Riwayat Gamelan Gong Kebyar Desa Bunutin
Untuk mengungkap sejarah asal mula suatu kesenian seperti kesenian gong kebyar di desa Bunutin, sungguhlah tidak mudah. Kesulitan-kesulitan yang menyebabkan adalah kurangnya data-data mengenai gamelan tersebut dan hampir tidak ada data-data tertulis yang menyimak tentang asal mula gamelan gong kebyar di desa Bunutin, karena tidak ada dokumentasi sejarah asal mula gamelan tersebut.
Namun demikian dari beberapa informasi yang penulis dapatkan dan penulis dapat menyimpulkan sejumlah informasi tersebut, baik dari anggota sekaa maupun informan-informan luar yang mampu memberikan keterangan mengenai data-data tentang asal mula dari gamelan gong kebyar ini, maka penulis dapat menulis dan dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Sejarah Karawitan.
Asal mula gambelan gong kebyar di desa bunutin menurut penjelasan dari narasumber bapak I Nyoman Teken Atmaja sebagai sekaa gong dari tahun 1980 menjelaskan bahwa dari sejak beliau menjadi sekehe gong, gong kebyar tersebut sudah ada dan tidak diketahui secara pasti tahun dibelinya gong kebyar tersebut. Sejarahnyapun tidak diketahui secara terperinci atau secara detail oleh narasumber bapak I Nyoman Teken Atmaja, beliau hanya mengetahuinya beberapa dari sejarah tersebut, karena kurangnnya sosialisasi atau dokumentasi berupa data-data tentang asal mula gong kebyar di desa bunutin dahulu oleh para penglingsir yang membeli gamelan tersebut. Pembeli gong kebyar inipun tidak diketahuinnya oleh narasumber atau bersifat anonim, dari beberapa narasumber yang saya wawancarai juga tidak mengetahuinnya sejarah asal mula dari gamelan gong kebyar ini.
Gamelan gong kebyar yang ada di desa bunutin kintamani sekarang ini merupakan due dari pura desa, gamelan gong kebyar ini memang ada sejak dulu yang dibeli tidak menggunakan uang melainkan dengan system barter atau saling tukar- menukar antara barang dengan barang. Gamelan tersebut tidak dibeli secara bersamaan dalam satu barungan, melainkan dicicil sedikit demi sedikit yaitu setengah dari barungan gambelan gong kebyar, seperti gangsa pemade 2, ugal 1, kantil 4, gong 1, kempul, kendang, dan kajar. seiring dengan berjalannya waktu maka dibelilah kekurangan dari barungan gambelan gong kebyar sehingga mendapatkan satu barungan gong kebyar yang dipakai sampai sekarang. Dengan cara seperti itulah dulu penglingsir untuk mendapatkan gong kebyar guna sebagai pengiring atau pelengkap upacara adat.
Bapak I Nyoman Teken Atmaja menjelaskan bahwa pada jaman dulu desa Bunutin terpecah menjadi dua bagian yaitu desa elet dan desa anyar, penyebab terpecah belah karena terprovokasi untuk menguasai gamelan gong kebyar tersebut. Banjar elet dan banjar anyar saling bermusuhan dan saling memperebutkan gamelan gong kebyar tersebut. Gong kebyar pada waktu itu seharusnya ditempatkan dirumah jero mangku (kubayan), kebetulan jero mangku (kubayan) pada waktu itu berasal dari banjar elet maka dari itu gong kebyar ditempatkan di banjar elet. Pada suatu hari perseteruanpun terjadi antara banjar elet dan banjar anyar karena terprovokasin untuk menguasai gamelan tersebut, banyar anyar tidak menerima gong kebyar tersebut ditempatkan di banjar elet. Akhirnya banjar elet mengalah dan membiarkan gong kebyar ditempatkan di banjar anyar. Pada suatu hari terjadilah suatu bencana yang menimpa banyar anyar yaitu robohnya sebuah pohon besar karena hembusan angina yang sangat kencang dan hujan yang sangat deras. Pohon yang tumbang tersebut tepat mengenai gedong tempat gong kebyar tersebut di tempatkan, sehingga menyebabkan pecahnya pada instrument kempul yang tertimpa pohon besar itu.
Dari bencana tersebutlah para jero mekel (kepala desa), jero bendesa dan jero mangku atau prajuru adat desa bunutin berunding dan beranggapan bahwa bencana tersebut merupakan sebuah petanda bahwa desa Bunutin harus bersatu kembali. Dengan berbagai cara untuk mempersatukan desa Bunutin kembali, pada akhirnya masyarakat desa mulai sadar dan mulai menjalin hubungan persaudaraan dan kembali bersatu mengurus desa dan menjaga keamanan desa.
Pada akhirnya terbentuklah sekehe gong yang bernama Kertha Bhuana Swara Murthi, nama tersebut disepakati oleh seluruh sekehe gong, jero mangku, jero mekel (kepala desa), dan jero bendesa adat sehingga nama tersebut dipakai sampai sekarang dan seterusnya guna sebagai pengiring upacara adat maupun ivent-ivent tertentu. Pada waktu itu pelawah gong tersebut polos belum diukir maupun di prada, seiring berjalannya waktu dan berkembangnnya jaman dicarikanlah tukang ukir dari Blayu Tabanan dan tukangn prada supaya memiliki unsur keindahan dari gamelan tersebut, akhirnya sekaa gong tersebut benar-benar menjaga gong tersebut dibawah naungan desa adat Bunutin sampai dengan sekarang.
