gong kebyar di bali

GAMBELAN GONG KEBYAR DI BALI

 

Gong Kebyar merupakan salah satu warisan budaya umat Hindu di Bali yang adiluhung. Gong Kebyar sebagai gamelan yang tergolong ke dalam gamelan baru terdiri dari bermacam-macam instrumen. Membahas mengenai berbagai macam jenis instrumen, maka tidak dapat dipisahkan dengan salah satu istilah musikalitas yaitu Orkestrasi. Orkestrasi adalah seni menggunakan berbagai macam jenis instrumen di dalam komposisi instrumental sesuai dengan (a) kelengkapan instrumen, (b) konsep pengaruh dari kemerduan komposernya (I Made Bandem, 2013:165). Mencermati penjelasan I Made Bandem mengenai orkestrasi, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa gamelan Gong Kebyar adalah gamelan orkestrasi karena terdiri dari berbagai jenis instrumen. Sesuai dengan pengertian orkestrasi di atas, sesungguhnya sejak awal gamelan Bali telah menggariskan fungsi instrumen dalam barungannya. Menurut penjelasan para komponis, dan observasi penulis, bahwa gamelan Bali khususnya Gong Kebyar memiliki fungsi-fungsi yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

  1. Instrumen pembawa lagu, yaitu sekelompok instrumen yang membawa lagu atau gending, adapun instrumen yang dimaksud adalah trompong, giying, pemade, dan kantil memainkan lagu dengan sistem yang dinamakan wilet (kakembangan, pepayasan, rerasmenan).
  2. Pemangku lagu adalah instrumen yang menyangga lagu, seperti penyacah, calung, dan jegogan, yang menyangga melodi dengan sistem permainan yang dinamakan pacapariring, dengan kaklenyongan atau paniti.
  3. Pemangku irama, sekelompok instrumen yang bertugas sebagai penyangga irama, pemberi aksen pada ruas-ruas lagu atau fungsi kolotomik seperti gong, kempur, klentong, dank kajar.
  4. Instrumen pamurba irama, yaitu sekelompok instrumen yang bertugas sebagai pemurba, memperkaya dan pengatur irama seperti kendang dan cengceng.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat diketahui bahwa gamelan Bali memiliki ciri-ciri sebagai berikut : adanya melodi yang diulang-ulang, dibawa atau dipangku (melodic cycles), adanya instrument yang berfungsi sebagai pemberi aksentuasi, adanya sistem kotekan (interlocking figuration), adanya sistem ngumbang-ngisep (ombak-ombakkan), dan adanya nuansa kakebyaran. Salah satu instrumen dalam Gong Kebyar yang akan dijadikan sebagai bahan analisa adalah instrumen yang berfungsi sebagai pembawa lagu, adapun instrumen yang dimaksud adalah Gangsa Guru (ugal, giying). Ugal ataupun Giying adalah instrumen yang berfungsi untuk memberi aba-aba ataupun suatu komando untuk iringan reportoar yang bernuansa ngebyar. Keberadaan giying dalam instrumen Gong Kebyar, mempunyai suatu kedudukan yang sejajar dengan instrumen kendang, reyong, dan kecek. Sebab keempat instrumen di atas berfungsi untuk memberikan suatu aksen-aksentuasi (angsel). Yang menjadi fokus pembahasan dalam tulisan ini adalah instrumen giying. Pembaahasan ini meliputi aspek fisik dan aspek non-fisiknya

 

 

IDENTITAS DAN DEFINISI INSTRUMEN GIYING.

 

Giying adalah insrtumen dalam Gong Kebyar yang berfungsi sebagai pembawa lagu. Giying biasa disebut dengan ugal, ataupun gangsa guru. Giying dalam gong kebyar memiliki berbagai macam teknik pukulan. Ada yang dimainkan dengan teknik pacaperiring (biasanya bagi pemula), dan ada pula gending yang dimainkan dengan teknik wilet, yaitu pengembangan, pepayasan, rerasmenan atau hiasan dari melodi pokok itu sendiri. Permainan ugal biasanya dibaerngi dengan teknik improvisasi. Dari segi fifiknya, bentuk ugal merupakan aksen dari pemade. Hnya saja ukuran giying itu lebih besar dari pemade itu sendiri. Khusus gamelan gong kebyar turunan sekarang, ukuran instrument giying itu hamper bahkan sampai ada yang sama dengan ukuran instrument jublag, hal ini terlihat di Gong Kebyar desa Umejero, Gong Kebyar di ISI (yang digantung seperti gender/style Bali Selatan).

