SENIMAN GENDER

Di br, wanasari, desa sulangai, kec, petang, kab badungada seorang seniman yang bernama PAN PASEK .Beliau menuturkan, bahwa beliau mulai belajar ngender pada tahun 1980.beliau belajar kerana Cuma sering mendengarkan gambelanya, oleh karena itu beliau hatinya tergugah dan menarik untuk belajar megender dan akhirnya bertemu beliau dengan almarhum PAN LUBAK dengan banjar adat wanakeling, desa sulangai, kec petang, badung,

PAN LUBAK bersedia untuk melatih peserta yang ikut latihan waktu itu yang berjumlah 24 orang termasuk PAN PASEK . berbulan bulan PAN LUBAK melatih tetapi satu gending pun yang tidak bisa di ingat oleh 24 orng tersebut. PAN LUBAK menyerah tidak mau melatih ngender lagi. Dengan nekad membara PAN PASEK bersama 23 orang ini temannya sepakat untuk mencari guru lagi. Sehingga ketemulah almarhum PAN REMBENG, dan beliau sedia untur melatihnya.

Hari demi hari, bulan demi bulan, dan ganti dengan tahun si guru pun mengeluh dengan anak didiknya yang belum mendapat gending, jangankan dapat gending, pegang panggul aja juga tidak bisa.pada suatu hari pan PAN REMBENG ngomong jahil dengan anak didiknya beliau berkata”he,,,,cai ajak mekejang buin pidan jek cai bise megender, lantas cai ke upah, di ngidih nasi kangguang kuah ne wadahin kau bulu, sawireh otak cai ne katos care batu” artinya; hai kamu semua, kapan kamu bisa megender,seandainya ada orang ngupah di saat dikasi makan kuahnya di letakan di tempurung kelapa kerana kepala mu keras bagaikan tempurung kelapa, begitulah PAN REMBENG ( sang guru) sambil tersenyum serius.

Begitulah pedih di siang bolong, PAN PASEK ternganga mendengar sindiran sang guru tidak terasa telinganya memerah, dan rasa jengalah semakin membara bagaikan api di siram dengan bensin. Dan setelah kejadian itu beliau menunuturkan untuk tangkil di sebelah pura yang bernama pura bukit sari yang bertempat di banjar antapan, desa antapan, baturiti, tabanan. Di pura itu setiap odalan di sediakan kelir wayang yang ukuranya tidak begitu lebar, serta gender. Dan wayang Niskale sering nampak, tapi hanya bisa di lihat oleh orang- orng  tertentu, begitu juga suara gambelanya sering juga terdengar dari kejauhan, walaupun gambelan itu tidak ada yang memukul atau memainkan.

Di pura itulah beliau memohon “ nunus ice “kepada Tuhan Yang Maha Esa yang bersemayam di pura bukit sari. Dan beliau berkaul (berjanji) jika nanti sudah bisa memainkan gender pewayangan dan beliau bersedia untuk pertama kalinya ngayah di pura tersebut.

Sakeng  jengahnya , pagi pagi beliau bangun daru tempat tidurnya dan langsung ke ladang hanya nnyari rumput untuk makan sapinya. Setelah jam 08.00 beliau berangkat ke tempat latihan bertmpat di banjar wanakeling, desa sulangai dan berakhir sampai jam 18.00 dan mulai lagi latihan jam 19.30 sampai jam 00.00 (jam satu malam) semua ini di lakukan hanya beberapa bulan.

Beliau merasa senang sekali setelah beliau bisa memainkan gending yang bernama “TETANGISAN DAN NGEREBONG”. Mungkin sudah kehendak tuhan dan akhirnya semua gending yang di beri oleh gurunya bisa di terima.tapi sayang dari 24 0rang yang ikut latihan, Cuma 4 orang yang lolos termasuk beliau sendiri  dan sampai saat ini masih exis walau usia sudah tua.

Pan pasek ( i wayan Keredek ) lahir di desa sulangai pada tahun 1951.beliau menginjak bangku sekolah pada tahun 1958 dan beliau tamat sekolah dasar tahun 1964.dan tahun 1971 beliau menikah dengan ni wayan kemog. Beliau memiliki dua orang anak,yaitu i wayan duniarta yang lahir tahun 1973 dan ni made marni lahir tahun 1975.keseharian beliau bekerja sebagai petani dan berkebun. Hoby beliau senang menggambel,seperti megambel di gong kebyar,rindik dan megender.hoby itu beliau lakoni dari tahun 1970,tapi yang beliau jalani sampai saat ini hanya Cuma megender saja. Hoby belia itu sudah di wariskan sama ke dua cucunya yaitu i wayan agus parmadi dan i made dwi irawan tentang megender,dengan harapan supaya hoby atau keahlian itu di pakai untuk ngayah baik  manuse yadye,pitra yadye dan pitra yadye.

Tapi semua hoby itu tidak bisa belia jalani,karena belia di angkat dan di percayai sebagai pemangku petapakan ( barong ) oleh desa adat sulangai mulai tahun 2010 sampai sekarang. walaupun beliau sudah jadi pemangku ,tapi sering kali juga beliau di minta bantuan oleh krame untuk megambel orang potong gigi dan megambel wayang. Tapi untuk megambel  selain itu di serahkan ke cucunya agus parmadi.semisal megambel di wadah.

 

TUJUAN;

Beliau belajar megender  dulu untuk semata mata mejalankan hoby, dan setelah bisa beliau bertujuan untuk ngayah  dan kadang kala sering juga keupah di persun dan dan di banjar-banjar lain.

Suka duka

Suatu malam beliau pentas wayang di sebuah desa dan disana beliau dikasi hidangan jajan dan kopi, tetapi salah satu teman baliau tidak punya gigi, belum sempat di kunyah sudah terburu tertelan, hakhirnya teman beliau terdiam tidak bisa bernafas. Atas bantuan lainnya temanya pun kembali normal.beliau menceritakan kisah ini sambil tertawa terpingkal pingkal.

Pernah juga terjadi di pentas wayang semua tukang gender merasakan panas membara dan sang dalang mentebar supaya pementasan bejalan yang baik dan tetap berlangsung , dengan terpaksa sang dalang pentas sambil berjongkok ini Cuma suka-suka sebagai seniman tukang gender, masih juga ada yang lainnya “KATA PAN PASEK” sambil tersenyum.