- Sekaa Yang Menjadi Pemilik Gamelan
Gaemelan ini merupakan milik dari desa adat dan sebagai due dari pura desa yang dikelola oleh sekaa gong Kertha Bhuana Swara Murthi. Karena gamelan ini dimiliki oleh desa adat, maka dari itu semua masyarakat desa bunutin boleh menggunakan gamelan ini dengan tujuan memajukan kreativitas krama dan dimohon agar diajaga dan dirawat bersama-sama.
- Aktivitas Yang Dilakukan
Adapun aktivitas yang dilakukan yaitu aktivitas rutin yang dilakukan pada saat ada upacara adat disetiap pura di desa bunutin guna sebagai pengiring atau pelengkap upacara di pura. Dan biasanya juga melakukan aktivitas ngayah di pura pucak penulisan sukawana, kintamani.
- Proses Latihan
Proses latihan yang dilakukan yaitu apabila ada materi baru yang akan dipelajari, latihan tersebut dilaksanakan biasanya pada setiap malam dimulai pada jam 19:00 sampai selesai, Sampai dengan materi tersebut tembus. Dan apabila ada upacara adat ataupun ngayah di pura biasanya melakukan latihan setiap hari dua sampai tiga minggu melakukan latihan sebelum ngayah dilakukan. Jika tidak ada upacara adat dan mencari materi baru maka sekaa gong tidak melakukan latihan dan due gong disineb pada gedong penyimpanan.
- Materi Yang Dikuasai
Adapun beberapa materi yang telah dikuasai oleh sekaa gong Kerta Bhuana Swara Murti, antara lain:
- Tabuh Nem Galang Kangin, yang dilatih oleh pak Sreken berasal dari desa Tegalalang Gianyar pada tahun 1998.
- Tabuh Pat Manas-Manis, yang dilatih oleh pak Wayan Sadia dari Payangan Gianyar, pada tahun 2010.
- Tabuh Pat Gari, yang dibina oleh I made keming.
- Tabuh Tari Rejang Dewa, dibina oleh I Nyoman Teken Atmaja.
- Tabuh Tari Puspanjali, dibina oleh I Nyoman Suteja dan I Made Keming.
- Tabuh Tari Panyembrahma, dibina oleh I Nyoman Teken Atmaja.
- Tabuh Tari Nelayan, yang dilatih oleh I Made Karsa yang berasal dari Desa Bengkala singaraja pada tahun 1975.
- Tabuh Tari Kebyar Duduk, dibina oleh pak Eko dari desa Kembang Sari.
- Event yang pernah diikuti
Ivent-ivent yang pernah diikuti oleh sekaa gong Kertha Bhuana Swara Murthi desa Bunutin yaitu :
- Lomba baleganjur di tingkat kecamatan pada tahun 1995, pada waktu itu sekaa gong Kertha Swara Murthi mendapatkan peringkat ketiga. Dengan Pembina tabuh I Wayan Susila dari desa Demulih, Susut Bangli.
- Pernah mewakili Kabupaten Bangli pestifal gong kebyar pada acara Pesta Kesenian Bali (PKB) pada tahun 2005.
-
- Nama-nama Penabuh
Berikut adalah struktur dan nama penabuh dari sekaa gong Kertha Bhuana Swara Murthi desa Bunutinn.
Ketua : I Nyoman Sastrawan
Sekretaris : I Nyoman Nyeneng
Bendahara : I Wayan Wangsa
Adapun anggotanya yaitu :
- I Made Subrata
- I Nyoman Teken Atmaja
- I Nyoman Suteja
- I Wayan Budiarta
- I Wayan Jenek
- I Wayan Susila
- I Made Arum
- I Wayan Reken
- I Wayan Badung
- I Made Rumada
- I Made Linggih
- I Ketut Geria
- Nang Suda
- I Made Gempil
- I Wayan Darpa
- I Komang Sastrawan
- I Wayan Wangsa
- I Wayan Keneh
- I Ketut Kanyret
- I Wayan Warna
- I Ketut Marga
- I Made Jaman
- I Wayan Suda
- I Made Warsana
- I Nyoman Lingga
- I Made Lunga
- I Komang Sumer Giri
- I Wayan Mukun
- I Wayan Wiasa
- I Wayan Darna
- I Made Keming
- I Wayan Jiwa
- I Wayan Tekek
- I Wayan Kemul
- Pan Rempiang.
- Kendala-kendala
Adapun kendalanya yaitu dalam proses perekrutan anggota, karena tidak semua masyarakat desa Bunutin berbakat dalam bidang menabuh. Dalam perekrutan ini ketua maupun anggota sekaa gong harus benar-benar mencari orang yang berbakat dibidang menabuh, supaya tidak memiliki rasa jenuh dan akhirnya mundur. Melakukan perekrutan anggota baru biasanya dilakukan pada saat anggota lama sudah ada pensiun, sekaa yang pensiun (jade) biasanya pada usia 60 tahun. Dari kendala-kendala tersebut sekarang sekaa gong Kertha Bhuana Swara Murthi sudah mendirikan sekaa gong anak-anak supaya untuk kedepannya banyak yang berbakat dalam bidang menabuh dan melestarikan seni budaya Bali, dan bisa dengan mudah dalam perekrutan sekaa gong jika sudah dewasa dan menikah.