Sejarah Desa Sidan dan Peninggalan-peninggalan bersejarah

Maret 21st, 2018

Sejarah desa sidan dan peninggalan yang ada  Dalam sejarahnya, konon awalnya letak Desa Sidan (Kerajaan Sidan) berada di Dusun Pegesangan yang lokasinya 1 km sebelah selatan Desa Sidan sekarang. Namun, dikarenakan ada suatu sebab membuat Kerajaan Sidan kemudian dipindahkan ke Utara dan lantas dikenal dengan nama Desa Sidan seperti sekarang ini. Desa Sidan sendiri menawarkan pemandangan alam yang alami, asri, dan sejuk karena lokasinya berada di perbukitan. Selain mengandalkan keindahan dan kekayaan alamnya, desa ini juga terkenal karena memiliki objek wisata purbakala , peninggalan-peninggalan  zaman lampau di desa sidan meliputi :Pura Dalem Sidan,Pura Bukit Camplung,gambelan angklung sidan dan tulisan-tulisan kuno di area tebing pura tersebut .

 

 

  1. PURA DALEM SIDAN

 

 

 

 

Pura Dalem Sidan didirikan oleh tetua dari Pura Sidan yakni I Dewa Gede Pindi sekitar abad ke-17. Kemudian dua setengah abad setelahnya, atau tepatnya tahun 1948 pura ini direnovasi oleh puteranya Dewa Gede Pindi sendiri bernama I Dewa Kompyang Pindi. Pura ini layaknya pura-pura di Bali

lainnya memiliki seni arsitektur yang tinggi dan sarat dengan kedalaman filosofis agama Hindu.

  1. STAGE BARONG SIDAN

 

 Stage Barong Sidan merupakan areal yang khusus dibangun untuk menyaksikan berbagai pertunjukan kesenian-kesenian khas Bali bagi para wisatawan yang datang. Stage ini dibangun di sebelah Barat Pura Dalem Sidan, atau tepatnya di areal teras pesawahan yang indah. Bagi para wisatawan yang ingin menyaksikan berbagai pertunjukan Barong khas Sidan,Stage ini juga sering d gunakan dalam pementasan calonaran dn ilen-ilen lain nya sa’at puja wali dpura dalem sidan

  1. PURA BUKIT CAMPLUNG

 

Pura ini dibangun 100 meter di sebelah Timur Laut Pura Dalem Sidan. Pura Bukit Camplung dibangun begitu megah dan berdiri diatas sebuah tebing, yang mana tebing tersebut penuh dengan tulisan-tulisan kuno yang hingga kinipun tak ada yang tahu apa makna dari tulisan kuno tersebut,banyak pendeta dan sulinggih yang datang ke pura tersebut dan tidak satu pun yang bisa membaca tulisan kuno itu dan memahami maknanya .                    Banyak masyarakat sekitar yang percaya bahwa Pura Bukit Camplung dijadikan tempat para dewa untuk menganugerahkan Gambelan Angklung Sidan yang sangat terkenal sampai ke mancanegara. Pura ini juga dikenal dengan sebutan Pura Masceti.

 

 

E . FOTO-FOTO TEBING DI SEKITAR PURA BUKIT CAMPLUNG

Asal mula Tari Legong

Maret 21st, 2018

Tidak pernah ada yang menjumpai kata “legong” dalam catatan-catatan kuno. Diduga kata legong berasal dari kata “leg” yang artinya gerak tari yang luwes atau lentur yang merupakan ciri pokok tari Legong. Adapun “gong” yang berarti instrument pengiringnya artinya gamelanLegong dengan demikian mengandung arti gerak tari yang terikat (terutama aksentuasinya) oleh gamelan yang mengiringinya. Gamelan yang dipakai mengiringi tari legong dinamakan Gamelan Semar Pagulingan.

Salah satu bentuk tarian asli yang sangat tua umurnya adalah tari Sang Hyang yang merupakan media keagamaan yang sangat penting dan dipertunjukan dalam upacara keagamaan. Perbendaharaan geraknya berupa gerak-gerak peniruan alam yang dibuat amat abstrak dan distilisasikan, yang kemudian dipakai dalam tariLegong. Dalam perkembangannya gerak-gerak tersebut diperindah dan disempurnakan wujudnya.

Legong yang kita ketahui sekarang merupakan percampuran dari elemen-elemen tari yang berbeda sekali jenisnya. Elemen tersebut berasal dari kebudayaan Hindu Jawa yang dituangkan dalam bentuk tari klasik yang disebut GambuhGambuh merupakan tipe drama tari yang berasal dari pra-Islam Jawa dan mungkin sudah dikenal di Bali sejak permulaan abad ke-15.

Untuk Legong, cerita yang paling umum dipakai sebagai lakon ialah cerita Lasem yang bersumber dari cerita Panji. Elemen cerita bukan suatu hal yang paling menarik dalam tari Legong karena cara pendramaannya sangat sederhana dan abstrak. Kenyataannya orang tidak dapat mengerti tari Legong tanpa mendengarkan dialog darijuru tandak, penyanyi pria yang duduk di tengah-tengah gamelan.

Menurut Babad Dalem Sukawati, sebuah riwayat tua desa Sukawati, Gianyar, tari Legong diciptakan berdasarkan mimpi I Dewa Agung Made Karna, raja Sukawati yang bertakhta pada 1775-1825 M. I Dewa Agung Made Karna sedang melakukan tapa di pura Jogan Agung Ketewel dekat desa Sukawati. Dalam semadinya beliau bermimpi melihat bidadari sedang menari di Surga. Mereka menari dengan busana indah dan memakai hiasan kepala dari emas.

Ketika sadar dari mimpinya, I Dewa Agung Made Karna memerintahkan kepeda Bendesa Ketewel (kepala desa) untuk membuat beberapa topeng dan menciptakan suatu tarian yang mirip dengan impiannya. Tidak lama setelah itu, Bendesa Ketewel berhasil membuat sembilan buah topengnya diragakan oleh dua orang penari SangHyang dan yang kini sudah memakai koreografi yang pasti diduga telah diciptakan waktu itu.

 

Beberapa lama setelah terciptanya Sang Hyang Legong, sebuah kelompok kesenian yang dipimpin I Gusti Jelantik dan Blahbatuh mempertunjukan tari Nandir yang gayanya hampir sama dengan tari Sang Hyang Legong, kecuali penari dua anak laki-laki yang tidak memakai topeng. I Dewa Agung Manggis segera memerintahkan dua orang seniman dari Sukawati untuk menata tari Nadir agar dapat diperagakan oleh anak-anak perempuan. Sejaka saat itulah tari Legong Klasik diciptakan sampai sekarang.

Pada mulanya tari Legong merupakan kesenian feudal dari kaum triwangsa di Bali. Legong dalam inspirasi dan kreasinya sama dengan Gmabuh, yaitu suatu kesenian dari istana. Kesenian ini berkembang sesuai dengan pola kebangsawanan dan mendapat dorongan dari para raja zaman dahulu. Para petugas kerajaan memeriksa ke desa-desa untuk mendapatkan anak-anak perempuan yang berbakat untuk dilatih dan dijadikan penari Legong. Proses terjadinya tari Legong sudah merupakan konsep dalam seni pertunjukan yang mampu berkreasi terutama seniman-seniman, mengambil elemen dari kerakyatan yang dikembangkannya menjadi kesenian yang tinggi mutunya.

Sampai sejauh ini, belum dapat dipastikan kapan sesungguhnya tari Legong diciptakan. I Gusti Gede Raka, seorang guru Legong dari desa Saba, mengatakan bahwa Legong telah dikenal di desanya sejak 1811 M. Ungkapan ini sesuai dengan Babad Dalem Sukawati.

Lakon yang biasa dipakai dalam Legong kebayakan bersumber pada:

  1. cerita Malat khususnya kisah Prabu Lasem,
  2. cerita Kuntir dan Jobog (kisah Subali Sugriwa),
  3. Legod Bawa (kisah Brahma Wisnu tatkala mencari ujung dan pangkal Lingganya Siwa),
  4. Kuntul (kisah burung),
  5. Sudarsana (semacam Calonarang),
  6. Palayon,
  7. Chandrakanta dan lain sebagainya.

 

  1.      Tujuan Pertunjukan Tari Legong

            Di samping itu, nilai sakral pertunjukan Legong tersimpan di dalam gerak tarinya sendiri. Sebelum tarian dimulai, kedua penari Legong duduk pada kursi di muka gamelan, berayun ke kiri dan ke kanan, sebagai peniruan tari kerawuhan.

Tari Legong masih erat hubungannya dengan agama, baik dari segi sejarah maupun pertunjukannya. Dalam hal ini, sama dengan tari Sang Hyang. Nilai keagamaan dan kepercayaan yang diasosiasikan dengan tari Legongialah kebudayaan keraton Hindu Jawa. Kebudayaan tersebut amat berbeda sifatnya kalau dibandingkan dengan kebudayaan pra-Hindu di Bali yang ekspresinya terungkap dalam tari Sang Hyang. Pada saat ini hubungan tariLegong dengan agama Hindu sangat beda sifatnya. Tari Legong tidak lagi merupakan manifestasi dari leluhur, seperti halnya Sang Hyang, namun dipertunjukan untuk hiburan para leluhur. Dengan kata lain, tari Legongdipentaskan

untuk menghibur para leluhuryang turun dari kahyangan, termasuk para raja yang hadir pada upacara odalan yang datangnya setiap 210 hari.

Seperti kesenian istana lainnya, tari Legong dijadikan suatu tradisi sebagai pameran yang mencerminkan kekayaan dan kemampuan para raja pada zaman lampau. Para petugas istana berusaha memperoleh wanita-wanita yang paling cantik dan berbakat kemudian dilatih untuk dijadikan penari Legong, dan banyak di antaranya menjadi abdi keraton.

  1.  Tempat Pertunjukan

Di dalam proses perubahan Sang Hyang menjadi Legong melalui Gambuh, terjadilah satu proses sekularisasi walaupun Legong masih bersifat ritual. Legong tidak lagi dipentaskan di jeroan pura, tetapi pada sebuah kalangan, baik di dalam maupun di luar halaman pura. Kalangan berbentuk segi empat panjang di atas tanah, dengan ukuran panjang delapan meter dan lebar enam meter. Kalangan dikelilingi oleh bambu yang dihiasi dengan janur. Dindingnya dibuat rendah sehingga penonton dapat melihat sambil duduk di atas tanah. Penonton dapat melihat dari tiga jurusan. Adapun gamelan diletakkan pada satu sisi yang berlawanan dengan tampilnya Legong itu.                       Meskipun kalangan tidak lagi dibuat di jeroan pura, tempat pertunjukannya perlu dibersihkan dengan suatu upacara oleh seorang pemangku (penghulu agama) yang menghaturkan sesajen dan doa-doa untuk keselamatan pementasan tari Legong.

