Gamelan – Karawitan Kontemporer – Galaksi 7
A. JUDUL : GALAKSI 7
B. LATARBELAKANG MASALAH
Dalam proses perdebatan tentang seni yang aktual di Indonesia, seni musik paling sering dipermasalahkan. Kenyataan ini sendiri sudah cukup menarik, namun sampai saat ini, hal itu tampaknya belum pernah disadari oleh pihak yang bersangkutan. Untuk pemahaman permasalahn seni musik kontemporer, kita harus menyinggung situasi tersebut terkebih dahulu. Fenomena perbedaan persepsi antara jenis-jenis seni kontemporer tidak terjadi di Indonesia saja; di Barat sendiri sering terdapat hal yang sama. Pada suatu pembukaan pameran lukisan kontemporer misalnya, lazimnya musik populer disajikan sebagai “kertas dinding” (baca: Musik semacam ini tidak bermakna, melainkan berfungsi sebagai latar belakang , sama dengan musik “bar” di hotel-hotel). Kalau kebetulan terjadi semacam pagelaran seni seni musik, jarang kita dapat mengalami jenis musik yang juga bersifat kontemporer. Dilihat dari sisi lain, rata-rata para seniman dari kalangan seni visual (dan terutama di Eropa) menghibur diri dengan musik populer-baik jazz mainstream/fusion, maupun gaya “pop-pseudo-advantgarde yang ngetrend”. Kalau kita dapat mengalami kasus yang berbeda, kenyataan itu-mau tidak mau-pasti merupakan suatu perkecualian.
Sebagai kesimpulan pertama dapat dirumuskan, bahwa tampaknya seni musik mempunyai ciri khas yang berbeda dari seni yang lain. Secara sekilas mungkin ada dua hal utama.
Pertama, musik memiliki unsur-unsur yang paling kuat dalam konteks keagamaan, politik, maupun fungsi sosial, karena aspek komunikasi, secara langsung, berhubungan dengan teater, tari dan khusus musik (buku dapat dibaca tanpa orang lain;lukisan bisa dilihat tanpa senimannya).
Kedua, justru oleh kekuatan ini, jenis-jenis musik di luar fungsi-fungsi tersebut biasanya hanya diterima kalau tidak ada makna atau kaitan tertentu, yaitu timbul kesan “musik sebagai kertas dinding”(lihat di atas). Ironinya, justru musik semacam ini dianggap “komonikatif”. Maka musik ini harus berdasarkan unsur-unsur yang cukup netral.
Adapun proses perselisiham atau dialog antar budaya merupakan kenyataan yang sekaligus global dan alami. Namun dalam hal ini terdapat berbagai hambatan yang amat mendalam, sehingga hanya satu pandangan yang tegas bisa menghasilkan berbagai daya tarik yang efektif. Dalam hal ini, kita semua kadang-kadang menghadapi berbagai kendala psikologis yang sulit diatasi. Tetapi kami berkeyakinan bahwa akhirnya hanya jalur itu yang bisa menimbulkan efek progesif untuk semua pihak yang bersangkutan.
Mencermati hasil kekaryaan musik para komposer yang mana akhir – akhir Ini menunjukan kondisi yang semakin mapan, salah satunya hal yang dapat dicermati dari hal itu tidak sedikit para komposer yang idealis dan ingin berkreativitas secara maksimal mulai mengembangkan bentuk – bentuk musik kontemporer sebagai wujud ekspresi kesenian. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kebebasan berekspresi dan bereksperimen secara maksimal tanpa diikat oleh sesuat peraturan – peraturan konvesional yang belaku pada umunya. eksperimen – eksperimen yang dilakukan bertujuan untuk mencari pembaharuan atau inovasi musik. composer kontemporer pada umunya menekuni musik eksperimen sebagai sarana ekspresi kesenian. Komponis yang memiliki idealisme tinggi dalam kekaryaannya musik, kepuasan batin adalah yang diutamakan dan tidak diukur dengan materi.
Musik kontemporer merupakan musik yang liar dan memiliki visi mengedepankan sifat – sifat kekinian. Musik yang mengemukakan sejak abad ke -20 di Indonesia ini muncul akibat pertemuan dua tradisi, yaitu tradisi budaya Indonesia dan tradisi budaya Eropa. Pertemuan musik etnik yang beraneka ragam di Indonesia dengan musik klasik dari Eropa telah banyak meberikan warna baru, sehingga banyak komponis – komponis dari Barat maupun Indonesia mengkolaborasikan dua kebudayaan ini. Eksperimen inilah selanjutnya menghasilkan musik yang kebanyakan orang mengatakan sebagi musik baru, musik inovatif, atau musik ekspeimental.
Setelah memahami apa yang sudah dipaparkan diatas mengenai kreativitas dan musik kontemporer, maka berpijak dari sinilah muncul sebuah imajinasi yang menghasilkan ide untuk membuat sebuah garapan musik kontemporer yang akan diajukan pada Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yaitu pada bidang Karya Cipta. Hal ini diperoleh atas pertimbangan potensi mahasiswa atau penata secara maksimal untuk berkreatifitas tanpa harus terbelenggu oleh aturan-aturan yang telah disepakati dalam musik-musik tradisi. Penata ingin memberikan kebebasan untuk berimajinasi, namun tetap berorientasi pada prinsip komposisi serta konsep-konsep estetika dengan arah karya ini.
Ide garapan adalah sebuah hal yang paling awal dari suatu proses penciptaan. Dapat dikatakan tidak ada sesuatu karya yang terbentuk tanpa adanya suatu ide yang merupakan gagasan pikiran yang akan disampaikan dari karya tersebut. Dalam penggarapan suatu karya, ide tersebut tidak dapat ditebak waktu kemunculannya. Terkadang muncul secara tiba – tiba, namun terkadang harus dicari dengan cara merenung ataupun dari beberapa aktivitas seperti membaca, menonton , mendengarkan dan sebagainya.
Mengenai ide garapan ini, penata ingin mewujudkan suatu garapan atau karya musik kontemporer yang lebih menonjolkan ritme, tempo, perubahan tangga nada(pathet), jalinan nada(counterpoint) dan dinamika. Pengolahan nada sebagai unsur melodi tetap dimunculkan dengan intensitas yang kecil , walaupun alat yang di pakai sebagai media ungkap adalah alat musik tradisi, akan tetapi penata mencoba berekspresi dan bereksperimen secara bebas tanpa harus berpacu pada aturan – aturan musik tradisi dengan segala kemampuan yang dimiliki, sehingga akan terwujud sebuah karya yang dibilang kontemporer tapi bisa diterima di kalangan masyarakat umum. karena memakai alat tradisi sebagai media ungkapnya.
Untuk membuat suatu karya yang indah maka perlu adanya suatu konsep garap estetis. Menurut Manroe Beardsley seorang ahli estetika abad ke-20 menyatakan bahwa ada 3 unsur yang menjadi sifat-sifat membuat baik atau mudahnya suatu karya seni. Ketiga unsure tersebut adalah; kesatuan (unity), kerumitan (compleksity), dan kesinggungan (intensity). Dalam garapan ini, ketiga unsure diatas akan penata gunakan sebagai alur oijak untuk membuat garapan ini agar memiliki nilai estetis. Unsur kesatuan (unity) akan diaplikasikan kedalam bentuk totalitas garapan ini yang tidak dapat dipisahkan,walaupun masing-masing dari instrumen memiliki pola yang berbeda. Unsur kerumitan(compleksity) akan ditampilkan dalam bentuk ragam teknik permainan instrument serta pengolahan ritme,tangga nada(pathet), ukuran bunyi, tempo, dinamika, harmoni, counterpoint, dan nada. Terakhir adalah unsur kesinggungan(intensity) penata mencoba menampilkan komposisi yang notabene nya lebih pada perubahan tangga nada(pathet) pada setiap transisi dan adanya counterpoint dalam komposisi garapan ini.
