Gong Gede

April 27th, 2014

Gong Gede

IMG-20131119-00111 Gong Gede juga termasuk barungan ageng namun langka, karena hanya ada di beberapa daerah saja. Gamelan Gong Gede yang terlihat memakai sedikitnya 30 (tigapuluh) macam instrumen berukuran relatif besar (ukuran bilah, kendang, gong dan cengceng kopyak adalah barung gamelan yang terbesar yang melibatkan antara 40 (empatpuluh) – 50 (limapuluh) orang pemain. Gamelan yang bersuara agung ini dipakai untuk memainkan tabuh-tabuh lelambatan klasik yang cenderung formal namun tetap dinamis, dimainkan untuk mengiringi upacara-upacara besar di Pura-pura (Dewa Yadnya), termasuk mengiringi tari upacara seperti Baris, Topeng, Rejang, Pendet dan lain-lain. Beberapa upacara besar yang dilaksanakan oleh kalangan warga puri keturunan raja-raja zaman dahulu juga diiringi dengan gamelan Gong Gede. Akhir-akhir ini Gamelan Gong Gede juga ditampilkan sebagai pengiring upacara formal tertentu yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dan untuk mengiringi Sendratari. Sebagai seni karawitan, dijelaskan dalam kutipan artikel ISI Denpasar, Gamelan Gong Gede merupakan perpaduan unsur-unsur budaya lokal yang sudah terakumulasi dari masa ke masa. Barungan gamelan Gong Gede dipandang sangat penting karena dapat memenuhi kebutuhan warga masyarakat secara moral dan spiritual sehingga terwujud rasa kesehimbangan. Keseimbangan yang mencakup persamaan dan perbedaan dapat terefleksi dalam beberapa dimensi. Refleksi keseimbangan yang banyak ditemukan dalam kesenian Bali adalah refleksi estetis yang dapat menghasilkan bentuk-bentuk simetris yang sekaligus asimetris atau jalinan yang harmonis sekaligus disharmonis yang lazim disebut dengan rwa bhineda. Dalam konsep rwa bhineda terkandung pula sernangat kebersamaan, adanya saling keterkaitan, dan kompetisi mewujudkan intraksi dan persaingan. Konsep rwa bhineda oleh seniman Pengrawit dituangkan dalam gamelan Bali (Gong Gede). Hal ini dapat diamati pada sistem pelarasan ngumbang-isep dan instrumen yang berpasangan (lanang wadon). Unsur budaya Bali tercermin pada penggunaan instrumen dari perangkat gamelan Bali dan busana yang dipergunakan oleh para penabuh (jero gamel).Kalau dilihat dari fungsinya semuanya ini berarti tukang gamel, yang sudah melekat sebagai bagian dari identitas diri seseorang. Instrumen Bentuk instrumen gamelan Gong Gede ada dua jenis yakni : Berbentuk bilah,Berbentuk (moncol). Menurut Brata, instrumen yang berbentuk bilah ada dua macam : bentuk bilah bulig, dan bilah mausuk. Bentuk bilah bulig bisa disebut dengan : metundun klipes, metundun sambuk, setengah penyalin.Untuk instrumen yang berbilah seperti bilah metundun klipes, metundun sambuk, setengah penyalin dan bulig terdapat dalam instrumen gangsa jongkok penunggal, jongkok pengangkem ageng, dan jongkok pengangkep alit (curing). Instrumen-instrumen ini bilahnya dipaku atau sering disebut dengan istilah gangsa mepacek. Sedangkan bentuk bilah yang diistilahkan merai, meusuk, dan meakte terdapat pada instrumen pengacah, jublag, dan jegogan. Instrumen-instrumen ini bilahnya digantung yaitu memakai tali seperti jangat.

Instrumen yang bermoncol dapat dikelompokan menjadi dua yakni : Moncol tegeh (tinggi),Moncol endep (pendek).

