SENI TATAH WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI MASYARAKAT BALI

Dalam  perjalanannya, Seni  Tatah wayang  Kulit,  sudah   mengalami  perkembangan  yang  sangat  pesat.  Ini diawali  oleh  banyaknya  seniman  pedalangan  yang  mementaskan  wayang  kulit  bali,  sebagai  media komunikasi  dalam   penyebararan  agama,  dan  juga  sebagai  pelengkap  upacara  agama Hindu di Bali.  Di  era  globalisasi Sekarang Ini,  seni tatah wayang kulit, gaungnya tidak sehebat wayang kulit yang Dipestaskan, hal ini disebabkan oleh para dalang muda mendapatkan taksunya, dalam memainkan Wayang kulit, dan nilai humeris dalam dialeknya.                                                                                                                                            Seniman dalam penerapan seni tatah wayang kulit, Banyak dipengaruhi oleh multikultur dan etnisitas.  Sukarja dalam makalahnya yang berjudul ” Stereotip Etnis Dalam Masyarakat Multikultur”,  menyatakan bahwa difinisi multikultur adalah Bangsa yang terdiri atas kelompok-kelompok masyarakat yang lebih kecil, masing -masing dengan kebudayaannya sendiri,    

Sehingga masyarakat multikultur sekilas tampak sama dengan, masyarakat yang pluralistik dalam adat, agama, dan bahasa.  Namun masyarakatr multikulur dewasa ini, lebih berkembang, karena lebih menonjolkan dimensi politik dan falsafahnya ( Swasono, 2003).  Multikultur dalam seni tatah wayang kulit Itu, tercermin dalam masuknya berbagai unsur seni rupa seperti; Seni ornamen, seni kerajinan, seni lukis.  Seni Ornamen yang diterapkan adalah Ragam hias berupa stiliran dari beberapa bentuk-bentuk benda alam yang mati dan hidup.  Benda alam itu berupa batu, tanah air, tanaman dan binatang.  Pencampuran multikultur ini,  menghasilkan guratan-guratan dan reringgitan berupa  duri-duri estetika.

Peranan ornamen pada tatah wayang kulit,  sudah ada pakem-pakem yang mengikat diantaranya  a. Muka wayang hidung runcing, tentu matanya sayu, ini menggambarkan orang yang berbadan pendek dan kecil.   B. Muka wayang hidung mancung, tentu matanya tajam , ini menggambarkan orang yang berbadan perkasa.  C.  Muka wayang hidung besar dan tumpul, tentu matanya besar dan tajam, menggambarkan orang yang berbadan tinggi dan besar ( susanto, DKK, 1984,hal 170).

Dengan melihat muka wayang dan hidungnya, kita bisa mengetahui masing-masing tokoh  dalam wayang itu.  Selain pakem yang telah disebutkan ada juga,  unsur-unsur yang mendominasi penerapan ornamen diantaranya:  1.  Titik dalam artian ornamen adalah sebuah lingkaran kecil, yang relatif tergantung ukuran media yang dikerjakan.  2. Garis dalam arti ornamen adalah sesuatu penunjang dan mempunyai arah tertentu dan memiliki kualitas esensial.  3.  Bidang dalam artian ornamen  adalah segala bentuk persegi, menghasilkan batasan-batasan garis, baik riil atau maya.  4.  Bentuk dalam artian ornamen adalah sesuatu , memiliki ukuran dua dan tiga dimensional, dan mempunyai isi atau masa, volume seperti kesan cekung, cembung dan bulat. 5. Ruang dala artian ornamen  adalah suatu wadah, untuk menempatkan warna secara melebar, dan mendalam, mendekat dan menjauh, sehingga mempunyai kualitas tersendiri.  6. Warna dalam artian ornamen adalah menyampaikan nuansa adanya dinamika dalam keharmonisan penglihatan kasat mata. ( Susanto, 1989, hal 24-31).

Melihat hal diatas, bahwa multikultur dalam seni tatah wayang kulit, sangat beragam dan  tercampur baur menjadi satu kesatuan etnis,  yang harmonis dimanis, saling ketergantungan antara unsur-unsur yang mendukung terwujudnya  satu karya seni tatah wayang kulit.