HARAPAN:

Beliau sangat berharap, supaya genarasi mau ,mempelajari seni gender dan memainkan gender ini memang sangat penting di saat ada upacara yadnya umat hindu, dan beliau juga berharap seni gender ini tidak bisa punah.

suling bali

Pengertian suling

Seruling merupakan sejenis alat musik tiup yang terbuat dari bambu serta memiliki 8 lubang suara suling berciri lembut dan dapat di padukan dengan alat musik lainnya dengan baik, namun kini seruling modern mempunyai banyak jenis atau bahan, ada yang terbuat dari logam aluminium dan bahkan ada juga terbuat dari plastik. Suling modern untuk para ahli umumnya terbuat dari perak, emas atau campuran keduanya. Sedangkan suling untuk pelajar umumnya terbuat dari nikel-perak, atau logam yang dilapisi perak

Keunikan musik suling bambu

– Suara dan ‘aura bunyinya’ khas.
– Dapat di-orkestrasi dengan sekian puluh, ratus atau ribu pemain dan sangat unik karena sebuah Orkestra yang tidak dimainkan dengan Instrumen Barat, tapi dimainkan dengan instrumen yang didominasi oleh suling bambu
– Suara suling bambu dapat meliuk-meliuk dengan cengkok dan warna bunyi yang sangat khas dan alamiah

 

A. Pengertian Dan Arti Definisi Bunyi

A. Pengertian Dan Arti Definisi Bunyi

 

Bunyi adalah bahan terpenting dalam musik. Bunyi berasal dari Sumber bunyi, yang digetarkan oleh tenaga atau energi. Kemudian getaran tersebut oleh pengantar diantarkan atau dipancarkan keluar. Dan bila getaran ini sampai di telinga kita, barulah kita dapat mendengarkannya.
Definisi bunyi adalah gelombang longitudinal hasil dari suatu getaran yang dapat merangsang indra pendengaran. Pandangan bahwa bunyi merambat seperti gelombang air pertama kali dikemukakan oleh Marcus Vitruvins Polio di Romawi, satu abad sebelum Masehi. Teori kuantitatif tentang bunyi pertama kali dikemukakan oleh Sir Isaac Newton.
Intensitas gelombang bunyi yang dapat didengar manusia rata-rata 10-12 watt/ m2, disebut ambang pendegaran. Sementara itu, intensitas terbesar bunyi yang masih terdengar oleh manusia tanpa menimbulkan rasa sakit adalah 1 watt / m+, disebut ambang perasaan.

Sumber bunyi berasal dari benda yang bergetar. Dari sumber bunyi ke telinga
terjadi perambatan enerfi. Gelombang bunyi termasuk gelombang mekanik dan
longitudinal. Gelombang bunyi merambat melalui medium seperti gas, cair atau padat.
Kecepatan perambatan gelombang bunyi di dalam zat padat lebih cepat dibandingkan
dengan kecepatan di dalam gas atau udara. Gelombang bunyi tidak dapat merambat di
dalam ruang hampa. Untuk menentukan kecepatan bunyi di udara dapat digunakan
percobaan resonasi. Bunyi termasuk gelombang longitudinal yang dapat merambat pada
medium padat, cair atau gas.

Bali merupakan salah satu pulau yang memiliki wilayah relatif kecil dibandingkankan dengan pulau-pulau lainnya seperti Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera dan Papua. Meskipun luas wilayahnya relatif kecil, namun memiliki potensi budaya khususnya kesenian dan lebih khususnya lagi karawitan yang sangat padat.

 

Bunyi adalah suatu bentuk gelombang longitudinal yang merambat secara perapatan dan perenggangan terbentuk oleh partikel zat perantara serta ditimbulkanoleh sumber bunyi yang mengalami getaran.Apabila sebuat senar gitar kita petik maka akan terjadi getaran pada senar gitar yang menimbulkan bunyi. Jika senar dawai gitar tersebut kita pegang, maka getarandan bunyi pada senar akan hilang.Gema terjadi jika bunyi dipantulkan oleh suatu permukaan, seperti tebing pegunungan, dan kembali kepada kita segera setelah bunyi asli dikeluarkan.Kejernihan ucapan dan musik dalam ruangan atau gedung konser tergantung pada cara bunyi bergaung di dalamnya. Bunyi atau suara adalah kompresi mekanikal ataugelombang longitudinal yang merambat melalui medium. Medium atau zat perantaraini dapat berupa zat cair, padat, gas. Jadi, gelombang bunyi dapat merambat misalnyadi dalam air, batu bara, atau udara jadi, gema adalah gelombang pantul/ reaksi darigelombang yang dipancarkan bunyi.Gelombang bunyi terdiri dari molekul-molekul udara yang bergetar maju-mundur. Tiap saat, molekul-molekul itu berdesakan di beberapa tempat, sehinggamenghasilkan wilayah tekanan tinggi, tapi di tempat lain merenggang, sehinggamenghasilkan wilayah tekanan rendah. Gelombang bertekanan tinggi dan rendahsecara bergantian bergerak di udara, menyebar dari sumber bunyi. Gelombang bunyiini menghantarkan bunyi ke telinga manusia,Gelombang bunyi adalah gelombanglongitudinal

.

Gong di Bali mempunyai tiga pengertian yaitu sebagai berikut:

  1. Istilah gong uintuk menunjuk salah satu jenis tungguhan yang bentuknya bundar dan persegi.
  2. Istilah gong di Bali pada umumnya dapat digunakan untuk menunjuk satu barung gamelan, apabila suatu barungan gamelan menggunakan tungguhan gong yang bentuknya bundar dengan ukuran sekitar 75 sampai 90 centi meter, maka barungan gamelan tersebut selalu diawali dengan kata gong, seperti gamelan Gong, Gede, Gong, Luang dan Gong Kebyar, kecuali jenis barungan gamelan Gong Suling dan Gong Bheri kedua jenis barungan gamelan tersebut tidak menggunakan jenis tungguhan gong tetapi nama barungan gamelan tersebut diawli dengan kata gong, sedangkan jenis barungan gamelan yang menggunakan tungguhan gong penyalah, tungguhan gong yang bentuknya persegi panjang, dibuat dari besi dengan menggunakan resonator dan jenis barungan gamelan yang tidak menggunakan tungguhan gong, nama jenis barungan gamelan tersebut selalu diawali dengan kata gamelan.
  3. Istilah gong juga digunakan untuk menyebut karawitan. Dalam pembicaraan sehari-hari terutama di desa tidak menyebut karawitan tetapi gong misalnya dalam ungkapan bahasa Bali: Yo mebalih gong di pura (Ayo menonton karawitan di pura).