Contoh instrumen yang berpancon tinggi seperti; riyong ponggang, riyong, trompong barangan, dan tropong ageng (gede). Sedangkan instrumen yang berpencon pendek (endep) antara lain kempli, bende, kempul, dan gong. Begitu juga halnya dengan bentuk reportoar gending Gong Gede di Pura Ulun Danu Batur, berbentuk lelambatan klasik yang merupakan rangkaian dari bagian-bagian gending yang masing-masing mempunyai bentuk urutan sajian. Adapun urutan dari bagian-bagian bentuk reportoar gending dari masing-masing bentuk reportoar adalah sebagai berikut :

  • Gending gilak (gegilakan) terdiri dari bagian gending-gending kawitan dan pengawak.
  • Gending tabuh pisan terdiri dari bagian gending kawitan, pengawak, ngisep ngiwang, pengisep, dan pengecet.
  • Gending tabuh telu, terdiri dari bagian gending kawitan dan pengawak. Bentuk reportoar gending tabuh pat, tabuh nem, dan tabuh kutus mempunyai bagian gending yang sama yaitu kawitan (pengawit), pengawak, pengisep (pengaras), dan pengecet.
  • Gending pengecet terdapat sub-sub bagian gending yang urutan sajiannya adalah kawitan, pemalpal, ngembat trompong, pemalpal tabuh telu, pengawak tabuh telu. Alternatif yang lain dari susunan sajian sub bagian gending dalam pengecet ini adalah kawitan, pemalpal, ngembat trompong, dan gilak atau gegilakan.

Gong Gede berlaras Pelog lima nada, dengan patutan atau patet tembang, dengan instrumentasi yang meliputi (sesuai yang ada di Kintamani dan STSI Denpasar):

  • 1 tungguh trompong barangan (lebih kecil daripada trompong gede)
  • 1 buah reong dengan 12 pencon
  • 4 buah gangsa jongkok besar (demung)
  • 4 buah gangsa jongkok pemade
  • 4 buah gangsa jongkok kantilan
  • 4 buah penyacah
  • 4 buah calung
  • 4 buah jegogan
  • 1 pangkon kempyung (dua buah pencon)
  • 1 buah kempli
  • 2 buah gong ageng (lanang wadon)
  • 1 buah kempur
  • 1 buah bende
  • 2 buah kendang (lanang wadon)
  • 4-6 pasang cengceng kopyak
  • 2 buah kendang
  • 1 buah gentorag

Bentuk reportoar gending Gong Gede dapat ditentukan oleh jumlah pukulan kempul dalam satu gong, misalnya tabuh pat terdapat empat pukulan kempul dalam satu gongan pada bagian gending pengawak dan pengisap. Demikian juga pada bentuk-bentuk gending tabuh pisan (besik), tabuh telu, tabuh nem dan tabuh kutus. Disebutkan pada Pesta Kesenian Bali untuk pertama kali pada tahun 1979, Gamelan Gong Gede mengiringi sendratari dipentaskan oleh SMKI dengan cerita Mahabrata yang mengambil judul “Sayembara Dewi Ambara”, salah satu iringan musik atau gamelannya memakai Gamelan Gong Gede. Pertunjukan gamelan Gong Gede di Pura Ulun Danu Batur sebagai salah satu karya seni, sebagai ungkapan yang dapat dilihat dari penyajian karawitan (tabuh), tidak sekedar sebagai ungkapan estetik tetapi juga mempunyai makna religius. Dalam konteks religius, semua unsur masyarakat terlibat sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing yang dilandasi dengan perasaan tulus yang disebut dengan ngayah.

Barungan gamelan Gong Gede dalam mengiringi upacara keagamaan (ritual) memiliki makna religius,seperti contohnya di pura ulun danu batur. Penabuh gamelan Gong Gede di Pura Ulun Danu Batur sebelum melaksanakan tugasnya selalu diperciki Tirta untuk mendapatkan keselamatan. Dalam hubungannya dengan masyarakat berfungsi sebagai pengemban seni (karawitan), barungan Gong Gede hampir setiap bulan purnama di undang (tuwur) oleh krama yang melaksankan piodalan (Pura Puseh, Pura Desa, Pura Dalem, dan Pura-pura lainnya) di desa pekraman Batur. Jero gambel yang melaksanakan tugasnya tidak menerima upah dalam bentuk uang atau bisa di sebut ngayah.

Sumber :: di kutip dari buku GONG GEDE

Comments are closed.