Etnis menurut sukarja dalam makalahnya berjudul ” stereotip Etni Dalam Masyarakat  Multikultur”, adalah kepercayaan yang dianut bersama oleh sebagian besar warga suatu golongan etnis, tentang sifat-sifat khas dari berbagai golongan etnis, termasuk golongan etnis mereka sendiri (Trandis dan Vasso, Vasserliou,1967, serta Gardner,1973).

Etnisitas masyarakat Desa puaya, Sukawati, gianyar,  mempunyai ciri dalam bentuk seni tatah wayang kulit, ini bisa kita lihat dari pemilihan bahan dasar kulit.  Kulit yang bagus dipakai untuk seni tatah kulit ini adalah kulit sapi betina, sebab ditatah sangat lemes dan kuat.  Dari segi ornamen etnisitas  munculnya, dilihat dari reringgitannya seperti, duri pandan yang penuh dan rumit.  Dari segi warna sangat manis dan harmonis antara warna satu dengan yang lain saling ketergantungann Satu sama lainnya.  Seni tatah wayang kulit diterapkan dalam dua dimensional, ini bisa dilihat dari dua sisi, sehingga kesan yang ditimbulkan adalah pipih, dalam perwujudannya menggunakan teknik tatah, yaitu cara mengukir lebih halus lembut dan teliti, sehingga menghasilkan detail yang rumit, dengan alat pahat yang kecil. Dapat dicapai artistik dan estetik tinggi, disebut juga carving (Murianto, DKK, 1982,hal 76).Prof.Dr. Ida Bagus Mantra mengatakan ,ia tidak mau mendengar keluhan-keluhan cengeng yang mengatakan bahwa budaya bali sudah dirusak oleh wisatawan asing yang berkunjung kebali, malah masuknya wisatawan asing,  itu justru telah membantu menghidupkan dan membangkitkan  multikulutur budaya Bali dan etnis kesenian tradisional, yang tadinya hampir tidak dikenal lagi dalam masyarakat Bali sendiri.  Selama menjabat sebagai Gurbernur Bali, ia telah menghidupkan  suatu tradisi etnis, untuk menyelenggarakan pesta kesenian rakyat,yang terkenal dengan Pesta Kesenian Bali.  Ternyata pesta kesenian semacam ini, telah membangkitkan kembali hasrat untuk menggali kesenian rakyat yang sudah lama hilang, dalam kehidupan masyarakat Bali, (Oka A. Yoety,1987,Hal 36).

Membaca pendapatanyan Pak Mantra diatas, bahwa walaupun Bali dikrumuni oleh masyarakat multikultur dari berbagai budaya,dan etnis  yang ada didunia ini, akibat harus  pariwisata dan globalisasi,  masyarakat Bali tetap eksis dalam memajukan etnisitas seni tatah wayang kulit yang tetap dipertahankan, dan yadnya yang dilakukan di Bali, selalu dilengkapi dengan pentas wayang, dengan populernya pentas wayang Bali, lewat dalang-dalang muda, mampu menggetarkan dunia hiburan di Bali, nasional bahkan luar negeri.  Seni tatah wayang kulit tetap diminati oleh orang Bali sendiri dan wisatawan domistik dan manca Negara.

DAFTAR PUSTAKA

Marianto, DKK, 1982. “Tinjauan Seni Rupa I”. Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan .           Sukarja Putu. 2008.”Stereotip Etnis Dalam Masyarakat Multikultur” . Makalah  disajikan dalam                                         Martikulasi  Program Studi Magister (S2) Kajian Budaya, UNUD Denpasar,11-27 Agustus.

Susanto,Damid, DDK, “Pengetahuan Ornamen “.  Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Yoety, Oka A. 1987, “Komersialisasi Seni Budaya dalan Pariwisata”. Bandung, Angkasa.

