Kata Banjar sudah sering didengar di Bali khusunya, dimana Banjar adalah tempat yang dapat memudahkan berkumpulnya warga atau kelompok tertentu dalam ruang lingkup tempat tinggal yang berdekatan, akan tetapi tidak dipungkiri juga warga yang tempat tinggalnya jauh dari Banjarnya tetap mebanjar disana karena dari keturunannya memang mebanjar disana atau dalam bahasa balinya (Wed). Bale Banjar merupakan salah satu media yang digunakan untuk menyatukan berbagai macam lapisan masyarakat, banyak hal yang dapat dilakukan di banjar karena banjar umpakan rumah kedua yang dimiliki seluruh warga banjar tersebut.

Seperti Banjar Tatasan Kaja, kata Tatasan bermakna jelas (Tatas) mengapa menjadi Tatasan Kaja karena ada banjar yang bernama Tatasan Kelod, yang dimana dulunya memang ada kesamaan dalam cerita kehidupan masyarakatnya. Sebagaimana Banjar-banjar yang ada di Bali pasti ada Kelihan Banjarnya yang dimana Kelihan banjar disini bermakna Kelih (kakak) sebagai orang yang dituakan di setiap banjar, demikian juga di Banjar Tatasan Kaja mempunyai satu kelihan banjar yang bertugas mengatur dan mengetuai setiap acara yang akan dilakukan di banjar ataupun menyangkut nama banjar di dalam maupun di luar lingkup wilayah banjar Tatasan Kaja.

Banyak kelompok atau organisasi lagi yang terbentuk di dalam banjar Tatasan Kaja dimana organisasi-organisasi tersebut adalah mengatasnamakan banjar dan milik banjar Tatasan Kaja, antara lain :

Tempekan      : tempekan adalah pembagian lahan tempat tinggal agar dapat dikelompokan. Di banjar Tatasan Kaja memiliki 5 tempekan, yang diberi nama Tempek satu (1), Tempek dua (2), dan seterusnya hingga Tempek lima (5). Akan tetapi ada keunikan mengenai Tempek untuk di Banjar Tatasan Kaja, terutamanya Tempek lima (5), Tempek 5 berada jauh di sebelah utara  banjar Tatasan Kaja, tepatnya di Gang Dewi Kunti, walaupun banyak warga yang bukan warga asli Denpasar yang ikut di banjar Tatasan Kaja seperti di luar kota, ada dari buleleng, Bangli, Karangasem, dll yang juga ada di setiap Tempekan, lain halnya di Tempek 5, disini berkumpul warga yang berasal dari Karangasem saja, terkadang mereka jarang terlihat di Banjar Tatasan Kaja yang berada di jalan Ratna, karena mereka sudah membuat wantilan atau bisa dibilang bale banjar Tatasan Kaja yang kedua, di tengah Gangnya Tempek 5 mempunyai banjarnya sendiri, akan tetapi mereka tetap warga banjar Tatasan Kaja. Di setiap Tempek ada yang disebut Sinoman yaitu pimpinan dari setiap Tempekan, disini tugas kesinoman tiada lain mengatur dan selalu memberitahukan terhadap anggotanya apapun yang akan di lakukan oleh banjar, seperti contohnya akan mengadakan rapat, kesinomanlah yang bertugas untuk mengantarkan surat pemberitahuan tersebut.

STT (Sekeha Truna-Truni): STT disini tiada lain adalah Pemuda Banjar Tatasan Kaja yang bernama ST. Panca Kumara, yang berumur minimal 17 hingga dia menikah, bagi pemuda yang sudah berumur 17 tahun wajib untuk ikut dalam organisasi STT tersebut, dia ikut dalam pemuda hinga dia sudah menikah, jika dia sudah menikah baru diperbolehkan untuk selesai dalam STT. Peraturan di banjar Tatasan Kaja lumayan ketat, jika ada salah satu pemuda/i yang sudah berumur 17 tahun dan tidak mau ikut dalam STT. Maka dia akan tidak di pedulikan disaat dia menikah nanti, karena STT. Ini wajib hukumnya karena banyak manfaatnya, selain untuk tahu dan mengenal warga sebanjarnya, STT. Juga melakukan banyak sekali kegiatan, yang dimana pasti kegiatan yang positif, di banjar Tatasan Kaja STT. Panca Kumara sudah banyak sekali mempunyai prestasi dalam setiap kegiatannya antara lain di bidang seni, ST. Panca Kumara mempunyai sekehe Baleganjur yang bernama TATSAKA, sudah banyak kegiatan yang dilakukan seperti ngayah dan lomba, sekehe Tatsaka pernah mendapatkan penyaji terbaik dalam ajang parade baleganjur tingkat Kota di puputan pada bulan mei 2011, selain itu baru-baru ini pemuda ST. Panca Kumara ikut dalam parade Ogoh-ogoh di Kodya, dan masuk dalam 5 besar di kecamatan Denpasar Utara, dan mementaskan framentari pada saat malam pangrupukan, dan yang pasti ST. Panca Kumara mempunyai banyak kegiatan yang selalu berasaskan kekeluargaan dan yang membuat nama banjarnya baik di mata masyarakat.

PKK (                                                                                                                             

Banjar Tatasan Kaja memiliki minat seni yang cukup tinggi, beberapa Sekehe yang ada di banjar Tatasan Kaja, antara lain :

Sekehe Gong anak-anak bernama Sunari Gita Kumara, sangat mengundang minat anak-anak untuk belajar megambel, yang dimana sudah banyak regenerasi dari sekehe gong anak-anak tersebut,  sekehe gong anak-anak pernah ikut dalam parade gong kebyar anak-anak yang diselenggarakan oleh Kodya yang bertempat di puputan sebanyak 2 kali, yaitu pada tahun 2009, dan tahun 20011, selain itu sekehe ging anak-anak juga berfungsi untuk mengiringi setiap upacara yang berada di ruang lingkup banjar pada khususnya dan Desa Tonja pada umumnya.

Sekehe Gong Dewasa bernama Padma Mudra, disini dari remaja hingga dewasa dapat ikut dalam sekehe gong Padma Mudra, biasanya setelah ikut di sekehe gong anak-anak, dipilih lagi agar dapat ikut lagi di sekehe gong dewasa ini,

Sekehe Shanti Ratna Sari, disini adalah perkumpulan Pesantian yang dimana juga ada sekehe geguntangan masuk didalamnya, ibu-ibu dan bapak-bapak mendominan di sekehe shanti ini, walaupun tidak dipungkiri ada juga anak-anak atau remaja yang juga ikut atau menggemari dalam pesantian tersebut.

Sekehe Angklung, di banjar Tatasan Kaja mempunyai berbagai macam instrumen gambelan, seperti gong kebyar, baleganjur, dan juga angklung, angklung disini berfungsi untuk mengiringi jika ada salah seorang warga banjar di Tatasan Kaja meninggal dunia, sekehe Angklung wajib untuk mengiringinya, tidak hanya orang-orang yang sudah tua saja dapat memainkannya, sekarang sudah mulai para pemuda untuk memainkannya agar ada regenerasi berikutnya.

            Demikianlah sekilas tentang Banjar Tatasan Kaja desa Tonja, Kec. Denpasar Utara.

Juli 10, 2014 · Posted in Tak Berkategori  
    

IMG_1158Mungkin di kalangan masyarakat luas sudah mengenal tokoh Kangsa dan Krisnha tersebut, apalagi sudah ada tayangan televisi yang menceritakan kisah dua tokoh tersebut, kali ini saya akan menceritakan cerita ini dari awal mulanya, sejak lahirnya Kangsa hingga terbunuhnya Kangsa. Memang ada dua versi dari cerita tersebut, tetapi saat ini saya akan menceritakan cerita menurut versi Bali yang dimana sering dipentaskan dalam pertunjukan Bali salah satunya pertunjukan wayang, dan juga saya akan menjelaskan struktur dari cerita ini dari tema, amanat dan peran dalam setiap tokoh yang ada dalam cerita ini yang berjudul LEBUR KANGSA.

Awal kisah diceritakan di Jagat Madhura, Sang Basudewa yang baru menikah dengan istri pertamanya yaitu Diah Maerah, setelah pernikahannya Basudewa berniat untuk melakukan tapa yoga samadi dan berangkatlah Basudewa hingga sampai di kerajaan yang bernama Kangsa, rajanya bernama Gorowangsa, karna mendengar bahwa Basudewa baru menikah dan meninggalkan istrinya sendirian, Gorowangsa pun mempunyai niat buruk, yaitu merubah dirinya menjadi Basudewa palsu dan diam-diam tanpa sepengetahuan dari Basudewa asli ke Madhura untuk menemui diah Maerah, sesampainya di Madhura, tanpa basa-basi lagi Basudewa palsu ini pun menyetubuhi Diah Maerah, dan saat itu juga adik dari Basudewa asli yaitu Ugrasena melihat kejadian itu, karna merasa curiga dan merasakan kejanggalan dari gelagat kakaknya lalu di hajarlah Basudewa palsu ini hingga tewas dan mayatnya pun berubah menjadi Gorowangsa, karna melihat itu Ugresena pun mengusir kakak iparnya yaitu Diah Merah karena telah berhubungan dengan orang lain. Setelah diusir Diah Maerah pun tinggal di kerajaan Kangsa dan melahirkan anak laki-laki hasil dari hubungannya bersama Gorowangsa yang bernama Prabu Kangsa, Prabu Kangsa inilah yang saat ini menanyakan siapa ayahnya yang sebenarnya, tetapi ibunya mengatakan bahwa ayah dari Prabu Kangsa adalah Sang Basudewa dari Madhura, karna merasa tidak pernah diurus oleh ayahnya sejak kecil, Prabu Kangsa pun pergi ke Madhura untuk mencari Basudewa yang sebenarnya bukan ayahnya, sesampainya di Madhura Kangsa pun langsung menghajar Basudewa tanpa ampun dan mengkrangkengnya, karena merasa tidak pernah mempunyai seorang anakpun dari Diah Maerah Basudewa pun lalu mengutuk Prabu Kangsa dimana kutukannya berisi “kapan Awatara Wisnu turun ke dunia, lahir dari perut Dewi Dewaki itulah anak yang akan mencabut nyawa dari Prabu Kangsa”. Beruntung sebelum Prabu Kangsa datang mencari Basudewa, Basudewa pun telah menikah dengan dua orang perempuan yang bernama Dewi Dewaki dan Diah Rohini, Hamil Dewi Dewaki inilah yang menjadi musuh berat atau momok Prabu Kangsa, beruntung pada sebelum Prabu Kangsa datang dan saat sumpah itu terjadi, Dewi Dewaki dan Diah Rohini sudah dilarikan ke bawah gunung Maliawan dan bersembunyi, Prabu Kangsa pun kewalahan mencari siapa perempuan yang bernama Dewi Dewaki, lalu Prabu Kangsa mengutus seluruh Pasukannya untuk mencari anak yang lahir dari Dewi Dewaki, Prabu Kangsa pun berubah menjadi Raja yang sangat kejam, karena ketakutannya Awatara Wisnu akan Lahir ke dunia, Prabu Kangsa membuat peraturan agar seluruh wanita dilarang hamil dan menjajah semua daerah yang ada di Madhura, hingga terdengar kabar bahwa ada anak kecil yang sangat kuat tinggal di bawah gunung Maliawan, Kangsa pun mengutus pasukan raksasanya untuk membunuh anak kecil itu yang bernama Krishna, akan tetapi setiap Prabu Kangsa mengutus raksasa, raksasa yang diutus itu pun tak pernah kembali karna terbunuh oleh Krishna, karna berkali-kali seperti itu kesabaran Prabu Kangsa pun tak tertahankan lagi, kali ini Prabu Kangsalah yang akan pergi ke bawah gunung Maliawan tanpa ditemani oleh para pasukan satupun untuk membunuh Krisnha, namun Sri Krishna telah mendengar berita itu dari ibu kunti dan bersiap-siap untuk menghadapi Prabu Kangsa, perang pun tak terelakan lagi. Sri Krishna yang dibantu oleh Pandawa mengatur strategi yaitu Pandawa dan Baladewa diutus untuk pergi ke kerajaan Kangsa untuk menggempur dan menurunkan bendera Raksasa dan Menaikan Bendera Garuda yang bertanda sebagai gencatan senjata dan berperang melawan pasukan Kangsa yang berjaga di seluruh sudut kerajaan Kangsa, sedangkan Sri Krishna menunggu kedatangan Prabu Kangsa yang akan datang ke Maliawan, tetapi dalam perjalanan Prabu Kangsa melihat kepulan asap yang berasal dari kerajaanya, Prabu Kangsa pun kembali ke kerajaannya. Setibanya Prabu Kangsa di kerajaannya terlihatlah para pasukannya yaitu raksasa tewas dibunuh oleh Pandawa dan Baladewa, karena tidak terima Kangsa pun menghajar seluruh pandawa hingga Pandawa mundur, tetapi pada saat yang bersamaan Krishna muncul dan membawa senjatanya yaitu Cakra Sudharsana yang juga sebagai senjata dari Dewa Wisnu,dan Cakra inilah yang memenggal kepala Prabu Kangsa yang akhirnya Tewas tak berdaya