Dalam gong kebyar, instrumen giying terletak di bagian tengah-tengah paling depan yaitu berada di deretan pemade, dan satunya lagi berada di deretan kantilan. Jadi tidak salah kiranya jika penulis mengatakan instrument giying sebagai salah satu pemimpin dalam konteks gamelan gong kebyar. Identitas yang paling fundamen yang menentukan instrumen itu sebagai giying adalah ukuran dan teknik permainan pukulanya. Dua hal tersebut merupakan aspek fisik dan non-fisik. Aspek fisiknya bisa dilihat dari bentuk, ukuran tatakan, pelawah, daun gamelannya, maupun ornamentasi dari tungguhannya sendiri. Sedangkan aspek non-fisik bisa dilihat dari motif, teknik maupun pola pukulan yang menjadikan tungguhan itu disebut sebagai Gangsa Guru (pangenter, penguruh, pengisi tabuh, pemageh, ugal, giying, atau penandan) (Pande Made Sukerta, 2009:166).

Dalam sebuah barungan Gong Kebyar, digunakan dua tungguhan gangsa guru (giying) dengan system ngumbang ngisep dan masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda.

 

Gambar 1. Gambar di bawah ini merupakan gambar instrumen giying versi Bali Selatan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

FUNGSI DAN MANFAAT GIYING (UGAL) SEBAGAI INSTRUMEN DALAM BARUNGANNYA.

Giying sebagai sebuah instrumen gamelan Gong Kebyar yang diklasifikasikan kedalam instrument pembawa lagu. Dalam Gong Kebyar, terdapat dua (2) Gangsa Guru dengan system ngumbang ngisep. Masing-masing Gangsa Guru mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Adapun fungsi dari masing-masing gangsa guru yang dimaksud adalah :

  1. Giying bagian depan, berfungsi untuk menyajikan gending pada bagian kawitan, mengatur jalannya gending, mengatur ankihan gending, memberikan sebuah aksentuasi dalam bentuk rerasmenan gegebug, baik itu disajikan dengan sistem polos maupun sangsih. Disamping itu giying pada instrument gong kebyar juga berfungsi sebagai pemberi aba-aba dalam sebuah reportoar tertentu, seperti tetabuhan dengan jenis kakebyaran.
  2. Giying pada bagian belakang berfungsi sebagai pengimbang giying pada bagaian depan. Kadang-kadang giying pada bagian belakang disajikan dengan sistem nyandet, dan disajikan dengan teknik pukulan yang bervariasi (cenderung lebih bebas).

 

  1. A.             CIRI KHAS (JENIS PUKULAN) SEBAGAI IDENTITAS DALAM BARUNGANNYA.

Setiap instrument dalam gamelan Bali mempunyai sebuah indentitas yang menentukan apakah instrument itu diklasifikasikan ke dalam instrument yang tergolong ke dalam instrument pembawa lagu, pemangku lagu, pembawa irama, ataupun pemurba irama. Identitas itu dapat terlihat salah satunya dengan mengetahui jenis pukulan yang terdapat dalam instrument yang dimaksud. Sama halnya dengan instrument yang lainnya, giying mempunyai suatu jenis pukulan yang mencirikan bahwa giying itu adalah sebagai instrument pembawa lagu.

Jenis pukulan yang dimaksud adalah tuntun rasmi, wilet, maupun yang lainnya. Teknik maupun jenis pukulan yang digunakan secara umum dimainkan dengan pukulan polos dan dikembangkan berdasarkan skiil individu, kadang sejalan dengan tempo, dan tidak menutup kemungkinan tidak sejalan dengan tempo (ketukan kenuk). Hal ini penulis amati dari teknik pukulan maupun jenis pukulan yang dimainkan oleh instrument ugal pada Gong Kebyar Geladag. Dari sana penulis dapat menganalisis bahwa teknik permainan ugal pada gong kebyar di Geladag itu merupakan sebuah ciri khas yang menentukan bahwa instrument yang dimaksud ataupun ditonjolkan teknik pukulannya adalah instrument giying. Sebab teknik permainannya dilakukan dengan penuh improvisasi dan ornamentasi dan menggunakan sebuah teknik permainan tuntun rasmi dan wilet. Jenis pukulan yang paling mendominasi adalah ngoret dan ngerot. Seperti apa yang terdapat dalam Lontar Prakempa terjemahan DR. I Made Bandem, MA, yaitu mengenai nama-nama gegebug dalam sebuah instrumen. Adapun kutipan yang dimaksud adalah sebagai berikut :

 

“Yaning gagebug gong, Kaget atangi ngaran Bhuhloka nada ngaran. Yaning gagebug trompong Sekar Tanjungsusun ngaran, denya angembat silih asih. Ikang gagebug babarangan sapada angaras santun ngaran, mwang bebancangan, Tadah rasmi araning swara. Ikang gagebug rariyongan I Gajahmina ngaran. Ikang gagebug giying, Tuntun rasmi ngaran………..”

Menganati kutipan Lontar Prakempa diatas, maka dapat ditarik suatu benang merah bahwa keberadaan istilah giying beserta nama gagebugnya sudah ada sebelum gamelan Gong Kebyar itu ada. Hal ini pasti mempunyai relasi dengan keberadaannya sekarang dengan fungsinya didalam barungan Gong Kebyar. Namun satu hal yang pasti adalah instrument giying pola permainannya cenderung lebih bebas dalam artian bebas tetapi tetap pada jalur gending itu sendiri. Jenis pukulannya kadang dimainkan sama seperti instrument pemade, kadang dimainkan seperti teknik pukulan penyacah (paca periring). Untuk itu tidak salah kiranya jika penulis mengatakan bahwa instrumen giying dimainkan dengan teknik pukulan yang bebas namun tidak lepas dari pakemnya sebagai sebuah instrumen pembawa lagu.

Mengenai ciri khas instrumen giying secara fisik, itu dapat diamati salah satunya dari bentuk dan ukuran daun gamelannya. Giying adalah instrumen yang tergolong ke dalam jenis gender ukuran madya. Giying yang berhasil penulis analisis bentuknya adalah giying (ugal) yang terdapadat di desa Umejero, kecamatan Busungbiu, Buleleng. Salah satu aspek fisik yang diamati adalah bentuk dan ukuran daun gamelannya. Bentuk daun gamelannya adalah berbentuk usuk (kalor) dengan daun gamelannya digantung (versi Bali Selatan). Namun sebelum tahun 1978 daun gamelannya adalah ditusuk sebagaimana ciri khas gamelan Gong Kebyar Bali Utara itu sendiri, bentuk daun gamelannya adalah belahan penjalin (metundun kelipes). Mengenai ukuran panjang dan lebar daun gamelannya adalah sebagai berikut :

  1. Nada dong, panjang: 30,6 cm, lebar : 8,3 cm
  2. Nada deng, panjang: 30,2 cm, lebar : 8,3 cm
  3. Nada dung, panjang: 30,0 cm, lebar : 8,0 cm
  4. Nada dang, panjang: 30,0 cm, lebar : 7,8 cm
  5. Nada ding, panjang: 29,7 cm, lebar : 7,6 cm
  6. Nada dong, panjang: 29,6 cm, lebar : 7,5 cm
  7. Nada deng, panjang: 29,0 cm, lebar : 7,5 cm
  8. Nada dung, panjang: 28,0 cm, lebar : 7,1 cm
  9. Nada deng, panjang: 26,0 cm, lebar : 6,6 cm
  10. Nada ding, panjang:25,3 cm, lebar : 6,1 cm

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Bandem, I Made.”Gamelan Bali di Atas Panggung Sejarah”. Denpasar : BP STIKOM Bali, 2013.

Bandem, I Made.”Prakempa Sebuah Lontar Gamelan Bali”. Denpasar : ASTI, 1986.

Sukerta, Pande Made.”Gong Kebyar Buleleng Perubahan dan Keberlanjutan Tradisi Gong Kebyar”. Surakarta : Program Pasca Sarjana, 2009.

v\:* {behavior:url(#default#VML);}
o\:* {behavior:url(#default#VML);}
w\:* {behavior:url(#default#VML);}
.shape {behavior:url(#default#VML);}

Normal
0

false
false
false

EN-US
X-NONE
X-NONE

MicrosoftInternetExplorer4

/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin-top:0in;
mso-para-margin-right:0in;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0in;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:”Calibri”,”sans-serif”;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}

Halo dunia!

Selamat Datang di Blog Institut Seni Indonesia Denpasar. Ini adalah post pertama anda. Edit atau hapus, kemudian mulailah blogging!