Sejarah Gambelan di Banjar Biaung

 

SEJARAH CIKAL BAKAL GAMELAN DAN SENI KARAWITAN

DI BANJAR BIAUNG

 

 

1.       Pendahuluan

Kesenian merupakan salah satu aset budaya dan merupakan warisan nenek moyang kita yang patut dijaga dan dilestarikan. Khususnya untuk di Bali, kesenian memiliki nilai luhur yang sangat tinggi. Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan Bali, menduduki posisi yang paling penting di antara unsur-unsur kebudayaan lainya. Alasanya karena kesenian terkait dengan sistem religi.

Kehidupan kesenian di Bali sangat menggairahkan kehidupan masyarakat atau para seniman-seniman yang ada di Bali. Kegairahan tersebut disebabkan karena adanya beberapa faktor dukungan antara lain : dukungan keagamaan, artinya diselenggarakan upacara keagamaan sudah barang tentu pasti ada suatu kesenian didalamnya seperti seni karawitan, seni tari, seni rupa, seni sastra dan seni pedalangan (Mustika, 2009 : 1).

Di Bali Gamelan sudah menjadi bagian hidup masyarakatnya yang mayoritas beragama Hindu. Hampir dalam segala upacara adat dan agama bunyi Gamelan selalu terdengar. Gamelan sebagai sarana pendukung upacara keagamaan artinya hampir setiap pelaksanaan upacara yadnya memerlukan dukungan Gamelan, untuk melengkapi pristiwa-pristiwa ritual yang frekuensinya cukup padat. Gamelan juga difungsikan sebagai sarana pendidikan dan juga sebagai barang dagangan (Rembang, 1984 : 4).

Sampai saat ini di Bali ada berbagai jenis Gamelan yang dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu :

a.       Gamelan Golongan Tua, yang terdiri dari Gamelan Gambang, Caruk, Genggong, Selonding, Gong Bheri, Gong Luang, Angklung, Gender Wayang, Babonangan, dan  Baleganjur.

b.      Gamelan Golongan Madya, yang terdiri dari Gamelan Gambuh, Semara Pagulingan, Pelegongan, Gong Gede, Batel Barong, Bebarongan, Joged Pingitan, Gong Degdog, Janger, Rindik, Gandrung dan sebagainya.

c.       Gamelan Golongan Baru, yang terdiri dari Gong Kebyar, Gerantang, Jegog, Bumbung Gebyog, Kendang Mebarung, Gaguntangan, Gong Suling, Tektekan, Okokan, Bumbang, Adhi Merdangga, Gong Semarandhana, Gong Manikasanti, Jes Gamelan Fusion, dan Gamelan Salukat (Dibia, 2012 : 114).

Tulisan ini akan memaparkan cikal bakal Gamelan dan seni karawitan yang ada di Banjar Sumuh beserta dengan evolusi dan inovasinya. Evolusi yang dimaksud adalah perubahan alat, yaitu penambahan dan pengurangan alat Gamelan, sehingga dari perubahan tersebut akan didapat eksistensi dari Gamelan tersebut.

 

2. Sejarah Cikal Bakal Gamelan Dan Seni Karawitan Di Banjar Biaung

Menurut data yang didapat dari hasil wawancara yang dilakukan , penulis mendapatkan informasi dari salah seorang tokoh seniman karawitan (penglingsir) di Banjar Biaung yang bernama I Wayan Asa, yang menyatakan bahwa :

 

“…Pada awalnya di wilayah Banjar Biaung telah terdapat adanya seperangkat  Gamelan  Pelegongan sekitar tahun 1800. Pada tahun 1948 tepatnya saat saya berusia 9 tahun, saya telah melihat bahwa Gamelan Pelegongan tersebut telah ada dan ditempatkan di bale banjarbiaung, yang terletak di Desa Kesiman Kertelangu. Secara garis besar Gamelan Pelegongan tersebut merupakan warisan nenek moyang warga Banjar Biaung dan terdiri  dari beberapa Instrumen yaitu empat buah gangsa jongkok, satu buah rebab, satu buah gong pelegongan,dua buah kendang kekerumpungan (lanang dan wadon), dua buah bantang kendang kekerumpungan pelegongan, jegogan, jublak(tetapi belum ditukub kulitnya), satu pangkon ricik ( ceng-ceng kecil), satu buah kempli, dan satu buah klenang”.

 

Gamelan pelegongan ini dirubah / dilebur dijadikan gong kebayar dan sampai saat ini karena masyarakat di banjar biaung ingin memiliki gambelan gong kebayar, dan juga di banjar Biaung memiliki gong sakral, gong ini khusus digunakan untuk mengiringin sanyhang dedari mesolah, juga dipakek pada saat betara melancaran.

 

 

Sekaa adalah sebuah organisasi tradisional yang pada umumnya bergerak dalam satu bidang profesi untuk menyalurkan kesenangan atau hobi seperti : sekaa tuak, sekaa semal. Ada sekaa yang menekankan aktifitasnya pada pelayanan sosial untuk meringankan beban fisik maupun financial para anggotanya seperti : sekaa manyi, sekaa subak dll. Ada juga sekaa yang lebih menekankan pada olah keterampilan  seni sehingga dapat dijadikan profesi yang memberikan kesenangan dan nafkah bagi para anggotanya seperti : sekaa gong, sekaa jogged, sekaa santhi dll. Keanggotaan sekaa biasanya bersifat sukarela namun secara efektif dapat digerakan  untuk melaksanakan tugas-tugas sosial (Astita, 2009 : 2).

Dalam hal ini, Gamelan Pelegongan di Banjar  Biaung tidak mengadakan organisasi sekaa gong secara resmi, karena menurut informan orang-orang zaman dahulu tidak memfokuskan pekerjaanya pada kesenian. Kegiatan megambel ini hanya untuk menghibur (nyalanin demen) semata dan sewaktu-waktu, akan tetapi para penabuhnya cukup memiliki bakat dan kemampuan yang tidak kalah hebatnya dengan seniman karawitan lainya. Adapun nama dari para penabuh tersebut beserta alat yang dikuasai dan yang sering dimainkanya antara lain :

  1. Pekak Ase                                                       ( Penabuh )
  2. Ketut getar                                                      ( Penabuh )
  3. Pekak aden                                                      ( Penabuh Gangsa )
  4. I Wayan lami                                                   ( Penabuh Gangsa )

Diantara penabuh tersebut, I Wayan ase (informan) dan I Wayan lami yang paling kecil atau muda umurnya. Namun mreka tidak takut dan terus belajar dengan sungguh-sungguh hingga mereka mampu menguasai teknik tetabuhannya.

 

 

 

 

 

Halo dunia!

Selamat Datang di Blog Institut Seni Indonesia Denpasar. Ini adalah post pertama anda. Edit atau hapus, kemudian mulailah blogging!