TEMA

Cerita Lebur Kangsa memiliki tema yaitu “kepahlawanan” yang dimana sifat kepahlawanan harus dimiliki dari semua kalangan masyarakat, demi sebuah pengorbanan yang menuntut ketulus ikhlasan demi memberi suatu pertolongan karena manusia adalah makhluk social, selain itu banyak hal yang terkandung dalam cerita ini, keegoisan, ketakutan, dan emosi yang berlebihan itu adalah hal yang perlu diwaspadai karena jika tidak bukan kesenangan yang kita dapatkan melainkan masalah yang timbul karena hasil dari perbuatan kita yang ingin menang sendiri dan melakukan sesuatu hal tanpa berfiri terlebih dahulu.

 

AMANAT

Dimana kejujuran harus selalu dipertahankan,seorang pemimpin seharusnya memiliki jiwa yang bijaksana bukannya ingin selalu menang sendiri dan seorang pemimpin harus bisa menyeslesaikan masalahnya dengan cara musyawarah agar mendapatkan jalan keluar yang tepat bukannya kesalahpahaman yang nantinya akan menimbulkan masalah baru yang tidak diinginkan, jika seorang pemimpin memperlakukan rakyatnya semena-mena di saat itu pemimpin harus siap menerima perlawanan dari rakyatnya sendiri karena seorang pemimpin itu ada karena rakyat yang mengatakannya.

 

PENOKOHAN

penokohan dalam cerita Lebur Kangsa dapat di bedakan menjadi beberapa bagian yaitu:

  1. Tokoh protagonis: Krisnha

Krisnha dimasukan ke dalam tokoh protagonis dan menjadi tokoh utama karena di dalam cerita Lebur Kangsa Krisnha yang menjadi pusat sentral yang berperan penting dalam cerita ini dan juga disini Krisnha adalah yang dari awal cerita muncul hingga yang menutup cerita tersebut adalah Krisnha itu sendiri

 

  1. Tokoh Antagonis: Kangsa

Kangsa di dalam cerita Lebur Kangsa menjadi peran antagonis karena disini Kangsa seorang yang jahat dan tokoh yang menentang tokoh protagonis, disini Kangsa mempunyai sifat yang sangat kejam karena menjadi Raja yang sangat merugikan rakyatnya sendiri.

 

  1. Tokoh Tritagonis: Twalen, Werdah, Sangut dan delem.

Di setiap pementasan wayang yang mengambil cerita Mahabrata dan Ramayana seringkali menggunakan keempat peran tersebut, karena bisa menjadi pelerai, pendamai atau pengantar protagonis dan antagonis

 

Tualen            : ayah dari merdah yang berpihak di kanan yaitu tokoh protagonis dalam cerita Lebur Kangsa yang dimana memiliki sifat yang penyabar, halus akan tetapi mempunyai pemikiran yang sangat luas karena seorang yang tua dan bijak

 

Merdah          : anak dari Tualen yang dimana berpihak mengikuti ayahnya, werdah selalu mengikuti dimana ayahnya berada, memiliki sifat yang tidak bisa diam, gesit, dan lincah.

 

Delem             : merupakan tokoh yang sangat bebas, keras, tidak bisa ditentang/egosi dan sangat mempunyai pikiran yang sangat buruk, selalu mempunyai pemikiran yang selalu membenarkan apapun keinginannya walaupund ia tau perbuatannya yang dia lakukan itu salah dan selalu berada di pihak kiri mengikuti tokoh antagonis.

 

Sangut            : selalu berdampingan dengan delem, dimana juga ikut berpihak di tokoh antagonis akan tetapi walaupun dia ikut di pihak yang selalu bertentangan dengan pihak protagonis, dia mempunyai pemikiran yang bertentangan dengan Delem, walaupun terkadang memiliki sifat yang licik, tetapi terkadang dia juga memikirkan perbuatannya jika perbuatan yang dirasakannya itu salah.

 

  1. Tokoh peran pembantu: Baladewa,Kunti, Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula, Sahadewa, Raksasa

Dimasukan ke dalam peran pembantu dikarenakan dalam cerita Lebur Langsa mereka muncul hanya disaat dibutuhkan saja dan menjadi penyelaras dalam hubungan antara peran Protagonis dan peran Antagonis.

Mungkin di kalangan masyarakat luas sudah mengenal tokoh Kangsa dan Krisnha tersebut, apalagi sudah ada tayangan televisi yang menceritakan kisah dua tokoh tersebut, kali ini saya akan menceritakan cerita ini dari awal mulanya, sejak lahirnya Kangsa hingga terbunuhnya Kangsa. Memang ada dua versi dari cerita tersebut, tetapi saat ini saya akan menceritakan cerita menurut versi Bali yang dimana sering dipentaskan dalam pertunjukan Bali salah satunya pertunjukan wayang, dan juga saya akan menjelaskan struktur dari cerita ini dari tema, amanat dan peran dalam setiap tokoh yang ada dalam cerita ini yang berjudul LEBUR KANGSA.

Awal kisah diceritakan di Jagat Madhura, Sang Basudewa yang baru menikah dengan istri pertamanya yaitu Diah Maerah, setelah pernikahannya Basudewa berniat untuk melakukan tapa yoga samadi dan berangkatlah Basudewa hingga sampai di kerajaan yang bernama Kangsa, rajanya bernama Gorowangsa, karna mendengar bahwa Basudewa baru menikah dan meninggalkan istrinya sendirian, Gorowangsa pun mempunyai niat buruk, yaitu merubah dirinya menjadi Basudewa palsu dan diam-diam tanpa sepengetahuan dari Basudewa asli ke Madhura untuk menemui diah Maerah, sesampainya di Madhura, tanpa basa-basi lagi Basudewa palsu ini pun menyetubuhi Diah Maerah, dan saat itu juga adik dari Basudewa asli yaitu Ugrasena melihat kejadian itu, karna merasa curiga dan merasakan kejanggalan dari gelagat kakaknya lalu di hajarlah Basudewa palsu ini hingga tewas dan mayatnya pun berubah menjadi Gorowangsa, karna melihat itu Ugresena pun mengusir kakak iparnya yaitu Diah Merah karena telah berhubungan dengan orang lain. Setelah diusir Diah Maerah pun tinggal di kerajaan Kangsa dan melahirkan anak laki-laki hasil dari hubungannya bersama Gorowangsa yang bernama Prabu Kangsa, Prabu Kangsa inilah yang saat ini menanyakan siapa ayahnya yang sebenarnya, tetapi ibunya mengatakan bahwa ayah dari Prabu Kangsa adalah Sang Basudewa dari Madhura, karna merasa tidak pernah diurus oleh ayahnya sejak kecil, Prabu Kangsa pun pergi ke Madhura untuk mencari Basudewa yang sebenarnya bukan ayahnya, sesampainya di Madhura Kangsa pun langsung menghajar Basudewa tanpa ampun dan mengkrangkengnya, karena merasa tidak pernah mempunyai seorang anakpun dari Diah Maerah Basudewa pun lalu mengutuk Prabu Kangsa dimana kutukannya berisi “kapan Awatara Wisnu turun ke dunia, lahir dari perut Dewi Dewaki itulah anak yang akan mencabut nyawa dari Prabu Kangsa”. Beruntung sebelum Prabu Kangsa datang mencari Basudewa, Basudewa pun telah menikah dengan dua orang perempuan yang bernama Dewi Dewaki dan Diah Rohini, Hamil Dewi Dewaki inilah yang menjadi musuh berat atau momok Prabu Kangsa, beruntung pada sebelum Prabu Kangsa datang dan saat sumpah itu terjadi, Dewi Dewaki dan Diah Rohini sudah dilarikan ke bawah gunung Maliawan dan bersembunyi, Prabu Kangsa pun kewalahan mencari siapa perempuan yang bernama Dewi Dewaki, lalu Prabu Kangsa mengutus seluruh Pasukannya untuk mencari anak yang lahir dari Dewi Dewaki, Prabu Kangsa pun berubah menjadi Raja yang sangat kejam, karena ketakutannya Awatara Wisnu akan Lahir ke dunia, Prabu Kangsa membuat peraturan agar seluruh wanita dilarang hamil dan menjajah semua daerah yang ada di Madhura, hingga terdengar kabar bahwa ada anak kecil yang sangat kuat tinggal di bawah gunung Maliawan, Kangsa pun mengutus pasukan raksasanya untuk membunuh anak kecil itu yang bernama Krishna, akan tetapi setiap Prabu Kangsa mengutus raksasa, raksasa yang diutus itu pun tak pernah kembali karna terbunuh oleh Krishna, karna berkali-kali seperti itu kesabaran Prabu Kangsa pun tak tertahankan lagi, kali ini Prabu Kangsalah yang akan pergi ke bawah gunung Maliawan tanpa ditemani oleh para pasukan satupun untuk membunuh Krisnha, namun Sri Krishna telah mendengar berita itu dari ibu kunti dan bersiap-siap untuk menghadapi Prabu Kangsa, perang pun tak terelakan lagi. Sri Krishna yang dibantu oleh Pandawa mengatur strategi yaitu Pandawa dan Baladewa diutus untuk pergi ke kerajaan Kangsa untuk menggempur dan menurunkan bendera Raksasa dan Menaikan Bendera Garuda yang bertanda sebagai gencatan senjata dan berperang melawan pasukan Kangsa yang berjaga di seluruh sudut kerajaan Kangsa, sedangkan Sri Krishna menunggu kedatangan Prabu Kangsa yang akan datang ke Maliawan, tetapi dalam perjalanan Prabu Kangsa melihat kepulan asap yang berasal dari kerajaanya, Prabu Kangsa pun kembali ke kerajaannya. Setibanya Prabu Kangsa di kerajaannya terlihatlah para pasukannya yaitu raksasa tewas dibunuh oleh Pandawa dan Baladewa, karena tidak terima Kangsa pun menghajar seluruh pandawa hingga Pandawa mundur, tetapi pada saat yang bersamaan Krishna muncul dan membawa senjatanya yaitu Cakra Sudharsana yang juga sebagai senjata dari Dewa Wisnu,dan Cakra inilah yang memenggal kepala Prabu Kangsa yang akhirnya Tewas tak berdaya

TEMA

Cerita Lebur Kangsa memiliki tema yaitu “kepahlawanan” yang dimana sifat kepahlawanan harus dimiliki dari semua kalangan masyarakat, demi sebuah pengorbanan yang menuntut ketulus ikhlasan demi memberi suatu pertolongan karena manusia adalah makhluk social, selain itu banyak hal yang terkandung dalam cerita ini, keegoisan, ketakutan, dan emosi yang berlebihan itu adalah hal yang perlu diwaspadai karena jika tidak bukan kesenangan yang kita dapatkan melainkan masalah yang timbul karena hasil dari perbuatan kita yang ingin menang sendiri dan melakukan sesuatu hal tanpa berfiri terlebih dahulu.

 

AMANAT

Dimana kejujuran harus selalu dipertahankan,seorang pemimpin seharusnya memiliki jiwa yang bijaksana bukannya ingin selalu menang sendiri dan seorang pemimpin harus bisa menyeslesaikan masalahnya dengan cara musyawarah agar mendapatkan jalan keluar yang tepat bukannya kesalahpahaman yang nantinya akan menimbulkan masalah baru yang tidak diinginkan, jika seorang pemimpin memperlakukan rakyatnya semena-mena di saat itu pemimpin harus siap menerima perlawanan dari rakyatnya sendiri karena seorang pemimpin itu ada karena rakyat yang mengatakannya.

 

PENOKOHAN

penokohan dalam cerita Lebur Kangsa dapat di bedakan menjadi beberapa bagian yaitu:

  1. Tokoh protagonis: Krisnha

Krisnha dimasukan ke dalam tokoh protagonis dan menjadi tokoh utama karena di dalam cerita Lebur Kangsa Krisnha yang menjadi pusat sentral yang berperan penting dalam cerita ini dan juga disini Krisnha adalah yang dari awal cerita muncul hingga yang menutup cerita tersebut adalah Krisnha itu sendiri

 

  1. Tokoh Antagonis: Kangsa

Kangsa di dalam cerita Lebur Kangsa menjadi peran antagonis karena disini Kangsa seorang yang jahat dan tokoh yang menentang tokoh protagonis, disini Kangsa mempunyai sifat yang sangat kejam karena menjadi Raja yang sangat merugikan rakyatnya sendiri.

 

  1. Tokoh Tritagonis: Twalen, Werdah, Sangut dan delem.

Di setiap pementasan wayang yang mengambil cerita Mahabrata dan Ramayana seringkali menggunakan keempat peran tersebut, karena bisa menjadi pelerai, pendamai atau pengantar protagonis dan antagonis

 

Tualen            : ayah dari merdah yang berpihak di kanan yaitu tokoh protagonis dalam cerita Lebur Kangsa yang dimana memiliki sifat yang penyabar, halus akan tetapi mempunyai pemikiran yang sangat luas karena seorang yang tua dan bijak

 

Merdah          : anak dari Tualen yang dimana berpihak mengikuti ayahnya, werdah selalu mengikuti dimana ayahnya berada, memiliki sifat yang tidak bisa diam, gesit, dan lincah.

 

Delem             : merupakan tokoh yang sangat bebas, keras, tidak bisa ditentang/egosi dan sangat mempunyai pikiran yang sangat buruk, selalu mempunyai pemikiran yang selalu membenarkan apapun keinginannya walaupund ia tau perbuatannya yang dia lakukan itu salah dan selalu berada di pihak kiri mengikuti tokoh antagonis.

 

Sangut            : selalu berdampingan dengan delem, dimana juga ikut berpihak di tokoh antagonis akan tetapi walaupun dia ikut di pihak yang selalu bertentangan dengan pihak protagonis, dia mempunyai pemikiran yang bertentangan dengan Delem, walaupun terkadang memiliki sifat yang licik, tetapi terkadang dia juga memikirkan perbuatannya jika perbuatan yang dirasakannya itu salah.

 

  1. Tokoh peran pembantu: Baladewa,Kunti, Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula, Sahadewa, Raksasa

Dimasukan ke dalam peran pembantu dikarenakan dalam cerita Lebur Langsa mereka muncul hanya disaat dibutuhkan saja dan menjadi penyelaras dalam hubungan antara peran Protagonis dan peran Antagonis.

Juli 8, 2014 · Posted in Tak Berkategori  
    

pakaian saat lomba utsawa dharma gitaMembahas tentang tembang, mungkin sebagian orang mengartikannya berbeda-beda, ada yang mengatakan tembang itu lagu pop bali yang sering di dengarnya, dan tembang yang dibagi menjadi 4 antara lain : Sekar Rare, Sekar Alit, Sekar Madya, dan Sekar Agung. Mungkin keempat bagian tersebut sudah sering kita dengar, tapi apakah sudah mengerti artinya? Sudah paham bagian-bagiannya? Sebelum saya membahas secara rinci tentang tembang Bali tersebut, coa kita lihat Kebanyakan anak muda zaman sekarang hawam dan tidak memiliki gairah untuk memahami apalagi mempelajari tentang tembang bali ini, mungkin karena era globalisasi yang sangat mempengaruhi gaya pemikiran anak muda zaman sekarang, khususnya di bagian musik, lebih condong menyukai aliran-aliran yang datang dari luar, seperti pop, rock, jazz, dll. Tidak salah kalau kita sebagai anak muda ingin mengikuti zaman agar tidak ketinggalan zaman, akan tetapi jangan sampai menghilangkan atau melupakan jati diri dan warisan dari nenek moyang kita yang dimana memang kita sendiri yang memilkinya, cobalah mencintai milik kita sendiri, hilangkan gengsi yang selalu mempengaruhi pemikiran kita untuk memakai apapun yang kita miliki sekalipun itu tidak mengikuti zaman sekarang, berusahalah bangga akan kebudayaan milik kita yang adi luhung ini.

Sekarang saya akan membahas tentang keempat bagian tembang bali tersebut,

  1. Sekar Rare : adalah nyanyian (gagendingan) yang merupakan hiburan untuk anak-anak, dimana zaman dulu nyanyian sekar rare digunakan untuk anak-anak agar terhibur, dan juga sebagai iringan permainan anak-anak yang isinya ceria dan merakyat, contoh dari tembang ini : meong-meong, galang bulan, juru pencar, semut-semut api, kaki-kaki. Kebanyakan anak zaman sekarang sudah tida mau lagi menyanyikan lagu yang tradisional seperti sekar rae ini, anak-anak zaman sekarang masih kecil sudah menyanyikan lagu-lagu anak muda yang isinya tentang cinta, diharapkan para orang tua juga dapat memperhatikan anak-anaknya dari sejak kecil untuk menyanyikan lagu tradisi ini, mungkin terlihat sepele, akan tetapi lagu-lagu dari sekar rare dapat membuat anak-anak tidak terperosot oleh zaman secara sepontan atau terlalu cepat dewasanya.
  2. Sekar Alit : yang sering dikenal juga dengan macepat ini adalah pupuh yang diikat dengan hukum atau aturan yang tidak bisa diganggu gugat yaitu Padalingsa, yang terdiri dari a).Guru wilang yang berarti jumlah suku kata pada satu baris di dalam satu pupuh dan juga banyaknyua baris dalam satu pupuh tersebut, sedangkan guru ding dong artinya jatuhnya huruf vokal terakhir di setap baris dalam satu buah pupuh. Di setiap pupuh uger-uger tidak boleh salah setiap pupuh padalingsanya tidak boleh salah walaupun syairnya di rumah harus mengikuti aturan padalingsanya. Sebenarnya ada 14 pupuh yang ada di bali, akan tetapi hanya 10 yang populer dan yang diketahui oleh orang-orang, antara lain : pupuh sinom, pupuh ginada, pupuh durma, pupuh ginanti, pupuh maskumambang, pupuh mijil, pupuh pucung, pupuh semarandana, pupuh pangkur, pupuh dangdang, dan yang empat lagi adalah Pupuh Gambuh, Pupuh Demung, Pupuh Megatruh, dan Pupuh Adri. Pupuh juga sering dikatakan dengan Macapat dimana macapat berarti membacanya dengan empat-empat suku kata atau empat-empat ketukan salah satu contoh syair, Eda ngaden awak bisa (pupuh ginada) jika dibaca dengan sistem macapat menjadi Eda ngaden, awa kbisa. dari beberapa macam pupuh diatas setiap satu pupuhnya dapat juga dibagi menjadi beberapa jenis seperti pupuh sinom (sinom lawe, sinom wug payangan, sinom siwagati, sinom kalanguan, dll), jika di pupuh ginada (ginada lingar petak, ginada basur, ginada pakangraras, ginada eman-eman, ginada candrawati, dll), jika di pupuh durma (durma lawe), dan demikian juga yang lainnya dimana juga memiliki versi yang berbeda-berbeda. Pupuh dapat dinyanyikan pada saat upacara-upacara keagamaan, yang dilakukan pada suatu kelompok tertentu yang bernama kelompok Pesantian, pupuh juga terdapat pada tarian Arja, yang dimana di dalam kesenian Arja sangat erat hubungannya dengan pupuh-pupuh tersebut, karena setiap karakter di dalam tarian Arja memiliki hukum atau aturan pupuh-pupuh yang mana saja boleh dinyanyikannya.
  3. Sekar Madya : disini yang dapat dikatakan sekar madya adalah golongan tembang yang mempegunakan bahasa Jawa Tengahan yaitu bahasa yang digunakan di dalam lontar-lontar panji atau malat, Sekar Madya tidak terlalu terikat oleh hukum atau aturan-aturan seperti padalingsa dan guru lagu, hanya disini menggunakan beberapa macam bagian dari Pengawit (pembuka), Pengawak (bagian tengah), Pemawak (bagian yang pendek), dan Penawa (bagian yang panjang). Yang tergolong Sekar Madya adalak Kidung atau Kakidungan, kidung sering dinyanyikan pada saaat upacara keagamaan tepat pada puncak upacara yang dimana bersifat sakral. Beberapa kidung yang diketahui di Bali antara lain : Kidung Warga sari, Kidung Kawitan Warga Sari, Kidung Aji Kembang, Kidung Kaki Tua, Kidung Sidapaksa, dll).
  4. Sekar Agung : tembang yang tergolong Sekar Agung adalah Kekawin, yang dimana kekawin adalah puisi bali klasik yang terdapat dalam sastra Jawa kuno, dilihat dari syairnya kekawin juga banyak diambil dari bahasa Sanskerta yang disesuaikan. Terdapat beberapa uger-uger dalam Kekawin tersebut antara lain : Guru, laghu, wretta, dan matra.

Guru berarti suara yang dipanjangkan dan diolah menurut jenis kekawinnya, Guru dibagi lagi menjadi 3 bagian antara lain : Guru Haswa, Guru Dirgha, dan Guru Pluta.

Lagu berarti suara yang ringan dan pendek dan yang pembacaannya lebih cepat dari syair yang mendapatkan Guru

Wretta berarti banyaknya suku kata atau kalimat dalam satu baris

Matra berarti pembangun Guru Laghu di setiap baris.

Adapun beberapa macam Kekawin seperti Kekawin Ramayana, Kekawin Bharatayudha, Kekawin Arjuna Wiwaha, Kekawin Sutasoma, dll.

 

Demikianlah penjelasan singkat dari saya tentang Tatembangan di Bali, semoga anak muda Bali mau dan tidak malu untuk mengetahui dan mempelajari tentang kebudayaannya sendiri, karena jika sampai itu dihilangkan atau dilupakan, hilanglah Taksu Bali yang selama ini membangun Bali menjadi terkenal sampai saat ini, kalau bukan kita sebagai anak muda Bali yang melestarikan, lalu syapa lagi?.

 

Juli 8, 2014 · Posted in Tak Berkategori  
    

index 3Berbicara tentang cinta banyak hal yang dapat diartikan, banyak orang yang mempunyai pengandaian untuk cinta itu tersendiri. apa itu cinta? Mengapa setiap manusia memiliki cinta? walaupun banyak orang yang ingin lari dan tidak mengakui dengan adanya cinta tetapi mereka takkan bisa lari dari kejujuran cinta tersebut, karena cinta itu adalah rasa yang takkan pernah bisa dibohongi. Cinta adalah kehidupan, mengapa? Karena setiap manusia yang hidup di dunia ini memiliki cinta, dan mereka lahir ke dunia berkat adanya cinta dari kedua orang tua mereka, maka dari itu banyak yang mengatakan hasil dari cinta kedua orang tua akan menghasilkan buah cinta.

Cinta, cinta, dan cinta, takkan pernah habis untuk dibahas dan dicari kejelasannya, mencari arti atau makna cinta sama seperti kita mencari tau arti dari kita hidup di dunia ini, adakah yang tau? Apakah hanya untuk menebus dosa? Penuh misterikah? Ya, kita bisa tau kita hidup di dunia ini dan kita bisa melakoninya, tapi kita takkan pernah tau apa maksud dari tujuan kita hidup di dunia ini, jika hanya untuk menebus dosa mengapa tidak di hukum di neraka saja? Seperti halnya jika kita melakukan kejahatan atau hal yang melanggar hukum kita akan di hukum di penjara, dan setelah batas hukuman kita akan bebas, tetapi jika dimasukan ke hukum kehidupan apakah tidak cukup menebus dosa itu di neraka saja? Mengapa harus turun ke dunia lagi? Itu pastinya ada maksud yang kita semua tidak tau pasti tentang kebenarannya karena kita mencari tau hal yang tidak bisa dipikirkan secara manusiawi, mungkin semua jawaban akan kembali ke Tuhan, tetapi kita tidak boleh hanya berpatokan dengan tujuan Tuhan karena jikalau begitu kita akan pasrah dan tidak mempunyai semangat atau keinginan untuk melakukan yang kita inginkan,kembalikanlah semua pertanyan itu kepada diri kita dan biarkan diri kita sendiri yang menjawabnya, dan setiap manusia pasti memiliki cara masing-masing untuk mengatasi masalahnya, terutama tentang cintanya. Sebelum kembali dengan pertanyaan “CINTA itu Wajib atau Pilihan, coba kita berpikir wajibkah kita hidup di dunia ini? Apa pilihan kita setelah kita hidup dan melakoni kehidupan ini? Hal yang telah kita ambil dan kita pilih sebaiknya kita wajib bertanggung jawab dengan semuanya itu karena kita telah mendapatkannya, walaupun kita tidak pernah meminta untuk hidup ke dunia ini tetapi kita telah mendapatkannya, seperti perumpamaan “sudah terlanjur basah” kita tidak bisa menyalahkan siapa-siapa, karena kita tidak tahu pasti tentang kebenaran, Apa yang mau dipermasalahkan? Dan siapa yang mau disalahkan? Disaat itu mulailah bersyukur dan menghargainya, karena itulah bagi orang-orang yang mempunyai pikiran untuk lari dari Cinta dan memaksa untuk tidak menerima dengan adanya cinta, sekarang mulailah kita berpikir dan menghargai apa yang telah kita dapatkan.

Jangan merasa terlalu tersakiti karena cinta, disaat cinta memberi rasa sakit di dalam hidup kita, jangan juga terlalu senang jika cinta memberi kebahagiaan dalam hidup kita, mengapa? Di dunia ini keseimbanganlah yang paling tepat karena antara “ada” dan “tidak” itu saling terkait, tidak ada orang mengatakan itu “ada” kalau tidak ada kata “tidak”, bagaimana juga kita bisa tahu dan merasakan kebahagiaan jika kita tidak mengenal kesedihan, maka dari itu kita diberi kata pilihan untuk apa yang ingin kita dapatkan, menangis sedihlah kamu jika ingin kesedihan, dan tertawa bahagialah kamu jika ingin memilih kebahagiaan.

Mungkin sekarang timbul pertanyaan, semua orang pasti ingin bahagiakan? Tetapi mengapa kita pernah menerima kesedihan? Semua Kembali ke hukum keseimbangan yang pasti akan kamu dapatkan tanpa kamu memilih, tetapi kamu bisa memilih tindakan apa yang kamu ingin lakukan disaat kedua kewajiban tersebut kamu dapatkan, jika disaat sedih kamu memilih untuk masuk lebih dalam ke dalam kesedihan itu, sampai kapanpun kamu tidak akan mendapatkan kebahagiaan itu, demikian juga disaat kamu senang dan kamu terhanyut dalam kebahagiaan itu, sekali kamu mendapatkan kesedihan kamu tidak akan bisa berbuat apa-apa karena hal berlawanan itu pasti adanya. Maka dari itu timbul kesimpulan bahwa kamu bisa memilih di dalam kewajibanmu, seperti Cinta kamu pasti merasakannya dan kamu berhak memilih mana cinta yang kamu pilih, disaat cintamu menginginkan kelengkapan dari lawan cintamu yang berlawanan dari dirimu, disaat itu akan terjadi kehidupan yang kamu rasakan karena cinta sama adanya tentang kehidupan yang mana kedua rasa antara sedih dan bahagia wajib kamu dapatkan dan kamu pilih cara melewatinya karena kepastiannya yang tidak dapat kamu rubah dan kamu lupakan begitu saja, demikian juga dalam kamu mencari Cinta pilihlah sesuai dengan rasamu, jangan hanya dengan pikiran atau dengan nafsu, walaupun dalam cinta ada pikiran dan nafsu, kedua hal tersebut bukanlah pintu gerbang untuk masuk dan memulai kehidupan, akan tetapi jadikanlah Cinta itu pintu utama untuk masuk ke dalam kehidupanmu. Jangan terlalu terikat akan cinta, begitu pula jangan terlalu lepas dari cinta itu, mulailh terbiasa untuk biasa karena biasa dapat mengakibatkan kita bisa memikirkan secara perlahan apa yang akan kita lakukan setelah apa yang pernah kita lakukan, biasa ada karena pengalaman dimana kita pernah mendapatkan suatu pelajaran untuk kita bisa tahu mana yang benar untuk kita dan mana yang salah untuk kita, mulailah sadar akan dirimu sendiri dan Cinta yang ada pada dirimu, setelah membaca sampai disini aku harap kamu, kita, dan kalian, bisa mengerti betapa pentingnya Cinta dalam hidup ini, karena sekali lagi Cinta adalah kehidupan yang dimana kewajibanmu hidup dan pilihanmu menentukan jalanmu hidup dalam kewajiban, jadi ”CINTA itu Wajib atau pilihan”? jawabannya CINTA itu Wajib Dipilih”

Juli 8, 2014 · Posted in Tak Berkategori  
    

IMG00444-20140521-0716Kata penjor sudah tidak asing lagi bagi umat hindu khususnya di Bali, Penjor sering digunakan pada saat adanya perayaan atau upacara keagamaan, apalagi di hari raya Galungan dan kuningan yang setiap 6 bulan sekali dirayakan serentak oleh masyarakat hindu dan pastinya membuat penjor sebagai sarana pelengkap, selain itu sudah banyak orang sekarang menikah pun juga menggunakan penjor yang dimana sebagai pertanda adanya sebuah kegiatan atau upacara di Bali khususnya. Walaupun banyak orang mengetahui kata penjor dan gambaran penjor itu, mungkin tidak semua orang mengetahui lebih rinci apa itu penjor, makna penjor, dan apa kegunaan penjor itu sendiri.

Penjor adalah simbol dari sebuah gunung, yang dimana gunung dipercaya sebagai tempat bersemayamnya para dewa, banyak pura yang berada di kaki gunung salah satu contohnya adalah pura besakih, karena jika umat disuruh naik ke puncak gunung itu akan sangat berbahaya, maka dari itu dibuatlah pura yang berada di bawah gunung, sekarang penjor itu dibuat menjadi simbol sebuah gunung agar bisa para umat dari rumahnya mengaturkan sesajen yang tertuju ke pura yang berada di gungung, salah satu contohnya pura besakih.

Penjor di tancapkan di depan rumah, berbahan dasar yaitu bambu (simbol Hyang Brahma) yang lurus melengkung seperti halnya ekor barong, bambu dihiasi dengan rangkaian janur yang dibuat seindah mungkin, adapun bagian-bagian yang wajib mengisi bagian penjor tersebut, antara lain :

  1. dihiasi oleh daun kelapa (busung), daun enau yang muda, serta daun-dau lainnya (palawa) simbol kekuatan Hyang Mahadewa dan Hyang sangkara
  2. dengan kain putih yang berlambangkan Hyang Iswara
  3. Kelapa yang berlambangkan Hyang Rudra
  4. Pala bungkah (umbi-umbian seperti : ketela rambat), pala gantung (pisang, mentimun, salak, apel,dll.) dan pala wija (biji-bijian seperti : jagung, padi, dan jajan simbol Hyang Wisnu
  5. Sanggah aedha candra sebagai simbol dewa Siwa

Itulah seharusnya penjor yang wajib dibuat, yang berisi aturan-aturan yang wajib hukumnya, jika melenceng atau tidak melengkapi apa-apa saja yang seharusnya diisi penjor itu akan salah atau bisa dikatakan tidak berfungsi. melihat penjor-penjor zaman sekarang, berbagai hiasan sudah mulai ditambahkan untuk membuat sedemikian indah agar penjor tersebut memiliki nilai pertunjukan yang indah dan enak untuk ditonton oleh mata, walaupun diperbolehkan membuat penjor itu megah dan banyak berisi hiasan tetapi disarankan agar tetap berpatokan dengan pakem yang sudah ditetapkan, dengan survei yang sudah saya lihat dilapangan banyak orang sudah yang melupakan atau lepas dari aturan membuat penjor tersebut, apalagi sekarang sedang berlangsungnya hari raya Galungan dan Kuningan yang dimana masyarakat Hindu serempak membuat penjor di masing-masing rumahnya, penjor-penjor yang berada di pinggir jalan besar contohnya, sangat besar dan megah yang menghabiskan dana yang tidak sedikit, dibandingkan dengan penjor yang sederhana dihiasi oleh janur dan pala bungkah yang tidak begituh mewah akan tetapi lengkap yang mengikuti aturan penjor yang sudah ditetapkan, maka penjor yang sederhana tersebut lebih bernilai daripada penjor yang megah akan tetapi melenceng dari aturannya. Memang sudah sering dilakukannya lomba penjor yang bermaksud agar masyarakat Hindu khusunya dapat berkesenian lewat membuat kreasi penjor yang sedemikian rupa, bahkan saya pernah melihat dalam perlombaan tersebut penjor dibuat dari besi yang digabungkan dengan bambu, mungkin itu dibenarkan adanya dalam perlombaan agar dapat membuat penjor yang besar dan kuat, akan tetapi disarankan khususnya anak muda Bali agar dalam membuat penjor untuk perlengkapan dalam upacara yang menuntut nilai sakralnya tidak disamakan seperti membuat penjor yang dilombakan, walaupun indah kelihatannya tetapi tidak benar dalam aturannya sama dengan bohong, walaupun untuk mengisi kesenangan hati yang memberi kepuasan si pembuat penjor itu hanya akan membuat jerih payah kita membuat penjor akan sia-sia, karena tidak patut keberadaanya atau tempatnya, marilah kita untuk mengikuti aturan-aturan yang ada, sama seperti aturan di pemerintahan yang ada, jika kita langgar hukuman akan menimpa kita, demikian juga dalam aturan keagamaan jika kita menyalahi aturan yang sudah ditetapkan membuat hal baru diperbolehkan tetapi janganlah sampai menghilangkan hal yang sudah menjadi aturan, memang di Bali nilai seni itu sangat dituntut, segala sarana upakara itupun masing-masing memiliki unsur seninya, yang menuntut keterampilan umat Hindu di Bali khusunya, karena tidak dipungkiri juga secara umum Agama dan Seni di Bali sangat erat hubungannya dan saling berkaitan, tetapi kita juga harus bisa menyeimbangkan antara keduanya tersebut agar tidak terjadinya tumpang tindih, dalam Agama Hindu jika tidak ada unsur keseniannya mungkin tidak akan memiliki daya tarik atau sering dikatakan Taksu, tetapi dalam memasukan kesenian dalam Agama Hindu itu tidak juga melebih-lebihkan yang bisa membuat nilai atau unsur sakralnya hilang, maka dari itu disarankan agar tidak bebas.

Kembali ke makna penjor, saya sarankan walaupun seberapa megah penjor tersebut yang hingga menghabiskan biaya sampai berjuta-juta tetapi tidak mengikuti aturan penjor yang benar itu akan dikatakan salah untuk melengkapi sarana upacara, tetapi jika ada penjor yang sederhana yang tidak menghabiskan dana yang sedemikan banyak, tetapi melengkapi aturan yang ada, nilai penjor ini akan lebih tinggi dari penjor yang megah. Bukan seberapa besar biaya yang dihabiskan, tetapi seberapa besar bakti yang diniliai dalam membuat sarana dalam rangka melengkapi upacara tersebut.

Juli 8, 2014 · Posted in Tak Berkategori