Kalangan diatur sesuai dengan arah spiritual dalam agama Hindu, yaitu Legong tampil dari arah utara yang menggambarkan lini sakral dari Gunung Agung. Gamelan pengiringnya yang terletak di belakang penari-penariLegong berfungsi sebagai latar belakang pertunjukan tersebut.

 

  1.     Motif Gerak Pada Tari Legong

Pada motif gerak tari (karana) Legong memang bermuara kepada dasar gerak tari Gambuh, yang memang telah memiliki tata krama menari yang ketat, termuat dalam lontar Panititaling Pagambuhan, yakni mengenai dasar-dasar tari yakni agem, posisi gerak dasar yang tergantung dari perannya, ada banyak jenis agem. Kemudian Abah Tangkis, gerakan peralihan dari agem satu ke agem yang lainnya, ada tiga jenis Abah tangkis. Dasar selanjutnya adalah Tandang, yakni cara berjalan dan bergeraknya si penari, dari sini akan dikenal motif gerak seperti ngelikasnyeleognyelendonyeregseg, kemudian tandang nayogtandang niltilnayung dan agemnyamir. Untuk melengkapi dikenal pula dasar tari yakni Tangkep, yang memuat seluruh dasar-dasar ekspresi, mulai dari gerakan mata, ada yang namanya dedeling, manis carengu, kemudian gerakan leher ada yang disebutGulu WangsulNgilenNgurat daunngeliyetngotak bahu bahkan termasuk gerakan jemari, yaitu nyeleringgirah,nredeh dan termasuk pula aturan menggunakan kipas; nyekelnyingkel dan ngaliput. Ciri yang sangat kuat dalam tari Legong adalah gerakan mata penarinya yang membuat tarian tersebut menjadi hidup dengan ekspresi yang sangat memukau oleh penarinya.

Struktur tari Legong secara khusus adalah pepeson, bapang, ngengkog, ngaras, pepeson muanin oleg, danngipuk. Sedangkan secara umumnya terdiri dari papesonpangawakpengecet, dan pakaad. Keterampilan dalam membawakan tari Legong, kesesuaiannya dengan penguasaan jalinan wiraga, wirama dan wirasa yang baik, sesuai dengan patokan agem, tandang, dan tangkep.

 

  1. Busana Tari Legong

      Busana khas legong yang berwarna cerah (merah, hijau, ungu) dengan lukisan daun-daun dan hiasan bunga-bunga emas di kepala yang bergoyang mengikuti setiap gerakan dan getaran bahu penari disederhanakan dengan dominasi warna hitam-putih.

 

  1. Perkembangan Tari Legong

      Sejak abad ke-19 tampak ada pergeseran: Legong berpindah dari istana ke desa. Wanita-wanita yang pernah mengalami latihan di istana kembali ke desa dan mengajarkan tari Legong kepada generasi berikutnya. Banyaksakeha (kelompok) Legong terbentuk, khususnya di daerah Gianyar dang Badung. Guru-guru tari Legong juga banyak bermunculan, khususnya dari desa Saba, Bedulu, Peliatan, Klandis, dan Sukawati. Murid-murid didatangkan dari seluruh Bali untuk mempelajari tari Legong, kemudian mengembangkannya kembali ke desa-desa. Legong menjadi bagian utama setiap upacara odalan di desa-desa.

 

                                                                          

Dalam perkembangan selanjutnya, tari Legong bukan lagi merupakan kesenian istana, melainkan menjadi milik masyarakat umum. Pengaruh istana makin lama makin melemah sejak jatuhnya Bali ke tangan Belanda pada 1906-1908 M.

Di desa, kini Legong dipergelarkan jika diperlukan untuk kepentingan upacara keagamaan. Leluhurnya, Sang Hyang, dipentaskan berhubungan dengan kepercayaan animisme. Adapun nenek moyangnya yang lain, yaituGambuh mengungkapkan artikulasi idea dari Majapahit. Pada mulanya Legong juga berhubungan dengan agama Hindu istana yang tinggi nilainya, namun kini berhubungan dengan agama Hindu Dharma yang lebih bersifat sekuler. Tari Legong masih ditarikan oleh anak gadis dari desa tertentu pada sebuah kalangan yang sudah diupacarai sehubungan dengan upacara keagamaan. Kalangan sering-sering dibuat di luar halaman tempat persembahyangan walaupun masih diorientasikan dengan dua arah kaja dan kelod sebagai arah yang angker dalam kepercayaan orang-orang Bali. Yang paling pokok adalah Legong dipersembahkan sebagai hiburan bagi masyarakat yang berpartisipasi dalam upacara keagamaan.

 

  1. Macam-Macam Tari Legong
  2. Legong Lasem (Kraton)

Tarian yang baku ditarikan oleh dua orang Legong dan seorang condong. Condong tampil pertama kali, lalu menyusul dua Legong yang menarikan Legong lasem. Repertoar dengan tiga penari dikenal sebagaiLegong Kraton. Tari ini mengambil dasar dari cabang cerita Panji (abad ke-12 dan ke-13, masa Kerajaan Kadiri), yaitu tentang keinginan raja (adipati) Lasem (sekarang masuk Kabupaten Rembang) untuk meminang Rangkesari, putri Kerajaan Daha (Kadiri), namun ia berbuat tidak terpuji dengan menculiknya. Sang putri menolak pinangan sang adipati karena ia telah terikat oleh Raden Panji dari Kahuripan. Mengetahui adiknya diculik, raja Kadiri, yang merupakan abang dari sang putri Rangkesari, menyatakan perang dan berangkat ke Lasem. Sebelum berperang, adipati Lasem harus menghadapi serangan burung garuda pembawa maut. Ia berhasil melarikan diri tetapi kemudian tewas dalam pertempuran melawan raja Daha.

Awal tari Legong mulai muncul pada pertengahan abad ke-17. Pada waktu itu Bali dipelintah oleh beberapa Raja. Puri adalah salah satu tempat untuk menciptakan tabuh dan tari baru dan mementaskannya pada Zaman itu. Menurut lontar Dewa Agung Karna, putra raja pertama kerajaan Sukawati pada pertengahan abad ke-17, ia melihata bayangan bidadari menari. Dari sinilah diciptakan tari Legong. Gaya tari Legong sekarang yang seperti ditarikan oleh 2 atau 3 penari prempuan di pertunjukan dimana-mana setelah abad ke-20. Cerita tari Legong diambil dari gambuh (drama tari yang mengambil tema dari Malat, sastra klasik yang menceritakan tentang perjanjian Panji, pahlawan Jawa).

                                                                              

  1. Legong Jobog

Tarian ini, seperti biasa, dimainkan sepasang legong. Kisah yang diambil adalah dari cuplikan Ramayana, tentang persaingan dua bersaudara Sugriwa dan Subali (Kuntir dan Jobog) yang memperebutkan ajimat dari ayahnya. Karena ajimat itu dibuang ke danau ajaib, keduanya bertarung hingga masuk ke dalam danau. Tanpa disadari, keduanya beralih menjadi kera dan pertempuran tidak ada hasilnya.

  1. Legong Legod Bawa

Tari ini mengambil kisah persaingan Dewa Brahma dan Dewa Wisnu tatkala mencari rahasia lingga DewaSyiwa.

  1. Legong Kuntul

Legong ini menceritakan sepasang kuntul yang asyik bercengkerama.

  1. Legong Smaradahana
  2. Legong Sudarsana
  3. Legong Playon
  4. Legong Untung Surapati
  5. Legong Andir (Nadir)

Mengambil cerita semacam Calonarang yang merupakan ciri khas tari Legong di desa Tista (Tabanan).

  1. Sang Hyang Legong atau Topeng Legong

Mengambil cerita semacam Calonarang yang merupakan ciri khas di pura Pajegan Agung (Ketewel). TariLegong asal Ketewel itu biasa disebut tari Legong topeng, karena penarinya wajib menggunakan topeng yang disangga dengan gigi. Berbeda dengan tari Legong keraton yang kini dikenal gemulai, energik, tapi mengentak, gerakan tari legong topeng jauh dari kesan mengentak.

Gerakan para penari Legong topeng terkesan sangat gemulai, kalem, tanpa satupun gerakan cepat. Semua berirama teratur. “Karena lakonnya bidadari, yang menggambarkan gerakan bidadari di kahyangan,” terang Mangku Widia. Mangku Widia menambahkan, kemunculan Legong topeng bermula dari seorang Ksatria di Puri Sukawati bernama I Dewa Agung Anom Karna. Ia mendapat wangsit ketika bersemadi di Pura Payogan Agung Ketewel. Sang ksatria kabarnya mendapat perintah dari Hyang Pasupati, untuk menciptakan sebuah tarian dengan karakter topeng yang telah ada.

  1. Gamelan Pada Tari Legong

Gamelan yang dalam lontar Catur Muni-muni disebut dengan gamelan semara aturu ini adalah barungan madya, yang bersuara merdu sehingga banyak dipakai untuk menghibur raja-raja pada zaman dahulu. Karena kemerduan suaranya, gamelan Semar Pagulingan (semar=semara, pagulingan=peraduan) konon biasa dimainkan pada malam hari ketika raja-raja akan ke peraduan (tidur). Kini gamelan ini bisa dimainkan sebagai sajian tabuh instrumental maupun mengiringi tari-tarian/teater.

Masyarakat Bali mengenal dua macam Semar Pagulingan:

  1. Semar Pagulingan yang berlaras pelog 7 nada
  2. Semar Pagulingan yang berlaras pelog 5 nada

Kedua jenis Semar Pagulingan secara fisik lebih kecil dari barungan Gong Kebyar terlihat dari ukuran instrumennya. Gangsa dan trompongnya yang lebih kecil dari pada yang ada dalam Gong Kebyar.

Instrumentasi gamelan Semar Pagulingan (milik STSI Denpasar) meliputi:

Jumlah Satuan Instrumen
1 Buah Trompong dengan 12 pencon
2 Buah Gender rambat berbilah 14
2 Buah Gangsa barungan berbilah 14
2 Tungguh Gangsa gantungan pemande
2 Tungguh Gangsa gantungan kantil
2 Tungguh Jegogan
2 Tungguh Jublag, masing-masing berbilah 7
2 Buah Kendang kecil
2 Buah Kajar
2 Buah Kleneng
1 Buah Kempur (gong kecil)
1 Pangkon Ricik
1 Buah Gentorag
1 Buah Rebab
1-2 Buah Suling

 

 

Instrumen yang memegang peranan penting dalam barungan ini adalah trompong yang merupakan pemangku melodi. trompong mengganti peran suling dalam Panggambuhan, dalam hal memainkan melodi dengan dibantu oleh rebab, suling, gender rambat dan gangsa barangan. Sebagai pengisi irama adalah Jublagdan jegogan masing-masing sebagai pemangku lagu, sementara kendang merupakan instrumen yang memimpin perubahan dinamika tabuh. Gending-gending Semar Pagulingan banyak mengambil gending-gending Panggambuhan.

Beberapa desa yang hingga masih aktif memainkan gamelan Semar Pagulingan adalah:

  1. Sumerta (Denpasar)
  2. Kamasan (Klungkung)
  3. Teges, Peliatan (Gianyar)

 

  1. Daerah Keberadaan Tari Legong

Beberapa daerah mempunyai Legong yang khas, misalnya:

  1. Di desa Tista (Tabanan) terdapat jenis Legong yang lain, dinamakan Andir (Nandir).
  2. Di pura Pajegan Agung (Ketewel) terdapat juga tari Legong yang memakai topeng dinamakan Sanghyang Legong atau Topeng Legong.

Daerah yang dianggap sebagai daerah sumber Legong di Bali adalah:

  1. Saba, Pejeng, Peliatan (Gianyar),
  2. Binoh dan Kuta (Badung),
  3. Kelandis (Denpasar), dan
  4. Tista (Tabanan).

 

  1. Pergeseran Makna Tari Legong

Tak banyak daerah yang mampu mempertahankan kekhasan tari legongnya. Selain Legong Peliatan yang tengah diperkenalkan kembali Legongnya, legong Saba kini juga kembali berusaha menunjukkan eksistensinya. Adalah I Gusti Ngurah Agung Serama Semadi, putra Anak Agung Raka Saba, yang berusaha memperkenalkan kembali Legong gaya Saba. Setiap Sabtu dan Minggu sore, Agung Aji Rai, begitu Semadi kerap disapa, selalu mengajari puluhan anak-anak Desa Saba tarian khasnya itu. Hal yang sama coba dilakukan I Wayan Kelo, cucu I Wayan Lotring yang kini berupaya memperkenalkan kembali Legong gaya Kuta.

Namun, bagi Agung Aji Rai maupun Wayan Kelo, tak mudah mempertahankan Legong gaya daerah yang diwariskan.

DAFTAR PUSTAKA

 

I Made Bandem, (1996), Evolusi Tari Bali, Kanisius, Yogyakarta

Kaja dan kelod tarian bali dalam transisi.

 

 

Evolusi Kesenian Bali

Maret 21st, 2018

Kesenian merupakan salah satu aset budaya dan merupakan warisan nenek moyang kita yang patut dijaga dan dilestarikan. Khususnya untuk di Bali, kesenian memiliki nilai luhur yang sangat tinggi. Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan Bali, menduduki posisi yang paling penting di antara unsur-unsur kebudayaan lainya. Alasanya karena kesenian terkait dengan sistem religi.

Kehidupan kesenian di Bali sangat menggairahkan kehidupan masyarakat atau para seniman-seniman yang ada di Bali. Kegairahan tersebut disebabkan karena adanya beberapa faktor dukungan antara lain : dukungan keagamaan, artinya diselenggarakan upacara keagamaan sudah barang tentu pasti ada suatu kesenian didalamnya seperti seni karawitan, seni tari, seni rupa, seni sastra dan seni pedalangan (Mustika, 2009 : 1).

A. Jenis-Jenis Kesenian

Musik, Tarian, dan juga Patung adalah tiga bidang kesenian yang menjadi pusat konsentrasi eksplorasi kreativitas seni masyarakatnya. Bali merupakan tempat lahirnya salah satu ragam gamelan yang mengagumkan. Dalam budaya Bali, gamelan sangat penting untuk kegiatan budaya-sosial, dan keagamaan mereka. Saat ini sedikitnya ada 20 jeneis ansambel berbeda di Pulau Bali. Sebagian besar berkait erat dengan seni pertunjukan; yang lain untuk mengiringi upacara keagamaan dan adat.

 – Seni Karawitan

Di Bali Gamelan sudah menjadi bagian hidup masyarakatnya yang mayoritas beragama Hindu. Hampir dalam segala upacara adat dan agama bunyi Gamelan selalu terdengar. Gamelan sebagai sarana pendukung upacara keagamaan artinya hampir setiap pelaksanaan upacara yadnya memerlukan dukungan Gamelan, untuk melengkapi pristiwa-pristiwa ritual yang frekuensinya cukup padat.

Gamelan juga difungsikan sebagai sarana pendidikan dan juga sebagai barang dagangan (Rembang, 1984 : 4).

Sampai saat ini di Bali ada berbagai jenis Gamelan yang dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu :

  1. Gamelan Golongan Tua, yang terdiri dari Gamelan Gambang, Caruk, Genggong, Selonding, Gong Bheri, Gong Luang, Angklung, Gender Wayang, Babonangan, dan  Baleganjur.
  2. Gamelan Golongan Madya, yang terdiri dari Gamelan Gambuh, Semara Pagulingan, Pelegongan, Gong Gede, Batel Barong, Bebarongan, Joged Pingitan, Gong Degdog, Janger, Rindik, Gandrung dan sebagainya
  3. Gamelan Golongan Baru, yang terdiri dari Gong Kebyar, Gerantang, Jegog, Bumbung Gebyog, Kendang Mebarung, Gaguntangan, Gong Suling, Tektekan, Okokan, Bumbang, Adhi Merdangga, Gong Semarandhana, Gong Manika santi, Jes Gamelan Fusion, dan Gamelan Salukat (Dibia, 2012 : 114).                                                                                                                                                                                                                                                             Suara gamelan Bali  berdengung di seantero Pulau Bali; di pura, di kota, desa, alun-alun, di pasar, istana hingga panggung-panggung pentas dunia. Gamelan ditemani oleh instrumen musik lainnya seperti: gong, c saron,Seni Karawitan

ceng-ceng, gambang, dll. Komposisi instrumen gamelan dapat berubah sesuai dengan wilayah dan jenis pertunjukan-pertunjukkan yang digelar

  1. Seni Tari

Selain seni musik, tarian-tarian khas Bali merupakan seni pertunjukkan yang menarik perhatian. Tari Bali tidak selalu memiliki alur. Tujuan utama penari adalah melakukan setiap tahap gerak dengan ungkapan penuh. Keindahannya terutama terletak pada dampak visual dan kinestesis gerak yang mujarad dan digayakan. Beberapa contoh terbaik dari tarian mujarad atau abstrak ini adalah Tari Pendet, Tari Gabor, Tari Baris, Tari Sanghyang, dan Tari legong.

 Jenis Tarian Bali

Di Bali terdapat berbagai jenis tarian dengan fungsi yang berbeda-beda misalnya untuk upacara-upacara keagamaan, menyambut tamu, pertunjukkan drama atau musikal, dan masih banyak lagi.

 

Tari Pendet, Gabor, Baris, dan Sanghyang berperan penting dalam kegiatan keagamaan dan digolongkan jenis tarian suci (wali) atau tarian upacara, sedangkan Legong ditarikan dalam acara yang tidak memiliki kaitannya dengan keagamaan. Tari-tari ini diiringi gamelan pelog–gamelan gong kebyar– dengan berbagai gubahan dan sususan anda.

Tari Pendet dan Tari Gabor merupakan tarian selamat datang, ungkapan kegembiraan, kebahagiaan, dan rasa syukur melalui gerak indah dan lembut. Tarian ini dilakukan oleh sepasang atau sekelompok penari. Paa masa lalu, kedua tari ini meupakan tarian yang digelar di pura untuk menyambut dan memuja dewa-dewi yang berdiam di pura selama upacara odalan. Tari Legong kerap dianggap sebagai lambang keindahan Bali. Ciri khas tarian ini adalah penarinya membawa kipas. Keindahan tarian Legongi terletak pada hubungan selaras antara penari dan gamelan. Selain tari Tari Pendet, Tari Gabor, Tari Baris, Tari Sanghyang, dan Tari legong, tarian lainnya yang tak kalah terkenal adalah tari Kecak, juga tari Jauk

Sejarah Tari wiranata

Maret 20th, 2018
  1. YouTube Preview ImageDalam sejarah tari Bali Tari Wiranata termasuk ke dalam jenis tari pertunjukan atau bali – balian dan termasuk jenis tari tunggal karena hanya ditarikan oleh satu orang penari saja. Menurut isinya Tari Wiranata termasuk ke dalam jenis tari heroic karena tariannya mengandung unsur kepahlawanan yaitu menggambarkan tentang keperwiraan seorang raja yang gagah berani pantang mundur, gerak geriknya sangat dinamis dan penuh keagungan. Tari ini disusun oleh Nyoman Kaler pada tahun 1942.

 

2.2 Perkembangan Tari

Perkembangan Tari Wiranata sampai saat ini kurang diminati, karena gerakannya tergolong rumit. Masyarakat lebih dominan untuk menarikan Tari Margapati dibandingkan dengan Tari Wiranata.

2.3 Fungsi

Fungsi dari Tari Wiranata adalah sebagai pertunjukan karena tari ini dibuat khusus untuk dipertontonkan serta memiliki nilai artistic dan estetik. Tari Wiranata juga termasuk ke dalam tari kreasi. Tari kreasi adalah bentuk gerak tari baru yang dirangkai dari perpaduan gerak tari tradisional kerakyatan dengan tradisional klasik. Gerak ini berasal dari satu daerah atau berbagai daerah di Indonesia. Selain bentuk geraknya, irama, rias, dan busananya juga merupakan hasil modifikasi tari tradisi. Contoh Tari Kreasi Baru selain Tari Wiranata adalah Tari Oleg Tambuliling, Tari Tenun, Tari Panji Semirang (Bali), Tari Kijang, Tari Angsa, Tari Kupu-kupu, Tari Merak (Jawa), Tari Pattenung, Tari Padendang, Tari Bosara, Tari Lebonna (Sulawesi Selatan), dll.

2.4 Ragam Gerak

  1. Mungkah Lawang pelan – pelan dengan agem kanan disertai mimik kenjung manis. Dan ngubah agem kanan kiri.
  2. Ulap – ulap di sebelah kanan dan gandar garep berjalan ke depan sambil ngurat daun melihat serong kiri ke depan dan serong kanan lalu gandanguri mundur.
  3. Ngerangrang pajeng kanan kiri dan ngangget sambil berputar – putar.
  4. Nepuk kampuh tangan di dada dan najog bertanjak dua jalan ke depan lalu gandanguri ke belakang.

 

 

2.5 Kostum

Mengenai Susunan Kostumnya sebagai beikut :

–  Udeng untuk di kepala

–  Badong untuk di leher

–  Sabuk prade untuk di pinggang

–  Ampok-ampok untuk di pantat

–  Gelangkane untuk di lengan

–  Kain lanjingan

 

2.6 Musik Iringan

Adapun tabuh yang di pakai dalam tari wiranata sebagai berikut :

–  Bapang dengan irama cepat

– Longger dengan irama sedang

–  Bapang dengan irama bergelombang

–  Pengentrag dengan irama cepat

–  Pemesan dengan irama halus dan pelan

–  Pengecet dengan irama cepat

 

Daftar Pustaka

http://forumgunturnet.blogspot.com/ DAN BUKU KAJE KELOD OLEH  I MADE BANDEM

Evolusi jenis-jenis Tari Bali

Maret 20th, 2018

Tari bali merupakan bagian organik dari masyarakat pendukungnya dan perwatakan dari masyarakatnya tercermin dalam tari. (I Made Bandem, 1983). Menurut struktur masyarakatnya, seni tari bali dapat dibagi menjadi 3 (Tiga) periode yaitu:

  1. Periode Masyarakat Primitif (Pra-Hindu) (20.000 S.M-400 M)
  2. Periode Masyarakat Feodal (400 M-1945)
  3. Periode Masyarakat modern (sejak tahun 1945)

 

  1. Masyarakat Primitif (Pra-Hindu)

Pada zaman Pra-Hindu kehidupan orang-orang di Bali dipengaruhi oleh keadaan alam sekitarnya. Ritme alam mempengaruhi ritme kehidupan mereka. Tari-tarian meraka menirukan gerak-gerak alam sekitarnya seperti alunan ombak, pohon ditiup angin, gerak-gerak binatang dan lain sebagainya. Bentuk-bentuk gerak semacam ini sampai sekarang masih terpelihara dalam Tari Bali. Dalam zaman ini orang tidak saja bergantung kepada alam, tetapi mereka juga mengabdikan kehidupannya kepada kehidupan sepiritual. Kepercayaan mereka kepada Animisme dan Totemisme menyebabkan tari-tarian mereka bersifat penuh pengabdian, berunsurkan Trance (kerawuhan), dalam penyajian dan berfungsi sebagai penolak bala. Salah satu dari beberapa bentuk tari bali yang bersumber pada kebudayaan Pra-Hindu ialah sang hyang.

 

  1. Masyarakat Feodal

Pada masyarakat feodal perkembangan Tari Bali ditandai oleh elemen kebudayaan hindu. Pengaruh hindu dibali berjalan sangat pelan-pelan. Dimulai pada abad VII yaitu pada pemerintahan raja ugra sena di Bali. Pada abad X terjadi perkawinan antara raja udayana dengan mahendradatta, ratu dari jawa timur yang dari perkawianan tersebut lahir raja airlangga yang kemudian menjadi raja di jawa timur. Sejak itu terjadi hubungan yang sangat erat antara jawa dan bali. Kebudayaan bali yang berdasarkan atas penyembahan leluhur ( animisme dan totemisme) bercampur dengan Hinduisme dan budhisme yang akhirnya menjadi kebudayaan hindu seperti yang kita lihat sekarang catatan tertua yang menyebutkan tentang berjenis-jenis seni tari ditemui di jawa tengah yaitu batu bertulis jaha yang berangka tahun 840 Masehi. Pada zaman Feodal tari berkembang di istana, berkembang juga dalam masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kepentingan agama yang tidak pernah absen dari tari dan musik.

  1. Masyarakat Modern

Didalam masyarakat modern yang dimulai sejak kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945, patromisasi dari kerajaan-kerajaan di zaman Feodal mulai berkurang. Pada masa ini banyak diciptakan kreasi-kreasi baru, walaupun kreasi baru itu masih berlandaskan kepada nilai tradisional; yaitu hanya perobahan komposisi dan interpretasi lagu kedalam gerak.

 

  1. Jenis Tari Bali

Berdasarkan jenisnya tari Bali dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu: 1) jenis tari menurut fungsinya, 2) jenis tari menurut koreografinya, 3) jenis tari menurut cara penyajiannya, 4) jenis tari menurut tema atau isinya.

