TABUH NGUNYING SEBAGAI PENGIRING NGUNTAL PITIK DI DESA SELAT PEKEN SUSUT BANGLI

This post was written by agussetiawan on April 11, 2018
Posted Under: Tak Berkategori

Estetika Tabuh Ngunying Sebagai Pengiring Tradisi Nguntal Pitik Di Desa Selat Peken Susut Bangli

 

PENDAHULUAN

Tabuh ngunying adalah salah satu seni karawitan bali yang terdapat di desa Selat Peken Susut Bangli yang pada pelaksanaanya mengunakan gamelan bebarongan (semar pelinggihan) yang keberadaannya masih utuh hingga sekarang yang di dalam masyarakat sendiri tabuh tersebut merupakan warisan budaya yang di jaga dan di lestarikan oleh masyarakat setempat sebagai pengiring dari tradisi nguntal pitik.

PEMBAHASAN

Tabuh ngunying merupakan salah satu warisan budaya di desa Selat Peken Susut Bangli yang disakralkan oleh warga setempat yang dipercayai tabuh tersebut merupakan tabuh yang sudah ada sejak dari zaman terbentuknya desa Selat Peken dan merupakan sebuah tabuh untuk mengiringi tradisi nguntal pitik sebagai sarana ngeluwur Ida Bethara (memanggil) napak pertiwi (memijak tanah) dan mesolah (menari) di jaba tengah Pura Puseh Bale Agung Desa Selat Peken.Didalam struktur tabuh pada umumnya dibali yang menggunakan konsep tri angga yaitu bagian pengawit ,pengawak dan pengecet.Namun berbeda halnya dengan tabuh ngunying di desa Selat Peken tidak ada yang disebut pengawit tidak ada yang disebut pengawak ataupun pengecet , semuanya berjalan alamiah tanpa adanya patokan dari gending tersebut mengalun mengiringi gerakan penari yang sedang kerasukan (trance) yang sedang asik menari dan melahap atau nguntal pitik (anak ayam) hidup-hidup sambil mengayunkan sebuah keris , dalam buku “Dunia Gaib Orang Bali “ (2006:35) yang ditulis oleh Prof.Dr.I Nyoman Adiputra,MOH,PFK,Sp Erg menyatakan orang yang mengalami kerasukan dalam tradisi ngunying merasakan dirinya sedang berada di alam dimana semua orang di lihat seperti lilipu atau setengah badan saja dan mereka terus berlari mengejar seorang bidadari yang terus menari-nari didepan mereka namun tak pernah dapat diraih, rasa pitik yang biasanya baru berumur 10 hari mereka rasakan seperti memakan buah mentimun muda yang biasanya setiap penari mampu menghabiskan hingga 15 anak ayam , arak dan tuak yang mereka minum dirasakan seperti air tirta dan keris yang dihujamkan ke badan mereka merupakan sebuah luapan rasa bahagia menurut wawancara dengan salah satu tapakan ida bethara atau salah satu penari nguntal pitik.

Menurut seorang narasumber sekaligus pemuka agama di desa selat tersebut mengatakan tidak ada yang tau pasti kapan dan mengapa tabuh tersebut dijadikan sebagai pengiring tradisi nguntal pitik karena pada dasarnya apabila di saat pelaksanaan tradisi tersebut karena tabuh ngunying tersebut salah atau tidak bisa menangkap aksen gerak yang diberikan oleh penari ngunying maka si penari yang sedang ada dalam kondisi kerasukan tersebut akan duka (marah) dan tidak dipungkiri salah satu dari instrument gamelan akan menjadi sasaran dari kemarahan penari tersebut oleh karena itu tidak sembarang orang yang di izinkan menabuhkan tabuh tersebut hanya orang yang telah membersihkan diri (mekala hyang) atau bisa dikatakan masepuh yang boleh memainkannya.

Menurut kepercayaan warga setempat belum ada yang pernah berfikir untuk mengganti tabuh ngunying tersebut dengan tabuh lain dikarenakan tanpa dimainkannya tabuh ngunying tersebut para penari yang kerasukan tidak akan merespon gamelan atau tidak akan mulai menari , di sisi lain menurut salah seorang warga tabuh tersebut merupakkan sebuah warisan budaya yang mesti dilestarikan keberadaannya dan di larang untuk di duplikasi atau di tiru oleh orang luar desa Selat Peken di karenakan tabuh tersebut yang bersifat angker atau di sakralkan oleh warga setempat.

