira kembali menuju pasukannya, dan siap untuk memulai pertarungan.

Yuyutsu memihak Pandawa

Setelah tiba di tengah-tengah medan pertempuran, di antara kedua pasukan yang saling berhadapan, Yudistira berseru, “Siapa pun juga yang memilih kami, mereka itulah yang kupilih menjadi sekutu kami!”

Setelah berseru demikian, suasana hening sejenak. Tiba-tiba di antara pasukan Korawa terdengar jawaban yang diserukan oleh Yuyutsu. Dengan pandangan lurus ke arah Pandawa, Yuyutsu berseru, ”Hamba bersedia bertempur di bawah panji-panji paduka, demi kemenangan paduka sekalian! Hamba akan menghadapi putera Dretarastra, itu pun apabila paduka raja berkenan menerima! Demikianlah, O paduka Raja nan suci!”

Dengan gembira, Yudistira berseru, “Mari, kemarilah! Kami semua ingin bertempur menghadapi saudara-saudaramu yang tolol itu! O Yuyutsu, baik Vāsudewa (Kresna) maupun kami lima bersaudara menyatakan kepadamu bahwa aku menerimamu, O pahlawan perkasa, berjuanglah bersama kami, untuk kepentinganku, menegakkan Dharma! Rupanya hanya anda sendirilah yang menjadi penerus garis keturunan Dretarastra, sekaligus melanjutkan pelaksanaan upacara persembahan kepada para leluhur mereka! O putera mahkota nan gagah, terimalah kami yang juga telah menerima dirimu itu! Duryodana yang kejam dan berpengertian cutak itu segera akan menemui ajalnya!”

Setelah mendengar jawaban demikian, Yuyutsu meninggalkan pasukan Korawa dan bergabung dengan para Pandawa. Kedatangannya disambut gembira. Yudistira mengenakan kembali baju zirahnya, kemudian berperang.

Pembantaian Bisma

Pertempuran dimulai. Kedua belah pihak maju dengan senjata lengkap. Divisi pasukan Korawa dan divisi pasukan Pandawa saling bantai. Bisma maju menyerang para ksatria Pandawa dan membinasakan apapun yang menghalangi jalannya. Abimanyu melihat hal tersebut dan menyuruh paman-pamannya agar berhati-hati. Ia sendiri mencoba menyerang Bisma dan para pengawalnya. Namun usaha para ksatria Pandawa di hari pertama tidak berhasil. Mereka menerima kekalahan. Putera Raja Wirata, Uttara dan Sweta, gugur oleh Bisma dan Salya di hari pertama. Kekalahan di hari pertama membuat Yudistira menjadi pesimis. Namun Sri Kresna berkata bahwa kemenangan sesungguhnya akan berada di pihak Pandawa.

Duel Arjuna dengan Bisma

Pada hari kedua, Arjuna bertekad untuk membalikkan keadaan yang didapat pada hari pertama. Arjuna mencoba untuk menyerang Bisma dan membunuhnya, namun para pasukan Korawa berbaris di sekeliling Bisma dan melindunginya dengan segenap tenaga sehingga meyulitkan Arjuna. Pasukan Korawa menyerang Arjuna yang hendak membunuh Bisma. Kedua belah pihak saling bantai, dan sebagian besar pasukan Korawa gugur di tangan Arjuna. Setelah menyapu seluruh pasukan Korawa, Arjuna dan Bisma terlibat dalam duel sengit. Sementara itu Drona menyerang Drestadyumna bertubi-tubi dan mematahkan panahnya berkali-kali. Duryodana mengirim pasukan bantuan dari kerajaan Kalinga untuk menyerang Bima, namun serangan dari Duryodana tidak berhasil dan pasukannya gugur semua. Setyaki yang bersekutu dengan Pandawa memanah kusir kereta Bisma sampai meninggal. Tanpa kusir, kuda melarikan kereta Bisma menjauhi medan laga. Di akhir hari kedua, pihak Korawa mendapat kekalahan.

