GAMBELAN SEMAR PEGULINGAN

GAMELAN SEMAR PEGULINGAN

 

Semar Pagulingan adalah sebuah gamelan yang dekat hubungannya dengan gamelan Gambuh, di mana ia juga merupakan perpaduan antara gamelan Gambuh dan Legong. Semar Pagulingan merupakan gamelan rekreasi untuk istana raja-raja zaman dahulu. Biasanya dimainkan pada waktu raja-raja akan kepraduan (tidur). Gamelan ini juga dipergunakan untuk mengiringi tari Leko dan Gandrung yang semula dilakukan oleh abdi raja-raja kraton. Semar Pagulingan memakai laras pelog 7 nada, terdiri dari 5 nada pokok dan 2 nada pamero. Repertoire dari gamelan ini hampir keseluruhannya diambil dari Pegambuhan (kecuali gending Leko) dan semua melodi-melodi yang mempergunakan 7 nada dapat segera ditransfer ke dalam gamelan Semar Pagulingan.
Bentuk dari gamelan Semar Pagulingan mencerminkan juga gamelan Gong, tetapi lebih kecil dan lebih manis disebabkan karena hilangnya reong maupun gangsa-gangsa yang besar. Demikian bejenis-jenis pasang cengceng tidak dipergunakan di dalam Semar Pagulingan. Instrumen yang memegang peranan penting dalam Semar Pagulingan ialah Trompong. Trompong lebih menitik beratkan penggantian melodi suling dalam Gambuh yang dituangkan ke dalam nada yang lebih fix. Gending-gending yang dimainkan dengan memakai trompong, biasanya tidak dipergunakan untuk mengiringi tari. Di samping trompong ada juga 4 buah gender yang kadang-kadang menggantikan trompong, khususnya untuk gending-gending tari. Dalam hal ini Semar Pagulingan sudah berubah namanya menjadi gamelan Pelegongan. Instrumen yang lain seperti gangsa, jublag dan calung masing-masing mempunyai fungsi sebagai cecandetan ataupun untuk memangku lagu. Semar Pagulingan juga memakai 2 buah kendang, 1 buah kempur, kajar, kelenang, suling. Kendang merupakan sebuah instrumen yang mat penting untuk menentukan dinamika dari pada lagu.
PERANAN SRUTI DALAM PEPATUTAN
GAMELAN SEMAR PEGULINGAN SAIH PITU
Istilah sruti berasal dari bahasa sansekerta yang artinya adalah kitab-kitab weda ( mardiwarsito, 1985 : 539 ). Selain itu dalam dunia musik misalnya dalam music india dan bali, sruti merupakan sebuah terminlogi yang berarti, jarak antara dua buah nada itu dikenal dengan nama interval. sruti atau interval mamagang peranan yang sangat pentingdalam pepatutan dalam pelarasan gamelan bali. Untuk dapat mengetahui betapa pentingnya peranan sruti itu dalam pepatutan gamelan bali, maka akan dibahas tentang gamelan semar pegulingan saih pitu disingkat (SPSP). Gamelan ini menggunakan laras pelog tujuh nada (sih pitu), dengan bahan bulah dan pencon terbuat dari perunggu.
Proses pelarasan gamelan semar pegulingan saih pitu (SPSP)
Secara tradisi pelarasan gamelan SPSPdilakukan hanya dengan mengandalkan kepekaan telinga dan musical aesthetic. Oleh sebab itu pelarasan gamelan haruslah dilakukan dengan seksama.
Langkah pertama yang dilakukan seorang pande (pembuat gamelan)atau tukang laras gamelan adalah menentukan petuding. Petuding berasal dari akar kata “tuding” yang artinya tunjuk. Dengan demikian petudng atau artinya adalah petunjuk. Dalam kaitannya dengan pelarasan gamelan petuding ituberarti petunjuk nada. Petuding terbuat dari bambu, terbentuk segi empat panjang menyerupai bialh gangsa. Bahan yang dipilih untuk petuding itu adalah jenis bambu yang di bai disebut “tiing santong” dan “tiing jelepung”. Bahan petuding itu haruslah bamboo yang sudah benar-benar kering sebab dengan bamboo yang kering ini suara petuding yang nantinya akan stabil. Bambu yang kering sering didapatkan dari iga-iga dan tenggala (bajak). Setelah bahan petuding didapatkan langkah-langkah selanjutnya adalah, menentukan suaradari petuding itu sendiri. Untuk gamelan SPSP sumber dari sura petuding itu biasanya didapatkan melalui suling gambuhatau sering juga meniru dari gamelan SPSPyang sudah ada. Apabila suara petuding itu di ambil dari gamelan diambil dari gamelan yang sudah ada, maka proses ini disebut dengan istilah “nurun”. Dalam hal nurun, seorang pande biasanya mengandalkan kepekaan telinganya sendiri, tanpa bantuan alat-alat pengukur nada seperti misalnya sroboconn.
Tahap dalam pelarasan
Proses dalam pelarasan gamelan SPSP dimulai dengan melaras instrument yang berbilah. Pelarasan ini dikerjakan oktaf (pengangkep) demi oktaf dengan berpatokanpada petuding. Instrument pertama yang dilaras adalah jublag instrument ini dianggap sebagai starting point dari gamelan itu sendiri. Setelah jublag dapat dilaras dengan baik, maka pelarasan itu bisa  dilanjutkan ke pengangkep yang lebih rendah, yaitu jegogan, atau bisa juga ke pengangkep yang lebih tinggi mulai dari mulai dari pemade terus ke kantil. Perlu dicatat bahwa dalam pelarasan gamelan inihendaknya jangan dimulai jangan di mulai dri pengangkep yang lebih tnggiyaitu kantilan sebab kantilan itu memiliki frekuensi (getaran per’detik) yang paling tinggi dalam gamelan SPSP. Apabila pelarasan itu dimulai dari kantilan, biasanya tukang laras itu akan mengalami kesukaran untuk melanjutkan ke pengangkep yang lebih rendah.
Selain semua instrument yang berbemtuk bilah laras, maka dilanjutkan dengan melaras instrumen yang berpencol (pencon) seperti terompong, kempur, kemong. Klenang, dan kempyung. Biasanya instrument pencon yang dilaras untuk pertama kali adalah terompong. Dalam gamelan SPSP terompong itu pada dasarnya terdiri dari dua pengangkep (oktaf) sesuai dengan pengangkep jublag dan pemade. Jumlah pencom dalam tiap tungguh terompong biasanya bervariasi (17 pencon (gamelan SPSP kamasan), ada yang menggunakan 15 pencon (gamelan STSI), ada juga yang menggunakan 14 pencon (gamelan SPSP abian kapas kaja dan Puri Agung Gianyar). Enggan adanya perbedaan jumlah pencon itu maka cara penyusunan nada-nada pun ada variasinya, misalnya di kamasan klungkung nada terendahadalah nada 1, sedangkan nada tertinggi adalah nada 2. Di pagan nada terendah adalah nada 1, sedangkan nada tertinggi adalah nada 2,  di STSI nada terendah dan tertinggi adalah nada 1, di Puri Agung Gianyar dan Abian Kapas Kaja yang terendah adalah 1 sedangkan nada yang tertinggi adalah 7. Instrument terompong itu tidak dibuat dengan sistem “ngumbang-ngisep” oleh karena itu pelarasan terompong bisa mengikuti pengisep atau pengumbang. Kalau terompong itu dilaras sesuai dengan pengisep maka suara terompong itu tidak akan menonjol apabila seluruh instrument dalam barungan gamelan itu dimainkan secara bersama-sama. Suara dari terompong itu disebut dengan istilah “meplekes” sebaliknya apabiala terompong itu dilaras sesuai dengan pengumbang maka suara terompong itu akan sangat menonjol yang disebut dengan istilah “ngulun”

 

LANGKAH PEMBUATAN BONSAI KELAPA

 Langkah Membuat Bonsai Kelapa

 

Bonsai adalah salah satu jenis tanaman favorit untuk dijadikan hiasan dirumah. Bonsai memiliki nilai artistik tinggi sehingga terkadang harganya bisa selangit. Para pecinta bonsai tidak ragu membelinya dengan harga mahal, karena memiliki bonsai adalah sebuah kebanggan tersendiri.

Salah satu bonsai yang paling populer adalah bonsai kelapa. Selain karena harganya yang tidak begitu mahal, pohon kelapa mudah tumbuh di berbagai lingkungan. Harga bonsai ini berkisar antara 300 ribu rupiah sampai jutaan rupiah.

Jika kamu tidak mampu membeli bonsai kelapa, kamu bisa membuatnya sendiri. Cara pembuatanya cukup sederhana dan mudah dilakukan. Berikut ini adalah langkah-langkah untuk membuat bonsai dari kelapa.

 

Memilih Jenis Kelapa

Ada beberapa jenis kelapa yang bisa dibonsai yaitu kelapa gading susu, kelapa gading merah dan kelapa albino.Kelapa gading susu biasanya berwarna putih dan banyak tumbuh di daerah subtropis. Kelapa jenis ini banyak digunakan untuk pengganti pohon palem untuk diletakkan di taman.

Ciri utama dari kelapa gading merah adalah warnanya yang merah kekuning-kuningan. Ketika sudah dibonsai kelapa jenis ini akan menjadi sangat cantik dan menarik. Namun perlu diketahui bahwa perawatan kelapa jenis ini tergolong merepotkan. Untuk mempertahankan warna merahnya yang cantik, kamu perlu menggunakan banyak pupuk. Jika kekurangan zat-zat yang disediakan pupuk, kambium tanaman ini akan berkurang dan warnanya akan berubah menjadi hijau.

Jenis terakhir dari kelapa yang bisa dibonsai adalah kelapa albino, dari namanya sudah jelas bahwa warna kelapa ini adalah putih. Warna putihnya tidak pucat polos, namun lebih terang mendekati warna silver.

Setelah mengetahi beberapa jenis diatas, maka pilihlah sesuai dengan selera kamu kelapa jenis apa yang akan kamu bonsai.

 

Memilih Bibit

Untuk membuat bonsai kelapa, pilihlah bibit kelapa yang sudah lumayan tua. Kelapa yang sudah tua akan lebih cepat menumbuhkan tunas baru. Apabila memungkinkan petiklah sendiri bibit langsung dari pohonnya. Hal itu karena ketika sudah jatuh, bibit akan tumbuh menjadi bentuk yang kurang baik. Selain itu, bibit yang sudah terjatuh kemungkinan memiliki batok yang sudah rapuh karena benturan.

Pilihlah bibit dengan batok yang berukuran kecil namun akarnya besar. Batok yang kecil akan memudahkan kamu untuk membentuk bentuk batang yang kamu inginkan.

Menentukan Posisi Batok Kelapa

Pusat perkembangan dari kelapa adalah di bagian batoknya. Penentuan posisi batok menjadi hal yang penting untuk membentuk pola bonsai yang diinginkan. Letakkan bibit yang belum bertunas pada tanah yang kandungan airnya banyak. Biasanya bibit akan tumbuh tunas ketika sudah berumur 1 sampai 2 minggu.

Letakkan batok kelapa pada posisi vertikal jika kamu menginginkan bentuk batok yang dikelilingi akar. Jika ingin bentuk seperti rumah siput, kamu bisa meletakkanya secara horizontal.

Proses Penanaman

Gunakan pisau untuk membuka bibit kelapa yang sudah bertunas. Buka perlahan-lahan agar tunasnya tidak rusak. Gunakan cutter untuk membersihkan batok kelapa dari serabut-serabut yang menutupi. Pada tunas yang paling bawah, sayat pelan-pelan dengan menggunakan cutter. Tanam tunas pada pot yang telah berisi media tanam yang cukup.

Membentuk Batang Bonsai

Untuk mempertahankan bentuk bonsai tetap mini, kamu harus melakukan penyayatan pada tunas yang lebih tua. Jika bibit sudah tumbuh hingga 15 sampai 20 cm, berikan sayatan pada tunas yang paling bawah. Untuk menghindari pembusukan, jangan sampai tunas yang masih muda juga terkena sayatan. Lakukan penyayatan ini sehari minimal 3 kali.

Merawat Bonsai Kelapa

ini cukup mudah, kamu hanya perlu menyirami bonsai ini sehari sekali saja. Sirami bonsai ini pada sore atau malam hari. Jika memungkinkan, campur air menggunakan larutan garam sebagai pengganti air untuk menyirami bonsai setiap hari.

TARI MERAK ANGELO

Sejarah Tari Merak Angelo

Tari Merak Angelo, adalah tari yang menggambarkan burung merak jantan dengan bangganya memamerkan keindahan bulu ekornya yang panjang dan berwarna-warni seraya meliuk-liukkan badannya dengan maksud menarik perhatian burung merak betina. Tari Merak Angelo merupakan tarian yang diciptakan oleh I Ketut Rena S.ST.

Pada saat pertama keluar pentas seakan penari datang mematuk penonton. Selanjutnya kelihatan suasana penari mulai bergaya penari Bali lainnya. Yang paling menarik saat para penari memainkan ekornya begitu indah dan sangat menarik. Seakan ingin memamerkan ekornya yang begitu indah, terlihat juga saat penari memblakangi penonton dan mengibas-ibaskan kain ekornya. Gerakan kekiri dan kekanan sperti burung sedang bermain juga kerap kali ditampilkan.

Pertunjukan tari ini sering dibawakan saat pentas seni-seni di Bali. Terutama saat pentas tari-tarian Bali sebagai hiburan warga-warga baik di desa maupun kota, kelulusan siswa dan hiburan selingan upacara keagamaan.

Tarian ini menceritakan tentang burung merak yang menampilkan keindahan bulu ekornya yang panjang dan berwarna-warni untuk mencuri perhatian sang betina.

Tarian ini ditarikan oleh kaum wanita, karena kaum wanita lebih cocok mencerminkan gerakan-gerakan yang dilakukan oleh burung merak jantan.

 

Ragam Gerak Tari Merak Angelo

Yang dimaksud gerak adalah serangkaian bentuk perubahan atau perpindahan dari anggota tubuh. Ragam-gerak tari Merak Angelo yaitu agem, tandang dan tangkep semua agar menyerupai burung dan keelokannya.

Tata Busana Tari Merak Angelo

Busana yang dikenakan mirip dengan burung merak. Mulai dari mahkota yang berisi kepala merak dan beberapa bulu terselip di belakang mahkota. Pakaian yang dikenakan juga mirip, dari corak warna juga ada motif ekor merak di kain belakang layaknya ekor indah merak yang sedang berdiri. Kostumnya yang berwarna-warni sangat mencerminkan ciri khas burung merak, yang paling menarik perhatian adalah bagian sayapnya yang dipenuhi dengan payet dan dapat dibentangkan oleh sang penari. Dan mahkota yang berhiaskan kepala merak yang disebut singer akan bergoyang-goyang setiap penari menggerakkan kepalanya. Tata busana tari Merak Angelo yaitu pakaian yang digunakan oleh seorang penari, untuk merias dan menutupi badan, kegunaan tata busana agar terlihat menarik pada saat menari dan kelihatan lebih indah: tata busana yang digunakan tari Merak Angelo yaitu: gelungan, subeng, gelangkanan, sabuk lilit prade, kamben, tutup dada, gelang kaki, dan ampok-ampok.

  1. Gelungan yaitu yang digunakan untuk menutupi kepala atau bisa disebut singer.
  2. Subeng yaitu yang digunakan di telinga kanan dan kiri agar kelihatan seorang penari lebih cantik/indah.
  3. Gelang kana yaitu gelang yang digunakan di tangan kanan dan kiri gunanya agar lebih kelihatan menarik.
  4. Sabuk lilit prade yaitu sabuk yang dililitkan di badan seorang penari gunanya untuk memperkuat dan menutupi badan seorang penari.
  5. Kamben yaitu tata busana yang dipergunakan di bawah oleh seorang penari agar seorang yang menarikan tarian Merak Angelo kelihatan rapi dan bagus ketika menggunakan kamben, karena kamben merupakan tata busana yang digunakan oleh setiap penari.
  6. Tutup dada yaitu tata busana yang digunakan untuk menutupi aurat badan bagian dada agar dada tidak kelihatan pada saat menarikan tari Merak Angelo.
  7. Ampok-ampok diletakkan pada pinggang.

 Tata RiasTari Merak Angelo

Tata riasnya sama seperti tata rias pada umumnya. Tapi ada yang menonjol yaitu bagian bawah mata yang diberi eye shadow dan goresan eyeliner. Tapi bisa diganti dengan hiasan diamond di pelipis. Yang dimaksud dengan tata rias adalah untuk mempertegas karakter seorang penari agar terlihat lebih cantik dan menarik. Tata rias tari Merak Angelo yaitu:

  1. Alas bedak yaitu yang digunakan pertama pada saat memekapi seorang penari.
  2. Bedak yaitu alat yang digunakan nomor 2 pada saat memekapi seorang penari.
  3. Pupur yaitu digunakan untuk seorang penari agar kelihatan lebih putih dan anggun.
  4. Pensil alis yaitu untuk mempertajam bulu alis agar lebih kelihatan.
  5. Eye shadow yaitu make-up yang digunakan pada kelopak mata:
    1. Warna biru bagian bawah melambangkan kebaikan.
    2. Warna merah bagian tengah melambangkan pemberani dan keceriaan.
    3. Warna kuning bagian atas melambangkan kesucian.
  6. Merah pipi digunakan pada pipi seorang penari agar terlihat lebih cantik, anggun, dan kelihatan indah pada saat tersenyum, maka seorang penari kelihatan sangat cantik.
  7. Lipstick yaitu digunakan pada bibir seorang penari guna untuk mengolesi bibir agar kelihatan lebih manis pada saat penari tersenyum.
  8. Garis tengah yaitu yang dipasangkan pada jidat seorang penari agar kelihatan lebih gagah dan pemberani warna pada garis tengah yaitu merah dan hitam.
  9. Eye liner yaitu sebagai penegas garis mata.

 

GAMBELAN BUMBANG

  • April 5, 2018 at 1:20 pm in

GAMBELAN BUNGBANG

 

Secara organologi yaitu ilmu tentang alat-alat musik, gamelan bungbang di klasifikasikan ke dalam kelas idofoon yaitu alat musik pukul. Gamelan bungbang adalah sebuah barungan (satu set) gamelan bambu yang diklasifikasikan dalam seni karawitan Bali sebagai gamelan anyar. Hal ini dikarenakan gamelan bungbang diciptakan setelah abad ke dua puluh dan merupakan pengembangan dari gamelan – gamelan yang sudah ada sebelunya, terutama pada teknik permainan dan lagu-lagu yang dimainkan.

Gamelan bungbang diciptakan pada tahun 1985 dan dipentaskan untuk umum pertama kali pada tanggal 16 november 1988 pada saat pawai pembukaan lomba desa di Desa Sesetan Denpasar Bali. Pada awalnya gamelan bungbang bernama timbung kemudian setelah dua tahun, tepatnya pada tanggal 15 Juni 1987 nama timbung diubah menjadi bungbang yang dikutip dari kakawin Bharatayuda yang bunyinya: “Pering bungbang muni kanginan manguluwang yeaken tudungan nyangiring” yang terjemahan bebasnya adalah bambu berlubang tertiup angin suaranya merdu meraung-raung bagaikan suara suling. Gamelan bungbang diciptakan oleh almarhum I Nyoman Rembang seorang maestro karawitan Bali yang dilahirkan pada tanggal 15 Desember 1930 di Banjar Tengah Sesetan Denpasar Bali .            I Nyoman Rembang adalah seorang yang tidak hanya ahli dalam praktek gamelan Bali terutama pada gamelan bambu, beliau juga dikenal sebagai seorang guru dan cendikiawan dalam penelitian gamelan Bali. Selain itu I Nyoman Rembang juga sempat menjadi pengajar di Summer School Berkeley California USA selama 5 bulan pada tahun 1974. I Nyoman Rembang meninggal dunia pada hari senin 30 Agustus 2001 sekitar pukul 19.00 di kediamannya di Denpasar pada usia ke 71 tahun.

Gamelan bungbang pada awalnya diciptakan untuk mengiringi tari ikan hias. Warna dan gerak-gerik ikan hias dalam aquarium di Hotel Tanjung Sari Sanur Bali, menarik perhatian I Nyoman Rembang untuk menciptakan tarian ikan hias, kemudian beliau mencoba memikirkan instrumen apa yang tepat untuk mengiringi tarian ikan hias tersebut. Gamelan bungbang tercipta setelah I Nyoman Rembang mendengarkan suara butir-butir air yang jatuh dari mulut keran di bak air dalam kamar mandi, yang bunyinya klak, klik, kluk…

Instrumen pokok dari gamelan bungbang adalah alat-alat musik pukul berbentuk setengah kulkul (kentongan) yang terbuat dari bamboo yang ukurannya bervariasi mulai dari 90 cm untuk yang paling panjang dan 10 cm untuk yang paling pendek.

Dalam memainkan gamelan bungbang, teknik yang digunakan hampir sama dengan teknik memainkan gamelan pada umumnya di Bali yaitu menonjolkan permainan melodi dan kekotekan (terjalin). Untuk dapat memainkan gamelan bungbang memerlukan sedikitnya 40 orang penabuh (pemain pemusik). Dalam memainkan gamelan bungbang semua pemain atau penabuh dituntut untuk menguasai atau menghafal lagu secara keseluruhan, dikarenakan setiap penabuh hanya membawa atau memainkan satu buah instrumen bungbang sehingga dalam memainkan gamelan ini antara penabuh yang satu dengan yang lain akan saling melengkapi atau saling ketergantungan.

Seiring berjalannya waktu seka atau kelompok yang masih mempertahankan dan dapat memainkan gamelan bungbang hanya dapat ditemui di Br. Tengah Sesetan yaitu Seka Gong Wirama Duta. Seka ini adalah seka yang memainkan pertama kali gamelan bungbang. Pada proses pembuatan gamelan bungbang tidak ada sesuatu yang khusus kecuali pada pemilihan bambu yang dipergunakan sebagai bahan pembuatan gamelan bungbang. Bambu yang digunakan adalah bambu petung untuk nada-nada rendah (jegogan) serta bambu jajang untuk nada-nada madya dan tinggi (pemade dan kantil).

 

Golongn

 

        Bumbang adalah sebuah barungan gambelan bambu yang masih relatif sangat muda usianya. Barungan gamelan yang mirip Tektekan ini di ciptakan pada tahun 1982 bisa di katakan bahwa gambelan ini di golongkan sebagai gambelan Baru.

Sistem

Keunikan dari gamelan Bumbang adalah kemampuannya membawakan lagu-lagu atau komposisi musik yang diambil dari berbagai jenis seni pertunjukan, baik lagu-lagu yang berlaras pelog maupun slendro. Sistem nada setiap 1 buah memiliki nada tersendiri memungkinkan barungan ini memainkan lagu-lagu dari laras yang berbeda-beda. Gamelan bungbang merupakan satu-satunya gamelan bambu yang mampu membawakan lagu-lagu atau komposisi musik yang berlaras pelog maupun slendro. Dalam gamelan yang terbuat dari kerawang (besi) hanya gamelan semare pegulingan yang dapat memainkan kedua laras tersebut. Jadi gambelan bumbang adalah gambelan yang berlaras pelog 7 Nada.

 

Jenis Dan Nama Instrumen

Instrumen pokok dari gamelan bungbang adalah alat-alat musik pukul berbentuk setengah kulkul (kentongan) yang terbuat dari bamboo yang ukurannya bervariasi mulai dari 90 cm untuk yang paling panjang dan 10 cm untuk yang paling pendek. Berdasarkan ukurannya instrumen pokok gamelan bungbang dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:

 

1.Bungbang pangede atau jegogan, mempunyai ukuran paling besar dengan nada paling rendah.

2. Bungbang madya atau pemade, mempunyai ukuran sedang dengan nada satu oktaf di atas bungbang pangede atau jegogan.

3. Bungbang alit atau kantilan, mempunyai ukuran paling kecil dengan nada tinggi melengking.Selain instrument pokok yang terbuat dari bambu, untuk melengkapi barungan (satu set) gamelan bungbang biasanya dilengkapi dengan instrument pendukung seperti :

4.  Sepasang kendang

5  Sepasang cenceng kecil

6.  Sebuah gong pulu yang berbentuk bilahan

7.  Sebuah gong (bermoncong) yang berukuran menengah

8.  Beberapa buah suling.

GENJEK KARANGASEM

 Tari Genjek di Karangasem Bali

Tari Genjek di Bali adalah tarian tradisional yang memadukan unsur seni vokal dan gerak dan masih berkembang lestari sampai saat ini di Kabupaten Karangasem, perkembangan hampir di seluruh wilayah kabupaten tersebut, yang cukup pesat di wilayah pesisir Timur diantaranya desa Jasri, Ujung, Seraya, Culik,Rendang dan Tianyar. Tari tradisional Bali ini lebih menonjolkan paduan suara kemudian diiringi dengan musik vokal yang meniru suara alat gamelan dikenal dengan toreng dan cipak, kemudian dipadu dengan gerak para penarinya, namun dalam perkembangannya diiringi juga oleh sejumlah alat musik, sehingga nilai estetika juga lebih menonjol. Perpaduan oleh vokal dan gerak ini memang cukup menarik dan menghibur, para penarinya bisa menghibur dirinya sendiri termasuk juga orang lain yang menyaksikan.

Genjek atau megenjekan berasal dari kata gonna yang berarti gegonjakan, candaan atau senda gurau. Sejarah atau awal mulai dari tarian Genjek di Bali ini, tentunya berbeda dengan tari tradisional lainnya yang diciptakan oleh maestro seni, namun berawal dari acara kumpul-kumpul setelah beraktifitas kemudian ditemani dengan tuak sejenis minuman beralkohol yang dihasilkan dari pohon lontar, kelapa ataupun enau. Yang mana kawasan Bali Timur ini merupakan penghasil minuman tuak terbesar di Bali dan memiliki mutu terbaik, termasuk dalam perkembangannya sekarang ini tuak juga diolah menjadi arak dengan konsentrasi alkohol yang cukup tinggi.

Kumpul bersama sambil minum alkohol sejenis tuak ini dikenal warga sebagai tradisi “metuakan” tentunya kebiasaan seperti ini dilakukan oleh kaum laki-laki saja, semakin lama tentunya semakin hilang kesadaran alias mabuk, mereka mulai bernyanyi meluapkan kegembiraannya, diikuti oleh teman lainnya. Akhirnya kebiasaan metuakan ini hampir pasti dibarengi dengan megenjekan atau tarian genjek tersebut, metuakan tanpa genjek terasa kurang pas. Akhirnya munculah grup-grup genjek menciptakan gending (nyanyian) dan akhirnya digunakan saat acara metuakan, beberapa group genjek juga menciptakan album genjek yang bisa didengarkan dan ditiru oleh setiap orang, sehingga nantinya bisa ditiru dalam setiap acara minum bersama dan tanpa dikomando akan diikuti oleh teman lainnya.

Tari Genjek di Bali merupakan tari pergaulan, sangat universal, sangat menyesuaikan dengan suasana dan perkembangan terkini, tidak terpaku pada gerakan atau olah vokal yang baku, mereka bebas berkreasi, seorang pembawa lagu (gending) bahkan bebas secara spontan menciptakan lagu sendiri atau mengenalkan lagu baru, yang menuntut kemahiran teman lainnya untuk mengikutinya dengan suara vokal yang sesuai termasuk kekompakan vokal pengiring. Dan sebuah kebanggaan jika mereka sanggup dan bisa kompak dalam mengiringi lagu yang dibawakan oleh pembawa lagu. Tema lagu yang dibawakan biasanya berisi nasehat, rayuan, kritik, motivasi, pujian bahkan sindiran yang sangat komunikatif.

Dalam tari Genjek atau megenjekan iringan suara dan kekompakan vokal pengiring ini terasa lebih menonjol, terdengar saling bersahutan dengan ritme yang sesuai, kadang tinggi dan rendah, olah vokal pengiring ini sekilas seperti dalam tari Kecak ataupun Janger, tetapi dalam tari Genjek, tidak hanya menirukan suara “cak” saja tetapi olah vokal pengiring dikombinasikan dengan suara vokal menirukan alat gamelan lainnya. Dari ritme yang diperdengarkan mengungkapkan kegembiraan dan memacu adrenalin setiap pesertanya untuk mendorong menari mengikuti irama dari suara genjek tersebut sehingga muncullah pertunjukan tari Genjek.

Tarian Genjek di masyarakat ini dimainkan oleh orang-orang yang suka minum, ditujukan lebih untuk menghibur diri mereka sendiri ketimbang untuk orang lain. Acara minum atau lebih dikenal dengan metuakan walaupun yang mereka minum adalah bir atau sejenis alkohol lainnya dilakukan saat ada hajatan seperti acara pernikahan, acara 3 bulanan anak ataupun lainnya, lebih ke nuansa semarak dan pesta pora. Minuman alkohol sejenis tuak adalah minuman yang sangat terjangkau bagi masyarakat kecil, yang efek mabuknya lebih keras dibandingkan minuman sejenis bir, sehingga tuak atau nama hitsnya adalah “lau” tidak bisa terlepas dari kehidupan para peminum.

Perkembangan Tari Genjek di jaman Modern

Dalam perkembanganya tari tradisional Genjek di Bali ini berkembang cukup pesat, para penari genjek tidak harus mabuk terlebih dahulu dan tidak hanya oleh laki-laki saja, mereka juga memasukkan unsur wanita didalamnya sebagai pembawa lagu bersahut-sahutan dengan laki-laki, serta dipadu dengan iringan alat musik, sangat menonjolkan estetika dan juga etika, sehingga sangat menarik untuk dinikmati oleh orang lain atau yang mendengarkan, tidak seperti saat mabuk yang rentan hilang kendali lebih mengutamakan kesenangan sendiri.

Pada saat dunia serba modern, hal-hal baru juga diperkenalkan, termasuk juga dalam acara “metuakan” di Bali, untuk lebih maraknya suasana, para kaum muda juga menghibur dirinya dengan musik-musik seperti hiburan di kafe-kafe ataupun diskotik, menggunakan sound system dengan dentuman musik keras yang memacu adrenalin pesertanya, setelah kesadaran mulai menipis mereka joged sekenanya, seolah tari genjek ini perlahan-lahan mulai mereka tinggalkan

Untuk melestarikan tari Genjek di Bali, kesenian tradisional ini juga kerap ditampilkan di Pesta Kesenian Bali di Art Center, ditampilkan juga di televisi, bahkan pada HUT ke 71 RI yaitu pada tahun 2016, Bupati Karangasem yaitu I Gst. Ayu Mas Sumatri menampung aspirasi masyarakat dan menggelar tarian genjek kolosal di objek wisata Taman Ujung Karangasem, dan berhasil mendapat penghargaan MURI sebagai tari Genjek dengan jumlah penari terbanyak, kegiatan dan penghargaan tersebut bisa sebagai motivasi warga Karangasem dalam melestarikan budaya dan seni tradisional.

Htt://www.youtobe.com/watch?v=uTBFYuvmyfY&feature=youtu.be

 

Top