Garapan ini menggunakan Barungan(ensamble) dari alat musik tradisi Bali yaitu Gamelan Semarandhana dengan penambahan suling dan rebab yang cara memainkannya tetap sama hanya jenis musiknya berbeda dari musik tradisi dan kreasi. Gamelan Semarandhan merupakan gamelan pelog 7 nada, berasal dari kata Semara dan Dhana. Semara artinya Suara dan Dhana artinya Kaya. Jadi, Gamelan Semarandhana adalah Gamelan pelog 7 nada yg memiliki minimal 3 pathet(tangga nada) dan masing-masing pathet memiliki nuansa musical yang berbeda. Oleh karena itu, kami memakai gamelan semarandhana dalam penggarapan ini agar lebih memudahkan penata untuk meluapkan ide dan imajinasinya dengan bebas. Awal mula keberadaan gamelan semarandhana karena dulunya pada saat ASTI yang sekarang bernama ISI Denpasar sering menggarap sendra tari dengan 2 gamelan, yaitu; Gong Kebyar dan Semara Pegulingan saih pitu oleh I Wayan Berata ini digabungkan, hasil eksperimen pertama menjadi genta pinara pitu, kemudian disempurnakan lagi sehingga menjadi gamelan semarandhana. Dengan adanya gamelan semarandhana ini memudahkan ASTI pada saat itu untuk menggarap sendra tari yang tidak lagi menggunakan 2 barungan, cukup menggunakan gamelan semarandhana saja. Gamelan semarandhana pertama dimiliki oleh Puri Saren Ubud.
Judul garapan ini adalah “Galaksi 7”. Di dalam ilmu astronomi, galaksi diartikan sebagai suatu sistem yang terdiri atas bintang-bintang, gas, dan debu yang amat luas, dimana anggotanya memiliki gaya tarik menarik (gravitasi). Suatu galaksi pada umumnya terdiri atas miliaran bintang yang memiliki ukuran , warna, dan karakteristik yang sangat beranekaragam. 7 diambil dari penggolongan gamelan semarandhana yang tergolong pelog 7 nada.
Galaksi adalah kumpulan bintang yang membentuk suatu sistem terdiri atas satu atau lebih benda angkasa yang berukuran besar dan dikelilingi oleh benda-benda angkasa lainnya sebagai anggotanya yang bergerak mengelilinginya secara teratur.
Dari pengertian galaksi diatas, penata mencoba menuangkan pengertian galaksi ke dalam bentuk garapan kontemporer. Suatu galaksi pada umumnya terdiri atas miliaran bintang yang memiliki ukuran, warna, dan karakteristik yang sangat beranekaragam. Dalam penggarapan ini, penata mencoba memadukan berbagai macam arah nada , tingkatan bunyi, adanya jalinan melodi(counterpoint), adanya transisi dengan perubahan tangga nada(pathet), irama(ketukan) dan karakteristik dari masing-masing instrumen yang berbeda-beda.
Karya baru ini terbentuk dari enam aspek ide dasar yang kemudian berproses menjadi bentuk yang lebih besar, namun kerangka dasarnya tetap bertumpu pada kelima aspek tersebut. Setelah hasil akhir pada proses pembentukan muncullah multi aspek yang sulit diprediksi. Sama halnya dengan galaksi yang sampai saat ini sulit diprediksi keberadaanya. Dapat dilihat dari banyaknya para ilmuan yang mendefinisikan galaksi dengan sudut pandang yang berbeda-beda. Dalam garapan ini banyak aspek-aspek yang terdapat dalam komposisi garapan ini yang sulit diprediksi. Ketiga aspek tersebut adalah:
1. Arah Nada
2. Tingkatan Bunyi
3. Karakteristik
4. Tangga Nada (pathet)
5. Jalinan Melodi (counterpoint)
6. Ritme (ketukan)
Bumi termasuk dalam galaksi Bima Sakti (Milky Way). Di dalam galaksi bima sakti terdiri atas miliaran bintang, satu bintang yang terdapat dalam galaksi bima sakti adalah Matahari. Matahari dulunya dikelilingi oleh 9 Planet, tapi sekarang hanya tersisa 8 Planet, yaitu Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus. Planet Pluto telah keluar dari Orbitnya sehingga tidak lagi menjadi anggota dari galaksi bima sakti. Terinspirasi dari pemaparan diatas, penggarap berupaya menampilkan satu komposisi yang lebih menonjolkan adanya perubahan pathet dari setiap transisi, ada bagian-bagian dimana bagian tersebut telah keluar dari komposisi awal dan akan sendirinya membentuk komposisi baru.