Belajar Rebab Bali

Filed under: Tulisan —— bagusrismawan @ 9:10 am

Rebab adalah salah satu nama tungguhan atau instrument gesek yang digunakan dalam jenis – jenis barungan gamelan yang terdapat didaerah – daerah tertentu seperti Bali, Jawa, Sumatera dan sebagainya. Di Jawa terdapat 2 bentuk instrument gesek yaitu Rebab dan Tarawangsa. Di Sumatera Barat ( Minangabau ) terdapat 3 bentuk instrument yaitu : rabab darek, rabab Pariaman dan Rabab Pesisir.  Dilihat dari bentuk dan cara penggunaan rabab di berbagai daerah terdapat kesamaan yaitu sejenis kawat atau senar. Menurut kami keberadaan rebab di bali dapat dikatakan sangat asing karena sedikitnya barungan gamelan yang menggunakan maupun jumlah penyaji yang relative sedikit.jenis- jenis barungan Bali yang menggunakan Rebab adalah barungan Gamelan Gong Gebyar, Gong Sulig, Semar Pegulingan Saih Lima,  Smar Pegulingan Saih Pitu, Pengaran, dan Pegambuhan. Konon ceritanya pada tahun 1921 barungan gamelan penggunaannya menggunakan tungguhan rebab. Peranan Rebab tidak seperti barungan gamelan pegambuhan, yaitu lebih menekan pada pemantapan hasil sajian suatu gending atau seing juga disebut oleh masyarakat luas adalah untuk memaniskan sajian gending.Berdasarkn hasil penelitian penulis tahun 1980-an, di Bali haya dapat ditemui beberapa orang senimanyang memiliki predikat sebagai pengrebab, yaitu : Alm.  I Wayan Barug, Alm. I Ketut Mertu,Alm.  I Made Lemping, Alm. I Wayan Lontok, I Wayan Sinti, dan Alm. I Ketutu Mawes.

Pada umumnya rebab Bali hamper seluruhnya menggunakan pontang yang dibuat dari perak yang dipasang pada bagian bebetan maupun bantang rebab seuai dengan bentuknya.Adapu nama – nama bagian Rebab di bali seperti berikut :Menur, Kuping, Irung – irung, Bantang, Kawat, Bebetan, Penyanteng, jejebug, batok, babad, batis, gegemelan, dan pengaradan.

Cara belajar rebab Bali : sikap duduk pengrebab, posisi tangguhan rebab, cara memegang tangguhan rebab, cara memegang pengaradan, cara menyetel rebb, cara menekan kawat rebab, cara menggesek rebab, posisi jari pada laras pelog, posisi jari pada laras selendro, menekan kawat dan menggesek rebab, garap rebab dan yang terakhir memelihara tangguhan rebab.

Tabuhan tungguhan Rebab terdapat dua jenis, yaitu tabuhan bebas dan tabuhan ikat. Tabuhan bebas adalah tabuhan rebab yang tidak mengikuti melodi atau gending yang disajikan secara mandiri. Tabuhan ikat adalah tabuhan rebab yang mengikuti melodi atau gendingan yang disjikan oleh seluruh tangguhan. Dalam memainkan tungguhan rebab selalu akan menggunakan wilet untuk lebih mantapnya garap rebab. Garap wilet rebab terdapat dua sumber ,yaitu wilwetan yang bersumber dari wiletan garap dari tembang. Penguasaan gending barunan gmelan tidak merupakan tuntutan atau keharusan, karena menggarap rebab Bali dapat mendahului atau sebaliknya terhadap tekanan atau seleh bantan gending.

Ada beberapa wilet Rebab yang menggunakan tutupan ১ (dong) di bawah ini :
cengkok 1. Posisi jari (posisi 1) : a b a b  abababab;
cengkok 2. Posisi jari (posisi 1) : x .a c
cengkok 3. Posisi jari (posisi 1) : a .b c
cengkok 4. Posisi jari (posisi 1) : x ab c
cengkok 5. Posisi jari (posisi 1) : a b a .b c
cengkok 6. Posisi jari (posisi 1) : b c b c b c b c bc bc
cengkok 7. Posisi jari (posisi 2) : a ba b ababab
cengkok 8. Posisi jari (posisi 1)  : c b abc b
cengkok 9. Posisi jari (posisi 2) : a .b
cengkok 10. Posisi jari (posisi 2) : a.b cb
keterangan yang dimaksud adalag a: ibu jari telunju, b : ibu jari tengah, c : ibu jari manis, d : ibu jari klingking, dan x : kawat rebab tidak ditekan.

Gregel diibaratkan sebagai salah satu unsur penting dalam pembentukan penjiwaan sajia rebab atau kualitas  rebabab. Gregel adalah gerak jari – jari yang arahnya naik turun dengan menekan kawat sehingga dapae menghasilan ombak suara rebab. Gregel yang arahnya naik turun dapat dilakukan dengan jari – jari telunjuk pada penutupan posisi 2(dua), jari tengah, jari manis, dan jari klingking. Gesekan rebab merupakan unsure pembentukan penjiwaan atau kualitas sajian rebab. Tahap awal belajar memainkan rebab, mencoba gending – gendingan yang ukurannya pendek atau gending yang disajikan dengan tempo yang pelan.

Sebagai seorang seniman haruslah melakukan pemeliharaan pada alat musiknya sendiri, pemeliharaan khusus yang yang dilakukan dalam tangguhan rebab antara lain bias memasang kawat rebab, bias memaang penyanteng, bias membuat dan memasang jejebug, menggesek pelastik dengan gondro rukem (karpus) dan menyimpan tungguhan rebab ditempat yang aman.

 

kendang bebarongan dalam karawitan Bali

Filed under: Tulisan —— bagusrismawan @ 9:07 am

kendang merupakan salah satu instrumen music yang universal, karena hampir seluruh belahan dunia dipastikan memiliki alat music yang tergabung dalam keluarga perkusi tersebut. Keberadaan karawitan bali secara umum tidak bisa dilepas dari barungan gamelan yang karakteristiknya memiliki khas yang berbeda-beda.  Secara garis besar Barungan Gamelan Bali dapat dikelompokkan menjadi 3 :
a. Gamelan Golongan tua, b. Gamelan Golongan Madya. C. golongan gamelan baru

Jenis – jenis kendang Bali

Instrument kendang merupakan sebuah instrument penting dalam karawitan Bali yang telah ada sejak dulu kala.. adapun kesembilan jenis kendang yang dimaksud :

  1. Kendang mebarung
  2.  kendang tambur
  3. Kendang bedug/ bebedug
  4. D. kendang cedugan
  5. Kendang gupekan
  6. Kendang bebarongan
  7. Kendang krumpungan
  8. Kendang batel
  9. Kendang angklung

Gambelan bebarongan merupakan salah satu barungan gamelan Bali yang memakai laras pelog lima nada. Barungan gamelan ini terdiri dari beberapa instrument :

  1. Sebuah kendang bebarongan
  2. Dua tungguh gender rambat dengan jumlah bilah 13/ 14
  3. Dua tungguh gender barangan dengan jumlah bilah 13/ 14
  4. Empat tungguh gangsa gangsa gantung pemade dengan jumlah bilah 5/6
  5. Dua tungguh gangsa gantung kantil dengan jumlah bilah 5/6
  6. Dua tungguh gangsa jongkok pemade dengan jumlah bilah 5/6
  7. Dua tungguh gangsa jongkok kantil dengan jumlah bilah 5/6
  8. Dua tungguh jublag dengan jumlah bilah 5/6
  9. Dua tungguh jegogan dengan jumlah bilah 5/6
  10. Sebuah gong bebarongan
  11. Sebuah kemong
  12. Sebuah klenang
  13. Satu tungguh gentorag
  14. Sebuah kajar
  15. Satu pangkon ceng-ceng
  16. Beberapa buah (4-5) suling
  17. Sebuah rebab

Di Bali sendiri banyak berkembang Barong yang menyerupai beraneka bentuk hewan, diantaranya barong ket, barongbangkal,barong asu, dan barong gajah.

Barong ket adalah jenis barong yang paling banyak dapat ditemukan , hampir setiap desa di bali.

Struktur bapang barong

Bapang barong memiliki struktur tersendiri, adapun struktur pertunjukkan dari sebuah bapang barong yang lengkap akan terdiri dari beberapa bagian :

  1. Bapang
  2. Condong
  3. Pengadeng
  4. ngintip jangkrik
  5. omang

sesuai dengan tabel maka, aba-aba dari juru bapang, dan respon dari juru kendang dapat dijelaskan sebagai berikut :

  1. Aba-aba angsel bawak dari juru bapang dimulai pada ketukan kelima dan akan berakhir pada ketukan ke-16
  2. Aba-aba angsel numpuk dimulai pada hitungan kelima dan ke-13 sedangkan respon juru kendang dimulai antara hitungan keenam dan ketujuh , dan antara hitungan ke 14 dan ke 15
  3. Aba –aba angsel kado dimulai pada hitungan keempat dan direspon pada hitungan kelima
  4. Aba – aba angsel lantang dimulai pada hitungan kelima dan direspon pada hitungan antara keenam dan ketujuh.
  5. Aba – aba kipekan kanan/ kiri dimulai pada hitungan keempat dan direspon pada hitungan antara keenam dan ketujuh.

Januari 11, 2012

Komentar Video Angganing Bagia

Filed under: Tak Berkategori —— bagusrismawan @ 10:24 am

SINOPSIS

“ANGANING BAGIA”

Kesenangan merupakan satu rasa yang dimiliki oleh setiap orang. Rasa senang akan dirasakan ketika sesuatu yang diingikan dapat tercapai seiring terasa menyenangkan, sebab melakukan sesuatu yang didasari oleh kesenangan akan membuahkan hasil yang mamuaskan .

            Berpijak dari hal tersebit diatas menggugah keinginan penggarap untuk mewujutkannya kedalam sebuah garapan komposisi karawitan kreasi inovatif, dengan bernagai unsur-unsur komposisi, tekstur, pembagian ruang dan pola-pola disain motif yang vareatife memberikan kesan artistik yang sangat kuat

            Dengan memanfaatkan gambelan semara pagulingan sebagai media ungkap, kekuatan estetis, dinamis dalam komposisi ini digarap melalui karakteristik patet, melodi, ritme, dan permainan tempo sehingga melahirkan garapan komposisi karawitan yang berjudul “Anganing Bagia”

Penata Karawitan             : I Wayan Agustina

Pendudkung Karawitan  : Sanggar gambelan Cendana Batubulan

KOMENTAR VIDEO

Kekurangan

1. Penerangan atau tata lampu tidak merata, sehingga objek kelihatan dibagian depan terlalu mencolok dan dibagian samping dan belakang tidak jelas .

2. Penggunaan lampu terlalu terang dan monoton, jadi kurangnya terbantuk suasana.

3. Kurang adanya sound, jadi instrumen yang dibelakang seperti jublag,  gong kempur terdengar kurang jelas.

 

 

Saran

Saran saya dalam pementasan ujian ini  instrumen  , gong , kempur, jublag hendaknya dipasangkan mik atau sound system agar terdengar lebih jelas, karena instrumen tersebut berperan sangat penting sebagai melodi intrumen tersebut memberikan kesan baik dan tidak baiknya gending atau lagu dalam pementasan gambelan tersebut.

Desember 29, 2011

Komentar Video Menori

Filed under: Tak Berkategori —— bagusrismawan @ 11:56 am

Penata Nama       : Ni Luh Sylvia Rostina Sudira Nim : 200701005 Program Studi : Seni Tari

Sinopsis                : Menggambarkan keindahan Bunga Menori dengan pancaran putih kemilau, tumbuh di semesta ibu pertiwi, bagaikan keagungan Dewa Dewi, menjadi kembang penghias Puspalingga.

Penata Karawitan : I Gede Suweca, S.Sn Pendukung Tari : 1. Ni Luh Gede Dita Rini Rahayu (Mahasiswi UNDIKNAS University) 2. Kadek Yuning Meila Kesari (Siswi SMPN 2 Kuta Selatan) 3. Putu Mustika Saraswati (Alumni Politeknik Negeri Bali Jimbaran) 4. Herlina Arisetyani (Siswi SMAN 1 Kuta Selatan) Pendukung Karawitan : Sanggar Nara Iswara.

Komentar video:

Dari segi penataan lampu:

Terlihat masih kurang karena peletakan lampu hanya di bagian atas, menurut saya akan lebih bagus kalau ada beberapa lampu yang diletakkan dibagian depan bawah.

Dari segi sound sistem:

Kalau dilihat dari segi suara gamelan, suara gangsa dan kantil lebih menonjol dan suara yang lain kurang jelas, seperti kendang, kempur, klentong, calung, sehingga perlu menggunakan mikropun yang lebih merata supaya mendapatkan suara gamelan yang merata.

Powered by WordPress WPMU Theme pack by WPMU-DEV.