Dalam  perjalanannya, Seni  Tatah wayang  Kulit,  sudah   mengalami  perkembangan  yang  sangat  pesat.  Ini diawali  oleh  banyaknya  seniman  pedalangan  yang  mementaskan  wayang  kulit  bali,  sebagai  media komunikasi  dalam   penyebararan  agama,  dan  juga  sebagai  pelengkap  upacara  agama Hindu di Bali.  Di  era  globalisasi Sekarang Ini,  seni tatah wayang kulit, gaungnya tidak sehebat wayang kulit yang Dipestaskan, hal ini disebabkan oleh para dalang muda mendapatkan taksunya, dalam memainkan Wayang kulit, dan nilai humeris dalam dialeknya.                                                                                                                                            Seniman dalam penerapan seni tatah wayang kulit, Banyak dipengaruhi oleh multikultur dan etnisitas.  Sukarja dalam makalahnya yang berjudul ” Stereotip Etnis Dalam Masyarakat Multikultur”,  menyatakan bahwa difinisi multikultur adalah Bangsa yang terdiri atas kelompok-kelompok masyarakat yang lebih kecil, masing -masing dengan kebudayaannya sendiri,    

Sehingga masyarakat multikultur sekilas tampak sama dengan, masyarakat yang pluralistik dalam adat, agama, dan bahasa.  Namun masyarakatr multikulur dewasa ini, lebih berkembang, karena lebih menonjolkan dimensi politik dan falsafahnya ( Swasono, 2003).  Multikultur dalam seni tatah wayang kulit Itu, tercermin dalam masuknya berbagai unsur seni rupa seperti; Seni ornamen, seni kerajinan, seni lukis.  Seni Ornamen yang diterapkan adalah Ragam hias berupa stiliran dari beberapa bentuk-bentuk benda alam yang mati dan hidup.  Benda alam itu berupa batu, tanah air, tanaman dan binatang.  Pencampuran multikultur ini,  menghasilkan guratan-guratan dan reringgitan berupa  duri-duri estetika.

Peranan ornamen pada tatah wayang kulit,  sudah ada pakem-pakem yang mengikat diantaranya  a. Muka wayang hidung runcing, tentu matanya sayu, ini menggambarkan orang yang berbadan pendek dan kecil.   B. Muka wayang hidung mancung, tentu matanya tajam , ini menggambarkan orang yang berbadan perkasa.  C.  Muka wayang hidung besar dan tumpul, tentu matanya besar dan tajam, menggambarkan orang yang berbadan tinggi dan besar ( susanto, DKK, 1984,hal 170).

Dengan melihat muka wayang dan hidungnya, kita bisa mengetahui masing-masing tokoh  dalam wayang itu.  Selain pakem yang telah disebutkan ada juga,  unsur-unsur yang mendominasi penerapan ornamen diantaranya:  1.  Titik dalam artian ornamen adalah sebuah lingkaran kecil, yang relatif tergantung ukuran media yang dikerjakan.  2. Garis dalam arti ornamen adalah sesuatu penunjang dan mempunyai arah tertentu dan memiliki kualitas esensial.  3.  Bidang dalam artian ornamen  adalah segala bentuk persegi, menghasilkan batasan-batasan garis, baik riil atau maya.  4.  Bentuk dalam artian ornamen adalah sesuatu , memiliki ukuran dua dan tiga dimensional, dan mempunyai isi atau masa, volume seperti kesan cekung, cembung dan bulat. 5. Ruang dala artian ornamen  adalah suatu wadah, untuk menempatkan warna secara melebar, dan mendalam, mendekat dan menjauh, sehingga mempunyai kualitas tersendiri.  6. Warna dalam artian ornamen adalah menyampaikan nuansa adanya dinamika dalam keharmonisan penglihatan kasat mata. ( Susanto, 1989, hal 24-31).

Melihat hal diatas, bahwa multikultur dalam seni tatah wayang kulit, sangat beragam dan  tercampur baur menjadi satu kesatuan etnis,  yang harmonis dimanis, saling ketergantungan antara unsur-unsur yang mendukung terwujudnya  satu karya seni tatah wayang kulit.

Etnis menurut sukarja dalam makalahnya berjudul ” stereotip Etni Dalam Masyarakat  Multikultur”, adalah kepercayaan yang dianut bersama oleh sebagian besar warga suatu golongan etnis, tentang sifat-sifat khas dari berbagai golongan etnis, termasuk golongan etnis mereka sendiri (Trandis dan Vasso, Vasserliou,1967, serta Gardner,1973).

Etnisitas masyarakat Desa puaya, Sukawati, gianyar,  mempunyai ciri dalam bentuk seni tatah wayang kulit, ini bisa kita lihat dari pemilihan bahan dasar kulit.  Kulit yang bagus dipakai untuk seni tatah kulit ini adalah kulit sapi betina, sebab ditatah sangat lemes dan kuat.  Dari segi ornamen etnisitas  munculnya, dilihat dari reringgitannya seperti, duri pandan yang penuh dan rumit.  Dari segi warna sangat manis dan harmonis antara warna satu dengan yang lain saling ketergantungann Satu sama lainnya.  Seni tatah wayang kulit diterapkan dalam dua dimensional, ini bisa dilihat dari dua sisi, sehingga kesan yang ditimbulkan adalah pipih, dalam perwujudannya menggunakan teknik tatah, yaitu cara mengukir lebih halus lembut dan teliti, sehingga menghasilkan detail yang rumit, dengan alat pahat yang kecil. Dapat dicapai artistik dan estetik tinggi, disebut juga carving (Murianto, DKK, 1982,hal 76).Prof.Dr. Ida Bagus Mantra mengatakan ,ia tidak mau mendengar keluhan-keluhan cengeng yang mengatakan bahwa budaya bali sudah dirusak oleh wisatawan asing yang berkunjung kebali, malah masuknya wisatawan asing,  itu justru telah membantu menghidupkan dan membangkitkan  multikulutur budaya Bali dan etnis kesenian tradisional, yang tadinya hampir tidak dikenal lagi dalam masyarakat Bali sendiri.  Selama menjabat sebagai Gurbernur Bali, ia telah menghidupkan  suatu tradisi etnis, untuk menyelenggarakan pesta kesenian rakyat,yang terkenal dengan Pesta Kesenian Bali.  Ternyata pesta kesenian semacam ini, telah membangkitkan kembali hasrat untuk menggali kesenian rakyat yang sudah lama hilang, dalam kehidupan masyarakat Bali, (Oka A. Yoety,1987,Hal 36).

Membaca pendapatanyan Pak Mantra diatas, bahwa walaupun Bali dikrumuni oleh masyarakat multikultur dari berbagai budaya,dan etnis  yang ada didunia ini, akibat harus  pariwisata dan globalisasi,  masyarakat Bali tetap eksis dalam memajukan etnisitas seni tatah wayang kulit yang tetap dipertahankan, dan yadnya yang dilakukan di Bali, selalu dilengkapi dengan pentas wayang, dengan populernya pentas wayang Bali, lewat dalang-dalang muda, mampu menggetarkan dunia hiburan di Bali, nasional bahkan luar negeri.  Seni tatah wayang kulit tetap diminati oleh orang Bali sendiri dan wisatawan domistik dan manca Negara.

DAFTAR PUSTAKA

Marianto, DKK, 1982. “Tinjauan Seni Rupa I”. Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan .           Sukarja Putu. 2008.”Stereotip Etnis Dalam Masyarakat Multikultur” . Makalah  disajikan dalam                                         Martikulasi  Program Studi Magister (S2) Kajian Budaya, UNUD Denpasar,11-27 Agustus.

Susanto,Damid, DDK, “Pengetahuan Ornamen “.  Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Yoety, Oka A. 1987, “Komersialisasi Seni Budaya dalan Pariwisata”. Bandung, Angkasa.

bandicam 2013-09-19 10-09-00-851 bandicam 2013-09-19 10-08-51-601bandicam 2013-09-19 10-08-29-501bandicam 2013-09-19 10-09-15-073bandicam 2013-09-19 10-08-17-634bandicam 2013-09-19 10-07-58-348

 

Top