 

 

Istilah gamelan mempunyai dua pengertian yaitu pertama, istilah gamelan digunakan untuk menunjuk pada satu kesatuan tungguhan yang terdiri atas sejumlah tungguhan tertentu. Kedua, istilah gamelan digunakan juga untuk menyebut suatu barungan gamelan yang tidak menggunakan tungguhan gong, seperti misalnya untuk gamelan Semar Pagulingan Saih Lima, gamelan Semar Pagulingan Saih Pitu, gamelan Gambang, gamelan Selonding dan lain sebagainya.

Tungguhan yang meliputi : pengertian tungguhan, sumber bunyi, pelawah, atut, tungguhan sakral, panggul, resonator, cara memainkan tungguhan dan pengelompokan tungguhan dan penataan tungguhan. Istilah tungguhan digunakan untuk menunjuk satu kesatuan dari instrument atau sumber bunyi tertentu yang terdiri atas satu atau dua bagaian. Tungguhan yang memiliki satu bagaian, yaitu sumber bunyi yang dimainkan tanpa menggunakan tempat atau sering disebut pelawah atau yang sejenis, diantaranya seperti tungguhan kajar, tawa-tawa, suling, rebab, gentorang, dan kendang. Untuk jenis tungguhan yang mempunyai dua bagaian, yaitu tempat atau sumber bunyi disebut yaitu don gamelan-nya. Selain tungguhan pada bagaian kedua ini, juga menjelaskan tentang atut. Dimana istilah atut angat jarang dilakukan di Bali. Pada saat sekarang, jarang para seniman karawitan Bali mengetahui istilah ini lebih mengenal dengan istilah laras. Barungan gamelan Bali memiliki tiga atut, yaitu atut gambang, atut gong dan atut gender wayang. Atut gambang mempunyai pengertian laras pelog tujuh nada, atut gong mempunyai pengertian laras pelog lima nada, dan atut gender wayang mempunyai pengertian laras selendro. Demikian juga dalam buku ini diungkapkan hasil penelitian I Wayan Rai S. (1999:20) khususnya dalam laras gamelan Gong Kebyar bervariasi sehingga mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Frekwensi nada-nada gamelan Gong Kebyar tersebar dalam empat oktaf. Selisih frekwensi antara nada pengumbang dengan nada pengisep menyebabkan timbulnya ombak. Selain itu juga terdapat variasi interval dalam satu barung gamelan baik dilihat masing-masing tungguhan mupun keseluruhan. Perbedaan susunan interval dalam satu barungan gamelan menyebabkan adanya perbedaan jenis/model laras, yaitu begbeg, sedeng, memecut, dan tirus.

Bagaian Ketiga : Vokal yang meliputi pengantar, jenis vokal, vokal dalam upacara dan vokal dalam seni pertunjukan. Hal yang sudah lumrah, di Bali terdapat 4 jenis vokalyaitu sebagai berikut:

  1. Gegendingan atau disebut Tembang Rare atau Sekar Rare.
  2. Pupuh atau disebut Tembang Alit atau Sekar Alit atau Macapat.
  3. Kidung Aatau disebut Tembang Madya atau Sekar Madya.
  4. Kekawin atu disebut Tembang Ageng atau Sekar Ageng.

Penggunaan vokal dalam upacara di Bali, selain terkait dengan lagu atau melodinya juga terkait dengan cakepan atau syairnya. Konsep Panca Gita merupakan salah satu bentuk kelengkapan atau bagaian dari upacara. Dengan konsep tersebut, vokal selalu hadir dalam upacara apapun. Selain sebagai upacara, vokal juga berfungsi sebagai seni pertunjukan, misalnya dalam pertunjukan tari kecak, janger, cakepung, genjek dan lain sebagaiany

Ada dua jenis pembelajaran karawityan sekarang di Bali (semenjak berdirinya sekolah menengah dan perguruan tinggi seni), yaitu pembelajaran secara formal dan non formal. Kedua sitem pembelajaran ini sangat berbeda proses antara lain pembelajaran formal kurikulum, guru atau dosen dan waktu (lama pembelajaran) ditentukan, sedangkan pembelajaran non formal baik kurikulum, guruy atau dosen dan waktu pembelajaran tidak ditentukan. Dalam buku ini membahas pelajaran non formal yang disebut dengna Catur Meguru, yaitu antara lain :

1.      Meguru Lima yaitu terdiri dari dua kata yaitu meguru dan lima. Meguru artinya belajar, sedangkan lima artinya tangan (dalam bahasa Bali). Jadi meguru lima artinya adalah proses belajar suatu gending (karawitan) dengan cara dipegangi bagaian tangannya dan kemudian diarahkan oleh sang guru.

2.      Meguru panggul yaitu terdiri dari dua kata meguru artinya belajar dan panggul artinya alat pemukul (tabuh di Jawa). Jadi meguru panggul artinya seorang belajar suatu gending dengan cara langsung memainkan atau menyajikan suatu jenis tungguhan melodi tertentu dengan mengikuti arah panggul dari jenis tungguhan tertentu yang membawakan melodi suatu gending.

3.      Meguru Kuping yaitu terdiri dari dua kata, yaitu kata meguru dan kuping. Meguru artinya belajar, sedangkan kuping artinya telinga (pendengaran). Jadi meguru kuping adalah sebuah proses pembelajaran karawitan lewat pendengaran, artinya seseorang belajar uatu gending dengan cara mendengarkan gending secara terus-menerus dan pada akhirnya gending-gending yang sering didengarkan akan dikuasainya.

