Gamelan Genggong di Desa Batuan

Posted in Tulisan on Februari 18, 2013 – 2:40 pm
Post a comment

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1 Latar Belakang

Bali dikenal oleh masyarakat luas adalah karena keagungan budaya yang berkembang dan tersohor akibat berbagai unsure penunjang dan salah satu diantaranya adalah unsure kesenian yang merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam mendukung kebudayaan secara universal.

Kesenian dengan berbagai bentuk dan wujudnya telah berkembang dengan pesat sesuai dengan perkembangan zaman. Adapun salah satu kesenian tersebut adalah seni karawitan. Seni karawitan yang dimaksud disini adalah seni karawitan instrumental. Karawitan instrumental adalah musik tradisi yang mempergunakan alat-alat sebagai sumber bunyi yang berlaraskan pelog/selendro. Alat-alat yang dimaksud sudah barang tentu berupa gamelan baik dalam bentuk barungan/ensambel maupun tungguhan/instrument.

Karawitan Bali (musik instrumental) terdiri dari bermacam-macam bentuk dan bahan serta fungsinyapun berbeda-beda pula. Kendatipun demikian, banyak juga insur kesamaannya. Perbedaan gamelan yang dimaksud, ada yang dari perunggu, ada juga yang dari kerrawang, ada yang dari kayu, dan ada juga yang dari bambu. Salah satu karawitan yang bahannya lain dari pada yang lain adalah Genggong, yang terbuat dari pelapah enau.

Dalam jajaran karawitan Bali, Genggong merupakan suatu ensambel yang sangat unik. Namun demikian Genggong pada umumnya masih asing ditelinga masyarakat Bali, hal ini mungkin di sebabkan oleh pertumbuhan yang belum merata. Seperti Desa Batuan di Kabupaten Gianyar, di Desa munduk, Bestala, Kabupaten Buleleng, dan Desa budakeling Kabupaten Karangasem.

Genggong merupakan sebuah instrumen musik yang sudah kita warisi sejak zaman yang lampau. Sebagai instrumen musik tua, Genggong memiliki bentuk yang sangat kecil dan nampaknya sangat sederhana. Meskipun demikian, alat musik yang mudah di bawa ini sebenarnya memiliki akustik dan teknik yang cukup rumit. Tambahan pula bahwa genggong atau alat musik yang mempunyai prinsip yang hampir sama dengan genggong, tidak saja dapat kita jumpai di Bali melainkan hampir di seluruh dunia, misalnya di India dikenal dengan nama Morsing, di Eropa atau Amerika populer dengan sebutan Jew’s harp, dan sebagainya. Genggong merupakan sebuah instrumen musik yang sangat menarik. Alat musik ini terbuat dari pelepah enau (Bahasa Bali Pugpug), berbentuk segi empat panjang , dengaan ukuran panjang kurang lebih 16 cm dan lebar 2 cm. Ditangah- tengahnya sebuah pelayah sepanjang kurang lebih 12 cm; pada ujung kanan di buat lubang kecil tempat benang itu diikatkan pada sebuah potongan bambu kecil sepanjang 17 cm, sedangkan pada ujung kirinya diikatkan kain sebagai tempat pegangan ketika bermain. Pada mulanya genggong nampaknya merupakan sebuah instrumen yang dimainkan secara tunggal. Seorang pemain genggong akan menunjukan kebolehannya lewat inprovisasi gending- gending yang disukainya. Genggong sering dimainkan oleh para petani sambil melepas lelah di sawah, kadang- kadang di mainkan di rumah, bahkan tidak jarang bahwa seseorang memainkan genggong dengan maksud menarik perhatian wanita (kekasihnya), sebagaimana halnya dilakukan dengan instrumen suling. Kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi di Bali saja, melainkan juga terjadi pada beberapa daerah yang lain seperti; Eropa, Laos (pada suku Hmong ), dan lain – lainnya. Hanya saja dengan adanya parkembangan dunia yang sangat pesat dewasa ini, kebiasaan untuk menarik perhatian wanita dengan menggunakan genggong semakin jarang kita jumpai.
1.2 RUMUSAN MASALAH

Pada latar belekang karya tulis ini telah tertulis dan diterangkan bahwa bagaimana penting atau perlunya berkesenian dan juga didalam menyajikan ataupun didalam memainkan berbagai jenis alat musik khususnya gambelan Bali. Untuk itu sudah barang tentu banyak hal yang menjadi bahan pertimbangan dan sebagai bahan kajian untuk memperoleh suatu karya yang cukup baik. Didalam hal ini  sudah barang tentu  yang menjadi pokok permasalahan  serta pembahasan di dalam penulisan ini adalah:

1.2.1      Bagaimana cara membuat gambelan genggong?

1.2.2      Bagaimana cara memainkan gamelan genggong?

 

 1.3 TUJUAN PENELITIAN

Untuk mendapatkan hasil tulisan seperti yang diharapkan, dalam hal ini diharapkan tulisan atau laporan ini menjadi sesuatu yang berguna untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih mendalam tentang gamelan genggong dan cara memainkan alat musik dan gambelan genggong itu sendiri. Disamping itu pula untuk dijadikan bahan studi perbandingan serta berguna bagi penyebaran informasi tentang gamelan genggong. Didalam penulisan ini dapat dijabarkan tujuan penulisan yang ingin dicapai yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

  1. Tujuan umum

penulisan ini bertujuan agar bisa menambah wawasan serta pengetahuan bagaimana gamelan Bali khususnya genggong.

  1. Tujuan khusus
    1.  Untuk mengetahui bagimana cara pembuatan gamelan genggong.
    2. Untuk mengetahui cara memainkqn gamelan genggong.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat  memberikan pengetahuan kepada masyarakat khususnya masyarakat Bali  tentang pengertian gamelang genggong, bentuk gamelan genggong, cara pembuatan gambelan genggong dan cara memainkan gamelan genggong.

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1  Pengertian Genggong

Genggong merupakan sebuah instrumen musik yang sudah kita warisi sejak zaman yang lampau. Sebagai instrumen musik tua, Genggong memiliki bentuk yang sangat kecil dan nampaknya sangat sederhana. Meskipun demikian, alat musik yang mudah di bawa ini sebenarnya memiliki akustik dan teknik yang cukup rumit. Tambahan pula bahwa genggong atau alat musik yang mempunyai prinsip yang hampir sama dengan genggong, tidak saja dapat kita jumpai di Bali melainkan hampir di seluruh dunia, misalnya di India dikenal dengan nama Morsing, di Eropa atau Amerika populer dengan sebutan Jew’s harp, dan sebagainya. Genggong merupakan sebuah instrumen musik yang sangat menarik. Alat musik ini terbuat dari pelepah enau (Bahasa Bali Pugpug), berbentuk segi empat panjang , dengaan ukuran panjang kurang lebih 16 cm dan lebar 2 cm. Ditangah- tengahnya sebuah pelayah sepanjang kurang lebih 12 cm; pada ujung kanan di buat lubang kecil tempat benang itu diikatkan pada sebuah potongan bambu kecil sepanjang 17 cm, sedangkan pada ujung kirinya diikatkan kain sebagai tempat pegangan ketika bermain. Pada mulanya genggong nampaknya merupakan sebuah instrumen yang dimainkan secara tunggal. Seorang pemain genggong akan menunjukan kebolehannya lewat inprovisasi gending- gending yang disukainya. Genggong sering dimainkan oleh para petani sambil melepas lelah di sawah, kadang- kadang di mainkan di rumah, bahkan tidak jarang bahwa seseorang memainkan genggong dengan maksud menarik perhatian wanita (kekasihnya), sebagaimana halnya dilakukan dengan instrumen suling. Kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi di Bali saja, melainkan juga terjadi pada beberapa daerah yang lain seperti; Eropa, Laos (pada suku Hmong ), dan lain – lainnya. Hanya saja dengan adanya parkembangan dunia yang sangat pesat dewasa ini, kebiasaan untuk menarik perhatian wanita dengan menggunakan genggong semakin jarang kita jumpai.

 

2.2  Proses Pembuatan Genggong

Proses Pembuatan Genggong, bahan yang diperlukan untuk membuat Genggong adalah sebuah “papan pupung” kering dan benang. ”Papan pupung” ialah kulit pelapah daun enau yang sudah tua (kering) yang dalam bahasa Balinya disebut “papah jaka”.

Di dalam memilih atau menentukan bahan Genggong yang baik bagi seniman Genggong di Desa Batuan telah mempunyai suatu kepercayaan tertentu yang sering dijadikan ukuran untuk menentukan kualitas bahan Genggong yang akan dikerjakan. Dikatakan bahwa bahan Genggong yang baik, apabila pelapah enau itu sudah cukup tua (kalau dapat biar daunnya supaya kering di pohon). Jika ada pelapah yang sudah menunjukkan tanda-tanda suara nyaring ketika bergesekan satu pelapah dengan pelapah yang lainnya, itulah bahan Genggong yang baik.

Memang secara logika hal itu banyak menunjukan kebenaran. Sebab kalau pelapah enau itu belum cukup umur, jelas ia masih banyak mengandung kadar air. Sudah tentu suara yang dihasilkan tidak akan nyaring dan kalau dikeringkan kadang-kadang ia akan “kisut” (mengkerut).

Untuk mengerjakan bahan-bahan tersebut sehingga menjadi Genggong, diperlukan alat-alat sebagai berikut:

  1. Gergaji, belakas dan timpas.
  2. Pahat pemukul dengan segala ukuran.
  3. Pengutik, pusut dan pangot dengan segala ukuran.

Proses pembuatan Genggong tersebut cukup rumit serta sulit menjelaskannya. Secara singkat dapat diuraikan yaitu pelapah daun enau itu diiris-iris memanjang hingga menjadi papan pupug yang tipis, kemudian dipotong-potong dengan panjang kira-kira 20 cm dan lebar 212 cm, lalu proses dengan beberapa tahapan yang rumit dengan teknik tertentu hingga berbentuk sebuah Genggong.

Didalam membuat Genggong, harus mempunyai pengalaman, ketekunan dan kesabaran yang baik dibidang itu, karena resikonya kalau si pembuat Genggong kurang sabar dan kurang hati-hati akan sering berakibat patah. Untuk menghindari kegagalan tersebut seorang seniman pembuat Genggong memerlukan suasana yang tenang dalam mengerjakannya. Karena sulit dan rumitnya membuat Genggong, di Desa Batuan kini hanya ada beberapa tukang pembuat Genggong.

 

2.3  Teknik Bermain Genggong

 

Yang dimaksud teknik bermain Genggong disini yaitu  sebagaimana cara “menabuh” alat itu sehingga menimbulkan bunyi sesuai dengan kondisi alat dan kehendak serta kemampuan pemainnya, mengingat instrument ini mempunyai cara permainan yang unik.

Ketika hal ini penulis coba selidiki, tidak seorang pemain Genggong pun dapat memberikan metode atau definisi yang pasti bagaimana cara bermain Genggong. Menurut mereka, didalam belajar bermain Genggong mereka tidak dibekali dengan metode tertentu. Karena sering mendengar dan melihat orang bermain Genggong, mereka coba-coba meniru, karena tekun dan berbakat, akhirnya bias.

Apa yang diuraikan di atas ada benarnya juga. Mereka, mereka para pemain Genggong di Desa Batuan, belajar bermain Genggong tidak secara mengkhusus. Lingkungan pengaruh senilah yang memudahkan mereka mewarisi nilai-nilai yang ada disekelilingnya.

Menurut Pande Wayan Pageh, teknik bermain Genggong menurutnya adalah sebagai berikut:

  1. Buka mulut sesuai dengan lebar Genggong yang dimainkan.
  2. Tempelkan genggong pada mulut yang terbuka tadi secara horizontal. Tangan kanan memainkan tali,sementara tangan kiri memegang alatnya.

Keluarkan nafas secara “ngangkihin”, mainkan bentuk mulut maka lidah genggong itu akan bergetar menimbulkan bunyi yang khas.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Dari data yang penulis dapatkan maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

  1. Genggong merupakan sebuah instrumen musik yang sudah kita warisi sejak zaman yang lampau. Sebagai instrumen musik tua, Genggong memiliki bentuk yang sangat kecil dan nampaknya sangat sederhana.
  2. Proses Pembuatan Genggong, bahan yang diperlukan untuk membuat Genggong adalah sebuah “papan pupung” kering dan benang. ”Papan pupung” ialah kulit pelapah daun enau yang sudah tua (kering) yang dalam bahasa Balinya disebut “papah jaka”.
  3. teknik bermain Genggong disini yaitu  sebagaimana cara “menabuh” alat itu sehingga menimbulkan bunyi sesuai dengan kondisi alat dan kehendak serta kemampuan pemainnya, mengingat instrument ini mempunyai cara permainan yang unik.

3.2  Saran

Berdasarkan uraian di atas maka penulis dapat menyampaikan beberapa saran sebagai berikut.

  1. Genggong harus selalu dilestarikan karena genggong adalah salah satu musik yang diwarikan oleh nenek moyang kita.
  2. Sebaiknya para orang tua mewarikan  kepada para pemuda proses bembuatan genggong dan teknik bermain genggong.

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Suartanaya, Kadek. 1985. Genggong di Desa Batuan. Akademi Seni Tari Indonesia. Denpasar.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

LAMPIRAN

 


This entry was written by baguskrishna, filed under Tulisan.
Bookmark the permalink or follow any comments here with the RSS feed for this post.
Comments are closed, but you can leave a trackback: Trackback URL.