–          Jenis Tari Menurut Fungsinya

  1. Seni tari Wali/Sakral (religius dance), tarian ini berfungsi sebagai pelengkap pelaksana dalam upacara keagamaan yang dilakukan di Pura-pura dan tempat-tempat yang ada hubungannya dengan upacara agama, sebagai pelaksana upacara dan upakara agama tidak pakai lakon contohnya tari Rejang, tari Pendet.
  1. Seni tari Bebali/ceremonial dance, adalah seni tari yang berfungsi sebagai pengiring upacara/upakara di Pura-pura atau di luar pura pada umumnya memakai lakon, contohnya Drama Tari, Topeng, Arja.
  1. Seni tari Bali-balian (secular dance), adalah segala tari yang mempunyai unsur dan dasar tari dari seni tari yang luhur yang tidak tergolong tari wali ataupun tari bebali serta mempunyai fungsi sebagai seni serius dan seni hiburan. Contohnya, tari Legong Keraton, tari Joged (Bandem, 1991)

 

 

–           Tari menurut fungsinya dibagi menjadi 3 yaitu:

  1. Tari Pura (Tari Wali), pada mulanya dalam serangkaian upacara di Pura Tari Upacara adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kronologis upacara-upacara tersebut. Tarian ini biasa diadakan pada karya (piodalan besar di Pura). Tarian ini dilaksanakan sejak mulai sampai berakhirnya upacara dengan gerak-gerik ritmis yang simbiolis meskipun belum boleh dikatakan tari sepenuhnya tetapi sudah mengarah kepada bentuk-bentuk tari harus dilaksanakan secara murni dan konsekwen. Contohnya: Tari Rejang, dan Tari Pendet.
  1. Tari Ritual (Tari Bebali), tari yang erat hubungannya dengan upacara adat yang mengharapkan keselamatan dalam hidup dan kehidupan. Contohnya: Tari baris, Tari Sanghyang, Tari Barong.
  1. Tari Hiburan (pergaulan), sesuai dengan fungsinya, tarian ini adalah sebagai sarana untuk mengungkapkan rasa sukaria, rasa gembira, dan untuk pergaulan. Pada umumnya tarian ini di Bali ditarikan oleh wanita, tetapi ada pula yang ditarikan oleh pria, namun melukiskan peran wanita. Cetusan rasa gembira merupakan pergaulan antara pria dan wanita. Contohnya: Joged Bumbung, dan Tari Leko.

 

 

–          Tari Menurut Koreografi (Pencipta/Penggubah)

Artika dalam bukunya Pendidikan Seni Tari menyatakan, jenis-jenis tari menurut koreografinya dapat dibagi 3 yaitu:

  1. Tarian Rakyat, adalah tarian yang sudah mengalami perkembangan masyarakat primitif sampai sekarang. Tarian ini sangat sederhana dan tidak begitu mengindahkan norma-norma keindahan dan bentuk yang standar. Pada zaman masyarakat primitif tarian ini merupakan Tarian Sakral yang mengandung magis. Gerak-gerik tariannya sangat sederhana karena yang dipentingkan adalah keyakinan yang terletak di belakang tarian tersebut., contohnya tarian meminta hujan, tarian untuk mempengaruhi binatang buruan. Tarian di Indonesia yang berpijak Tarian Primitif misalnya Tari Sanghyang, Tari Barong, dan sebagainya. Sedangakan yang masih merupakan ungkapan kehidupan rakyat yang pada umumnya merupakan tari gembira atau tarian pergaulan/sosial misalnya tari joged.
  1. Tari Klasik, adalah tari yang semula berkembang dikalangan Raja dan bangsawan yang telah mencapai kristalisasi artistik yang tinggi sehingga memiliki nilai tradisional. Tari klasik merupakan tarian dipelihara di istana raja-raja dan bangsawan yang telah mendapat pemeliharaan yang baik sekali bahkan sampai terjadi adanya standarisasi di dalam koreografinya.
  1. Tari Kreasi Baru, adalah tarian yang sudah diberi pola garapan baru, tidak lagi terikat kepada pola-pola yang telah ada dan lebih menginginkan kebebasan dalam hal ungkapan meskipun sering gerakannya berbau tradisi.

 

 

 

 

 

 

–          Jenis Tari menurut Cara Penyajiannya

  1. Tari Tunggal, adalah tari pertunjukan yang hanya ditarikan oleh satu orang penari. Tari Wiranata termasuk di dalamnya.
  2. Tari berpasangan/Tari Duet, adalah tarian yang dilakukan oleh dua peran, diantara peran yang satu dengan yang lainnya saling melengkapi atau ada kaitan yang erat di dalam koreografinya baik berpasangan sejenis maupun berpasangan tidak sejenis.
  3. Tari Kelompok/Massal, adalah tarian ini bisa juga disebut drama taro karena selain diuraikan banyak orang juga membawakan suatu cerita lengkap atau sebagian.

–          Jenis Tari Menurut Cara Isi/Temanya

Bandem (1983:22) menyatakan jenis tari menurut isi dapat dibagi 4 yaitu:

  1. Tari Panthomin, yaitu tarian yang menirukan gerak-gerik dari objek yang terdapat diluar diri manusia.
  2. Tari Erotik, adalah tarian yang mengandung isi yang erotis atau percintaan.
  1. Tari Eroik/Tari Kepahlawanan, yaitu tarian yang mempunyai latar belakang penghindaran terhadap penderitaan (Tari Barong) dan tarian Perang (Tari Baris).
  2. Drama Tari yaitu tarian yang membawakan suatu cerita biasanya ada yang berdialog dan ada yang tidak memakai dialog.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                    Daftar Pustakahttp://forumgunturnet.blogspot.com/ DAN BUKU KAJE KELOD OLEH  I MADE BANDEM