4.      Meguru rasa yaitu terdiri dari dua kata yaitu meguru dan rasa. Meguru artinya belajar, sedangkan rasa artinya merasakan. Jadi meguru rasa artinya proses belajar gending dengan merasakan gending yang dipelajariny

 

. Adapun jenis-jenis karawitan di Bali adalah sebagai berikut :

  1. Adi Merdangga
  2. Angklung Don Nem (slendro 5 nada)
  3. Angklung Kembang Kirang (slendro 4 nada)
  4. Angklung Klentangan (slendro 5 nada)
  5. Angklung “Jembrana” (pelog 4 nada)
  6. Bebatelan
  7. Bumbang
  8. Bumbung Gebyog
  9. Caruk
  10. Degdog
  11. Gambang
  12. Genggong
  13. Genta Pinara Pitu
  14. Gerantang (Pajogedan)
  15. Gong Beri
  16. Gong Duwe
  17. Gong Gede
  18. Gong Kebyar Gaya Bali Utara
  19. Gong Kebyar Gaya Bali Selatan
  20. Gung Luang
  21. Gong Suling
  22. Jegog
  23. Kendang Mebarung
  24. Mandolin
  25. Manika Santi
  26. Parwa
  27. Pagambuhan
  28. Pajangeran
  29. Geguntangan
  30. Rindik Gegandrungan
  31. Selonding
  32. Semar Pagulingan Saih Lima
  33. Semar Pegulingan Saih Pitu
  34. Smara Dhana
  35. Tektekan
  36. Pleret
  37. Trompong Beruk
  38. Genjek
  39. Cekepung
  40. Renganis

Yang dimaksud dengan nada adalah suatu jenis unsur suprasegmental yang ditandai oleh tinggi-rendahnya arus-ujaran. Tinggi rendahnya arus-ujaran terjadi karena frekuensi getaran yang berbeda antar segmen. Bila seseorang berada dalam kesedihan ia akan berbicara dengan nada yang rendah. Sebaliknya bila berada dalam keadaan gembira atau marah, nada tinggilah yang biasanya dipergunakan orang. Suatu perintah atau pertanyaan selalu disertai nada yang khas. Nada
dalam ilmu bahasa biasanya dilambangkan dengan angka misalnya /2 3 2/ yang berarti segmen pertama lebih rendah bila dibandingkan dengan segmen kedua, sedangkan segmen ketiga lebih rendah dari segmen kedua. Dengan nada yang berbeda, bidang arti yang dimasukinya pun akan berbeda. Pengertian irama/ritme
secara sederhana adalah perulangan bunyi-bunyian menurut pola tertentu dalam sebuah lagu. Perulangan bunyi bunyian ini juga menimbulkan keindahan dan membuat sebuah lagu menjadi enak
didengar. Irama juga dapat disebut sebagai gerakan berturut secara teratur.Irama keluar dari perasaan seseorang sehubungan dengan apa yang dia rasakan.

Melodi adalah susunan nada yang diatur tinggi rendahnya, pola, dan harga nada sehingga menjadi kalimat lagu. Melodi merupakan elemen musik yang terdiri dari
pergantian berbagai suara yang menjadi satu kesatuan, di antaranya adalah satu kesatuan suara dengan penekanan yang berbeda, intonasi dan durasi yang hal ini akan menciptakan sebuah musik yang enak didengar.

Bunyi (suara) adalah elemen musik paling dasar. Irama yang merupakan pengaturan suara dalam suatu waktu, panjang, pendek dan temponya, memberikan
karakter tersendiri pada setiap musik. Kombinasi beberapa tinggi nada dan irama akan menghasilkan melodi tertentu.
Selanjutnya, kombinasi yang baik antara irama dan melodi melahirkan bunyi yang
harmoni. Ketika harmoni dapat terlahir dari musik-musik yang kita ciptakan, maka terdengar indahlah karya musik itu.
Dalam pengertian yang sederhana, tangga nada dalam musik bisa diartikan sebagai
satu set atau satu kumpulan not musik yang diatur sedemikian rupa dengan aturan yang baku sehingga memberikan nuansa atau karakter tertentu. Aturan baku tersebut berupa interval atau jarak antara satu not dengan not yang lain, aturan tentang nada awal dan nada
final, dan lain-lain. Ada berbagai macam tangga nada di dalam musik, masing-masing memiliki aturan baku sebagai ciri yang membedakan antara tangga nada yang satu dengan tangga
nada yang lain. Ilmu harmoni secara
sederhana dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari harmoni. Harmoni adalah
keselarasan. Dalam teori musik, ilmu harmoni adalah ilmu yang mempelajari tentangkeselarasan bunyi dalam musik.
Dalam beberapa bahasa, harmoni disebut armonía (Spanyol & Italia), harmonie
(Perancis dan Jerman), zusammenklang (Jerman).

Bunyi adalah bahan terpenting dalam musik. Bunyi berasal dari Sumber bunyi, yang digetarkan oleh tenaga atau energi. Kemudian getaran tersebut oleh pengantar diantarkan atau dipancarkan keluar. Dan bila getaran ini sampai di telinga kita, barulah kita dapat mendengarkannya.
Ada beberapa Sumber bunyi
1.Logam
2.Kulit
3.Udara

Selain perbedaan bahannya, sumber bunyi dapat dibedakan oleh bentuk dan ukurannya. Bila bentuknya berbeda, maka berbeda pula bunyinya. Jadi sumber bunyi akan berbeda oleh perbedaan bahan, bentuk dan ukurannya.

b. Tenaga

Sumber bunyi akan bergetar, bila adanya tenaga atau energi yang menggetarkannya. Tenaga ini bisa berupa :
1.Tenaga Manusia 4. Tenaga Listrik
2.Tenaga Angin 5. Tenaga Uap
3.Tenaga Air 6.. dll

Dari bermacam-macam yenaga tersebut ada beberapa kesamaan sifat, yaitu bahwa tenaga itu :
1.Dapat diubah atau dikurangi
2.Dapat disimpan
3.Dapat dialihkan
4.Dapat dighabungkan

Contoh :
Jam weker, tenaganya dapat disimpan untuk berbunyi
Pemain biola tidak langsung menyentuh sumber bunyinya.

c. Pengantar

Udara adalah pengantar bunyi yang paling banyak kita gunakan. Namun sebenarnya udara pengantar bunyi yang lamban, bukan berarti tidak baik. Kecepatan merambat bagi udara sebagai pengantar bunyi hanyalah 345 meter per detik. Bandingkan dengan kecepatan rambat bunyi pada zat pengantar lain :

Gabus…………………………………500 meter per detik
Timah…………………………………1190 meter per detik
Air……………………………………..1440 meter per detik
Besi……………………………………5120 meter per detik

Angka-angka tersebut memang dapat berubah oleh peruubahan suhu. Namun perubahan ini kecil sekali shingga praktis kurang begitu berarti., .

d. Kekuatan bunyi

Bunyi yang kuat bebeda dengan bunyi yang tinggi. Kekuatan bunyi tidak ditentukan oleh frekuensi bunyi, tetapi oleh hal-hal yang lain, khususnya; amplitudo, resonansi, dan jarak.

amplitudo adalah lebar getar atau simpang getar yang dibuat oleh sumber bunyi. Semakin lebar getaranya, semakin kuat pula bunyinya.

Resonansi berarti ikut bergetar sejalan getaran bunyi. Biasanya dilakukan oleh benda atau bagian terdekatnya. Dan sedikit banyak kejadian ini akan menambah kekuatan getar sumber buyi.

Contoh gitar; walaupun sumber bunyinya pada senar, namun kekuatannya bunyinya lebih berasal dari kotak kayunya. Sebab, udara di dalam kotak itulah pelaku resonansi, yang justru lebih kuat daripada sumber bunyi. Sehingga kotak tersebut dinamakan kotak resonator. Namun kotak resonatornya hanya berlaku pada gitar accostic. Pada gitar elektrik resonansi dibuat oleh proses elektrik.

Jarak dimaksukan bahwa kekutan bunyi juga ditentukan oleh jarak antara sumber bunyi dengan alat pendengar atau penerima. Memakin dekat, akan semakin keras bunyinya. Sebagaimana frekuensi, kekuatan bunyi juga dapat diiukur. Biasanya digunakan satuan decibel yang disngkat db.

Angka petunjuk antara 0 db sampai kurang lebih 120 db. Sebagai bandingan; bunyi biola selembut-lembutnya yang setara dengan siulan kita lebih kurang 20 db. Sedangkan bagian kuat dari pemain orkes besar kurang lebih hanya mencapai 95 db.

e. Timbre

Timbre adalah warna bunyi, berupa keseluruhan kesan pendengaran yang kita peroleh dari sumber bunyi, setelah dipengaruhi resonansi dan zat pengantar.

ENSAMBLE “Semar Pagulingan”

 Semar Pagulingan adalah sebuah gamelan yang berasal dari Pulau Bali,   gamelan ini adalah tergolong barungan madya. Semar Pagulingan merupakan gamelan rekreasi untuk istana raja-raja zaman dahulu. Biasanya dimainkan pada waktu raja-raja akan kepraduan (tidur). Gamelan ini juga dipergunakan untuk mengiringi tari -tarian dan Gandrung yang semula dilakukan oleh abdi raja-raja kraton. Semar Pagulingan memakai laras pelog 7  nada, terdiri dari 5 nada pokok dan 2 nada pamero.
Sejarah Keberadaan gambelan Semar Pagulingan di Banjar Batan poh Penatih  sudah ada sejak tahun 2000 tepatnya pada tanggal 23 – 09 – 2000. Pada awalnya di Banjar Batan Poh tidak memiliki barungan gambelan sama sekali di keranakan saat itu sedikit orang yang bisa memainkan gambelan di Banjar sedangkan jika ada keperluuan agama ( dewa yadnya) Banjar selalu mencari gambelan di Banjar sebelah yaitu di Banjar Paang Kelod untuk sedianya ngayah di Banjar Batan Poh pada suatu saat Banjar Batan Poh membuat proposal kepada pemerintah provinsi Bali agar sudi membrikan bantuan sebuah barungan gong untuk membuat generasi pemuda agar bisa memainkan gambelan di Banjar  dan bisa di fungsikan untuk keperluuan upacara adat di Banjar Batan Poh maupun di Desa penatih.
Pemerintah provinsi Bali pada tahun 2000 membrikan sebuah barungan gambelan semar pagulingan di Banjar Batan Poh  masyarakat sangat antusias menyambut barungan gambelan semar pagulingan, menariknya pada gambelan semar pagulingan yang  ada di Banjar Batan Poh tungguh ( PLAWAH ) gambelan sangat ringan, gambelan ini terdiri dari empat gangsa, empat kantil, dua jublag, dua jegog, satu trompong,satu buah klenang, satu buah klentong,  dua buah gender rambat, dua buah gong ( lanang-wadon  ), satu buah kempur, satu buah gajar krentengan, satu buah kecek, satu buah gentorang, dan duah buah kendang prumpungan (lanang- wadon). Menurut I Gde Arsana s.sn pelatih gambelan semar pagulingan di Banjar Batan Poh pada gong wadon dan kempur dulunya adalah instrument gambelan yang berada di pura panti sebuah gong dan kempur yang di anggap sakral oleh masyarakat pada waktu odalan gong dan kempur ini selalu berbunyi sendiri tanpa ada orang yang memainkan . maka dari gong dan kempur dijadikan satu pada gambelan semar pagulingan oleh kerana  itu pada barungan gambelan semar pagulingan di Banjar Batan Poh memiliki dua buah gong dan satu buah kempur.
Gambelan Semar Pagulingan yang ada di Banjar Batan poh Penatih di fungsikan sebagai sarana kegiatan upacara adat (dewa yadnya dan manusa yadnya) yang ada di lingkungan banjar atau desa. sedangkan jika ada keperluan untuk ngayah di luar desa barungan gambelan sangat bisa atas persetujuan dari Bendesa adat Batan poh
Demikian sejarah dari gambelan semar pagulingan yang ada di Banjar Batan Poh Desa Penatih Denpasar timur.

Kesamaan unsur-unsur gamelan  pegambuhan dengan gamelan smar pagulingan yang paling menonjol adalah kesamaan ini secara otomatis  menyangkut sebagian besar unsur musikal terutama unsur lagu , pola melodi dan ritme,dinamika juga pola permainan instrumen-instrumen pengatur matra dan instrumen-instrumen ritmis. Kesamaan yang lain adalah penggunaan sebagian besar instrumen ritmis  dan pengatur matra.  Beda penggunaan instrumen dalam gamelan smar pagulingan dengan gamelan pengambuhan hanya terletak pada instrumen-instrumen melodisnya. Kalau gamelan pengambuhan menggunakan suling besar,gamelan smar pagulingan menggunakan trompong dan keluarga gangs ( saron yang digantung) sebagai instrumen melodis. Rebab yang dalam gamelan pengambuhan  sebagai pemegang melodi pokok bersama-sama suling , dalam gamelan smar pagulingan hanya untuk memperkaya dan memperpanjang durasi melodi.pola permainan rebab dan suling dalam gamelan smar pagulingan telah mempunyai pola tersendiri dalam merealisasi melodi-melodi pokok yang dimainkan oleh trompong.bentuk instrumen rebab dalam gamelan pengambuhan dan rebab dalam gamelan smar pagulingan pada prinsipnya sama,sedangkan suling dalam gamelan smar pagulingan digunakan suling menengah dan suling titir.
trompong dan gangsa sebagai instrumen melodis dalam gamelan smar pagulingan dapat digunakan untuk memainkan hampir semua repertoar pengambuhan berikut dengan ragam patetnya.trompong adalah instrumen bermoncol (masuk keluarga gong) ,yang ditempatkan berjejer mulai dari yang bernada  rendah hingga yang tertinggi. Dalam satu pangkon terdiri dari  14-16 moncol satu nada. Gamelan semar pagulingan juga memiliki sistem pelarasan pelog tujuh nada ( saih pitu),ini berarti ada dua oktaf (gemyangan) nada dalam instrumen trompong tersebut.instrumen –instrumen keluarga gangsa mulai yang bernada terendah seperti jegogan,jublag,gangsa pemade,dan gangsa kantilan dalam satu pangkon hanya terdiri dari tujuh bila nada.
Instrumen -instrumen pengatur matra dalam gamelan pengambuhan dan gamelan smar pagulingan pada umumnya sama yaitu kempul,kajar,klenang,dan gumanak hanya saja instrumen gumanak belakangan ini jarang digunakan dalam gamelan smar pagulingan. Bentuk  serta ukuran instrumen-instrumen tersebut baik dalam gamelan pengambuhan maupun dalam gamelan smar pagulingan tidak menunjukan perbedaan prinsipil. Demikian halnya dengan instrumen-instrumen  ritmis,bentuk,ukuran,dan penggunaannya baik dalam gamelan Pengambuhan maupun Smar pagulingan adalah sama yaitu kendang krumpungan,ricik,kangsi,dan genta orag. Terhadap masing-masing perangkatnya,semua instrumen-instrumen tersebut baik pengatur matra maupun instrumen ritmis memiliki pola permainan yang sama. Demikian jugahubungan pola permainan antara instrumen yang satu dengan lainnya.
Kesamaan jenis,bentuk fisik,ukuran instrumen dan fungsi terhadap perangkatnya secara langsung menyebabkan cara memainkannya juga sama. Lain halnya dengan instrumen melodis pada gamelan Smar Pagulingan sangat berbeda dengan instrumen melodis gamelan pengambuhan,yang ini tentu menyebabkan cara permainan instrumen yang berbeda pula. Kalau dalam gamelan pengambuhan instrumen melodis pokok dimainkan dengan cara ditiup,dalam gamelan Smar Pagulingan instrumen melodis pokok(trompong) dimainkan dengan cara dipukul dengan sepasang panggul (alat pemukul) .
Trompong dipukul dengan dua panggul yang terbuat dari batang kayu,setengah bagian sebagai tempat memegang dan setengahnya lagi dililit dengan benang merupakan bagian yang dipukulkan. Gangsa dan kantil di pukul dengan panggul yang berbentuk hammer,juga terbuat dari kayu. Jublag juga dipukul dengan panggul berbentuk hammer,hanya saja karena diperlukan durasi suara yang agak panjang,pada bagian yang dipukulkan diisi dengan karet agar lebih lembek dan lentur. Sedangkan panggul jegogan mirip dengan panggul gong dan kempur,hamya saja tangkainya dibuat lebih panjang agar dapat menjangkau bilah nada yang cukup besar dan panjang.
Kesamaan bentuk musikal terutama repertuar lagu dan hubungkait antara gamelan semar pegulingan dngan gambelan pegambuhan juga diperkuat oleh deskripsi yang terdapat dalam lontar Prakempa dan Aji Gurnita sebagai berikut:’’nyata gegambelan semar pegulingan ngaran semara aturu,gendingnya pegambuhan maka gegambelan barong singa’’(Dan itu gamelan semar pegulingan artingya atau bernama semara aturu,lagunya pegambuhan untuk mengiringi tari barong singa). Penulis masih belum memahami apa yang dimaksud dengan gambelan semar pegulingan sebagai iringan barong singa,sebab dewasa ini gamelan semar pegulingan di Bali bukanlah gamelan khusus iringan tari tertentu. Gamelan semar pegulingan biasanya dimainkan sebagai musik protokoler pada upacara-upacara adat dan keagamaan selain itu tari barong singa hingga saat ini belum pernah penulis lihat keberadaannya di Bali,yang ada adalah barong macan. Kendatipun dewasa ini gamelan semar pegulingan sering digunakan untuk mengiringi drama tari gambuh belumlah dianggap sebagai tradisi,karena hal itu dilakukan dengan alasan fleksibelitas dan salah satu penembahan fungsi gamelan semar pegulingan.
Adanya kesamaan hampir semua repertuar lagu pegambuhan dengan gamelan semar pegulingan bukan berarti gamelan semar pegulingan tidak memiliki ciri musikal. Perbedaaan jenis, bentuk,bahan,dan tekhnik permainan instrumen-instrumen melodi semar pegulingan menyebabkan lagu-lagu pegambuhan menyesuaikan diri dengan medianya yang baru. Melodi-melodi yang sebelumnya dimainkan lewat media suling dan rebab,ditransfer kedalam instrumen bermoncol dan berbilah yang tentunya diikuti tekhnik dan pola permainnannya,akan menghasilkan warna musikal yang berbeda pula. Dari segi pola pemainan instrumen,melodi-melodi yang dalam gamelan pegambuhan diungkapkan dengan sederhana mengalir lewat media suling,dalam gamelan semar pegulingan ditambah dengan pola permainan kotekan (interlocking) lewat media gangsa dan kantil.
Gamelann pegambuhan dan semar pegulingan sama-sama menganut sistem pelarasan pelog tujuh nada. Apabila gamelan pegambuhan mampu menurunkan lima macam patutan (patet). Kelima patet tersebut memiliki nama yang sama dengan tetekep yang ada pada gamelan pegambuhan yaitu patet slisir,tembung,sundaren,baro,dan patet lebeng. Prinsip patet kedua gamelan pada dasarnya sama,yaitu pada nada yang jumlahnya tujuh terbagi menjadi dua macam yaitu lima nada pokok dan dua nada pemero. Karakter masing-masing patet dalam gamelan semar pegulingan kendatipun telah berbeda warna musikalnya dengan pegambuhan ternyata juga dapat menampilkan kesan yang serupa. Seperti misalnya patet slisir berkarakter halus,tembung berkarakter keras,dan patet sundaren berkarakter antara halus dan keras.
Banyaknya unsur kesamaan antara gamelan semar pegulingan dan gamelan pegambuhan menyebabkan gamelan semar pegulingan ini juga sering digunakan untuk mengiringi drama tari gambuh. Menurut keterangan I Wayan Dibia ( seorang pakar tari Bali),menarikan drama tari gambuh dengan iringan semar pegulingan tidak mengalami kesulitan yang berarti. Hal yang membedakannya hanya dari segi suasana( mood),sebab semar pegulingan selain warna suaranya berbeda dengan pegambuhan  juga lebih ramai dan keras.
Gamelan yang dalam lontar Catur Muni-muni disebut dengan gamelan semara aturu ini adalah barungan madya, yang bersuara merdu sehingga banyak dipakai untuk menghibur raja-raja pada zaman dahulu. Karena kemerduan suaranya, gamelan Semar Pagulingan (semar=semara, pagulingan=peraduan) konon biasa dimainkan pada malam hari ketika raja-raja akan ke peraduan (tidur). Kini gamelan ini bisa dimainkan sebagai sajian tabuh instrumental maupun mengiringi tari-tarian/ teater.
Masyarakat Bali mengenal
dua macam Semar Pagulingan:

1 Semar Pagulingan yang berlaras pelog 7 nada
2 Semar Pagulingan yang berlaras pelog 5 nada

Kedua jenis Semar Pagulingan secara fisik lebih kecil dari barungan Gong Kebyar terlihat dari ukuran instrumennya. Gangsa dan trompongnya yang lebih kecil dari pada yang ada dalam Gong Kebyar

Instrumentasi gamelan Semar Pagulingan  meliputi;

1.       2 tungguh Gender Rambat, yaitu alat musik wilahan yang terbuat dari bahan perunggu yang diletakkan di atas tungguh kayu dengan resonator bamboo. Fungsinya sebagai pembawa lagu menggantikan terompong. Panjang wilahannya lbh kurang 13 -15 cm, lebarnya lebih kurang 3 – 4,5 cm, tipisnya lbh kurang 2 – 3 mm.

2.       1 tungguh Trompong, 14 pencon, yaitu instrument musik menyerupai gong yang terdiri dari 14 buah yang diletakkan di atas rak.  Diameternya beragam mulai dari ukuran yang paling kecil hingga terbesar, yaitu  mulai dari 12 – 20 cm, dengan tinggi permukaannya lbh kurang 10 cm.

3.       4 tungguh gangsa Pemadih atau Pemade, 7 bilah, istrumen wilahan yang diletakkan di sebuah rak kayu dari bahan kayu nangka, dengan resonator yang terbuat dari bamboo. Panjang wilahannya lebih kurang 15 – 25 cm, lebar 3 – 4,5 cm dengan ketebalan 2 – 3 mili meter.

4.       4 tungguh gangsa Kantil, 7 bilah, yaitu alat musik wilahan yang terbuat dari bahan perunggu yang terdiri dari tujuh wilahan yang diletakkan di atas rak yang terbuat dari bahan kayu, dengan resonator dari bambu. Panjang wilahannya adalah beragam dari yang kecil hingga yang besar, yaitu sekitar  panjang 15 – 25 cm, lebar lebih kurang 4 – 5 cm, dan ketebalan lbh kurang 2 – 3 mili meter. Alat ini dimainkan dengan menggunakan sebuah alat pemukul (stik) dengan tangan kanan dan tangan kiri berfungsi sebagai damper, untuk me­mute suaranya.

5.       1 buah Juglag, 7 wilahan, yaitu alat musik wilahan yang terbuat dari bahan perunggu yang diletakkan di atas rak atau tungguhan yang terbuat dari bahan kayu dengan tinggi lebih lkurang 40 – 45 cm. Panjang wilahannya lebih kurang antara 40 – 45 cm, lebar 4 – 6 cm dan ketebalannya lebih kurang 3 – 4 cm,  dan diletakkan di atas resonator bambu.

6.       2 tungguh Penyelah , 7 bilah yaitu alat musik wilahan yg lebih kecil dari Juglag, yaitu wilahan yang terbuat dari bahan perunggu yang diletakkan di atas rak atau tungguhan yang terbuat dari bahan kayu dengan tinggi lebih lkurang 30 – 40 cm. Panjang wilahannya lebih kurang antara 30 – 35 cm, lebar 4 – 5 cm, dan ketebalan 2 – 3 mili meter. Wilahan tersebut diletakkan di atas resonator bamboo. Dimainkan dengan dua buah stik (tangan kiri dan kanan);

7.       2 tungguh Jegogan, 7 bilah, yaitu isntrumen wilahan yang terbuat dari bahan perunggu yang diletakkan dalam sebuah rak yang terbuat dari bahan kayu dan didalamnya terdapat resonator dari bamboo dengan tinggi lebih kurang 40 – 45 cm. Panjang wilahannya lebih kurang 25 – 30 cm, dengan lebar 3 – 4 cm dan ketebalan lebih kurang 2 – 3 mm.

8.       1 gong Gayor  yaitu gong yang diletakkan di rak yang terbuat dari bahan perunggu dengan diameter 45 – 55 cm, dengan tinggi permukaan 5 – 7 cm. Alat ini biasanya biasanya berpasangan dengan kenong dan Kempur, namun dalam Semar Pagulingan alat musik kempur tidak dipergunakan.

9.       2 buah Kendang Krumpungan, yaitu kendang lanang dan kendang wadon, yaitu gendang dua sisi. Kedua gendang ini pada prinsipnya ukurannya sama, hanya fungsinya dalam ensambel musik yang dibedakan serta pelarasannya. Panjangnya lebih kurang 60 cm, dengan diameter sisi kiri 20 cm, dan sisi kanan 24 cm. Gendang ini terbuat dari bahan kayu nangka dan membrannya terbuat dari kulit sapi. Gendang ini dipukul dengan menggunakan satu buah alat pemukul (stik) untuk tangan kanan, dan tamparan tangan untuk tangan kiri.

10.   1 kendang Bebarongan, gendang kecil, ukurannya lbh kurang 55 cm, diameter membrannya lbh kurang 20 cm sebelah kiri dan 24  cm sebalah kanan.

11.   1 buah Ceng-Ceng Rucik, ceng-ceng yg lbh kecil dari biasanya, yaitu sejenis simbal dengan diameter lebih kurang 8 – 9 cm, dengan ketebalan lebih kurang 1 – 2 mm.

12.   1 buah Gentorak, sejenis genta yang terdiri dari beberapa buah genta kecil. Cara memainkannya dengan menggoyangkannya, sehingga suaranya gemerincing. biasa dipakai dlm upacara, terbuat dari perunggu. Diameter gentanya lebih kurang 2 – 4 cm, dengan tinggi permukaannya sekitar 3 – 4 cm, dan ketebalannya lebih kurang 1 mili meter.

13.   1 buah Kajar, yaitu sejenis gong kecil yang berpencu yang berfungsi sebagai tempo. Biasa juga disebut kethuk. Diammeternya lebih kurang 15 cm, dengan tinggi permukaannya lbih kurang 10 cm, dan ketebalan lbh kurang 1 – 2 mili meter.

14.   1 buah Kenong, merupakan gong kecil yang diletakkan di atas rak yang terbuat dari bahan perunggu, dengan ukuran diameter lebih kurang 15 – 17 cm, dan tinggi 8 – 10 cm dengan ketebalan lebih kurang 1 – 2 mm;

15.   1 buah Klenang, adalah juga sejenis gong kecil  yang terdiri dari satu buah terbuat dari bahan perunggu berfungsi sbg pemanis tempo atau penyela. Bentuknya hampir sama dengan Kajar, demikian juga ukurannya.

16.   2 tungguh Kempyung, terdiri dari dua nada, yaitu sejenis gong kecil dgn diameter 15 cm dan tingginya lbh krg 10 cm dan ketebalannya lebih kurang 1 – 2 mm;

17.   1 buah Rebab, yaitu alat musik gesek bersenar dua, dengan panjang lebih kurang 70 – 100 cm. Terbuat dari bahan kayu nangka, dengan senar dari bahan metal, dan membrane dari kulit, dan terdiri dari alat penggesek (bow).

18.   4 buah Suling, yaitu end blown flute, yaitu suling yang terbuat dari bahan bambu dengan panjang lebih kurang 25 – 30 cm, dengan diameter 1 – 1,5 cm.

AGUS PARMADI

IDENTITAS DIRI

Nama saya : I Wayan Agus Parmadi, Saya di lahirkan di sebuah desa terpenci / desa yang jauh dari keramaean kota pada tanggal 5 juni 1994,dengan alamat lengkap Banjar Wanasari,Desa Sulangai,Kecamatan Petang,Kabupaten Badung,Prov.Bali.,dan status belum menikah.Dan saya sekolah di : Taman Kanak-kanak Kumara Sari III Sulangai selama satu tahun.dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2000. Sekolah dasar Negeri (SDN) II Petang selama enam tahun,dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2006. Sekolah Menengah Pertama Negeri ( SMPN)1 Petang selama tiga tahun,dari tahun 2006 sampai tahun 2009. Dan saya melanjutkan di Sekolah Menengah Kejuruan 5 Denpasar(SMK 5 Denpasar),jurusan kerawitan selama tiga tahun.Dari tahun 2009 sampai tahun 2012. Keluarga saya ada 6 (enam) orang termasuk saya,di antaranya : kakek yang bernama I Wayan Keredek,nenek bernama Ni Wayan Kemog,ayah bernama I Wayan Duniarta,ibu bernama Ni Made Yeniasih dan adik bernama I Made Dwi Irawan.semuanya tinggal di kampung. Kakek dan nenek,Belia di pilih oleh desa adat untuk jadi pemangku di sebuah pura yang bernama pura anyar dan sebagai pemangku petapakan (Barong).Dan pekerjaan beliau selain pemangku adalah petani. Ayah saya juga pekerjaannya sebagai petani,tapi lebih cendrung berkebun menanam sayur,cabai,bunga,dll.Dan beliau juga saya lihat mempunyai bisnis produk pertanian yang bernama pupuk organik cair yang bernama nasa hormonik.beliau bekerja sama dengan temannya dari denpasar dan yogyakarta,Begitu juga Ibu saya selain sebagai ibu rumah tangga,beliau juga sering bantu ayah bekerja di sawah dan sambil menjalani bisnis kecil-kecilan,untuk menopang biaya dapur dan biaya kami sekolah bersama seorang adik yang masih sekolah di SMPN Petang. Dengan biaya pendidikan yang mahal dan biaya oprasional yang tinggi,maka dari itulah saya setiap libur sekolah menyempatkan diri untuk membantu orang tua bekerja petani,walaupun hasilnya tidak menetap. Dengan impian serta tekad yang membara,Orang tua saya memberanikan diri menyekolahkan saya sama adik, sampai saya bisa duduk di bangku kuliah dan adik di bangku SMP seperti sekarang ini.Kami merasakan berapa banyak biaya yang harus di keluarkan setiap hari oleh orang tua untuk biaya sekolah kami berdua dan belum biaya yang lain, Saya memilih kuliah di Institut Seni Indonesia ( ISI ) karena di dukung oleh orang tua,khususnya ayah dan kakek dan saya ingin memperdalam ilmu seni kerawitan serta mempertahan seni dan budaya adat bali supaya tidak punah dan sambil mengenal serta mempelajari seni/gambelan daerah lainnya ,seperti gambelan Jawa dan yang lainnya. Di lihat dari segi agama,khususnya agama hindu.hidup kita ini lebih banyak kerja sosial atau sering di sebut dengan ngayah. Baik itu di pura,di masyarakat,yang melaksanakan nyadnya sudah barang tentu ada kaitannya dengan seni/gambelan.Dengan ngaturan ayah / ngayah baik di pura atau di masyarakat,kita akan merasa senang dan puas. Begitu juga saya ingin mengembangkan seni di desa saya yang terpencil/jauh dari keramaian kota serta mengajak teman-teman yang ada di kampung untuk ikut serta mempelajari dan mempertahankan seni dan budaya adat Bali walaupun mereka tidak menjurus mempelajari seni kerawitan. HIDUP……..Apa yang kita cari dalam hidup ini,? > “kepuasan” Puas lahir dan batin akan saya raih dengan cara ngayah dengan tulus iklas dan tanpa pamrih maka kita akan merasakan kupuasan yang kita cari” MATI……….Apa yang akan kita bawa ke alam sana,? > “ Karma “ ngayah dengan tulus iklas baik di pura maupun di masyarakat maka secara tidak sadar kita sudah menabung karma untuk bekal ke alam sana.