Tabuh ngunying di mainkan pada saat hari raya kuningan tepatnya saniscara kliwon wuku kuningan pada hari dan waktu yang menunjukan saniskala ( sore menjelah malam) yang dilaksanakan setiap satu tahun sekali seusai pelaksanaan ngerebeg (melancaran keliling desa) yang dilaksanakan di jaba tengah (madya mandala) Pura Puseh Bale Agung Masceti Desa Selat Peken Susut Bangli.

Menurut Prof.Dr.dr.I Nyoman Adiputra,MOH,PFK,Sp Erg yang juga merupakan salah satu pengglingsir di pamekel desa Selat Peken mengatakan bahwa “nike wantah tetamian sire je mai wikan mapi ririh sne bani ngusak ngasik tetamian ide mangde preragan sane ngamolihang sengkale utawi karmannyane” yang artinya siapa saja yang merasa diri pintar merasa diri paling benar dan berani merusak warisan yang diturunka oleh Ida Sesuhunan agar dia sendiri yang mendapatkan celaka atau karmanya , dari pernyataan tersebutlah di yakini tabuh tersebut tidak boleh diubah apalagi diberikan motif yang modern karena dari pendapat beliau tabuh tersebut merupakan sebuah nyanyian niskala sebagai pengiring Ida Bethara Sesuhunan masolah dan hingga saat ini di percaya tabuh tersebut merupakan sebuah wahyu yang di terima masyarakat desa Selat Peken tanpa melalui proses pengenalan ,tanpa melalui proses belajar dan tanpa ada yang mengetahui penciptnya.

Diyakini tabuh ngunying dari pertama kali di ketahui atau tercipta hingga keberadaanya sekarang seiring perkembangan zaman tidak pernah mengalami perubahan sedikitpun di dalamnya.Yang berkembang hanya instrumentnya saja dimana dulu hanya menggunakan bebarongan sederhana (semar palinggihan) yang terdiri dari kendang, kecek , kajar , dua gangsa pemade , dua gangsa kantilan , dua buah calung , klenang , kemong, dan sebuah gong dan kini sudah diperkaya dengan menambahkan dua gangsa pemade ,dua gangsa kantilan , dua buah gender rambat dan dua buah jegogan meskipun dalam segi instrument banyak mengalami perubahan seiring perkembangan zaman namun tidak berdampak pada tabuh ngunying tersebut dimana masih tetap menggunakan pakem-pakem tabuh ngunying terdahulu.

KESIMPULAN

Dapat ditarik kesimpulan bahwa apapun yang bersifat sacral bersifat turunan atau warisan budaya harus kita jaga keberadaannya di tengah perkembangan zaman dewasa ini dengan baik , tanpa mengurangi rasa hormat dan reiligus dari tradisi tersebut ,salah satunya adalah tabuh ngunying di desa Selat Peken Susut Bangli yang pada sejarahnya tabuh dan tarian ngunying pada saat zaman pemerintahan raja Bangli di pergunakan sebagai penarik masa untuk berkumpul di alun-alun kota Bangli , patut kita tauladani cara berfikit dan antusiasme masyarakat desa Selat Peken , dimana mereka sangat meyakini dan menjaga warisan budaya yang telah dimiliki turun-temurun tersebut sebagai salah satu daya tarik yang dimiliki oleh masyarakat desa dan menjadi harta berharga tanpa ada yang boleh mengambil atau merusaknya.

 

DAFTAR INFORMAN

 

1.Nama            : Prof.Dr.dr.I Nyoman Adiputra,MOH,PFK,Sp Erg

Umur               : 60 tahun

Pekerjaan         :Guru Besar Fakultas Kedokteran UNUD

Alamat                        : Desa Selat Peken

 

2.Nama            :Jro Mangku Nengah Cocol Budiana

Umur               :53 tahun

Pekerjaan         :Pemuka Agama

Alamat                        :Desa Selat Peken

 

3.Nama            :I Nengah Lancar

Umur               :45 tahun

Pekerjaan         :warga

Alamat                        :Desa Pekraman Selat Peken

 

 

 

 

 

           

 

 

 

 

 

Comments are closed.

Previose Post: