PENJOR masa kini

IMG00444-20140521-0716Kata penjor sudah tidak asing lagi bagi umat hindu khususnya di Bali, Penjor sering digunakan pada saat adanya perayaan atau upacara keagamaan, apalagi di hari raya Galungan dan kuningan yang setiap 6 bulan sekali dirayakan serentak oleh masyarakat hindu dan pastinya membuat penjor sebagai sarana pelengkap, selain itu sudah banyak orang sekarang menikah pun juga menggunakan penjor yang dimana sebagai pertanda adanya sebuah kegiatan atau upacara di Bali khususnya. Walaupun banyak orang mengetahui kata penjor dan gambaran penjor itu, mungkin tidak semua orang mengetahui lebih rinci apa itu penjor, makna penjor, dan apa kegunaan penjor itu sendiri.

Penjor adalah simbol dari sebuah gunung, yang dimana gunung dipercaya sebagai tempat bersemayamnya para dewa, banyak pura yang berada di kaki gunung salah satu contohnya adalah pura besakih, karena jika umat disuruh naik ke puncak gunung itu akan sangat berbahaya, maka dari itu dibuatlah pura yang berada di bawah gunung, sekarang penjor itu dibuat menjadi simbol sebuah gunung agar bisa para umat dari rumahnya mengaturkan sesajen yang tertuju ke pura yang berada di gungung, salah satu contohnya pura besakih.

Penjor di tancapkan di depan rumah, berbahan dasar yaitu bambu (simbol Hyang Brahma) yang lurus melengkung seperti halnya ekor barong, bambu dihiasi dengan rangkaian janur yang dibuat seindah mungkin, adapun bagian-bagian yang wajib mengisi bagian penjor tersebut, antara lain :

  1. dihiasi oleh daun kelapa (busung), daun enau yang muda, serta daun-dau lainnya (palawa) simbol kekuatan Hyang Mahadewa dan Hyang sangkara
  2. dengan kain putih yang berlambangkan Hyang Iswara
  3. Kelapa yang berlambangkan Hyang Rudra
  4. Pala bungkah (umbi-umbian seperti : ketela rambat), pala gantung (pisang, mentimun, salak, apel,dll.) dan pala wija (biji-bijian seperti : jagung, padi, dan jajan simbol Hyang Wisnu
  5. Sanggah aedha candra sebagai simbol dewa Siwa

Itulah seharusnya penjor yang wajib dibuat, yang berisi aturan-aturan yang wajib hukumnya, jika melenceng atau tidak melengkapi apa-apa saja yang seharusnya diisi penjor itu akan salah atau bisa dikatakan tidak berfungsi. melihat penjor-penjor zaman sekarang, berbagai hiasan sudah mulai ditambahkan untuk membuat sedemikian indah agar penjor tersebut memiliki nilai pertunjukan yang indah dan enak untuk ditonton oleh mata, walaupun diperbolehkan membuat penjor itu megah dan banyak berisi hiasan tetapi disarankan agar tetap berpatokan dengan pakem yang sudah ditetapkan, dengan survei yang sudah saya lihat dilapangan banyak orang sudah yang melupakan atau lepas dari aturan membuat penjor tersebut, apalagi sekarang sedang berlangsungnya hari raya Galungan dan Kuningan yang dimana masyarakat Hindu serempak membuat penjor di masing-masing rumahnya, penjor-penjor yang berada di pinggir jalan besar contohnya, sangat besar dan megah yang menghabiskan dana yang tidak sedikit, dibandingkan dengan penjor yang sederhana dihiasi oleh janur dan pala bungkah yang tidak begituh mewah akan tetapi lengkap yang mengikuti aturan penjor yang sudah ditetapkan, maka penjor yang sederhana tersebut lebih bernilai daripada penjor yang megah akan tetapi melenceng dari aturannya. Memang sudah sering dilakukannya lomba penjor yang bermaksud agar masyarakat Hindu khusunya dapat berkesenian lewat membuat kreasi penjor yang sedemikian rupa, bahkan saya pernah melihat dalam perlombaan tersebut penjor dibuat dari besi yang digabungkan dengan bambu, mungkin itu dibenarkan adanya dalam perlombaan agar dapat membuat penjor yang besar dan kuat, akan tetapi disarankan khususnya anak muda Bali agar dalam membuat penjor untuk perlengkapan dalam upacara yang menuntut nilai sakralnya tidak disamakan seperti membuat penjor yang dilombakan, walaupun indah kelihatannya tetapi tidak benar dalam aturannya sama dengan bohong, walaupun untuk mengisi kesenangan hati yang memberi kepuasan si pembuat penjor itu hanya akan membuat jerih payah kita membuat penjor akan sia-sia, karena tidak patut keberadaanya atau tempatnya, marilah kita untuk mengikuti aturan-aturan yang ada, sama seperti aturan di pemerintahan yang ada, jika kita langgar hukuman akan menimpa kita, demikian juga dalam aturan keagamaan jika kita menyalahi aturan yang sudah ditetapkan membuat hal baru diperbolehkan tetapi janganlah sampai menghilangkan hal yang sudah menjadi aturan, memang di Bali nilai seni itu sangat dituntut, segala sarana upakara itupun masing-masing memiliki unsur seninya, yang menuntut keterampilan umat Hindu di Bali khusunya, karena tidak dipungkiri juga secara umum Agama dan Seni di Bali sangat erat hubungannya dan saling berkaitan, tetapi kita juga harus bisa menyeimbangkan antara keduanya tersebut agar tidak terjadinya tumpang tindih, dalam Agama Hindu jika tidak ada unsur keseniannya mungkin tidak akan memiliki daya tarik atau sering dikatakan Taksu, tetapi dalam memasukan kesenian dalam Agama Hindu itu tidak juga melebih-lebihkan yang bisa membuat nilai atau unsur sakralnya hilang, maka dari itu disarankan agar tidak bebas.

Kembali ke makna penjor, saya sarankan walaupun seberapa megah penjor tersebut yang hingga menghabiskan biaya sampai berjuta-juta tetapi tidak mengikuti aturan penjor yang benar itu akan dikatakan salah untuk melengkapi sarana upacara, tetapi jika ada penjor yang sederhana yang tidak menghabiskan dana yang sedemikan banyak, tetapi melengkapi aturan yang ada, nilai penjor ini akan lebih tinggi dari penjor yang megah. Bukan seberapa besar biaya yang dihabiskan, tetapi seberapa besar bakti yang diniliai dalam membuat sarana dalam rangka melengkapi upacara tersebut.

Juli 8, 2014 · Posted in Tak Berkategori  
    

Comments

Comments are closed.