C. PERUMUSAN MASALAH
Berangkat dari situasi dan media yang ada, penata berusaha menggali gagasan yang muncul dari dalam diri pribadi dan menangkap momen-momen artistik yang terjadi untuk menciptakan karya komposisi karawitan. Hal ini bukan hanya situasi saja yang dibayangkan, tetapi faktor media merupakan bagian penting untuk dapat mentranspormasikan situasi yang ingin disampaikan. Dalam proses karya karawitan ini, penata mencoba merangsang diri dengan berbagai motivasi dan sejauh mana ide atau gagasan bisa tertuang dalam garapan, sehingga unsur-unsur pembentuk karya dapat menyatu dalam satu kesatuan yang harmonis.
Dengan kelebihan yang dimiliki, yaitu beragamnya pathet(tangga nada) yang bisa digunakan untuk ungkapan imajinasi dari penata, gamelan semarandhana cukup potensial dipergunakan sebagai media ungkap, dengan mengaktualisasikan permaianan pathet, warna suara, dan counterpoint. Untuk mewujudkan karya karawitan kontemporer Galaksi 7 dengan mempergunakan gamelan Gong Semarandhana sebagai media, aspek-aspek penggarapannya dapat dirumuskan sebagai berikut :
- Bagaimana mengimplementasikan “sistem tata surya yang membentuk suatu galaksi” ke-dalam sebuah karya karawitan kontemporer ?
2. Sejauh mana pengembangan teknik permainan, motif dan melodi yang mampu dihasilkan, dengan mengolah unsur-unsur musikal dalam barungan Gong Semarandhana sehingga terwujud komposisi karawitan kontemporer ?
D. TUJUAN
Tujuan penciptaan karya karawitan kontemporer ini, adalah :
- Untuk belajar menuangkan ide ke dalam sebuah karya seni yang berbentuk komposisi musik karawitan kontemporer.
- Untuk mengembangkan serta melestarikan warisan seni budaya khususnya gamelan Semarandhana.
- Untuk mengembangkan teknik pukulan dalam permainan gamelan Semarandhana.
- Untuk meningkatkan dalam merespon ide-ide baru yang dituangkan ke dalam bentuk komposisi musik karawitan.
- Untuk mewujudkan salah satu bentuk keragaman karawitan Bali, yang memiliki identitas dan karakteristik tersendiri.
- Mengembangkan seni karawitan, sebagai sebuah tontonan musikal-instrumental.
- Mengembangkan model penciptaan seni karawitan Bali, yang kini sudah banyak dipengaruhi oleh kreativitas penciptaan musik akibat adanya sentuhan budaya masyarakat plural Indonesia.
- Agar kita bisa lebih mengetahui bagaimana sistem tata surya itu bisa terbentuk menjadi sebuah galaksi yang pada konteks ini terlihat dari komposisi garapan yang terinspirasi dari sistem tata surya tersebut.
E. LUARAN YANG DIHARAPKAN
Luaran yang diharapkan melalui penciptaan ini adalah karya karawitan yang diberi judul ”Galaksi 7”, berbentuk karawitan kontemporer, suatu pengolahan komposisi yang telah mengalami perubahan secara mengkhusus yang mencoba terbebas dari aturan-aturan komposisi karawitan tradisi.
Karya karawitan Galaksi 7 adalah karya seni yang berbentuk musik karawitan kontemporer yang sudah terlepas dari ikatan tradisi pada komposisinya. Lebih cenderung menampilkan jalinan nada(counterpoint) dan perubahan tangga nada(pathet) pada komposisi garapan. Tema yang diangkat merupakan visualisasi tentang bagaimana sistem galaksi itu berjalan sesuai dengan sistemnya, tapi bagian dari sistem itu sewaktu-waktu bisa hilang dari pusat sistem tersebut karena telah keluar dari orbitnya (Planet Pluto) dan pada konteks garapan kali ini ditampilkan adanya suatu pengolahan transisi yang pada dasarnya tidak ada keterkaitannya tapi akan ada saatnya dimana pola-pola itu tersendiri akan berkaitan satu sama lain serta ada bagian-bagian dimana bagian tersebut telah keluar dari komposisi awal dan akan sendirinya membentuk komposisi baru.
F. KEGUNAAN
Hasil penciptaan ini diharapkan dapat bermanfaat terhadap pengembangan wawasan metode penciptaan di bidang seni pertunjukan dan mampu memberi motivasi dalam menindaklanjuti kajian ilmiah untuk peningkatan kualitas penciptaan bagi kepentingan lembaga, khususnya bagi ISI Denpasar.
Dalam konteks pengembangan ilmu, hasil penciptaan karya karawitan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan secara akademik terutama pada mata Teknik Karawitan dan Praktek Karawitan. Disamping itu, penciptaan karya karawitan ini adalah sebagai upaya menumbuhkan budaya kritis-analisis terhadap munculnya fenomena baru termasuk unsur-unsur perubahan dalam seni pertunjukan Bali yang sarat dengan ide-ide pembaharuan. Manfaat praktis diharapkan dapat menambah pengalaman dan pengetahuan tentang penciptaan karya seni, terutama penciptaan seni karawitan daerah Bali. Sedangkan secara teoretis karya karawitan ini diharapkan dapat bermanfaat terhadap :
- Semangat penciptaan seni karawitan di kalangan para komposer dan mahasiswa Institut Seni Indonesia Denpasar.
- Khasanah cipta seni yang bersumber dari nilai-nilai seni etnik daerah Bali yang memakai media gamelan Gong Semarandhana.
- Apresiasi terhadap dunia seni yang bukan hanya bersifat hiburan atau tontonan semata, tetapi juga memiliki manfaat edukasi bagi pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.
G. TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka merupakan sumber acuan yang ada relevansinya dengan penciptaan ini. Beberapa pustaka yang ditelaah diharapkan dapat bermanfaat untuk menelusuri materi yang berkaitan dengan penciptaan yang dilakukan. Terkait dengan penciptaan ini, kajian pustaka dibagi menjadi dua ; pertama, kajian pustaka yaitu pustaka yang ada relevansinya dengan rencana penciptaan, dapat memberikan inspirasi dan petunjuk dalam proses penciptaan yang dilakukan. Kedua, tinjauan discografi melalui hasil-hasil rekaman audio, dan audio visual dalam bentuk pita kaset, video, CD, dan VCD yang menampilkan hasil-hasil karya komposisi kontemporer.
- Sumber pustaka yang dapat memberikan inspirasi tentang ide dan petunjuk dalam proses penciptaan, adalah :
Buku yang berjudul Menjelajahi Bintang, Galaksi, dan Alam Semesta karya A.Gunawan Admiranto(2009 : 121 ), menguraikan tentang keberadaan galaksi-galaksi di alam semesta.
Carole Stott dalam bukunya yang berjudul Bintang&Planet (2007:14), menyebutkan bahwa planet Pluto telah keluar dari orbit Galaksi Bima Sakti.
Hartono dalam bukunya yang berjudul Geografi Jelajah Bumi dan Alam Semesta (2007:27) menyebutkan tentang teori pembentukan suatu galaksi.
I Komang Sudirga. Musik Kontemporer di Tengah Arus Pergulatan Musik Tradisi dalam Mudral seni budaya,volume 17 no 2.Denpasar . Institut Seni Indonesia ,2005.
Musik Kontemporer dan Persoalan Interkultural. Dieter Mack . Bandung : Arti . 2004. Buku ini merupakan sebuah kumpulan esai yang secara kritis menyoroti masalah music kontemporer dan persoalan intercultural di Indonesia . Buku ini banyak memberikan gambaran kepada penata mengenai bentuk – bentuk musik kontemporer .
Corat – coret Musik Kontemporer Dulu dan Kini . Suka Hardjana. Jakarta : Ford Foundation
dan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia . 2003. Buku ini banyak memberikan masukan-
masukan kepada pinata tentang masalah – masalah musik kontemporer dari dulu hingga kini .
- Sumber Discografi
Rekaman VCD karya Dewa Ketut Alit , dengan judul “Genetik”. Dari rekaman video ini penata mendapat masukan mengenai cara – cara
membuat arah nada, irama(ketukan) dan membuat tingkatan bunyi.
Rekaman VCD karya I Gede Yudana, dengan judul “Water One”. Dari rekaman video ini, penata mendapat masukan mengenai cara-cara membuat jalinan nada agar terdengar harmoni dan bagaimana cara menonjolkan karakteristik dari masing-masing instrumen dalam sebuah garapan.
H. METODE PELAKSANAAN
Terwujudnya karya karawitan yang diberi judul Galaksi 7 adalah dengan mempertimbangkan aspek-aspek keutuhan, kerumitan dan kesungguhan untuk memenuhi tujuan estetis. Aktivitas penciptaannya diterapkan melalui metode, dengan meminjam pendapatnya Alma M. Hawkins menggunakan tiga tahapan, yaitu ; eksplorasi, improvisasi, dan forming (Sumandiyo Hadi, 2003 : 27 – 49).
Tahap eksplorasi menyangkut perenungan ide, observasi, penjelajahan terhadap nada, ritme, yang akan diolah dalam ciptaan karya ini. Pada tahapan ini penata lebih banyak untuk melakukan pemilihan, analisis, dan pengolahan materi gending. Dalam memilihnya penata harus rajin membuka-buka file dokumen sehingga ada beberapa motif dari garapan sebelumnya yang dianggap menarik “dikutip” kembali dengan warna dan pengolahan yang baru. Begitu pula, tidak mengabaikan sederet hasil karya seniman lainnya yang dianggap bagus untuk mencari kemungkinan-kemungkinan baru dari motif-motif dan pola-pola garap musikal yang telah ada sebelumnya, baik yang berkaitan dengan bentuk maupun suasana yang penata inginkan.
Tahap improvisasi adalah tahap untuk melakukan “pencarian”, terutama dalam hal penyusunan materinya. Teknik yang penata lakukan dalam tahap pencarian ini antara lain ; pengulangan, pemindahan ritme ke nada lain, peniruan, pengurangan dan penambahan serta penggabungan dari beberapa teknik.
Tahap pembentukan (forming) adalah tahap penggabungan dari hasil improvisasi yang telah dituangkan. Didalam penataan bentuk, penata selalu melakukan pembenahan-pembenahan terhadap rasa musikal yang dianggap kurang sesuai untuk terus disempurnakan sehingga memenuhi standar estetis sesuai dengan keinginan penata. Disamping aspek bentuk juga dilakukan penataan terhadap aspek isi dan penampilan untuk mewujudkan keharmonisan sebagai sebuah penyajian yang presentasi estetis.
DAFTAR PUSTAKA
Admiranto, A. Gunawan, 2009, ”Menjelajahi Bintang,Galaksi, dan Alam Semesta”,Kanisius,Yogyakarta.
Stott, Carole, 2007, ”Bintang&Planet”, Erlangga, Jakarta.
Hartono, 2007, “Geografi Jelajah Bumi dan Alam Semesta”, Citra Praya, Bandung.
Sudirga, I. Komang, 2005 “Musik Kontemporer di Tengah Arus Pergulatan Musik Tradisi”, Mudral seni budaya,volume 17 no 2.Denpasar . Institut Seni Indonesia.
Mack, Dieter, 2004, “Musik Kontemporer dan Persoalan Interkultural”, Arti, Bandung.
Hardjana, Suka, “Corat – coret Musik Kontemporer Dulu dan Kini”, 2003, Ford Foundation dan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, Jakarta.